Anda di halaman 1dari 26

1

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MASALAH

KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS

PADA PNEUMONIA DI RS. S

Oleh :

SANTI GITA NIRMALA

NIM : 201704009

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHAT
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2019
2

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia merupakan suatu inflamasi parenkim pada paru, yang biasanya
biasanya berhubungan dengan pengisian alveoli dengan cairan. (Ns.Abd. Wahid, 2013).
pneumonia suatu peradangan parenkim paru karna terdapat infeksi pada ISNBA.
Biasanya disetai dengan batuk, sesak nafas terjadi karna adanya infeksi. (Nurarif &
Kusuma, 2015) pneumonia juga bisa disebabkan karna virus, bakteri, jamur,
mycoplasma, aspirasi subtan asing, inhalasi yang terjadi baik pada satu sisi maupun
kedua sisi paru yang juga terkadang terjadi edukasi dan konsolidasi. (Nurarif & Kusuma,
2016)11 Masalah keperawatan yang terjadi pada pneumonia berupa ketidak efektifan
bersihan jalan nafas.
justifikasi / skala masalah
pneumonia menjadi penyebab tertinggi kemtian bayi dibawah usia 5 tahun (balita)
maupun bayi baru lahir. Data dari riset kesehatan dasar (riskesdas) 2018 menunjukkan
prevelensi pneumonia naik pada tahun 2015, WHO melaporkan hampir 6 juta anak balita
meninggal dunia, 10% dari jumlah tersebut yang disebabkan oleh pneumonia sebagai
pembunuh balita nomer 1 didunia. Berdasarkan data badan PBB untuk anak-anak
(UNICEF), pada 2015 terdapat kurang lebih 14% dari 147.000 anak dibawah 5 tahun
diindonesia meninggal karena pneumonia setiap jam. Hasil riskesdas 2013 menjelaskan
bahwa lima provinsi dengan ISPA tertinggi diindonesia adalah nusa tenggara timur
(41,7%), papua (31,3%), aceh (30,0%), nusa tenggara timur (41,7%), dan jawa timur
(28,3%). Prevelensi ispa Indonesia menurut riskesdas 2013 (25,0%). Dengan adanya
perubahan target sasaran menjadi 4,45% balita diharapkan cakupan pneumonia
meningkat pada tahun 2016. Terjadi peningkatan cakupan pneumonia diatas 50%
walaupun belum mencapai target nasional yang telah ditentukan. Dengan mengevaluasi
cakupan pneumonia kasus selama beberapa tahun sebelumnya, kementrian RI (subdit
ISPA/pneumonia) mengadakan revisi target cakupan penemuan kasus pneumonia dari
target 100% diturunkan menjadi 70% pada tahun 2016. Target ini akan dinaikan secara
bersekala untuk tahun berikutnya. Target kasus pada tahun2016 tetap 70% dengan angka
cakupan sebesar 79,61%. Pada tahun 2016 dari 38 kabupaten di provinsi jawa timur,
3

semua kabupaten /kota sudah mencapai target penurunan yang telah ditetapkan nasional
sebesar 4,45%. Akan teteapi untuk wilaya jawa timur ini sendiri terdapat peningkatan
period prevalence ispa (pneumoni) antara tahun 2013-2018 (49,7%)berdasarkan profil
kesehatan 2018, provinsi jawa timur merupakan salah satu provinsi dengan realisai
pneumonia pada balita tertinggi.angka kematian balita dijawa timur akibat pneumonia
menduduki peringkat pertama. Berdasarkan profilkesehatan provinsi jawa timur tahun
2018 49,7% (Dinkes, profil kesehatan provinsi jawa timur 2018) (Riskesdas, 2018). data
dari dinas kesehatan mojokerto tahun 2017 jumlah balita penderita pneumonia yang
dilaporkan dan ditanggani dikabupaten mojokerto tahun 2017 sebanyak 914
balita(251,1%), terjadi penurunan dibandingkan pada tahun 2016 sebanyak (334,1%).
Meskipun menunjukkan tren perkembangan yang cukup baik, dengan adanya peningkatn
capaian setisp tahunnya.(dinkes mojokerto 2017)
Untuk menaggulangi pneumonia ada 3 langkah utama yang dicadangkan oleh
WHO yaitu proteksibalita, pencegahan pneumonia, dan tata laksana pneumonia yang
tepat. Proteksi ditujukan untuk menyediakan lingkungan hidup yang sehat bagi balita,
yaitu nutrisi , asi eksklusif sampai 6 bulan, dan pernafasan yang terbebas polusi.
Imunisasi yang lengkap beberapa jenis imunisasi yang terkait dengan pneumonia dapat
menurunkan kejadian pneumonia sebsar 50%. Memacu pada laporan john Hopkins
Bloomberg School of Public Health 2015 pneumonia & Diarrhea Proress Report 2015
indonesia adalah salah satu dari Negara dengan kasus pneumonia teringgi yang belum
memasukkan vaksin pneumokokus sbagai vaksin program imunisasi rutin nasional.
Ikatan dokter Indonesia telah merekomendasikan pembaerian imunisasi 2 bulan PCV
untuk anak berumur 2 bulan hingga 5 tahun. (Kaswandani, 2017)
Pneumoni masuk dengan system pertahanan yang normal menjadi terganggu karena
adanya organism menyerang menuju ke thrombus sehingga permukaan lapisan pleura
tertutup tebal eksudat thrombus vena pulmonalis menyebabkan adanya nekrosis
hemorganik akan meningkatkan produksi sputum semakin banyak sehingga terjadilah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas (Nurarif & Kusuma, 2016).
Berdasarkan mekanisme penyakit pneumonia peran perawat yang komprehensif
sangat dibutuhkan penderita pneumonia dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien selain peran keluarga, juga diperlu
4

