Anda di halaman 1dari 20

Asuhan Keperawatan Pada An.

A Dengan Bronkopneumonia Di Ruang


Anak RSUD Raden Mattaher Kota Jambi Tahun 2022

CI Klinik : CI Akademik:
Ns. Ummi Khadijah, S.Kep Ns. Monalisa, S.Kep, M.Kep
Ns. Musniwati, S.Kep, M.Kep Ns. Netha Damayantie, S,Kep, M.Kep
Ns. Halimah, M.Kep, Sp.Kep.An
Ernawati, S.Kp, M.Kep
Disusun Oleh Kelompok 2:
1. Dian Afdhal (PO71202220055)
2. Indah Krisdayanti (PO71202220013)
3. Kevin Linggar Zulliyan (PO71202220038)
4. Lasro Theresia Siburian (PO71202220045)
5. M.Rasyid Ridha (PO71202220052)
6. Pita Ayu Lestari (PO71202220033)
7. Rebecca Uli Sinaga (PO71202220072)
8. Rinda Agustina (PO71202220030)
9. Wulan Arda Putri (PO71202220047)
10. Yuliana Saputri (PO71202220075)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang perubahan dan
perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain atau toddler (1- 3
tahun), pra sekolah (3-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga remaja (11- 18
tahun). Rentang ini berbeda antara anak satu dengan yang lain mengingat latar
belakang anak berbeda. Pada anak terdapat tentang perubahan pertumbuhan dan
perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam proses berkembang anak
memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial (Yuniarti,
2015).
Infeksi saluran napas akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas
dan mortalitas pada anak terutama usia dibawah 5 tahun. Beberapa faktor dianggap
berhubungan dengan ISPA antara lain, jenis kelamin, usia balita, status gizi,
imunisasi, berat lahir balita, suplementasi vitamin A, durasi pemberian ASI,
pendidikan ibu, pendapatan keluarga, pajanan rokok, serta pengetahuan, sikap, dan
perilaku ibu terhadap ISPA. ISPA dapat berlanjut menjadi pneumonia. Pnemonia
adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya
pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut
pada bronkus yang disebut dengan bronkopneumonia (Kholisah et al, 2015).
Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan untuk menyatakan
peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan paru di sekitarnya.
Brokopeumonia dapat disebut sebagai pneumonia lobularis karena peradangan yang
terjadi pada parenkim paru bersifat terlokalisir pada bronkiolus berserta alveolus di
sekitarnya (Muhlisin, 2017). Insiden penyakit bronkopneumonia pada negara
berkembang termasuk Indonesia hampir 30% terjadi pada anak-anak di bawah umur 5
tahun dengan resiko kematian yang tinggi (Kemenkes RI, 2015).
Menurut laporan World Health Organization (WHO), sekitar 800.000 hingga 2
juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat bronkopneumonia. Bahkan United
Nations Children’s Fund (UNICEF) dan WHO menyebutkan bronkopneumonia
sebagai kematian tertinggi anak balita, melebihi penyakitpenyakit lain seperti campak,
malaria serta Acquired Immunodeficiency 3 Syndrome (AIDS). Pada tahun 2017
bronkopneumonia setidaknya membunuh 808.694 anak di bawah usia 5 tahun (WHO,
2019).
Masalah keperawatan yang lazim muncul pada anak yang mengalami
Bronkopneumonia yaitu gangguan pertukaran gas, bersihan jalan napas tidak 4
efektif, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas,
dan resiko ketidakseimbangan elektrolit. Apabila tidak segera ditangani maka akan
mengakibatkan komplikasi seperti empiema, otitis media akut, atelektasis, emfisema,
dan meningitis (Nurarif & Kusuma, 2015).
Peran perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan
bronkopneumonia meliputi usaha promotif yaitu dengan selalu menjaga kebersihan
