Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK SISTEM PERNAFASAN PADA An. N


DENGAN DIAGNOSA BRONCHOPNEUMONIA DI RUANGAN ST. THERESIA
RUMAH SAKIT
SANTA ELISABETH BATAM KOTA TAHUN 2023

DISUSUN OLEH :
NAMA: YENNI KRISTIWATI SARAGIH
NIM: 062022013

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH
MEDAN
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bronkopneumonia adalah peradangan paru parenkim paru yang melibatkan

bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak – bercak (patchy distribution).

Peneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh

infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non – infeksi

yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas

setempat (Bradley et.al.,2011)

Bronchopneumoni disebut juga pneumonia loburalis yaitu suatu peradangan pada

parenkim paru yang terlokalissir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga

mengenai alveolus disekitarnya, yang disebabkan pleh bermacam – macam etiologi

seperti bakteri, virus, jamur, dan benda – benda asing (Bennete, 2013)

Pneumonia merupakan penyakit karena adanya inflamasi maupun pembengkakan


di sebabkan bakteri, virus, jamur yang mengakibatkan infeksi pada saluran
pernapasan dan jaringan paru (Agustyana dkk, 2019).Secara umum pneumonia adalah
pembunuh tunggal terbesar anak – anak di bawah 5 tahun serta penyebab infeksi
utama kematian anak (Niluh GY & Efenddy C, 2018).Pneumonia merupakan radang
paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas tinggi disertai batuk berdahak,
napas cepat (frekuensi nafas > 50 kali/ menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala,
gelisah, dan nafsu makan berkurang) (Riskesdas, 2013). Berdasarkan perkiraan World
Health Organization (WHO), 15% dari kematian anak dibawah umur 5 tahun
disebabkan oleh pneumonia ditahun 2017 lebih dari 800.000 anak. Lebih dari 2 juta
anak meninggal tiap tahun karena pneumonia (WHO, 2019).
Pneumonia adalah penyakit infeksi yang merupakan penyebab utama kematian
pada balita di dunia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan
bahwa kematian balita di Indonesia mencapai 15,5%. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor determinan terjadinya pneumonia pada balita di
Indonesia.Desain penelitian ini adalah potong lintang dengan menggunakan data
Riskesdas 2013. Kriteria sampel adalah balita (0 – 59 bulan) yang menjadi responden
Riskesdas 2013
Indonesia merupakan 10 negara dengan kematian balita terbesar akibat
pneumonia.Dalam data tersebut, disebutkan bahwa pada 2015, Indonesia memiliki
angka kematian 147 ribu balita. Propinsi Jawa Tengah sendiri menemukan dan
menangani penderita pneumonia pada balita tahun 2015 sebesar 53,31%, meningkat
cukup signifikan dibandingkan capaian tahun 2014 yaitu 26,11% dan tahun 2013
sebesar 25,85%.3
Berdasarkan hasil Riset Dinas Kesehatan Batam Kepulauan Riau ( Dinkes)
Tingkat penyebaran pneumonia pada tahun 2017 ini diperkirakan 10% dari jumlah
balita. Sedangkan jumlah kasus pneumonia yang ditangani selama tahun 2017 ini
berjumlah 884 kasus atau 5,6 % dari 15.964 kasus yang diperkirakan. Berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, pneumonia masih menjadi penyebab
tertinggi keatian pada bayi di bawah usia lima tahun (balita) maupun bayi baru lahir.
Pada tahun 2018 menunjukan prevalensi pneumonia naik dari 1,6% pada 2013
menjadi 2% dari populasi balita yang ada di Indonesia pada 2018.
Menurut data Lakip Dinas Kesehatan (Dinkes) tahun 2018 cakupan penemuan
Pneumonia pada balita di Provinsi Riau sebesar 31,41%. Di Kota Dumai pada tahun
2019 jumlah penemuan penderita Pneumonia sebanyak 2 439 kasus dari jumlah
perkiraan penderita pneumonia (Profil Dinkes Kota Dumai, 2019).
Berdasarkan data hasil Riset di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Kota
didapatkan data pneumonia pada tahun 2018 sebanyak 37 anak dengan pneumonia,
pada tahun 2019 di dapatkan data sebanyak 94 anak dengan pneumonia, pada tahun
2020 sebanyak data sebanyak 70 anak dengan pneumonia, pada tahun 2021
sebanyak data sebanyak 84 anak dengan pneumonia, pada tahun 2022 sebanyak data
sebanyak 120 anak dengan pneumonia, dari data di atas disimpulkan bawa setiap
tahunnya ada peningkatan kasus anak dengan Pneumonia.
Kondisi lingkungan fisik rumah yang baik memenuhi syarat kesehatan dan
perilaku penggunaan bahan bakar dapat mengurangi resiko terjadinya berbagai
penyakit seperti TB, katarak, dan pneumonia.Rumah yang padat penghuni,
pencemaran udara dalam ruangan akibat penggunaan bahan bakar padat (kayu
bakar/arang), dan perilaku merokok dari orang tua merupakan faktor lingkungan yang
dapat meningkatkan kerentanan balita terhadap pneumonia. Anak dengan pneumonia
akan mengalami gangguan pernapasan yang disebabkan karena adanya inflamasi di
alveoli paru-paru. Infeksi ini akan menimbulkan peningkatan produksi sputum yang
akan menyebabkan gangguan bersihan jalan napas, pernapasan cuping hidung,
dyspneu dan suara krekels saat diauskultasi. Apabila keberhasilan jalan napas ini
terganggu maka menghambat pemenuhan suplai oksigen ke otak dan sel-sel di seluruh
tubuh, jika dibiarkan dalam waktu yang lama keadaan ini akan menyebabkan
hiposekmia kemudian terus berkembang menjadi hipoksia berat, dan penurunan
kesadaran serta kematian dari tanda klinis yang muncul pada pasien dengan
pneumonia (Maidarti, 2014).
Faktor resiko lain penyebab pneumonia pada balita adalah riwayat pemberian ASI
ekslusif. ASI ekslusif berguna untuk mengurangi alergi dan menjamin kesehatan bayi
secara optimal sehingga rantai perlindungan terhadap bayi itu dapat terus berlanjut.
Dengan demikian peran ASI sangat penting, baik saat masih dalam bentuk kolostrum
di hari-hari pertama kemunculan maupun 3 dimasa selanjutnya ASI terus mensuplay
zat-zat kekebalan tubuh yang diperlukan bayi agar tetap sehat (Irsal, dkk, 2017).
Pemberian ASI yang memadai dapat mengurangi morbiditas (jumlah kasus baru)
serta mortilitas (jumlah kematian) akibat pneumonia karena dapat mengurangi
kejadian infeksi terhadap saluran pernapasan serta dapat menurunkan tingkat
keparahan infeksi selama masa bayi dan balita, namun pemberian ASI yang tidak
memadai dapat meningkatkan infeksi pada bayi dan balita. Menurut data yang ada di
Dinkes Kota Dumai jumlah kasus pneumonia pada anak di RSUD Kota Dumai pada
tahun 2019 sebanyak 157 kasus dan tidak ditemukan adanya angka kematian. Dari
jumlah kasus yang didapatkan dibedakan menurut usia anak, yaitu pada usia < 1 tahun
sebanyak 62 kasus yang terdiri dari 33 laki-laki dan 29 perempuan sedangkan pada
usia 1 - > 5 tahun sebanyak 95 kasus yang terdiri dari 47 laki-laki dan 48 perempuan.
Penanganan yang telah dilakukan perawat dalam mengatasi kasus pneumonia ini
diantaranya melalui pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan secara
komprehensif kepada klien, memberikan pendidikan dan informasi kepada orangtua
klien tentang pneumonia yang diderita klien serta berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lainnya tentang penanganan kasus pneumonia pada anak dengan harapan
penyakit pneumonia yang diderita dapat teratasi dengan baik sehingga klien dapat
segera disembuhkan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada An N dengan diagnosa pneumonia
di ruangan St. Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Kota
1.2.2 Tujuan khusus
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada An.N dengan pneumonia di
ruangan St. Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Kota
2. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada An.N dengan pneumonia di
ruangan St. Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Kota
3. Mampu menyusun intervensi keperawatan pada An.N dengan pneumonia di
ruangan St. Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Kota
4. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada An.N dengan pneumonia di
ruangan St. Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Kota
5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada An.N dengan pneumonia di
ruangan St. Theresia Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Kota
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1. KONSEP PENYAKIT

A. Pengertian

Bronchopneumoni disebut juga pneumonia loburalis yaitu suatu

peradangan pada parenkim paru yang terlokalissir yang biasanya mengenai

bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang disebabkan pleh

bermacam – macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda – benda asing

(Bennete, 2013)

Bronchopneomonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap

berbagai keadaaan yang lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap

berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai

infeksi primer yang biasanya daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi

primer yang biasanya kita jumpai pada anak anak dan orang dewasa,

(Bradley,et.al.,2011)

Bronkopneumonia adalah peradangan paru parenkim paru yang melibatkan

bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak – bercak (patchy distribution).

Peneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan

oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non –

infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan

pertukaran gas setempat (Bradley et.al.,2011)

B. Etiologi

Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh

adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme

patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh

terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya

lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan
sekresi humoral setempat.

Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,

protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682)

antara lain:

1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.

2. Virus : Legionella pneumoniae

3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans

4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru

5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.

Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada

pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang

terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma.

(Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina, 2001 : 682)

C. Anatomi Fisiologi

1) Anatomi dan Fisiologi sistem pernafasan


a) Anatomi

Gambar 1.1. Anatomi Sistem Pernafasan


a. Alat pernapasan atas
1) Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir
semua sinus yang mempunyai lubang yang masuk ke dalam rongga
hidung. Hidung Berfungsi: penyaring, pelembab, dan penghangat udara
yang dihirup. 
2) Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung (nasofaring) dibelakang mulut
(orofaring) dan dibelakang laring (faring-laringeal)
3) Laring
Laring (tenggorokan) terletak didepan bagian terendah faring yang
memisahkannya dari kolumna vertebra. Berjalan dari faring sampai
ketinggian vertebrae servikalis dan masuk ke dalam trakea dibawahnya.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh
ligamen dan membran. Yang terbesar diantaranya ialah tulang rawan
tiroid, dan disebelah depannya terdapat benjolan subkutaneas yang dikenal
sebagai jakun, yaitu disebelah depan leher. Laring terdiri atas dua lempeng
atau lamina yang bersambung di garis tengah. Di tepi atas terdapat
lekukan berupa V. Tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid,
berbentuk seperti cincin mohor dengan mohor cincinnya disebelah
belakang ( ini adalah tulang rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran
lengkap). Tulang rawan lainnya ialah kedua tulang rawan aritenoid yang
menjulang disebelah belakang krikoid., kanan dan kiri tulang rawan
kuneiform, dan tulang rawan kornikulata yang sangat kecil.
b. Alat pernafasan bawah
1) Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian
di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis
dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam
rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing
yang masuk ke saluran pernapasan.
Gambar: 1.2 . Trakea
2) Bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan
bronkus ini lebih lebar, lebih pendek, dan lebih vertikal daripada bronkus
kiri sehingga cenderung sering mengalami obstruksi oleh benda asing.
Panjangnya sekitar 2,5 cm. Bronkus kiri panjangnya sekitar 5 cm dan lebih
sempit daripada bronkus kanan. Setelah sampai di hilum paru, bronkus
terbagi menjadi dua cabang, satu untuk tiap lobus.

3) Bronkiolus dan Alveoli Pernapasan


Dalam tiap lobus, jaringan paru lebih lanjut terbagi menjadi selubung
halus jaringan ikat, yaitu lobulus. Tiap lobulus disuplai oleh udara yang
berasal dari bronkiolus terminalis, yang lebih lanjut bercabang menjadi
bronkiolus respirarorik, duktus alveolus, dan banyak alveoli (kantong-
kantong udara). Terdapat 150 juta alveoli di paru-paru orang dewasa.
Hal ini memungkinkan terjadinya pertukaran gas. Saat jalan napas
bercabang-cabang menjadi bagian yang lebih kecil, dinding jalan napas
menjadi semakin tipis hingga otot dan jaringan ikat lenyap, menyisakan
lapisan tunggal sel epitelium skuamosa sederhana di duktus alveolus dan
alveoli. Saluran napas distal ditunjang oleh jaringan ikat elastik yang
longgar di mana terdapar makrofag, fibroblas, saraf, pembuluh darah, dan
pembuluh limfe. Alveoli dikelilingi oleh jaringan kapiler padat.
Pertukaran gas di paru (respirasi eksternal) berlangsung di membran yang
disusun oleh dinding alveolar dan dinding kapiler yang bergabung
bersama. Membran ini disebut membran respiratorik. Di antara sel
skuamosa terdapat sel septal yang menyekresi surfaktan, suatu cairan
fosfolipid yang mencegah alveoli dari kekeringan. Selain itu, surfaktan
berfungsi mengurangi tekanan dan mencegah dinding aiveolus
mengalarni kolaps saat ekspirasi. Sekresi surfaktan ke saluran napas
bawah dan alveoli dimulai saat janin berusia35 minggu
4) Rongga Thorax
Batas-Batas yang membentuk rongga di dalam toraks :
 Sternum dan tulang rawan iga-iga di depan,
 Kedua belas ruas tulang punggung beserta cakram antar ruas ( diskus
intervertebralis) yang terbuat dari tulang rawan di belakang.
 Iga-Iga beserta otot interkostal disamping
 Diafragma di bawah
 Dasar leher di atas,
Isi ;
Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi penuh oleh paru-paru beserta
pembungkus pleuranya. Pleura ini membungkus setiap belah, dan
memebentuk batas lateral pada mediastinum. Mediastinum adalah ruang di
dalam rongga dada diantara kedua paru-paru. Isinya jantung dan
pembuluh-pembuluh dara besar, usofagus, duktus torasika, aorta
descendens, vena kava superior, saraf vagus dan frenikus dan sejumlah
besar kelenjar limfe.
5) Paru-paru
Gambar: 1.3 Paru-Paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian
samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh
diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru
kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo
sinister) yang terdiri atas 2 lobus.
Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis,
disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-
paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang
menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut
pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan
pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal
dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura
bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.
b) Fisiologi Pernapasan
Fungsi paru – paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.
Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen
dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk
melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat
dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapis membran, yaitu
membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen
menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan
dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh.
Darah meninggalkan paru – paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada
tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan
metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke
alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar
melalui hidung dan mulut. Empat proses yang berhubungan dengan
pernapasan pulmoner atau pernapasan eksterna :
1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru – paru
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah
tepat dapat mencapai semua bagian tubuh
4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2
lebih mudah berdifusi drpd oksigen.
Perubahan – perubahan berikut terjadi pada komposisi udara dalam
alveoli, yang disebabkan pernapasan eksterna dan pernapasan interna atau
pernapasan jarigan. Udara (atmosfer) yang di hirup:
Nitrogen ..................................................................... 79 %
Oksigen ...................................................................... 20 %
Karbon dioksida ........................................................ 0-0,4 %
Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembapan atmosfer
Udara yang diembuskan:
nitrogen....................................................................... 79 %
Oksigen....................................................................... 16 %
Karbon dioksida ........................................................ 4-0,4 %
Daya muat udara oleh paru-paru. Besar daya muat udara oleh paru –
paru ialah 4.500 ml sampai 5000 ml atau 4 1/2 sampai 5 literudara. Hanya
sebagian kecil dari udara ini, kira-kira 1/10nya atau 500 ml adalah udara
pasang surut (tidal air), yaitu yang di hirup masuk dan diembuskan keluar
pada pernapasan biasa dengan tenang.
Kapasitas vital. Volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar
paru-paru pada penarikan napas paling kuat disebut kapasitas vital paru-paru.
Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seoranng laki-laki, normal 4-5 liter
dan pada seorang perempuan, 3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit
paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru) dan
kelemahan otot pernapasan.
Proses Inspirasi dan Ekspirasi
Ada dua saat terjadi pernapasan: (a) inspirasi dan (b) ekspirasi.
1. Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang diselengarakan
kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai
ke bawah, yaitu vertikel. Penaikan iga-iga dan sternum, yang ditimbulkan
kontraksi otot interkostalis , meluaskan rongga dada kedua sisi dan dari
belakang ke depan. Paru-paru yang bersifat elastis mengembang untuk
mengisi ruang yang membesar itu dan udara ditarik masuk ke dalam
saluran udara. Otot interkostal eksterna diberi peran sebagai otot
tambahan, hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar.
2. Ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengenduran otot dan karena paru-
paru kempis kembali yang disebabkan sifat elastis paru-paru itu. Gerakan
ini adalah proses pasif. Ketika pernapasan sangat kuat, gerakan dada
bertambah. Otot leher dan bahu membantu menarik iga-iga dan sternum
ke atas. Otot sebelah belakang dan abdomen  juga dibawa bergerak, dan
alae nasi (cuping atau sayap hidung) dapat kembang kempis
Mekanisme Pernafasan
a. Pernapasan dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot
antartulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.
 Fase inspirasi.
Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga
rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada
menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang
kaya oksigen masuk
 Fase ekspirasi.
Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang
rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk
sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di
dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar,
sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.
b.  Pernapasan perut
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya
melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut
dada. Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua
tahap yakni :
 Fase Inspirasi.
Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma
mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi
kecil sehingga udara luar masuk.
 Fase Ekspirasi.
Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali
ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan
tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.
D. Pathofisiologi

Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas

yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau

karena aspirasi makanan dan minuman.

Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke

saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di

tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran

pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:

1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi

pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan

alveoli.

2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran

pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora

normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi

dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit.


PATHWAY
Bakteri Stafilokokus aureus
Bakteri Haemofilus influezae

 Penderita akit berat yang dirawat di RS


 Penderita yang mengalami supresi
sistem pertahanan tubuh
 Kontaminasi peralatan RS

Saluran Pernafasan Atas

Kuman berlebih di Kuman terbawa di Infeksi Saluran Pernafasan Bawah


bronkus saluran pencernaan

Proses Infeksi saluran Dilatasi Peningkatan Edema antara


peradangan pencernaan pembuluh darah suhu kaplier dan
alveoli
Akumulasi sekret
di bronkus Peningkatan flora Hipertermia
Eksudat plasma Iritasi PMN
normal dalam usus
masuk alveoli eritrosit pecah

Gangguan difusi
Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan dalam plasma Edema paru
nafas tidak meningkat peristaltik usus Septikimia
efektif
Gangguan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi pertukaran gas Pengerasan
sedap Peningkatan dinding paru
metabolisme

Anoreksia Diare Penurunan


Evaporasi compliance paru
meningkat
Intake kurang
Kekurangan volume Suplai O2
cairan menurun

Nutrisi kurang dari


kebutuhan Hipoksia

Hiperventilasi
Metabolisme
anaeraob meningkat
Dispneu

Akumulasi asam
Retraksi dada / laktat
nafas cuping
hidung
Fatigue

Gangguan pola
nafas
Intoleransi
aktivitas
E. Manifestasi Klinis

Menurut Arief Mansjoer (2008), manifestasi klinis secara umum dapat dibagi menjadi:

1. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel,

gelisah, malaise, nafsu makan berkurang, keluhan gastrointestinal.

2. Gejala umum pernapasan bawah berupa batuk buruk, ekspektorasi sputum, cuping

hidung, sesak napas, sianosis.

3. Tanda pneumonia berupa peningkatan frekuensi napas, suara napas melemah, ronchi,

wheezing.

4. Tanda empyema berupa perkusi pekak, nyeri dada, kaku kuduk, nyeri abdomen

5. Infeksi ekstrapulmonal

F. Pemeriksaan Penunjang

Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:

1. Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan darah

Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis

(meningkatnya jumlah neutrofil).

 Pemeriksaan sputum

Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.

Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas

untuk mendeteksi agen infeksius.

 Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.

 Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia

 Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen

mikroba.

2. Pemeriksaan Radiologi

 Rontgenogram Thoraks

Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi

pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi


stafilokokus dan haemofilus.

 Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh

benda padat.

G. Penatalaksanaan

H. Komplikasi

Pneumonia biasanya dapat obati dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi.

Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien terutama penderita yang

temasuk ke dalam kelompok risiko tinggi (factor risiko):

1. Akumulasi cairan: cairan dapat menumpuk diantara pleura dan bagian bawah dinding

dada (disebut efusi pleura) dan dapat pula terjadi empiema.

2. Abses: pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi pneumonia disebut dengan

abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotic, namun meskipun jarang terkadang

membutuhkan tindakan bedah untuk membuangnya.

3. Bacteremia: muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari paru masuk ke peredaran

darah. Ini merupakan komplikasi yang serius karena infeksi dapat menyebar dengan

cepat melalui peredaran darah ke organ – organ lain.

4. Kematian: walaupun sebagaian besar penderita dapat sembuh dari pneumonia, pada

beberapa kasus dapat menjadi fatal.

I. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,

pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler,

gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.

4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih,

penurunan masukan oral.


6. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik

sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan

toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas.

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-

hari.