diajarkan cara untuk mengefektifkan bersihan jalan nafas dengan cara mengajarkan
penggunaan nebulizer dan fisioterapi dada dengan cara penguapan menggunakan oabat
yang dilarutkan dalam bentuk cair kemudian diisikan dalam nebulezer yang kemudian
dihirup uapannya sehingga dapat langsung menuju ke paru-paru yang mampu
menghancurkan mucus/dahak . (M., 2015-207)
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil studi
kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Anak dengan Masalah Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas pada pneumonia di Rs S”.
1.2 Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan anak dengan
masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pneumonia di Rs. S.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merumuskan masalah dalam studi
kasus sebagai berikut yaitu bagaimana ”asuhan keperawatan anak dengan masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pneumonia diRs. S ?”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.4.1Tujuan Umum
Mengetahui tentang keperawatan pada anak yang mengalami pneumonia dengan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas di Rs.S .
1.4.2Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian keperawatan pada anak yang mengalami pneumonia dengan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas di Rs.S.
2. Menetapkan diagnosis keperawatan pada anak yang mengalami pneumonia dengan
ketidak efektifan bersihan jalan nafas di Rs.S
3. Menyusun perencanaan keperawatan pada anak anak yang mengalami pneumonia
dengan ketidak efektifan bersihan jalan nafas di Rs.S
4. Melaksanakan Tindakan Keperawatan Pada anak yang mengalami pneumonia dengan
ketidak efektifan bersihan jalan nafas di Rs.S
5. Melakukan evaluasi hasil tindakan keperawatan pada anak yang mengalami
pneumonia dengan ketidak efektifan bersihan jalan nafas di Rs.S

1.5 Manfaat Penelitian:


5

1.5.1 Manfaat Teoritis

Studi kasus dapat menambah wawasan serta mengembangkan dan


mengaplikasikan Ilmu Keperawatan ke dalam praktik keperawatan dengan memberi
asuhan keperawatan pada anak yang mengalami pneumonia dengan ketidak efektifan
bersihan jalan nafas di Rs.S
1. Manfaat Praktis
a. Bagi perawat
Tugas akhir ini akan memberikan masukan bagi profesi keperawatan lebih
lanjut dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dan dapat dijadikan
wacana dalam proses pembelajaran sehingga pada akhirnya mahasiswa
(peserta didik) calon tenaga kesehatan mampu disiplin terutama dalam hal
penanganan pasien anak yang mengalami pneumonia sehingga jumlah
penderita anak yang mengalami pneumonia dengan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas dapat dicegah.
b. Bagi institusi pendidikan
Tugas akhir ini dapat menjadi bahan referensi serta guna menambah
wawasan bagi mahasiswa.
c. Bagi responden
Dapat memberikan informasi dan menambah wawasan responden tentang
peneumonia dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas serta dapat
membantu melakukan tindakan yang telah diberikan oleh tenaga medis .
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.2.1Definisi
Pneumonia merupakan suatu inflamasi parenkim pada paru, yang biasanya
biasanya berhubungan dengan pengisian alveoli dengan cairan (Ns.Abd. Wahid, 2013),
pneumonia suatu peradangan parenkim paru karna terdapat infeksi pada ISNBA.
Biasanya disetai dengan batuk, sesak nafas terjadi karna adanya infeksi. (Nurarif &
Kusuma, 2015), pneumonia juga bisa disebabkan karna virus, bakteri, jamur,
mycoplasma, aspirasi subtan asing, inhalasi yang terjadi baik pada satu sisi maupun
kedua sisi paru yang juga terkadang terjadi edukasi dan konsolidasi (Nurarif & Kusuma,
2016).