baik fisik maupun lingkungan seperti tempat sampah, ventilasi, dan kebersihan lain-
lain. Preventif dilakukan dengan cara menjaga pola hidup bersih dan sehat, upaya
kuratif dilakukan dengan cara memberikan obat yang sesuai indikasi yang dianjurkan
oleh dokter dan perawat memiliki peran dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien dengan bronkopneumonia secara optimal, professional dan komprehensif,
sedangkan pada aspek rehabilitatif, perawat berperan dalam memulihkan kondisi klien
dan menganjurkan pada orang tua klien untuk kontrol ke rumah sakit.
Banyaknya permasalahan anak dengan bronkopneumonia membuat perawatan
lanjutan di rumah harus dilakukan. Salah satu cara yang dapat 6 dilakukan untuk
menanganinya adalah dengan memberdayakan keluarga terutama ibu dalam merawat
anak ketika kembali ke rumah. Perawatan anak tidak terlepas dari keterlibatan
keluarga terutama orang tua. Oleh karena itu, perawatan berfokus keluarga menjadi
konsep utama perawatan anak selama hospitalisasi. Keluarga, khususnya ibu,
merupakan orang yang paling dekat dengan anak dan diharapkan mampu merawat
anak selama di rumah, memenuhi kebutuhan, menyelesaikan masalah dan
menggunakan sumber-sumber yang tepat dalam memenuhi kebutuhan kesehatan
keluarga (Yuliani et al, 2016).
Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, kelompok memilih kasus
bronkopneumonia sebagai case study dalam memenuhi tugas akhir stase keperawatan
anak dan menerapkan asuhan keperawatan secara komperehensif kepada An. A
sebagai kasus kelolaan kelompok.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang maka rumusan masalah adalah “Bagaimanakah
asuhan keperawatan pada An. A dengan bronkopnuemonia di RSUD Raden
Mattaher?”
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Menerapkan Asuhan Keperawatan Pada An. A dengan Bronkopneumonia di
RSUD Raden Mattaher Kota Jambi Tahun 2022.
2. Tujuan Kusus
a. Mengkaji klien An. A dengan bronkopneumonia.
b. Menegakkan diagnosis keperawatan yang sesuai pada An. A dengan
bronkopneumonia.
c. Menyusun intervensi keperawatan pada An. A dengan bronkopneumonia.
d. Melaksanan intervensi keperawatan pada An. A dengan bronkopneumonia..
e. Mengevaluasi dan mendokumentasikan asuhan keperawatan An. A dengan
bronkopneumonia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Konsep Dasar Penyakit
A. Definisi
Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang di sebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, ataupun benda asing yang di tandai dengan gejala panas tinggi gelisah
dipsnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare serta batuk kering dan produktif (Hidayat,
2009 dalam Dewi & Erawati, 2016). Bronkopneumonia adalah suatu radang paru-paru
yang mempunyai penyebaran bercak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di
dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Smeltzer, 2003 dalam Dewi & Erawati,
2016).
Bronkopneumonia bisa disebut juga pneumonia lobularis merupakan suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan
juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang
disebabkan oleh macam- macam tanda gejala seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Kebanyakan kasus yang terjadi pada bronkopneumonia disebabkan oleh mikroorganisme,
ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia
lebih sering terjadi infeksi sekunder terhadap beberapa keadaan yang melemahkan daya
tahan tubuh, terkadang bisa sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-
anak dan orang dewasa. (Bradley et.al., 2011).