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Kepewatan

1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Latihan batuk efektif


tidak efektif keperawatan selama 4x24 Observasi
Defenisi: jam pasien mampu 1. Identifikasi
Ketidakmampuan meningkatkan kemampuan kemampuan batuk
membersihkan secret membersihkan secret untuk 2. Monitor adanya
atau obstruksi jalan nafas mempertahankan jalan retensi sputum
untuk mempertahankan napas tetap paten dengan 3. Monitor tanda dan
jalan nafas tetap paten. kriteria hasil: gejala infeksi saluran
Penyebab 1. Batuk efektif meningkat napas
Fisiologis (5) 4. Monitor input dan
1. Spasme jalan nafas 2. Produksi sputum output cairan
2. Hipersekresi jalan berkurang(5) (mis.jumlah,
nafas 3. Wheezing berkurang karakteristik)
3. Disfungsi (5) Teraupetik
neuromukuler 4. Ronkhi menurun (5) 1. Atur posisi semi-
4. Benda asing dalam 5. Frekuensi napas normal Fowler atau Fowler
jalan nafas (20-22x/menit) (5) 2. Pasan perlak dan
5. Adanya jalan nafas benkok di pangkuan
buatan pasien
6. Sekresi tertahan 3. Buang secret pada
7. Hiperplasia jalan tempat sputum
nafas Edukasi
8. Proses infeksi 1. Jelaskan tujuan dan
9. Respon alergi prosedur batuk
10. Efek agen efektif
farmakologis (mis, 2. Anjurkan Tarik
anesthesia) napas dalam melalui
Situasional hidung selama 4
1. Merokok aktif detik, ditahan selama
2. Merokok pasif 2 detik, kemudian
3. Terpajan polutan keluarkan sari mulut
Gejala dan tanda mayor dengan bibir
Subjektif: tidak tersedia mencucu
Objektif: (dibulatkan) selama
1. Batuk tidak efektif 8 detik
atau tidak mampu 3. Anjurkan
batuk mengulangi Tarik
2. Sputum berlebih/ napas dalam hingga
obstruksi di jalan 3 kali
nafas 4. Anjurkan batuk
3. Mengi, wheezing dengan kuat
dan/ atau ronkhi langsung setelah
kering tarik napas dalam
Gejala dan tanda yang ke-3
minor Kolaborasi
1. Gelisah Kolaborasi pemberian
2. Sianosis mukolitik atau
3. Bunyi nafas menurun ekspektoran, jika perlu
4. Frekuensi nafas Manajemen Jalan Nafas
berubah Observasi
5. Pola nafas berubah 1. Monitor pola napas
Kondisi klinis terkait (frekuensi,
1. Myasthenia gravis kedalaman , usaha
2. Prosedur diagnostic napas)
(mis:bronkoskopi, 2. Monitor bunyi napas
transesophageal tambahan
echocardiography (mis.gurgling,
(TEE) mengi, wheezing,
3. Depresi sistem saraf ronkhi)
pusat 3. Monitor sputum
4. Sindrom aspirasi (jumlah, warna,
nafas konsistensi)
5. Infeksi saluran nafas Teraupetik
6. Asma 1. Pertahankan
kepatenan jalan
napas dengan
head-tilt dan chin-
lift (jaw-thrust)
jika curiga trauma
servikal)
2. Posisikan semi
fowler atau fowler
3. Berikan minum air
hangat
4. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5. Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15
detik, jika perlu
6. Lakukan
hiperoksigenisasi
sebelum
penghisapan
endotrakeal
7. Berikan oksigen
Edukasi
1. Ajarkan asupan
cairan 2000 ml/
hari jika tidak
kontra indikasi
2. Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik
jika perlu
Pemantauan Respirasi
Observasi
1. Monitor frekuensi,
irama, kedalaman,
dan upaya napas
2. Monitor pola napas
(mis.bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
stokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemmpuan
batuk efektif
4. Monitor adanya
produksi sputum
5. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi
napas
8. Monitor saturasi
oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil X-ray
thoraks
Teraupetik
1. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan
2 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
gas keperawatan selama 4x24 Observasi
Defenisi: Kelebihan atau oksigenasi dan/ atau 1. Monitor frekuensi,
kekurangan oksigenasi eliminasi karbondioksida irama, kedalaman,
dan/ atau eliminasi pada membrane alveolus dan upaya napas
karbondioksida pada kapiler dalam batas normal 2. Monitor pola napas
membrane alveolus- dengan kriteria hasil (mis.bradipnea,
kapiler 1. Dyspnea:menurun (5) takipnea,
Penyebab: 2. Bunyi napas tambahan hiperventilasi,
1. Ketidakseimbangan berkurang (5) kussmaul, cheyne-
ventilasi-perfusi 3. PCO2 normal (5) stokes, biot, ataksik)
2. Perubahan 4. PO2 normal (5) 3. Monitor kemmpuan
membrane alveolus- 5. Takikardi berkurang (5) batuk efektif
kapiler 6. Pola napas normal (5) 4. Monitor adanya
Gejala Dan Tanda 7. Warna kulit kemerahan produksi sputum
Mayor (5) 5. Monitor adanya
Subjektif: Dispnea 8. Sianosis hilang (5) sumbatan jalan napas
Objektif: 6. Palpasi kesimetrisan
1. PCO2 meningkat/ ekspansi paru
menurun 7. Auskultasi bunyi
2. PO2 menurun napas
3. Takikardia 8. Monitor saturasi
4. PH arteri meningkat/ oksigen
menurun 9. Monitor nilai AGD
5. Bunyi napas 10. Monitor hasil X-ray
tambahan thoraks
Gejala dan Tanda Teraupetik
Minor 1. Atur interval
Subjektif: Pusing, pemantauan respirasi
penglihatan kabur sesuai kondisi pasien
Objektif: 2. Dokumentasikan
1. Sianosis hasil pemantauan
2. Diaphoresis Edukasi
3. Gelisah 1. Jelaskan tujuan dan
4. Nafas cuping hidung prosedur pemantauan
5. Pola nafas abnormal 2. Informasikan hasil
(cepat/ lambat, pemantauan
regular/ irregular, Terapi Oksigen
dalam/ dangkal) Observasi
6. Warna kulit 1. Monitor kecepatan
abnormal (mis. pucat aliran oksigen
kebiruan) 2. Monitor posisi alat
7. Kesadaran menurun terapi oksigen
Kondisi Klinis Terkait 3. Monitor aliran
1. Penyakit paru oksigen secara
obstruktif periodic dan pastikan
2. Asma fraksi yang diberikan
3. Pneumonia cukup
4. Tuberculosis paru 4. Monitor efektifitas
5. Penyakit membrane terapi oksigen
hialin (mis.oksimetri,
6. Infeksi saluran nafas AGD), jika perlu
5. Monitor kemapuan
melepaskan oksigen
saat makan
6. Monitor tanda –
tanda hipoventilasi
7. Monitor tanda dan
gejala toksikasi
oksigen dan
atelektasis
8. Monitor tingkat
kecemasan akibat
terapi oksigen
9. Monitor integritas
mukosa hidung
akibat pemasangan
oksigen
Teraupetik
1. Bersihkan secret
pada mulut, hidung
dan trakea, jika perlu
2. Pertahankan
kepatenan jalan
napas
3. Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
4. Tetap berikan
oksigen saat pasien
ditransportasi
5. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/
atau tidur
Dukungan berhenti
merokok
Observasi
1. Identifikasi
keinginan berhenti
merokok
2. Identifikasi upaya
berhenti merokok
Teraupetik
1. Diskusikan motivasi
penghentian
merokok
2. Diskusikkan
kesiapan perubahan
gaya hidup
3. Lakukan pendekatan
psikoedukasi untuk
mendukung dan
membimbing upaya
berhenti merokok
Edukasi
Jelaskan efek langsung
berhenti merokok
3 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
Defenisi: Inspirasi dan/ keperawatan selama 4x24 Observasi
atau ekspirasi yang tidak Inspirasi dan ekspirasi 1. Monitor frekuensi,
memberikan ventilasi memberikan ventilasi irama, kedalaman,
adekuat adekuat dengan kriteria dan upaya napas
Penyebab: hasil: 2. Monitor pola napas
1. Depresi pusat 1. Dyspnea: berkurang (5) (mis.bradipnea,
pernapasan 2. Penggunaan otot bantu: takipnea,
2. Hambatan upaya berkurang (5) hiperventilasi,
napas (mis.nyeri saat 3. Pemanjangan fase kussmaul, cheyne-
bernapas, kelemahan inspirasi/ ekspirasi: stokes, biot, ataksik)
otot pernapasan) berkurang (5) 3. Monitor kemmpuan
3. Deformitas dinding 4. Frekuensi napas batuk efektif
dada membaik (RR: 20- 4. Monitor adanya
4. Deformitas tulang 22x/menit) (5) produksi sputum
dada 5. Monitor adanya
5. Gangguan sumbatan jalan napas
neuromuscular 6. Palpasi kesimetrisan
6. Penurunan energi ekspansi paru
7. Obesitas posisi 7. Auskultasi bunyi
tubuh yang napas
menghambat 8. Monitor saturasi
ekspanis paru oksigen
8. Sindrom 9. Monitor nilai AGD
hipoventilasi 10. Monitor hasil X-ray
9. Kerusakan inervasi thoraks
diafragma Teraupetik
10. Kecemasan 1. Atur interval
Gejala dan tan mayor pemantauan respirasi
Subjektif : Dispnea sesuai kondisi pasien
Objektif: 2. Dokumentasikan
1. Penggunaan otot hasil pemantauan
bantu Edukasi
2. Fase ekspirasi 1. Jelaskan tujuan dan
memanjang prosedur pemantauan
3. Pola nafas abnormal 2. Informasikan hasil
(mis.talkipnea, pemantauan
bradipnea, Terapi Oksigen
hiperventilasi, Observasi
kussmaul, chynen- 1. Monitor kecepatan
stokes) aliran oksigen
Gejala dan tanda 2. Monitor posisi alat
minor terapi oksigen
Subjektif: Ortopnea 3. Monitor aliran
Objektif: oksigen secara
1. Pernapasan pursed- periodic dan
lip pastikan fraksi yang
2. Pernapasan cuping diberikan cukup
hidung 4. Monitor efektifitas
3. Diameter thoraks terapi oksigen
anterior-posterior (mis.oksimetri,
meningkat AGD), jika perlu
4. Ventilasi semenit 5. Monitor kemapuan
menurun melepaskan oksigen
5. Kapasitas vital saat makan
menurun 6. Monitor tanda –
6. Tekanan ekspirasi tanda hipoventilasi
menurun 7. Monitor tanda dan
7. Tekanan inspirasi gejala toksikasi
menurun oksigen dan
8. Ekskursi dada atelektasis
berubah 8. Monitor tingkat
Kondisi Klinis Terkait kecemasan akibat
1. Depresi sistem saraf terapi oksigen
pusat 9. Monitor integritas
2. Cedera kepala mukosa hidung
3. Traumati thoraks akibat pemasangan
4. Gullian barre oksigen
syndrome Teraupetik
5. Sclerosis multiple 1. Bersihkan secret
6. Myasthenia gravis pada mulut,
hidung dan
trakea, jika perlu
2. Pertahankan
kepatenan jalan
napas
3. Siapkan dan atur
peralatan
pemberian
oksigen
4. Tetap berikan
oksigen saat
pasien
ditransportasi
5. Gunakan
perangkat
oksigen yang
sesuai dengan
tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktivitas dan/
atau tidur
Dukungan berhenti
merokok
Observasi
1. Identifikasi
keinginan
berhenti merokok
2. Identifikasi
upaya berhenti
merokok
Teraupetik
1. Diskusikan
motivasi
penghentian
merokok
2. Diskusikkan
kesiapan
perubahan gaya
hidup
3. Lakukan
pendekatan
psikoedukasi
untuk
mendukung dan
membimbing
upaya berhenti
merokok
Edukasi
Jelaskan efek
langsung berhenti
merokok
4 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Fever treatment
Definisi : Peningkatan keperawatan selama 3 x 24
1. Monitor suhu sesering
suhu tubuh diatas kisaran jam suhu dalam rentang
mungkin
normal normal dengan kriteria hasil:
2. Monitor IWL
Batasan Karakteristik :
1. Suhu tubuh dalam 3. Monitor warna dan
 Konvulsi rentang normal suhu kulit
 Kulit kemerahan 2. Nadi dan RR dalam 4. Monitor tekanan
 Peningkatan suhu rentang normal darah, nadi dan RR
tubuh diatas 3. Tidak ada perubahan 5. Monitor penurunan
kisaran normal warna kulit dan tidak tingkat kesadaran
 Kejang ada pusing 6. Monitor WBC, Hb,
 Takikardi 4. Ajarkan pola dan Hct
 Takipnea istirahat/tidur yang 7. Monitor intake dan
 Kulit terasa hangat adekuat output
5. Kaji pola tidur pasien 8. Berikan anti piretik
6. Ciptakan lingkungan 9. Berikan pengobatan
Faktor Yang
nyaman dan tenang untuk mengatasi
Berhubungan:
7. Batasi pengunjung penyebab demam
10. Selimuti pasien
 Anastesia
11. Lakukan tapid sponge
 Penurunan
12. Kolaborasi pemberian
respirasi
cairan intravena
 Dehidrasi
13. Kompres pasien pada
 Pemajanan
lipat paha dan aksila
lingkungan yang
14. Tingkatkan sirkulasi
panas
udara
 Penyakit
15. Berikan pengobatan
 Pemakaian
untuk mencegah
pakaian yang tidak
terjadinya menggigil
sesuai dengan suhu
16. Temperature
lingkungan
regulation
 Peningkatan laju
17. Monitor suhu minimal
metabolisme
tiap 2 jam
 Medikasi
18. Rencanakan
 Trauma
monitoring suhu
 Aktivitas
secara kontinyu
berlebihan
19. Monitor warna dan
suhu kulit
          
20. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi
21. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
22. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
23. Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat panas
24. Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek
negatif dan
kedinginan
25. Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
26. Ajarkan indikasi dan
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
27. Berikan anti piretik
jika perlu

Vital sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi,


suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk atau berdiri
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari
nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola
pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis
perifer
12. Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
13.          Identifikasi
penyebab dari
perubahan Vital sign

5 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management


1. Kaji adanya alergi
nutrisi kurang dari keperawatan selama 3 x 24
makanan
kebutuhan tubuh jam asupan keseimbangan
2. Kolaborasi dengan
Definisi : Asupan nutrisi nutrisi terpenuhi dengan
tidak cukup untuk ahli gizi untuk
kriteria hasil
memenuhi kebutuhan
menentukan jumlah
metabolik 1. Adanya peningkatan
Batasan Karakteristik : kalori dan nutrisi
berat badan sesuai
 Kram abdomen
yang dibutuhkan
dengan tujuan
 Nyeri abdomen
pasien.
2. Berat badan ideal sesuai
 Menghindari
3. Anjurkan pasien
dengan tinggi badan
makanan
untuk meningkatkan
3. Mampu
 Berat badan 20%
intake Fe
mengidentifikasi
atau lebih dibawah
4. Anjurkan pasien
kebutuhan nutrisi
berat badan ideal
untuk meningkatkan
4. Tidak ada tanda-tanda
 Kerapuhan kapiler
protein dan vitamin C
malnutrisi
 Diare
5. Berikan substansi
5. Menunjukkan
 Kehilangan rambut
gula
peningkatan fungsi
berlebihan
6. Yakinkan diet yang
pengecapan dan
 Bising usus
dimakan mengandung
menelan
hiperaktif
tinggi serat untuk
6. Tidak terjadi penurunan
 Kurang makanan
mencegah konstipasi
berat badan yang berarti
 Kurang informasi
7. Berikan makanan
 Kurang minat pada
yang terpilih (sudah
makanan
dikonsultasikan
 Penurunan berat
dengan ahli gizi)
badan dengan
8. Ajarkan pasien
asupan makanan
bagaimana membuat
adekuat
catatan makanan
 Kesalahan konsepsi
harian.
 Kesalahan
9. Monitor jumlah
informasi
nutrisi dan kandungan
 Mambran mukosa kalori
pucat 10. Berikan informasi
 Ketidakmampuan tentang kebutuhan
memakan makanan nutrisi
 Tonus otot menurun 11. Kaji kemampuan
 Mengeluh pasien untuk
gangguan sensasi mendapatkan nutrisi
rasa yang dibutuhkan
 Mengeluh asupan Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas
makanan kurang
normal
dan RDA
2. Monitor adanya
(recommended
penurunan berat badan
daily allowance)
3. Monitor tipe dan
 Cepat kenyang
jumlah aktivitas yang
setelah makan
biasa dilakukan
 Sariawan rongga
4. Monitor interaksi anak
mulut
atau orangtua selama
 Steatorea
makan
 Kelemahan otot
5. Monitor lingkungan
pengunyah
selama makan
 Kelemahan otot
6. Jadwalkan pengobatan
untuk menelan
dan perubahan
Faktor Yang
Berhubungan : pigmentasi
 Faktor biologis
7. Monitor turgor kulit
 Faktor ekonomi
8. Monitor kekeringan,
 Ketidakmampuan
rambut kusam, dan
untuk mengabsorbsi
mudah patah
nutrien
9. Monitor mual dan
 Ketidakmampuan
muntah
untuk mencerna
10. Monitor kadar
makanan
albumin, total protein,
 Ketidakmampuan
Hb, dan kadar Ht
menelan makanan
11. Monitor pertumbuhan
 Faktor psikologis
dan perkembangan
12. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
13. Monitor kalori dan
intake nutrisi
14. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas oral.
15. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet
6 Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan Manajemen Cairan
cairan keperawatan selama 3 x 24 1. Timbang
Definisi : penurunan jam volume cairan teratasi popok/pembalut jika
cairan intravaskular, dengan kriteria hasil di perlukan
interstisial, dan atau 1. Mempertahankan urine 2. Pertahankan catatan
intraseluler. Ini mengacu output sesuai dengan intake dan output
pada dehidrasi, usia dan BB, BJ urine yang akurat
kehilangan cairan saat normal, HT normal 3. Monitor status hidrasi
tanpa perubahan pada 2. Tekanan darah, nadi, (kelembaban
natrium suhu tubuh dalam batas membran mukosa,
normal nadi adekuat, tekanan
Batasan 3. Tidak ada tanda tanda darah ortostatik), jika
Karakteristik dehidrasi, Elastisitas diperlukan
 Perubahan status turgor kulit baik, 4. Monitor vital sign
mental membran mukosa 5. Monitor masu kan
 Penurunan tekanan lembab, tidak ada rasa makanan / cairan dan
darah haus yang berlebihan hitung intake kalori
 Penurunan tekanan harian
nadi 6. Kolaborasikan
 Penurunan volume pemberian cairan IV
nadi 7. Monitor status nutrisi
 Penurunan turgor 8. Berikan cairan IV
kulit pada suhu ruangan
 Penurunan turgor 9. Dorong masukan oral
lidah 10. Berikan penggantian
 Penurunan haluaran nesogatrik sesuai
urin output
 Penurunan pengisisan 11. Dorong keluarga
vena untuk membantu
 Membran mukosa pasien makan
kering 12. Tawarkan snack (jus
 Kulit kering buah, buah segar)
 Peningkatan 13. Kolaborasi dengan
hematokrit dokter
 Peningkatan suhu 14. Atur kemungkinan
tubuh tranfusi
 Peningkatan 15. Persiapan untuk
frekwensi nadi tranfusi
 Peningkatan Hypovolemia
kosentrasi urin Management
 Penurunan berat 1. Monitor status cairan
badan termasuk intake dan
Tiba-tiba (kecuali output cairan
pada ruang ketiga) 2. Pelihara IV line
 Haus 3. Monitor tingkat Hb
 Kelemahan dan hematokrit
Faktor Yang 4. Monitor tanda vital
Berhubungan 5. Monitor respon pasien
 Kehilangan cairan terhadap penambahan
aktif cairan
 Kegagalan 6. Monitor berat badan
mekanisme regulasi 7. Dorong pasien untuk
menambah intake oral
8. Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda
dan gejala kelebihan
volume cairan
9. Monitor adanya tanda
gagal ginjal
7 Intoleransi aktivitas Setelah dialakukan tindakan Manajemen Energi
Defenisi: keperawatan selama 4 x24 Observasi
Ketidakcukupan energy jam pasien menunjukkan 1. Identifikasi
untuk melakukan peningkatan respon gangguan fungsi
aktivitas sehari – hari fisiologis terhadap aktivitas tubuh yang
Penyebab: yang membutuhkan tenaga mengakibatkan
1. Ketidakseimbangan dengan kriteria hasil: kelelahan
antara suplai dan 1. Keluhan lelah: 2. Monitor kelelahan
kebutuhan oksigen berkurang (5) fisik dan
2. Tirah baring 2. Dyspnea saat aktivitas: emosional
3. Kelemahan berkurang (5) 3. Monitor pola dan
4. Imobilitas 3. Dyspnea setelah jam tidur
5. Gaya hidup monoton aktivitas: berkurang (5) 4. Monitor lokasi dan
Gejala dan Tanda 4. Perasaan lemah: ketidaknyamanan
Mayor menurun (5) selama melakukan
Subjektif: Mengeluh 5. Tekanan darah: normal; aktivitas
lelah sistolik :120-140 Teraupetik
Objektif: Frekuensi mmHg, Diastolik: 70- 1. Sediakan
jantung meningkat ˃ 100 mmHg (5) lingkungan
20% dari kondisi 6. Frekuensi napas: nyaman dan
istirahat membaik (RR:20- rendah stimulus
Gejala dan Tanda 22x/menit)(5) (mis.kebisingan,
Minor 7. frekuensi nadi: normal cahaya, suara dan
Subjektif: (HR:60-100x/menit) (5) kunjungan)
1. Dyspnea saat/ 2. Lakukan latihan
setelah aktivitas rentang gerak aktif/
2. Merasa tidak pasif, jika perlu
nyaman setelah 3. Berikan aktivitas
beraktivitas distraksi yang
3. Merasa lemah menenangkan
Objektif: 4. Fasilitasi duduk di
1. Tekanan darah sisi tempat tidur,
berubah ˃ 20% dari jika tidak dapat
kondisi istirahat berpindah atau
2. Gambaran EKG berjalan
menunjukkan Edukasi
aritmia saat/ setelah 1. Anjurkan
aktivitas melakukan
3. Gambaran EKG aktivitas secara
menunjukkan bertahap
iskemia 2. Anjurkan
4. Sianosis menghubungi
Kondisi Klinis Terkait perawt jika jika
1. Anemia tanda dan gejala
2. Gagal jantung kelelahan tidak
kongestif berkurang
3. Penyakit jantung 3. Ajarkan strategi
coroner koping untuk
4. Aritmia mengurangi
5. Penyakit Paru kelelahan
Obstruktif Kronis Kolaborasi
(PPOK) 1. Kolaborasi dengan
6. Gangguan metabolic ahli gizi tentang
7. Gangguan cara meningkatkan
muskuloskletal asupan makanan.
Dukungan Ambulasi
Observasi
1. Identifikasi adanya
nyeri atau keluhan
fisik lainnya
2. Identifikasi
toleransi fisik
melakukan
ambulasi
3. Monitor frekuensi
jantung , frekuensi
pernafasan dan
tekanan darah
sebelum memulai
ambulasi
4. Monitor kondisi
umum selama
melakukan
ambulasi
Teraupetik
1. Fasilitasi aktivita
ambulasi dengan
alat bantu
(mis.tongkat,kruk)
2. Fasilitasi
melakukan
mobilitas fisik, jika
perlu
3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
ambulasi
2. Ajarkan ambulasi
dini
3. Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis.berjalan dari
tempat tidur ke
kursi roda, berjalan
dari tempat tidur
ke kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)