2.2.2 Klasifikasi penyakit Pneumonia


Pneumonia dikelompokkan berdasarkan anatomi (IKA FKUI) dan berdasarkan
inang dan lingkungan, dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Klasifikasi berdasarkan Anatomi (IKA FKUI)


a. Pneumonia Lobaris

Melibatkan satu bagian dari paru atau kedua dari bagian paru, bila kedua paru
terkena , maka dikenal sebagai Pnumonia Bilateral atau ”ganda”Pneumonia
Lobularis (Bronkopneumonia)

b. Pneumonia Lobularis
Terjadi pada ujung akhirbronkiolus , yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen
untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya,
disebut juga Pneumonia Loburalis.

c. Pneumonia Interstitial
Proses inflamasi yang terjadi didalam dinding alveolar (interstisium) dan
jaringan peribronkial serta interlobular. (Nurarif & Kusuma, 2016)
7

2. Klasifikasi berdasarkan inang dan lingkungan :


a. Pneumonia Komunitas
Dijumpai pada influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal pada lansia,
gram negative pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit
penyerta kardiopolmonal/ jamak, atau paska terapi antibiotika spectrum luas.
b. Pneumonia Nosokomial
Tergantung pada 3 faktor yaitu : tingkat berat sakit, adanya resiko untuk jenis
pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia.
Faktor utama untuk pathogen tertentu :
Pathogen Factor resiko
Staphylococcus aureus Koma, cedera kepala, influenza, pemakaian obat Iv,
methicillin resisten S. aureus DM, gagal ginjal.
Ps. Aeruginosa Pernah dapat antibiotik, ventilator > 2hari lama
dirawat di ICU, terapi sterpid/ antibiotik kelaian
struktur paru (bronkiektasis, kritik, fibrosis),
mlnutrisi
Anaerob Aspirasi, selesai operasi abdomen
Acinobachter spp Antibiotic sebelum onset pneumonia dan ventilasi
mekanik
Faktor resiko pneumonia yang didapatka dari Rumah Sakit :
Pneumonia yang didapatkan dari Rumah Sakit
Faktor resiko terkait pejamu
1. Pertambahan usia
2. Perubahan tingkat kesadaran
3. Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
4. Penyakit berat, malnutrisi, Syok
5. Trauma tumpul, trauma kepala berat, trauma dada
6. Merokok
Faktor resiko terkait pengobatan
1. Ventilasi mekanik, reintubasi atau intubasi sendiri
2. Bronkoskopi, selang nasogastrik
8

3. Adanya alat pemantau tekanan intracranial (TIK)


4. Terapi antibiotik sebelumnya
5. Terapi antacid
6. Peningkatan pH lambung
7. Penyakit reseptor histamine tipe-2
8. Pemberani makan enteral
9. Pembedahan kepala, pembedahan toraks atau abdomen atas
10. Posisi terlentang
Faktor resiko terkait-infeksi
1. Mencuci tangan kurang bersih
2. Mencuci tangan kurangmengganti selang ventilator < 48 jam sekali

a) Pneumonia Aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman , pneumonia kimia akibat aspirasi
bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan
atau lambung, edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh
bahan padat.
b) Pneumonia pada Gangguan imun
Terjadi akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab infeksi
dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau miktoorganisme yang
biasanya nonvirulen, berupa bakteri, protozoa, parasit, virus,
jamur, dan cacing. (Nurarif & Kusuma, 2016)
2.1.3 Etiologi
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh streptoccus
pneumonia, melalui slang infuse oleh staphylococcus aureus sedangkan pada pemakian
ventilatore oleh p.aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan
keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan,
penggunaan antibiotik yang tidak tepat.
Setelah masuk keparu-paru organism bermultiplikasi dan, jika telah berhasil
mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. Selain atas penyebab
terjadinya pneumonia sesuai penggolongan yaitu :
9

1. Bakteria : Diolococcus pneumonia, pneumococcus, strep tokokus hemolyticus,


strepkoccus aureus, hemophilus influenzae, bacillus friedlander.
2. Virus : Respiratory Syncytial Virus, adeno virus, V.Sitomegalitik,
V.Influenza.
3. Mycoplasma pneumonia .
4. Jamur : HistoplasmaCapsulatum, Cryptococcus Neuroformans,
blastomyces Dermatitides, coccidodies Immitis, Aspetgilus Species, candida
Albicans.
5. Aspirasi : makanan, kerosene (bensin, minyak tanah ), cairan amnion, benda Asing.
6. Pneumonia hipostatik
7. Sindrom loeffler (Nurarif & Kusuma, 2015)