B. Etiologi
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya
penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang
yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ
pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan
siliayang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat (Nurarif
& Kusuma, 2015).
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
protozoa,mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.

2. Virus : Legionella pneumonia

3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans


4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru

5. Terjadi karena kongesti paru yang lama

(Nurarif & Kusuma, 2015)

C. Klasifikasi
Pembagian bronkopneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Ada beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian bronkopneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara
klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru yaitu Pneumonia lobaris, Pneumonia interstitiali,
Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi yaitu pneumonia yang didapat dari masyarakat (community
acquired pneumonia = CAP). Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-
based pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab pneumonia bakteri, pneumonia virus,
pneumonia mikoplasma, pneumonia jamur.
4. Berdasarkan karakteristik penyakit yaitu pneumonia tipikal, pneumoniaatipikal.
5. Berdasarkan lama penyakit yaitu pneumonia akut dan pneumoniapersisten.
(Bradley et.al, 2011)

D. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus
penyebab bronkopneumonia yang masuk ke saluran pernapasan sehingga terjadi
peradangan bronkus dan alveolus dan jaringan sekitarnya. Inflamasi pada bronkus ditandai
adanya penumpukan secret, sehingga terjadi demam, batuk produktif ronchi positif dan
mual. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradanan yang
meliputi empat stadium, yaitu:
1. Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon perdangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini di tandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi
2. Stadium II/Hepatiasi Merah (48 jam berikutnya)
Disebut hepatiasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit,
dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3-8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositostis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV/resolusi (7-12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke struktrunya semula. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan
secret, sehingga terjadi demam, batuk produkif, ronchi positif dan mual.
(Wijayaningsih, 2013 dalam Dewi & Erawati, 2016)
F. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis bronkopneumonia adalah sebagai berikut :

1. Biasanya didahului infeksi traktus respratori atas.


2. Demam (39 ⁰C – 40 ⁰C) kadang- kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
3. Anak sangat geliasah dan adanya nyeri dada yang terasa di tusuk-tusuk, yang
dicetuskan oleh pernapasan dan batuk.
4. Pernapasan cepat dan dangkal disertai penapasan cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung dan mulut.
5. Kadang - kadang disertai muntah dan diare.
6. Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi dan wheezing.
7. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipokisia apabila infeksinya serius.
8. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mucus yang menyebabkan ateletaksis
absorbs
9. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan seperti : nyeri pleuritik, nafas dangkal dan
mendengkur, takipnea (nafas cepat)
10. Gerakan dada tidak simetris.
11. Diaforesis
12. Anoreksia
13. Malaise
14. Batuk kental, produktif. Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan atau berkarat.
(Wijyaningsih, 2013 dalam Dewi & Erawati, 2016)
G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
a. Foto thoraks
Pada foto thoraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu
atau beberapa lobus.
b. Laboratorium
Leukositosis dapat mencapai 15.000 - 40.000 mm3 dengan pergeseran ke kiri.
c. GDA: tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada.
d. Analisa gas darah arteri bisa menunjukkan asidosis metabolik dengan atau tanpa
retensi CO2.
e. LED meningkat.
f. WBC (white blood cell) biasanya kurang dari 20.000 cells mm3
g. Elektrolit natrium dan klorida mungkin rendah.
h. Bilirubin mungkin meningkat.
i. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paruh terbuka menyatakan intranuklear tipikal
dan keterlibatan sistoplasmik.
(Padila, 2013 dalam Dewi & Erawati, 2016)
H. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak penderita


bronkopneumonia adalah :
a. Menjaga kelancaran pernafasan.
b. Kebutuhan istirahat pasien
Pasien sering hiperpireksia maka pasienperlu cukup istirahat, semua kebutuhan
pasien harus ditempat tidur.
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan
Pasien dengan penyakit bronkopneumonia hampir selalu mengalami kekurangan
makanan atau nutrisi. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan kekurangan
cairan dapat menyebabkan dehidrasi, untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan
kalori di pasang infuse dengan cairan glikosa 5% dan NaCl 0,9%.
d. Mengontrol suhu tubuh.
e. Pengobatan
Pengobatan diberikan berdasatkan etiologi dan uji resisten. Tetapi kareana hal itu
perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya diberikan penisilin
ditambahkan dengan cloramfenikol dan antibiotic yang mempunyai spectrum luas
seperti ampisilin. Pengobatan diteruskan sampai demam sembuh 4-5 hari. Karena
sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolic akibat kurang makan dan
hipoksia, maka dapat diberikan koreksi dengan hasil sesuai analisis gas darah arteri
(Nurarif, 2016).
2. Pentalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan pengobatan
a. Oksigen 2 lpm.
b. IVFD (Intra Vena Fluid Drip)
1) Jenis cairan adalah 2A-K CL (1-2 mek/kgBB/24 jam atau KCL 6
mek/500 ml). Kebutuhan cairan adalah :
Tabel 2.1 kebutuhan cairan
KgBB Kebutuhan (ml/kgBB/hari)