BAB 3
TINJAUAN KASUS
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK

Nama Mahasiswa yang Mengkaji: Yenni kristiwati saragih NIM:062022013

Unit : Anak Tgl. Pengkajian : 25-04-2023


Ruang/Kamar : St. Theresia/ 231-2 Waktu Pengkajian : 10:00
Tgl. Masuk RS : 25-04-2023 Auto Anamnese :
Allo Anamnese : √

IDENTIFIKASI
KLIEN
Nama Initial : An. N
Nama Panggilan : An. N
Tempat/Tgl Lahir (umur) : 28 agustus 2020
Jenis Kelamin : Laki-laki √ Perempuan
Anak ke : 2 dari 3 bersaudara
Agama/Suku : Kristen/ Batak
Warga Negara : √ Indonesia Asing
Bahasa yang Digunakan : Indonesia
Pendidikan :-
Alamat Rumah : Perumahan Bukit Kemuning Blok AA4 no 20
ORANG TUA/PENANGGUNG JAWAB
Ayah Ibu Penanggung Jawab
Nama (Initial) : Tn. E Ny. K ……………………
Umur : 41 Tahun 38 Tahun ……………………
Agama/Suku : Kristen/batak Kristen/batak ……………………
Kebangsaan : Indonesia Indonesia ……………………
Pendidikan : Sarjana Sarjana ……………………
Pekerjaan : Wiraswasta Wiraswasta ……………………
Alamat rumah : Taman Raya Taman Raya ……………………
Alamat kantor : Batam center Batam center ……………………

DATA MEDIK
Dikirim oleh : UGD √ Dokter praktek
Diagnosa Medik :
Saat Masuk : Bronchopneumonia

Saat Pengkajian : Bronchopneumonia

KEADAAN UMUM
KEADAAN SAKIT : Klien tampak sakit ringan / sedang / berat / tidak tampak
Sakit
Alasan : Tak bereaksi / baring lemah / duduk / aktif / gelisah /
posisi tubuh …………………. / pucat / Cyanosis / sesak
napas/penggunaan alat medic Lain-lain
…………………………..

TANDA-TANDA VITAL
Kesadaran :

Kualitatif : Compos mentis Somnolens Coma
Apatis Soporocomatous
Kuantitatif
Skala Coma Glasgow :
Respon Motorik :6
Respon Bicara :5
Respon Membuka Mata :4
Jumlah : 15
Kesimpulan : sadar penuh
Flapping Tremor / asterixis Positif √ Negatif
Tekanan darah: - mm Hg
MAP :- mm Hg
Kesimpulan : Tidak dilakukan

Suhu : 38 OC Oral Axillar √ Rectal


Nadi : Frekuensi 128 / menit
Teratur √ Tidak Teratur
Penuh Lemah

Arteri Radialis

Pernafasan : Frekuensi 26 X/menit


Irama : Teratur Kusmaul

Cheynes-Stokes

Jenis : √Dada Perut


PENGUKURAN
Panjang/Tinggi Badan : 101 cm
Berta Badan : 13.6 kg
Lingkar Kepala : 82 cm
Lingkar Dada : 80cm
Lingkar Perut : 78 cm
Lingkar Lila : 15cm
GENOGRAM :
Ket.symbol genogram
:Pria : Wanita : Pasien
: Tinggal serumah

PENGKAJIAN POLA KESEHATAN


KAJIAN PERSEPSI KESEHATAN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
Riwayat Prenatal
Ibu pernah sakit Ibu muntah berlebihan Ibu perdarahan

Kebisaaan minum obat/jamu/makanan tertentu/minuman keras/merokok

Vaksinasi Ya Tidak

Riwayat Kelahiran
√ Cukup bulan Kurang bulan Lewat bulan √ Spontan
Mudah/sulit Dengan alat: Vakum/Forceps Sectio Caesaria

Ditolong oleh Dukun/Bidan/Dokter/lain-lain

BB lahir : 3100 gr PB lahir : 58 cm


Perdarahan Partus lama
Ketuban pecah dini Ketuban warna hijau
Cairan ketuban berlebihan
Apgar Score (kalau tahu) (sebutkan): 7/8

Bayi lama tidak menangis

Kelainan bawaan (sebutkan) : Tidak ada

Trauma kelahiran (sebutkan): Tidak ada

Riwayat tumbuh kembang anak :


Tidak ada keterlambatan anak dan perkembangan sesuai dengan usia

Riwayat Penyakit Yang Pernah Dialami :


(Sakit berat, dirawat, kecelakaan, operasi, transfuse, reaksi alergi)
Kapan Catatan

Tidak ada
Kapan Catatan
Tidak ada
Kapan Catatan

Tidak ada
Riwayat Vaksinasi
BCG : Sudah
DPT I II III : Sudah
Polio I II III : Sudah
Campak : Sudah
MMR : Sudah
Hepatitis : Sudah
Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan anak aktif dirumah dan dapat fokus saat bermain

b. Keadaan sejak sakit


Orangtua mengatakan anak kurang aktif dan rewel
2. Data Obyektif
Observasi
Kebersihan rambut : Bersih
Kulit Kepala : Bersih
Kebersihan Kulit : Bersih
Higiene rongga mulut : Bersih
Kebersihan genitalia : Bersih
Kebersihan anus : Bersih
Tanda / Scar Vaksinasi BCG Cacar