2.1.4 Manifestasi
1. Demam, Sering tampak sebagai tanda infeksi yang utama. Paling sering terjadi
pada usia 6 bulan-3tahun dengan suhu mencapai 39,5-40,5 bahkan dengan infeksi
ringan. Mungkin malas dan peka rangsangan atau terkadang euforia dan lebih aktif
dari normal.
2. Meningismus, yaitu tanda-tanda menigeal tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan
awalan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan kekakuan pada
punggung dan leher, akan berkurang saat suhu mulai turun.
3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa kanak-
kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap saat derajat yang
lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, seringkali
memanjang sampai ketahap memulihan.
4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan
petunjuk untuk awal infeksi. Biasnya berlangsung singkat, tetapi dapat menetap
selama sakit.
5. Diare biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering menyertai
infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
6. nyeri Abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari
nyeri apendiksitis.
10

7. Sembatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan
mukosa dan edukasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusui pada bayi.
8. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi bukti
hanya selama fase akut. Batuk terkadang disertahi dahak kental , terkadan berwarna
kuning atau hijau
9. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mngorok. Auskultasi terdengar mengi,
krekeis.
10. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak. Ditandai
dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per oral.
11. Keadaan berat badan bayi tidak dapat menyusu atau makan/ minum,
ataumuntahkan semua, kejang, latergis,atau tidak sadar sianosis, distress pernafasan
berat.
12. Disamping batuk atau kesulitan bernafas, hanya terdapat pada nafas cepat saja
a. Pada anak umur 2 bulan – 11 bulan : > 50x / menit
b. Pada anak umur 1 tahun – 5 tahun : > 40x / menit. (Amin Huda Nurarif,
2016)
Gejala yang ditimbulkan pneumonia tergantung dari penyebabnya. Gejala-gejala
pneumonia tersebut antara lain:
1. Pneumonia yang disebabkan oleh Bakteri :
Gejala pneumonia yang timbul akibat serangan bakteri sebagai berikut :
a. Suhu badan tinggi dan berkeringat.
b. Bibir dan kuku lama-kelamaan membiru karena kekurangan oksigen
c. Denyut jantung meningkat dengan cepat disertai sakit pada dada
d. Mengeluhkan dahak berwarna hijau kwtika batuk
e. Apabila pneumonia telah parah, penderita akan menggigil dengan
bergemeletuk
2. Pneumonia yang disebabkan oleh virus
Gejala pneumonia yang disebabkan oleh virus sama dengan gejala pada influenza
gejala pneumonia yang timbul akibat serangan virus sebagai berikut :
a. Demam tinggi kadang disertai dengan bibir membiru
b. Letih dan lesu selama 12 jam
11

c. Batuk kering disertai napas pendek


d. Badan terasa letih dan lesu
e. Semakin lama batuk semakin hebat disertai lendir.
3. Pneumonia yang disebabkan oleh mikoplasma
Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi mikoplasma menunjukkan gejala
sebagai berikut :
a. Gejala lain yang paling sering berupa bentuk berat, namun lendir yang
dikeluarkan hanya sedikit
b. Demam dan tubuh mengigil, akan tetapi gejala ini hanya muncul pada
awal terjangkitnya pneumonia
c. Kadang-kadang disertai mual muntah
d. Tubuh terasa lemah diwaktu yang lam.
4. pneumonia yang disebabkan oleh jamur
Gejala PCP ( Pneumonia carinii pneumonia ) demam. Batuk tanpa ada dahak dan
disertai sesak nafas. (Nurarif & Kusuma, 2015)

2.1.5 Stadium pneumonia


Secara garis besar, dapat dibedakan 4 stadium pneumonia, yaitu :
1. Kongesti ( 4 sampai dengan 12 jam pertama )
2. Eksudat serosa masuk kedalam alveoli melalui pembulu darah yang berdilatasi
dan bocor. Serta didapatkan eksudat yang jernih, bakteri dalam jumlah yang
banyak, neutrofil, dan magrofag dalam alveoli.
3. Hepatisasi merah ( 48 jam )
4. Paru-paru tampak merah dan berganula karena sel-sel darah merah, fibrin dan
leukosit polimor fonuklear mengisi alveoli. Labus dan lobulea yang kena
menjadipada dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar. Stadium in berlangsung sangat singkat
5. Hepatitis kelabu ( 3 sampai dengan 8 hari )
6. Lobus paru masih tetap padat warna merah menjadi tampak kelabu karena
leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi didalam alveoli dan permukaan
12

pleura yang terserang melakukan fagositosis terhadap pneumococxus. Kapiler


tidak lagi mengalami kongesti.
7. Resolusi ( 7 sampai dengan 11 hari )
8. Eksudat mengalami lisis dan reabsorsi oleh makrovag sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula (Suprapto & Wahid, 2013)