3-10 105

11-14 85

Lebih dari 15 65

Apabila ada kenaikan suhu tubuh, maka setiap kenaikan suhu 1 °C kebutuhan
cairan di tambah 12%, tetesan dibagi rata dalam 12 jam.
2) Pengobatan
a) Antibiotika
Prokain 50.000 U/kgBB/hari IM, dan Kloramfhenikol 75mg/kgBB/hari dalam
4 dosis, IM/IV, atau Ampicilin 100 mg//kgBB/hari dibagi 4 dosis IV dan
Gentamicin mg/kgBB/hari, IM dalam 2 dosis per hari.
b) Kartikosteroid
Pemberian kortison asetat 15 mg/kgBB/hari secara IM, diberika bila ekspirasi
memanjang atau lender banyak sekali. Di berikan dalam 3 kali pemberian
(Nabiel., 2014).
I. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi adalah empyema, otitis media akut. Mungkin juga komplikasi lain
yang dekat seperti atelectalis, emfisema, atau komplikasi jauh seperti meningitis.
Komplikasi tidak akan terjadi jika diberikan antibiotic secara tepat (Ngastiyah, 2014).
Komplikasi bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
1. Atelectalis, adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru akibat
kurangnya mobilisasi refleks batuk hilang apabila penumpukan secret akibat
berkurangnya daya kembang pau-paru terus terjadi dan penumpukan secret ini
menyebabkan obstruksi bronkus instrinsic.

2. Empisema, adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di suatu tempat atau seluruh rongga pleura.

3. Abses paru, adalah penumpukan pus (nanah) dalam paru yang meradang.

4. Infeksi sitemik.

5. Endocarditis, adalah peradangan pada katup endokardial.

6. Meningitis, adalah infeksi yang menyerang pada selaput otak (Wijayaningsih, 2013)

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah–masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik,
mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012).
1. Data umum
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, nomor register, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, pendidikan, tanggal
MRS, diagnosa medis (Wahid, 2013).
2. Keluhan utama
Klien dengan bronkopneumonia akan merasakan batuk produktif disertai demam yang
tinggi, anak biasanya sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung (Ngastiyah, 2014). Sedangkan keluhan utama yang harus
ada menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016) untuk menentukan anak yang
mengalami masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif antara lain yaitu :
Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi atau wheezing, dan/
ronki kering, mekonium dijalan napas (neonates).
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan bronkopneumonia akan diawali dengan keluahan demam, batuk,
adanya peningkatan frekuensi pernafasan, tidak mau makan, muntah, atau diare,
adanya menggigil, dispnea (Kyle, 2012).
b. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit bronkopneumonia apakah anak lahir prematur
(prematuritis), malnutrisi, pajanan pasif pada asap rokok, status sosial ekonomi
rendah, apakah bayi pernah menderita penyakit jantung paru (Brady, 2012).
c. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota yang lain yang pernah sakit atau sedang sakit (batuk-batuk)
yang sama seperti pasien?

4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakakukan secara head to toe pada setiap anggota keluarga baik
yang sakit ataupun sehat :
a. Keadaan umum
Meliputi keadaan umum pasien, kesadaran, dan pemeriksaan tanda-tanda vital
yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah.
b. Kepala, mata, mulut
1) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan kepala
2) Palpasi tengkorak adanya nodus atau pembengkakan yang lain
3) Periksa kebersihan kulit kepala, ada tidaknya lesi, perubahan warna,
kehilangan rambut.
4) Bibir mengalami sianosis
5) Frekuensi pernafasan
Takipnea, dyspneaprogresif, pernafasan dangkal, penggunaan otot bantu
pernafasan, pelebaran nafas.
c. Kulit
1) Suhu kulit pada hipertermia kulit pada terbakar panas akan tetapi setelah
hipertermia teratasi kulit anak akan teraba dingin.
2) Turgor kulit menurun
d. Thorax dan paru
1) Ispeksi : Pernafasan dangkal
2) Palpasi : Adanya nyeri tekan, peningkatal vokal fremitus pada daerah tertekan.
3) Perkusi : Pekak terjadi apabila terisi cairan pada paru, normal timpani (terisi
udara) resonansi
4) Auskultasi : Suara nafas yang meningkat intensitasnya, suara bronchial pada
daerah yang terkena, ada suara tambahan ronchi inspiratoir pada sepertiga
akhir inspirasi.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan fase kedua pada proses keperawatan. Pada fase
diagnose, dilakukan penginterpretasi data pengkajian dan mengidentifikasi masalah
kesehatan, risiko, dan kekuatan pasien serta merumuskan pernyataan diagnosa (Kozier et
al., 2010). Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan dengan mucus
yang berlebihan (Wilkinson, 2016). Secara teori diagnosa keperawatan yang dapat
diangkat pada anak dengan bronkopneumonia : (NANDA, 2015)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus yang berlebihan.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan.
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang
asupan makanan.
4. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan fatigue

C. Rencana Keperawatan
Intervensi adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah atau stimulus fokal,
kontektual, dan residual. Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan klien dalam
menggunakan koping secara luas, supaya stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada
klien (Nursalam, 2015)
NO Diagnosa keperawatan Tujuan / kriteri hasil Intervensi (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. D.0001 Bersihan jalan Kriteria hasil untuk Fisoterapi dada
nafas tidak efektif mengukur Observasi :
penyelesaian dari 1. Identifikasi indikasi
Definisi: diagnosis setelah dilakukan fisioterapi
Keadaan dimana dilauakan asuhan dada (mis:
seseorangtidak dapat keperawatan selama hipersekresi, sputum,
membersihkan sputum 3x24 jam, dihadapan sputum kental dan
atau sumbatan pada status pernafasan : tertahan, tirah baring
saluran pernafasan Bersihan jalan nafas lama)
untuk mempertahankan dapat ditingkatkan 2. Identifikasi kontra
bersihan jalan nafas dengan kriteris hasil : indikasi fisioterapi
yang paten. 1. Batuk efektif dada (mis: ekserbasi
(skala 5; PPOK akut,
Penyebab: meningkat) pneumonia tanpa
Fisiologis: 2. Produksi sputium produksi sputum
1. Benda asing dalam (skala 5; berlebih, ca paru-
jalan pernafasan. menurun) paru)
2. Spasme jalan nafas. 3. Mengi (skala 5; 3. Monitor status
3. Tidak berfungsinya menurun) pernapasan
4. Wheezing (skala (kecepatan, irama,
neuromuskuler.
5; menurun) suara, kedalaman)
4. Hipersekresi jalan 5. Dyspnea (skala 5; 4. Periksa sekmen paru
nafas. menurun) yang mengandung
5. Adanya jalan nafas 6. Ortopnea (skala 5; sekresi berlebih
buatan. menurun) 5. Monitor jumlah dan
6. Proses infeksi. 7. Sulit bicara (skala karakter sputum
7. Sekresi yang 5; menurun) 6. Monitor toleransi
tertahan. 8. Sianosis (skala 5 selama dan setelah
8. Hyperplasia dinding menurun) prosedur
jalan nafas. 9. Gelisah (skala 5; Terapeutik :
9. Respon alergi. menurun) 1. Posisikan apasien
10. Efek agen 10. Frekuensi nafas sesuai dengan area
farmakologis (mis. (skala 5; paru yang mengalami
anastesi). membaik) penumpukan sputum
11. Pola nafas (skala 2. Gunakan bantal
Situasional: 5; embaik) untuk mengatur
1. Merokok pasif. posisi
2. Merokok aktif. 3. Lakukan perkusi
3. Terpajan polutan dengan posisi telapak
tangan di
Gejala dan tanda tnangkupkan 3-5
mayor: menit
Subjektif: tidak 4. Lakukan fibrasi
tersedia dengan posisi telapak
Objekti: tangan rata
1. Tidak mampu bersamaan ekspirasi
batuk. melalui mulut
2. Batuk tidak efektif. 5. Lakukan fisioterapi
3. Sputum berlebih. dada setidaknya 2
4. Meconium di jalan jam setelah makan
nafas pada 6. Hindari perkusi pada
neonatum. tulang belakang,
5. Mengi, wheezing ginjal, payudara
dan/ ronkhi kering. wanita, insisi, dan
tulang rusuk patah
Gejala dan tanda 7. Lakukan penghisapan
minor: lendir untuk
Subjektif: mengeluarkan sekret
1. Sulit bicara. jika perlu
2. Dyspnea. Edukasi :
3. Ortopnea. 1. Jelaskan tujuan dan
prosedur fisioterapi
Objektif: dada
1. Bunyi nafas 2. Anjurkan batuk
menurun. segera setelah
2. Gelisah. prosedur selesai
3. Frekuensi nafas 3. Ajarkan inspirasi
berubah. perlahan dan dalam
4. Sianosis. melalui hidung
5. Pola mafas berubah. selama proses
fisioterapi dada
BAB III

TINJAUAN KASUS

B. Analisa Data

No Data Fokus Etiologi Masalah


1 Data Subjketif Inflamasi pada alveouli Bersihan jalan napas
Ibu An. A mengatakan tidak efektif
anaknya batuk berdahak.
Ibu mengatakan anaknya
sesak.
Data objektif :
Suara nafas ronki pada
kedua lapang paru
Pernafasan cepat dan
dangkal
Tampak retraksi dada
An. A mampu
mengeluarkan dahak
 RR : 36x/menit

2 Data subjektif : Proses inflamasi Hipertermia


Ibu pasien mengatakan
anaknya demam naik turun
Data objektif :
 Akral pasien teraba hangat
 Suhu : 38,3oC
 Pasien tampak lemah
 Konjungtiva tampak pucat
3 Data subjektif : Ketidakmampuan Resiko deficit nutrisi
Ibu pasien mengatakan mengabsorbsi nutrien
anaknya mual dan muntah
Ibu mengatakan anaknya
malas makan
Data objektif :
Pasien tampak lemah
Mukosa tampak pucat dan
kering
BB sebelum sakit : 28 kg , BB
setelah sakit : 26 kg, TB : 137
cm. IMT : gizi baik
4. Data subjektif : Kurang terpapar informasi Defisit pengetahuan
Ibu pasien mengatakan n
tidak paham tentang penyakit
yang diderita anaknya
ibu pasien mengatakan
sebelunya tidak pernah
diberikan pendidikan
kesehatan tentang
bronkopneumoni
data objektif :
Orang tua pasien hanya
diam saat ditanya tentang
penyakit anaknya
Ibu bertanya tentang
penyakit anaknya
5. Data subjektif : Efek prosedur infasiv Risiko infkesi
-
Data objektif :
 Anak terpasang IVFD
ditangan sebelah kiri
 Balutan tampak bersih
 Hasil laboratorium :
Leukosit : 14.900/uL
Hemoglobin : 11,1 gr/dL
No Standar Diagnosis Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Indonesia
SDKI
Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
1 (D.0001) Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan  Monitor status oksigen pasien
nafas berhubungan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan
dengan peningkatan jalan nafas pasien paten dengan  Monitor status respirasi
produksi sputum kriteria hasil : 1. Suara nafas bersih, (frekuensi,irama nafas)
tidak ada dypsnoe, dan tanda- tanda
sianosis 2. Jalan nafas bersih,  Auskultasi suara nafas catat jika ada
pasien tidak merasa tercekik 3. suara nafas tambahan
Irama nafas teratur, frekuensi nafas
dalam rentang normal (20- 30x/i)  Atur poisi pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Ajarkan teknik batuk efektif untuk
mengeluarkan secret
 Kolaborasi pemberian O2
 kolaborasi pemberian terapi
nebulizer
 kolaborasi pemberian antibiotik
2 (D.0130) Hipertermi Setelahdilakukan tindakan  monitor suhu tubuh sesering
berhubungan dengan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan mungkin 4.2 monitor warna kulit,
proses inflamasi Suhu tubuh kembali normal dengan nadi dan RR 4
kriteria hasil :  berikan kompres pada lipat paha dan
1. suhu tubuh anak dalam rentang aksila 4.4 selimuti pasien untuk
normal (36-370C) mencegah hilangnya kehangatan
2. tidak ada perubahan warna kulit tubuh
tidak terjadi  kolaborasi
 pemberian obat antipiretik untuk
menurunkan panas
3 (D.0032) Risiko defisit Setelah dilakukan Tindakan  Kaji status nutrisi anak
nutrisi b/d Keperawatan selam 3x24 jam  Kaji adanya alergi makanan atau
ketidakmampuan diharapkan pasien dapat terhindar minuman
mengabsorbsi nutrien dari resiko eficit nutrisi dengan  Ukur tinggi/panjang badan dan berat
Kriteria Hasil: 1. Mampu badan anak
mengidentifika si kebutuhan nutrisi  Monitor turgor kulit
2. Nafsu makan anak meningkat  Monitor muntah pada anak
3. Tidak terjadi penurunan berat  Monitor pertumbuhan dan
badan perkembangan anak
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
membantu memilih makanan yang
dapat memenuhi kebutuhan gizi
selama sakit
4 (D.0111) Defisit Setelah dilakukan tindakan  Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan b/d kurang keperawatan 1 x 24 jam diharapkan pengetahuan pasien mengenai proses
terpapar informasi Defisit pengetahuan orang tua penyakit
teratasi dengan kriteria hasil : 1.  Jelaskan Patofisiologi penyakit
Orang tua dapat mengungkapkan dengan cara yang tepat
pemahaman tentang penyakit  Gambarkan tanda gejala yang
anaknya muncul pada penyakit dengan cara
2. Orang tua dapat yang tepat
menjelaskan kembali apa  Melakukan pendidikan kesehatan
yang telah dipaparkan  Diskusikan perubahan gaya hidup
perawat yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi
5. (D.0142) Risiko infeksi Setelah dilakukan Tindakan  Cuci tangan sebelum dan sesudah
behubungan dengan efek Keperawatan selam 3x24 jam tindakan keperawatan
prosedur invasive diharapkan masalah infeksi teratasi
 Batasi pengunjung bila perlu
dengan kriteria hasil : 1. Tidak ada
tandatanda infeksi muncul  Monitor tanda gejala infeksi sistemik
2. Jumlah leukosit dalam batas dan local
normal  Lakukan perawatan infus
3. Menunjukkan perilaku hidup  Mengajarkan keluarga tentang tanda
sehat gejala infeksi
4. Menunjukkan kemampuan untuk  Ajarkan cara menghindari infeksi
mencegah timbulnya infeksi
 Kolaborasi pemberian antibiotic
DAFTAR PUSTAKA

Bradley, J., CL, B., SS, S., B, A., ER, C., C, H., & all., K. S. (2011). The Management of
Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older Than 3 Month of
Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases
Societ.Clinical Infection Disease, 53 (7) : 617-630.
Wulandari, Dewi & Meira Erawati. 2016. Buku Ajar Keperawatan Anak. Jogjakarta: Pustaka
Pelajar.
Nurarif, & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawat Berdasarkan Diagnose Medic Dan
NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. CV. Trans Info Medika.
SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Pokja SDKI
DPP PPNI.
SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Pokja DPP
PPNI.
SLKI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Pokja DPP
PPNI.
WHO (2019) Pneumonia. Available at:
https://www.who.int/news-room/factsheets/detail/pneumonia.
Yuliastati & Amelia Arnis (2016) Keperawatan Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Yuniarti Sri (2015) Asuhan Tumbuh Kembang Neonatus Bayi: Balita dan Anak Prasekolah.
Bandung: PT Refika Aditama.
Kholisah Nasution, M. Azharry Rully Sjahrullah, Kartika Erida Brohet, Krishna Adi
Wibisana, M. Ramdhani Yassien, Lenora Mohd. Ishak, Liza Pratiwi, Corrie
Wawolumaja Endyarni, B. (2015) ‘Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita di Daerah
Urban Jakarta’, Sari Pediatri.

Anda mungkin juga menyukai