B. KAJIAN NUTRISI METABOLIK


1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan anak selera makan, makan 4 kali sehari dan diberikan snack dan
susu
b. Keadaan sejak sakit
Orangtua mengatakan anak nafsu makan berkurang tapi masih mau minum susu dan
makan buah

2. Data Obyektif
a. Observasi
Porsi makanan anak hanya dihabiskan ½ porsi
b. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan rambut : Lembut
 Hidrasi kulit : Baik
 Palpebrae : Normal
 Conjungtiva : An Anemis
 Sclera : Ikterik
 Hidung : Normal
 Rongga mulut : Bersih
 Gusi : Bersih
 Bibir : Kering
 Gigi Geligi : Normal
 Kemampuan mengunyah keras : Mampu
 Lidah : Pink
 Kelenjar getah bening leher : Normal
 Kelenjar parotis : Normal
 Kelenjar tyroid : Normal
 Abdomen
 Inspeksi : Bentuk Simetris
Bayangan vena: Tampak
Benjolan vena: Tidak ada
 Auskultasi : Peristaltik 6 X / menit
 Palpasi : Tanda nyeri umum : Tidak ada
Massa : Tidak ada
Hidrasi kulit : Tidak ada

Nyeri tekan R. Epigastrica

Titik Mc. Burney

R. Supra Pubica

R. Illiaca
Hepar : Normal
Lien : Normal
 Perkusi
Ascites √ Negatif
Positif, Lingkar perut …… / …… / ……. Cm

 Kelenjar limfe inguinal : Normal Kulit : Normal


 Spider nevi √ Negatif Positif

 Uremic frost √ Negatif Positif

 Edema √ Negatif Positif


 Icteric Negatif Positif

 Tanda-tanda radang : Tidak ada


 Lesi : Tidak ada
c. Pemeriksaan Diagnostik
 Laboratorium Darah Rutin dan LED
 Lain-lain: Ro Thorax
d. Terapi
IVFD D5 ½ NS 20 Tpm Mikrodrips
Inj Taxegram 3x330 mg IV
Inj Ottogenta 1x40 mg IV
Inj Cortidex 3x1.5 mg IV
Inj Ratinal 2x15 mg IV
Lasal Syr 4x3.75 ml
Erdobat Syr 2x3 ml

C. KAJIAN POLA ELIMINASI


1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan anak BAK 8 x/ hari dan BAB 2 kali/ hari
b. Keadaan sejak sakit
Orangtua mengatakan tidak ada masalah dengan BAK dan BAB

2. Data Obyektif
a. Observasi
Anak menggunakan pempres

b. Pemeriksaan Fisik
 Peristaltik usus : 6 X / Menit
 Palpasi Supravibiki : kandung kemih Penuh √ kosong

 Nyeri ketuk ginjal : Kiri √ :Negatif Positif

Kanan √ :Negatif Positif

 Mulut Urethra : Normal


 Anus :
 Peradangan : Negatif Positif

 Fisura : Negatif
√ Positif

 Hemoroid : √ Negatif Positif



 Prolapsus recti : Negatif Positif

 Fisura : Negatif Positif
D. KAJIAN POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN
1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan anak aktif bermain dirumah dengan abangnya dan adeknya
b. Keadaan sejak sakit
Orangtua mengatakan anak lemas dan mudah menangis

2. Data Obyektif
a. Observasi
0 : mandiri
Aktivitas Harian 1 : bantuan dengan alat
2 : bantuan orang
 Makan 2 3 : bantuan orang dan alat
4 : bantuan penuh
 Mandi 2

 Berpakaian 2

 Kerapian 2

2
 Buang air besar
2
 Buang air kecil
2
 Mobilisasi
2
 Mobilisasi ditempat tidur

 Ambulansi : Mandiri / tongkat / kursi / tempat tidur

Postur tubuh : Normal


Gaya jalan : Normal
Anggota gerak yang cacat : Tidak ada
Fiksasi : Tidak ada
Tracheostomie : Tidak ada

b. Pemeriksaan Fisik
b. Thorax dan Pernafasan
Inspeksi : Bentuk Thorax : Simetris
Stridor Negatif Positif
Dyspnea d’Effort Negatif Positif

Cyanosis Negatif Positif

Palpasi : Vocal Fremitus

Perkusi : Sonor Redup Pekak


Batas paru hepar :
Kesimpulan :
Auskultasi Suara Napas : Vesikuler
Suara Ucapan :
Suara Tambahan : Ronchi basah

c. Jantung
Inspeksi : Normal
Ictus Cordis :
Palpasi : Normal
Ictus Cordis :
HR : 124 X/menit
Thrill : Negatif Postitif

Perkusi : Batas atas jantung : Normal


Batas kanan jantung : Normal
Batas kiri jantung : Normal
Auskultasi : Bunyi Jantung II A : Lupdup
Bunyi Jantung II P :Lupdup
Bunyi Jantung I T :Lupdup
Bunyi Jantung I M :Lupdup

Bunyi Jantung III Irama Gallop : Negatif


Positif
Mumur : Negatif
Positif:Tempat :…………………………..
Grade : ……………............
Bruit Aorta Negatif Positif
A. Renalis Negatif Positif
A. Femoralis Negatif Positif
d. Lengan Dan Tungkai
Atrofi otot : √ Negatif Positif, Tempat : ………………….
Rentang gerak : Normal
Mati sendi : Tidak ada
Kaku sendi :Tidak ada
Uji kekuatan otot : Kiri
1 2 3 4 5
Kanan
1 2 3 4 5

Reflex Fisiologik : Normal

Reflex Patologik : Babinski, Kiri Negatif Positif √

Kanan Negatif Positif √

Clubing Jari-jari : √ Negatif Positif

Varices Tungkai : √ Negatif Positif

 Columna Vertebralis
Inspeksi :Kelainan bentuk: Tidak ada
Palpasi : Nyeri tekan √ Negatif Positif

E. KAJIAN POLA TIDUR DAN ISTIRAHAT

1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan anak tidur siang 2 jam dan tidur malam dari jam 19:30 sampai
07:00 wib
b. Keadaan sejak sakit
Orangtua mengatakan anak sering bangun tengah malam

2. Data Obyektif
a. Observasi :
Anak tampak sering bangun tengah malam

Expresi wajah mengantuk : Negatif Positif

Banyak menguap : Negatif Positif

Palpebrac Inferior berwarna gelap : Negatif Positif

F. KAJIAN POLA PERSEPSI KOGNITIF


1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan sangat menjaga kesehatan semua keluarganya termasuk pola
makan dan istirahat
b. Keadaan sejak sakit
orangtua mengatakan sedih karena anaknya sakit

2. Data Obyektif
a. Observasi
Orangtua tampak mendampingi anak

b. Pemeriksaan Fisik
Penglihatan
Cornea : Normal
Visus : Normal
Pupil : Normal
Lensa Mata : Normal
Tekanan Intra Ocular (TIO) : Normal

Pendengaran
Pina : Normal
Canalis : Normal
Membran Tympani : Normal
Tes Pendengaran : Normal

Pengenalan rasa posisi pada gerakan lengan dan tungkai


NI : Normal
N II : Normal
N V Sensorik : Normal
NVII Sensorik : Normal
N VIII Pendengaran : Normal
Tes Romberg : Normal
G. KAJIAN POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI
1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan anak aktif dirumah dan dapat diajak bekerjasama
b. Keadaan sejak sakit
orangtua mengatakan anak selama sakit menjadi rewel
2. Data Obyektif
Observasi
Kontak mata : Ada
Rentang perhatian : Kurang fokus
Suara dan cara bicara : rewel
Postur tubuh : Normal
Pemeriksaan Fisik
Kelainan bawaan yang nyata : Tidak ada
Abdomen : Bentuk : Normal
Bayangan vena : tampak
Benjolan massa : Normal
Kulit : lesi kulit : Normal

Penggunaan protesa : Hidung Tungkai

H. KAJIAN POLA PERAN DAN HUBUNGAN DENGAN SESAMA


1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan anak mau bermain dengan abang, adek dan tetangganya
b. Keadaan sejak sakit
orangtua mengatakan anak tidak mau berinteraksi dengan orang lain
2. Data Obyektif
a. Observasi
anak tampak lemes dan rewel

I. KAJIAN POLA REPRODUKSI – SEKSUALITAS


1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
orangtua mengatakan anak berjenis kelamin perempuan dan tidak ada masalah reproduksi
b. Keadaan sejak sakit
orangtua mengatakan tidak ada masalah
2. Data Obyektif
a. Observasi
tidak ada masalah
b. Pemeriksaan Fisik
tidak ada masalah