2.1.6 Patofisiologi
Pneumonia masuk dengan sistem pertahanan yang normal menjadi terganggu karena
adanya organism seperti bakteri, virus, jamur, mikroorganisme, benda asing yang
menyerang menuju ke trombus sehingga permukaan lapisan pleura tertutup tebal eksudat
trombus vena pulmonalis sehingga dapat menyebabkan adanya nekrosis hemoragik yang
akan meningkatkan produksi sputum semakin banyak sehingga terjadilah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas. (Nurarif & Kusuma, 2016)
13

2.1.7 Pathway (Nurarif & Kusuma, 2016)


Normal (system Organisme
pertahanan) terganggu

Virus Sel nafas bagian sapilokokus


bawah pneumokokus

Eksudat masuk ke thrombus


Kuman pathogen alveoli
mencapai bronkioli
terminalis merusak sel Toksin cosgulase
epitel bersilia, sel alveoli
goblet

Sel darah merah Permukaan lapisan


Cairan edema dan leukosit pleura tertutup tebal
pneumokukus
ke alveoli eksudat thrombus
mengisi alveoli
vena pulmonalis

Konsolidasi paru
Leukosit dan
Nekrosis hemoragik
fibrin mengalami
Kapasitas vital, compliance konsolidasi
menurun hemorganik

leukositosis

Intoleransi aktivitas defisiensi


pengetahuan Suhu tubuh meningkat

Resiko kekurangan volume


cairan (Hipertermi)

Produksi sputum meningkat Abses pneumatocele


(kerusakan jaringan parut)

Ketidakefektifan bersihan jalan


nafas penurunan ventilasi

Ketidakefektifan pola nafas


14

2.1.8 Komplikasi
Adapun komplikasi pada pneumonia, antara lain :
1. Abses Paru
2. Efusi pleura
3. Amfisema
4. Gagal nafas
5. Perikarditis
6. Meningitis
7. Atelektasi
8. Hipotensi
9. Delirium
10. Asidosis Metabolic
11. Dehidrasi
12. Penyakit multi lobula (Suprapto & Wahid, 2013)

2.1.9 Pemeriksaan penunjang


1. Sinar X : mengidentifikasi distribusi struktural (misalnya : lobar,
bronchial); dapat juga menyatakan abses.
2. Biopsi paru : untuk dapat menetapkan diagnosis
3. Pemeriksaan gram/ kultur, sputum, dan darah; untuk dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada. Sempel cairaan pleura akan diambil dari rongga diantara iga
untuk mengetahui identitas penyebab lainnya.
4. Pemeriksaan serelogi : membantu dalam membedakan diagnosa organisme
khusus.
5. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahu paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan membant diagnosis keadaan.
6. Spirometrik static : untuk mengkaji jumlah udarah yang diaspirasi.
7. Bronkostopia : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
Dilakukan agar jalur udara diparu-paru dengan menggunakan alat bronkoskop.
Dilakukan jnika gejala pneumonia sangat parah antibiotik. (Nurarif & Kusuma,
2016)
15

2.1.10 Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distress
pernafasan, tidak mau makan atau minum, ada penyakit dasar lain , komplikasi dan
terutama mempertimbangkan usia pasien. Neunatus dan bayi kecil dengan
kemungkinan klinis pneumonia harus rawat inap.
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan
antibiotik per-oral dan tetap berada dirumah. Penderita yang lebih tua dan penderita
dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau dengan penyakit paru lainnya,
harus dirawat inap dan diberikan antibiotik melalui infus. Mungkin perlu adanya
pemberihan tambahan oksigen , cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik,
koreksi terhadap keseimbangan asam dan basa, elektrolit, gula darah. Untuk nyeri dan
demam dapat diberikan analgetik, suplementasi vitamin A.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan
keadaanya dapat membaik dalam waktu 2 minggu.penatalaksanaan umum yang dapat
diberikan :
1. Oksigen 1-2L/ menit
2. IVFD dekstrose 10% : Nacl 0.9% =3 : 1, + KCL 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan ststus dehidrasi
3. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang NGT dengan feeding drip.
4. Jika skresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan brta
agonis untuk memperbaiki transport mukosilier,. Koreksi gangguan keseimbangan
asam basa, elektrolit.
Penatalaksaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, antibiotik diberikan
sesuai hasil kultur.
Untuk pneumonia kasus community based :
1. Ampisilin 100mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
2. Kloramfenikol 75mg/kh BB/hari dalam 4x prmberian
Untuk pneumonia hospital based :
16

1. Sefatoksim 100mg/kg BB/ hari 2x pemberian


2. Amikasin 10-15mg/ kg BB/ hati 2xpemberian (Nurarif & Kusuma, 2016)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan


nafas dengan Pneumonia pada anak
2.2.1 Pengertian
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, merupakan ketidak mampuan
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan. (Herdman &
Kamitsuru, 2015-2017) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, merupakan
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan
untuk mempertahankan kebersihan jalan napas. (Nurarif & Kusuma, 2015)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas , merupakan ketidak mampuan untuk
membersihkan jalan nafas yang bersih. (M., 2015-207)
2.2.2Batasan Karakteristik
a. Tidak ada batuk
b. Suara nafas tambahan
c. Perubahan frekuensi nafas
d. Perubahan irama nafas
e. Sianosis
f. Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara
g. Penurunan bunyi nafas
h. Dipsneu
i. Sputum dalam jumlah yang berlebihan
j. Batuk yang tidak efektif
k. Orthopneu
l. Gelisah
m. Mata terbuka lebar. (Nurarif & Kusuma, Jakarta)
2.2.3 Faktor yang berhubungan Lingkungan
a. Perokok pasif
b. Mengisap asap
c. Merokok
17

1. Obstruksi jalan nafas


a. Spasme jalan nafas
b. Mokus dalam jumlah berlebihan
c. Eksudat dalam jalan alveoli
d. Materi asing dalam jalan napas
e. Adanya jalan napas bantuan
f. Sekresi bertambah/sisa sekresi
g. Sekresi dalam bronki
2. Fisiologis
a. Jalan nafas alergik
b. Asma
c. Penyakit baru obstruktif kronik
d. Hiperplasi dinding bronkial
e. Infeksi
f. Disfungsi neuromuskular (Nurarif & Kusuma, Jakarta)
2.2.4 Karateristik sputum
1. Sputum berwarna jernih (agak keruh)
dikarenakan akibat serangan infeksi : virus ataupun reaksi alergi bisa
mengakibatkan munculnya berwarna jernih yang jumlahnya banyak.
2. Sputum berwarna hijau
Dikarenakan akibat adanya kondisi infeksi berkepanjangan. Warna dahak
dikarenakan nzim myeloperoxidase (MPO) yang muncul akibat adanya kerusakan
neutrofil didalam sel.
3. Sputum berwarna coklat
Dikarenakan adanya campuran debu, dan benda asing lainnya akibat rusaknnya
organ silia
4. Sputum berwarna kuning terang
Dikarenakan adanya infeksi virus pada prnafasan bagian atas
5. Sputum berwarna kuning tua
Dikarenakan bahwa tubuh mengalami infeksi bakteri.
18

2.3 Konsep Asuhan keperawatan


2.3.1 Fokus pengkajian
1. Identitas
Pneumonia lobaris sering terjadi secara primer pada orang dewasa, sedangkan
pneumonia lobularis (bronkopneumonia) primer lebih sering terjadi pada anak-
anak. Pada anak-anak penyebabnya adalah virus pernafasan. Penting diketahui
bahwa usia 2-3 tahun, merupakan usia puncak pada anak-anak untuk terserang
pneumonia. Pada usia pra sekolah pneumonia paling sering disebabkan oleh
bakteri mycoplasma pneumonia. Bayi dan anak-anak lebih rentan terhadap
penyakit ini karena respons imunisasi mereka masih belum berkembang dengan
baik.
Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibandingkan dewasa.
Mycoplasma terjadi pada anak yang relative besar,banyak terjadi pada bayi yang
dibawah 3 tahun. Kemudian pneumonia banyak terjadi pada bayi yang kurang
dari 2 bulan.
Terdiri atas nama lengkap, nama panggilan, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat, usia, pekerjaan dan status perkawinan. (Rizki, 2018)
a. Pola kesehatan fungsional
Pola persepsi kesehatan
a) Keluhan utama
Yang sering timbul paa klien pneumonia adalah adanya awalan
yang ditandai dengan keluhan demam>40c,batuk, sputum
berwarna seperti karat, takpneu terutama setelah adanya
konsolidasi (M., 2015-207)
b) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama yang sering timbul pada klien pneumonia adalah
adanya awitan yang ditandai dengan keluhan menggigil > 40c,
batuk sputum berwarna seperti katarak terutama setelah adanya
konsolidasi (M., 2015-207). (M., 2015-207)
c) Riwayat penyakit terdahulu
19

Pneumonia sering kali timbul setelah saluran napas atas. Resiko


tinggi timbul pada klien dengan riwayat infeksi pernapasan, dan
klien dengan imunosuresi (kelemahan dalam sistem imun). Hampir
60% dari klien kritis di ICU dapat menderita pneumonia dan 50%
(separuhnya) akan meninggal.
2. Pengkajian fisik
a. B1 (Breating)
Ds : biasanya pasien mengeluh sulit dalam bernafas, sesak, batuk. Karena
terdapat penumpukan sputum yang berlebihan
Do:pada pasien pneumonia dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas
biasanya terdapat sputum dalam jumlah berlebihan, batuk yang tidak
efektif, terdapat suara napas tambahan.
a) Inpeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Gerakan pernapasan simetris
pada klien dengan pneumonia sering di temukan peningkatan
frekuensi napas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum
dan intercostal spase (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat
di alami terutama oleh anak-anak. Batuk dan sputum. Saat
dilakukan pengkajian batuk pada klien pneumonia, biasanya
didapatkan batuk produktif disertai dengan peningkatan produksi
sekret dan sekresi sputum yang purulent.
b) Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ ekskrusi pernafasan. Pada
palapsi klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas
biasanya norml dan seimbang antara bagian kanan dan kiri.
Getaran suara (fremitus vocal). Takstil fremitus pada klien dengan
pneumonia biasanya normal.
c) Perkusi
Pada klien dengan pneumonia disertai komplikasi, biasanya
didapatkan bunyi respon/sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi
20

redup perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila


bronkopneumonia menjadi suatu sarang. (kunfluens)
d) Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah
dan bunyi napas tambahan basah pada sisi yang sakit. Penting bagi
perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi
didaerah mana didapatkan adanya ronkhi.
b. B2 (Bload)
Pada klien dengan pneumonia pengkajian yang didapatkan meliputi :
a) Inspeksi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
b) Palpasi : denyut nadi perifer melemah
c) Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran
d) Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahanbiasanya didapatkan
c. B3 (Brain)
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan kesadaran
didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat, pada
pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis, menangis, mrintih,
meregang, dan menggeliat.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memotorik adanya oligurasi karena hal tersebut
merupakan tanda dari syok.
e. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
f. B6 (Bone)
g. Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan
aktifitas sehari-hari.
21

3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respons manusia
terhadap gangguan kesehatan atas proses kehidupan atau kerentanan respons dari
seseorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas (Herdman & Kamitsuru,
2015-2017)
Berikut diagnosa keperawatan pada pasien dengan pneumonia :
a. ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mucus
yang kental.

4. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan didefinisikan sebagai ’berbagai keperawatan, berdasarkan
penilaian klinis dan pengetahuan, yang dilakukan oleh seseorang perawat untuk
meningkatkan hasil klien atay pasien’ (Herdman & Kamitsuru, 2015-2017),
berikut intervensi keperawatan pada klien dengan pneumonia :
Diagnosa keperawan 1 :
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mucus yang
kental
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan bersihan jalan
nafas menjadi efektif
krikteria hasil :
menunjukkan jalan napas klien yang paten, mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidakada pursed lips, tidak ada sianosis dan
dyspneu, pernafasan klien normal (30-60x/ mnit), tanpa ada penggunaan otot
bantu napas, bunyi napas normal, pergerakan pernapasan normal, tidak ada suara
nafas tambahan (ronchi), tidak ada sputum dalam jumlah berlebihan.
Intervensi :
a. Observasi fungsi pernafasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman
pernafasan dan penggunaan otot bantu napas)
Rasional
22

Penurunan bunyi napas menunjukkan atelektasis, ronkhi menunjukkan


akumulasi secret dan ketidak efektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya
dapat menimbulkan penggunaan otot bantu napas dan meningkatkan kerja
pernapasan.
b. Auskultasi area paru, catat area penurunan/ tidak ada aliran udara dan
bunyi napas , misalnya : krekles, wheezing.
Rasional
Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Krekles
dan wheezing terdengar pada inspirasi atau ekspirasi pada respons terhadap
pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme jalan napas atau obstruksi.
c. Berikan posisi semi flower dan bantu klien dalam batuk efektif
Rasional :
Posisi semi flower memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
bernapas ventilasi maksimal membuka area atolektasis dan meningkatkan
gerakan sekret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan.
d. Encerkan dahak dengan menggunakan Nebulezer
Rasional
Pengenceran dahak dapat membersihkan penyumbatan pada saluran
pernafasan.
e. Observasi kemampuan klien mengeluarkan sekresi. Lalu catat karakter
dan volume sputum.
Rasional :
Pengeluaran sulit bila sputum sangat kental (efek infeksi : dan hidrasi yang
tidak adekuat.
f. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi (obat antibiotik,
mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid, jenis aminophilin via intavena)
Rasional :
Pemberian antibiotik yang ideal berdasarkan pada tes uji resistensi bakteri
terhadap jenis antibiotik sehingga lebih mudah mengobati pneumonia,
muko’itik menueun kekentalan dan perlengketan scret paru untuk
memudahkan pembersihan, bronkodilator dapat meningkatkan diameter
23

lumen pencabangan tracheooronkhial sehingga menurunkan tahanan aliran


udara, kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan
bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.

4. Implementasi
Pada tahap pelaksanaan merupakan kelanjutan dari rencana keperawatan yang
telah ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi kebtuhan klien secara optimal,
pelaksanaan adalah wujud dari tujuan keperawatan pada tahap perencanaan
(Suprapto & Wahid, 2013) pengertian tersebut menekankan bahwa implementasi
adalah melakukan atau menyelesaikan suatu tindakan yang sudah sirencanakan
pada tahap sebelumnya.
Terhadap berbagai tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi
ketidakefektifan bersihanjalan nafas, implementasi lebih ditujukan pada:
g. Upaya perawatan dalam meningkatkan bersihan jalan napas
h. Upaya pemberian informasi yang akurat
i. Upaya mempertahankan bersihan jalan napas dan kesejahteraan klien
j. Upaya tindakan mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan napas secara
nonfarmakologi
k. Pemberian terapi penanganan ketidakefektifan bersihan jalan napas secara
farmakologi
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap dimana proses keperawatan menangkut pengumpulan
data objektif dan subjektif yang dapat menunjukkan masalah apa yang
terselesikan apa yang perlu dikaji dan direncanakan, dilaksanakan dan dinilai
apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau sebagian tercapai atau belum
tercapai sama sekali, atau timbul masalah baru()suprapto & wahid 2015), evalusi
keperawatan terhadap pasien dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas, diantaranya :
a. Klien melaporkan adanya ketidakefektifan bersihan jalan napas
b. Mendapatkan pemahaman yang akurat mengenai bersihan jalan napas
24

c. Mampu mempertahankan kesejahteraan dan meningkatkan kemampuan


fungsi fisik dan psikologi yang dimiliki
d. Mampu menggunakan tindakan-tindkan mengefektifkan bersihan jalan
napas secara nonfarmakologi
e. Mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengatasi
ketidakefektifan bersihan jalan napas.
25

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian studi kasus adalah studi
yang mengeksplorasi suatu masalah keperawatan dengan bantuan terperinci, memiliki
pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi.
Penelitian studi kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta kasus yang dipelajari berupa
peristiwa, aktivitas atau individu.
Studi kasus ini adalah sudi untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada anak
yang mengalami pneomonia dengan ketidakefetifan bersihan jalan nafas di RS.S.

3.2 Batasan Istilah


3.2.1 Pneumonia
merupakan suatu peradangan alveoli pada parenkim paru yang biasanya dari suatu
infeksi saluran pernafasan bawah akut. Penyakit pneomonia biasanya ditandai dengan
gejala seperti demam tinggi. Pada kasus ini wawancara dilakukan dengan pasien untuk
mengetahui ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang dialami pasien.
3.2.2 Observasi
Merupakan cara pengumpulan data dengan menggadakan pengamatan secara
langsung kepada responden peneliti untuk mencapai perubahan atau hal-hal yang akan
diteliti. Dalam observasi ini menggunakan format asuhan keperawatan anak dengan
masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas dengan melakukan pemeriksaan fisik
dengan pendekatan IPPA.
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
3.2.3 ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, merupakan ketidak mampuan
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan. (Herdman &
26

Kamitsuru, 2015-2017) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, merupakan


ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan
untuk mempertahankan kebersihan jalan napas. (Nurarif & Kusuma, 2015)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas , merupakan ketidak mampuan untuk
membersihkan jalan nafas yang bersih. (M., 2015-207)
a. Tidak ada batuk
b. Suara nafas tambahan
c. Perubahan frekuensi nafas
d. Perubahan irama nafas
e. Sianosis
f. Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara
g. Penurunan bunyi nafas
h. Dipsneu
i. Sputum dalam jumlah yang berlebihan
j. Batuk yang tidak efektif
k. Orthopneu
l. Gelisah
m. Mata terbuka lebar. (Nurarif & Kusuma, Jakarta)

2.2.4 Unit Analisis


2.2.5 Partisipan
2.2.6 Lokasi dan Waktu
2.2.7 Pengumpulan Data
A. Uji Keabsahan Data (triamulasi sumber metode teknik)
B. Analisa Data (reduksi, simpulkan sajikan dalam bentuk tabel)
C. Etika Penelitian (anlimiti, infon... tidak sampai merugikan pasien.

Anda mungkin juga menyukai