J. KAJIAN MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP STRES


1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
orangtua mengatakan anak aktif selama dirumah

b. Keadaan sejak sakit


orangtua mengatakan anak rewel
2. Data Obyektif
a. Observasi
Anak rewel
b. Pemeriksaan Fisik
Expresi wajah : sedih √ menangis kesakitan
marah tenang

Kulit : Keringat dingin : Tidak ada


Basah :Tidak ada
K. KAJIAN POLA SISTEM NILAI KEPERCAYAAN
1. Data Subyektif
a. Keadaan sebelum sakit
Orangtua mengatakan beragama kristen dan rajin gereja setia hari minggu
b. Keadaan sejak sakit
Orangtua mengatakan hanya berdoa bersama dan mendengarkan lagu rohani selama di RS
2. Data Obyektif
Observasi
Orangtua dan anak tampak berdoa bersama

Nama dan Tanda Tangan Mahasiswa yang Mengkaji

(yenni saragih )

ANALISA DATA

Nama/Usia : An. N/ 2 Tahun


Ruangan : St. Theresia
No Sign Symptom Etiologi Problem
DX
1. Ds: Sekresi yang Bersihan
Orangtua mengatakan anak batuk dan pilek tertahan jalan nafas
sudah 4 hari tidak efektif
Orangtua mengatakan susah mengeluarkan
dahak
D0:
Keadaan umum: Sedang Kesadaran: Compos
mentis
Akral teraba hangat
Nadi teraba kuat
Batuk ada
Sputum ada
Suara nafas tambahan: Ronchi basah
Memonitor Vital Sign
HR:124x/i
RR:26 x/i
S: 39*Celsius
Ro Thorax: Pneumonia

2 DS: Proses Infeksi Hipertermia


Orangtua mengatakan anak demam 2 hari
Orangtua mengatakan anak rewel
DO:
Keadaan umum: Sedang Kesadaran: Compos
mentis
Akral teraba hangat
Badan teraba hangat
Memonitor Vital Sign
HR:124x/i
RR:26 x/i
S: 39*Celsius
Leukosit: 23.000

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama/Usia : An. N/ 2 Tahun


Ruangan : St. Theresia

N Diagnosa Keperawatan Paraf


o
Dx
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan ditandai
dengan Orangtua mengatakan anak batuk dan pilek sudah 4 hari Orangtua
mengatakan susah mengeluarkan dahak, Keadaan umum: Sedang Kesadaran: Yenni

Compos mentis Akral teraba hangat Nadi teraba kuat Batuk ada Sputum ada Suara
nafas tambahan: Ronchi basah Memonitor Vital Sign HR:124x/I RR:26 x/I S:
39*Celsius Ro Thorax: Pneumonia
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan Orangtua
mengatakan anak demam 2 hari Orangtua mengatakan anak rewel Keadaan umum: Yenni
Sedang Kesadaran: Compos mentis Akral teraba hangat Badan teraba hangat
Memonitor Vital Sign HR:124x/i RR:26 x/i S: 39*Celsius Leukosit: 23.000

INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama/Usia : An. N/ 2 Tahun
Ruangan : St. Theresia

SDKI SLKI SIKI


Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
tidak efektif tindakan keperawatan  Monitor pola nafas
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam  Monitor bunyi nafas tambahan
sekresi yang tertahan diharapkan bersihan  Monitor sputum (jumlah, warna
jalan nafas meningkat aroma)
dengan kriteria hasil:  Posisikan semifowler atau fowler
1. Batuk efektif  Anjurkan asupan cairan 2000 ml/
meningkat hari jika tidak ada kontraindikasi
2. Produksi sputum  Kolaborasi pemberian
menurun bronkodilator, mukolitik jika
3. Mengi menurun perlu
4. Frekuensi nafas
membaik
5. Pola nafas membaik
6. Suara nafas tambahan
menurun

Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia


berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Identifikasi penyebab hipertermia
proses infeksi 3x24 jam diharapkan 2. Monitor suhu tubuh
Termoregulasi membaik 3. Sediakan lingkungan yang dingin
dengan kriteia hasil: 4. Berikan cairan peroral
1. Mengigil menurun 5. Kompres dengan air hangat
2. Suhu tubuh membaik 6. Kolaborasi pemberian cairan dan
3. Suhu kulit membaik elektrolit intravena jika perlu

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama/Usia : An. N/ 2 Tahun
Ruangan : St. Theresia
No. Tanggal/ Implementasi Evaluasi Paraf
Dx jam
1,2 25-04- S: Orangtua mengatakan Yenni
2023 anak masih batuk
10:00 Mengidentifikasi penyebab O:
hipertermia Keadaan umum: Sedang
H: anak demam sudah 2 hari dan Kesadaran: Compos
Leukosit: 23.000 mentis
11:00 Memonitor bunyi nafas tambahan Batuk ada
H: Suara nafas ronchi di paru kanan Sputum ada
dan kiri Suara nafas tambahan
ronchi
11:30 Memonitor Vital Sign A: Masalah belum
H: teratasi
HR:124x/i P: - Lanjutkan intervensi
RR:26 x/i keperawatan
S: 38*Celsius
Sp02 99%

12:00 S: Orangtua mengatakan


Mengompres anak dengan air anak masih demam
hangat O:
12:05 Keadaan umum: Sedang
Memberi anak minum air putih 100 Kesadaran: Compos
ml mentis
12:15 Badan teraba hangat
Memberikan terapi Inj:
Memonitor Vital sign
Taxegram 330 mg IV
HR:124x/i
Ratinal 15 mg IV
RR:26 x/i
Cortidex 1.5 mg IV
S: 38*Celsius
Ottogenta 60 mg IV
Sp02 99%
13:00
A: Masalah belum
Memberikan terapi oral:
teratasi
Salbutamol syr 3.75 ml
P: Lanjutkan intervensi
13:20 keperawatan
Memberikan posisi yang nyaman
pada anak
1,2 26 April S: Orangtua mengatakan Yenni
2023 anak masih batuk
08:00 Melakukan timbang terima pasien O:
di ruang perawatan anak Keadaan umum: Sedang
Kesadaran: Compos
08:10 Memonitor Vital Sign mentis
H: Batuk ada
HR:120x/i Sputum ada
RR:24 x/i Suara nafas tambahan
S: 37*Celsius ronchi
A: Masalah belum
09:00
Memonitor bunyi nafas tambahan teratasi
H: Suara nafas ronchi P: - Lanjutkan intervensi
keperawatan
09:30
Menganjurkan anak untuk berjemur
di matahari
S: Orangtua mengatakan
11:00
Menganjurkan anak minum 100 ml demam anak sudah turun
O:
12:00
Memonitor pola nafas Keadaan umum: Sedang
H: anak tidak ada sesak Kesadaran: Compos
12:05 mentis
Memberikan terapi Inj: Badan teraba hangat
Taxegram 330 mg IV Memonitor Vital sign
Ratinal 15 mg IV HR:120x/i
Cortidex 1.5 mg IV RR:24 x/i
Ottogenta 60 mg IV S: 37*Celsius
13:00 A: Masalah teratasi
Memberikan terapi oral:
P: Hentikan intervensi
Salbutamol syr 3.75 ml
keperawatan

Daftar Pustaka
Agustyana. 2019. Hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian pneumonia pada balita di
daerah perkotaan.Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 7, Nomor 1, Januari 2019. diakses
melalui http://ejournal3.undip.ac.id/indeks.php//jkm pada tanggal 28 januari 2020

Dinas Kesehatan Kota Dumai. 2019. Profil kesehatan kota dumai. Dinas Kesehatan Provinsi
Riau. 2018. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Efenddy, C. & Niluh, G.Y. 2019.Keperawatan medical bedah klien dengan gangguan system
pernapasan. Jakarta:buku kedokteran EGC.

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Jakarta.

Maidarti, 2018.Upaya Mempertahankan Bersihan Jalan Nafas dengan Fisioterapi Pada Anak
Pneumonia.

Manurung, S. 2019. Gangguan system pernafasan akibat infeksi, Jakarta: kementrian kesehatan
RI 2015. Nugroho, T. 2011.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC

Nettina, Sandra M. (1996). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta :EGC

Long, B. C.(1996). Perawatan Madikal Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan Alumni

Pendidikan Keperawatan

Soeparma, Sarwono Waspadji. (1991). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta :Balai Penerbit

FKUI

Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai