Anda di halaman 1dari 59

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi. Penyakit terbanyak pada

anak yang dapat meningkatkan angka kematian pada anak seperti yang

pertama penyakit diare pada balita disebabkan virus, lalu kolera, dan tipes.

Bisa terjadi pada bayi dan anak. Anak-anak di wilayah timur Indonesia

seringkali terjangkit penyakit ini karena kurangnya akses memperoleh

layanan kesehatan, air bersih, hingga rendahnya asupan gizi (Kemenkes RI,

2019).

Penyakit pada anak yang terbanyak kedua yaitu pneumonia menjadi

penyakit paling tinggi penyebab kematian pada anak. Pneumonia disebabkan

infeksi yang memicu inflamasi pada kantong-kantong udara di salah satu atau

kedua paru-paru. Penyakit-penyakit infeksi saluran pernafasan baik itu ringan

seperti influenza lalu difteri dan campak. Selain itu penyakit terbanyak ke

tiga yaitu penyakit cacingan. Cacingan juga bisa menyebabkan berbagai

penyakit serta ancaman stunting (tubuh kerdil) (Kemenkes RI, 2019).

Penyakit pada anak terbanyak keempat yaitu malaria atau penyakit

yang disebabkan oleh nyamuk yaitu demam berdarah. Karena itu gerakan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) garus terus dilakukan. Baru kemudian,

berbagai penyakit lain yang diderita anak seperti penyakit bawaan. Misalnya
2

penyakit akibat gizi, penyakit bawaan, penyakit kulit, hingga kanker pada

anak (Kemenkes RI, 2019).

Populasi yang rentan terserang bronkopneumonia adalah anak-anak

usia kurang 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang memiliki

masalah kesehatan (malnutrisi dan gangguang imunologi). Bronkopneumonia

pada balita masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia, karena

bronkopneumonia telah menyebabkan 80-90% kematian pada balita

(Kemeskes, 2018).

Bronkopneumonia atau pneumonia adalah istilah umum untuk infeksi

paru paru yang dapat disebabkan oleh berbagai kuman (virus, bakteri , jamur

dan parasit). Bronkopneumonia juga didefinisikan sebagai radang akut yang

menyerang jaringan paru dan sekitarnya. Penyakit ini merupakan manifestasi

infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang paling berat karena dapat

menyebabkan kematian. Sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh

virus, termasuk adenovirus, rhinovirus, virus influenza (flu), respiratory

syncytial virus (RSV), human metapneumovirus, dan virus parainfluenza.

Selain itu, virus campak (morbili) juga dapat menyebabkan komplikasi

berupa pneumonia (Sinaga, 2019).

Bronkopnemonia seringnya disebabkan oleh bakteri. Bakteri-bakteri

ini mampu menyebar dalam jarak dekat melalui percikan ludah saat penderita

bersin atau batuk, yang kemudian 84 Alaydrus Jurnal Mandala Pharmacon

Indonesia terhirup oleh orang disekitarnya. Inilah sebabnya lingkungan


3

menjadi salah satu factor risiko berkembangnya bronkopnemonia (Pramono

dkk, 2019).

World Health Organization (WHO) menyebutkan bronkopneumonia

merupakan penyebab kematian terbesar pada anak – anak di seluruh dunia.

Tahun 2014 ditemukan sebanyak 930.000 jiwa anak. pada tahun 2015

prevalensi kematian bronkopneumonia pada balita sebesar 16% sebanyak

920.136 jiwa anak (WHO,2017), sedangkan Pada tahun 2016 didapatkan data

kematian balita akibat bronkopneumonia pneumonia dengan jumlah 880.000

jiwa, dengan Indonesia menempati urutan ke 2 (UNICEF, 2018).

Prevalensi bronkopneumonia di Indonesia pada tahun 2015 sebesar

63,45% dibandingkan tahun 2016 sebanyak 65,27% sedangkan pada tahun

2017 didapatkan sebanyak 51,19% yang mengalami bronkopneumonia. Data

pada tahun 2018 didapatkan bronkopneumonia balita tertinggi di DKI Jakarta

(95,53%), Sulawesi Tengah (71,82%), Kalimantan Utara (70,91%), Banten

(67,60%) dan Nusa Tenggara Barat (63,64%) Sedangkan prevalensi di

Kalimantan Timur (29,02%), Di Sumatera Barat menempati urutan yang ke 9

dengan kasus bronkopneumonia terbanyak (Kemenkes RI, 2018).

Di Sumatera Barat jumlah balita didapatkan 81.736 juta jiwa,

diperkirakan jumlah penderita yaitu 3,91% dari jumlah balita. Kota Padang

merupakan salah satu wilayah di Sumatera Barat dengan angka kejadian

pneumonia terbanyak. Pada tahun 2017 didapatkan data balita sebanyak

81.736 jiwa, perkiraan balita yang mengalami pneumonia 3,1% dari jumlah
4

balita, sedangan yang ditemukan dan ditangani sebanyak 2.719 jiwa (Dinas

Kesehatan Kota Padang, 2018).

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan di RSUP dr. M. Djamil

Padang angka kejadian bronkopneumonia pada anak dapat diketahui

berdasarkan data rekam medis pada tahun 2018-2020. Penderita

bronkopneumonia pada anak pada tahun 2018 sebanyak 151 orang, pada

tahun 2019 mengalami peningkatan menjadi 166 orang dan pada tahun 2020

menjadi 76 orang, ini disebabkan karena data pengunjung pada tahun 2020

mengalami penurunan karena pandemi covid-19 (RSUP dr. M. DJamil

Padang, 2020).

Pneumonia adalah suatu inflamasi pada parenkim paru. Umumnya

pneumonia pada masa anak digambarkan sebagai bronkopneumonia.

Bronkopneumonia bentuk suatu kombinasi dari penyebaran pneumonia

lobular atau adanya infiltrat pada bagian area pada kedua lapang atau bidang

paru dan sekitar bronkhi (Sinaga, 2019). Bronkopneumonia adalah suatu

peradangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli atau

peradangan yang terdiri pada jaringan paru dengan cara penyebaran langsung

melalui saluran pernafasan atau hematogen sampai ke bronkus (Nari, 2019).

Bronkopneumonia ditandai dengan panas yang tinggi, gelisah,

dispnea, nafas cepat dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan

produktif (Hidayat, 2011). Penyebab dari bronkopneumonia yang biasa yaitu

masuknya bacteri Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia sedangkan

untuk virus yaitu adenoviruses, rhinovirus, influenza virus, respiratory


5

syncytial virus (RSV) dan para influenza virus yang masuk melalui saluran

pernafasan. Pada umumnya dikategorikan sebagai penyakit menular yang di

tularkan melalui udara dengan sumber penularan adalah penderita yang

menyebarkan kuman dalam bentuk doplet ke udara pada saat batuk, bersin

dan terhirup oleh orang di sekitar (Pramono dkk, 2019).

Selain dari penyebab bakteri dan virus adapun faktor lain yang dapat

mempengaruhi peningkatan keparahan bronkopneumonia yaitu status gizi

yang kurang atau buruk, pemberian air susu ibu (ASI) tidak sampai enam

bulan, tidak mengkonsumsi suplemen zink, bayi berat badan lahir rendah,

tidak vaksinasi dasar lengkap, polusi udara, asap rokok, asap bakaran, serta

rendahnya status sosial ekonomi dan pendidikan ibu (Patria, 2016).

Dampak yang muncul pada anak yang mengalami bronkopneumonia

dapat berupa fisik maupun psikologisnya. Dampak fisik yang dialami anak

seperti akan terjadinya atelektasis pada paru, episema, abses paru, infeksi

sitemik, endokarditis, meningitis, dan akibat yang lebih parah lagi dapat

mengalami kematian. Proses penerapan asuhan keperawatan yang tepat

memegang peranan yang sangat penting dalam proses penyembuhan dan

pencegahan sehingga dapat meminimalkan dampak yang akan terjadi

(Ngastiyah, 2012).

Hospitalisasi pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan

stres pada semua tingkatan usia. Penyebab kecemasan dipengaruhi oleh

banyak faktor, baik dari faktor petugas (perawat, dokter dan tenaga kesehatan

lainnya), lingkungan baru, maupun keluarga yang mendampingi selama


6

perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan keadaan

anaknya, pengobatan dan biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak

bersifat langsung terhadap anak, secara psikologis anak akan merasakan

perubahan perilaku dari orang tua yang mendampingi selama perawatan (Edi,

dkk 2017).

Family Centered Care (FCC) atau perawatan yang berpusat pada

keluarga didefinisikan sebagai filosofi perawatan berpusat pada keluarga,

mengakui keluarga sebagai konstanta dalam kehidupan anak. Family

Centered Care meyakini adanya dukungan individu, menghormati,

mendorong dan meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga. Intervensi

keperawatan dengan menggunakan pendekatan family centered care

menekankan bahwa pembuatan kebijakan, perencanaan program perawatan,

perancangan fasilitas kesehatan, dan interaksi sehari-hari antara klien dengan

tenaga kesehatan harus melibatkan keluarga. Keluarga diberikan kewenangan

untuk terlibat dalam perawatan klien, yang berarti keluarga dengan latar

belakang pengalaman, keahlian dan kompetensi keluarga memberikan

manfaat positif dalam perawatan anak. Memberikan kewenangan kepada

keluarga berarti membuka jalan bagi keluarga untuk mengetahui kekuatan,

kemampuan keluarga dalam merawat anak (Yuliastati, 2016).

Peran perawat adalah suatu kegiatan yang menjadi suatu

tanggung jawab perawat yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan

formalnya, diakui, serta diberi kewenangan oleh pemerintah dalam

melaksanakan proses atau tugas serta tanggung jawab keperawatan secara


7

profesional berdasarkan kode etik keperawatan (Kozier, 2011). Peran

perawat sebagai edukator menjalankan perannya dalam memberikan

pengetahuan, informasi, dan pelatihan ketrampilan kepada pasien,

keluarga pasien maupun anggota masyarakat dalam upaya pencegahan

penyakit dan peningkatan kesehatan (Amelia, 2015). Peran advokasi

perawat yaitu tindakan perawat untuk memberikan informasi dan bertindak

atas nama pasien. Pelaksanaan tindakan peran advokasi meliputi memberi

informasi, menjadi mediator dan melindungi pasien (Afidah & Sulisno,

2013).

Dalam menjalankan perannya perawat menyiapkan serta

memposisikan pasien untuk tindakan dan memberikan dukungan sepanjang

proses asuhan keperawatan yang dilakukan. Asuhan keperawatan yang

diberikan dengan memperhatikan kebutuhan dasar pasien bronkopneumonia

melalui pemberian pelayanan kesehatan dengan menggunakan proses

keperawatan serta memberikan berbagai informasi untuk menambah tingkat

pengetahuan keluarga pasien terhadap bronkopneumonia. Sehingga

diharapkan terjadi perubahan perilaku pasien setelah mendapatkan

pendidikan. Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien

bronkopneumonia ini untuk mengatasi masalah yang dirasakan (Engram,

2012).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan “Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Bronkopneumonia di

Ruangan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.


8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, didapatkan

rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana Penerapan Asuhan

Keperawatan pada Anak dengan Bronkopneumonia di Ruangan Anak RSUP

Dr. M. Djamil Padang.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diharapkan mahasiswa mampu melakukan Asuhan Keperawatan pada Anak

dengan Bronkopneumonia di Ruangan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.

2. Tujuan khusus

a. Diharapkan mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Anak dengan

Bronkopneumonia di Ruangan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.

b. Diharapkan mahasiswa mampu merumuskan diagnosa Keperawatan pada

Anak dengan Bronkopneumonia di Ruangan Anak RSUP Dr. M. Djamil

Padang.

c. Diharapkan mahasiswa mampu menentukan Rencana Keperawatan pada

Anak dengan Bronkopneumonia diRuangan Anak RSUP Dr. M. Djamil

Padang.

d. Diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan Tindakan Keperawatan pada

Anak dengan Bronkopneumonia di Ruangan Anak RSUP Dr. M. Djamil

Padang
9

e. Diharapkan mahasiswa mampu melakukan Evaluasi Keperawatan pada

Anak dengan Bronkopneumonia di Ruangan Anak RSUP Dr. M. Djamil

Padang.

f. Diharapkan mahasiswa mampu Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan


pada Anak dengan Bronkopneumonia di Ruangan Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang.

3. Manfaat Penelitian

a. Bagi Penulis

Untuk memperdalam pengetahuan penulis terkait Asuhan keperawatan

pada Anak yang mengalami bronkopneumonia dan mengaplikasikan ilmu

yang telah di peroleh diperkuliahan dalam praktek klinik keperawatan pada

anak dengan bronkopneumonia di Ruangan Anak RSUP Dr. M. Djamil

Padang.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Proposal ini diharapkan dapat memberi manfaat dan menambah referensi

bagi mahasiswa STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang untuk penelitian

selanjutnya mengenai bronkopneumonia pada anak.

c. Bagi Perawat

Proposal ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam

menerapkan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, menentukan

masalah keperawatan, mampu mengintervensi dan mengiimplementasi

serta mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien dengan

masalah bronkopneumonia di ruangan anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.


10

d. Bagi Tempat Penelitian

Proposal ini dijadikan sebagai data dasar dan informasi untuk rumah sakit

sebagai bahan perbaikan untuk meningkatkan mutu pelayanan pada pasien

anak dengan diagnosis bronkopneumonia pada anak.


11

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Anak

1. Konsep Dasar Anak

a. Defenisi Anak

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindung anak,

anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang dalam perlindungan terhadap anak sudah mulai sejak

anak tersebut dalam kandungan hingga berusia 18 tahun (Kemenkes,

2017).

b. Pembagian Usia pada anak

Pembagian usia anak menurut Fida dan Maya (2018) adalah:

1) Neonatus :0 –28 hari

2) Bayi:1 –12 bulan

3) Usia toodler:1 –3 tahun

4) Anak prasekolah:4 –6 tahun

5) Anak sekolah:7 –12 tahun

6) Anak remaja:13 –18 tahun


12

c. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

1) Pertumbuhan anak

Pertumbuhan merupakan suatu perubahan jumlah, besar, ukuran yang

dapat dinilai dengan ukuran gram (gram, pound, kilogram) serta tinggi

badan dan berat badan (Hidayat, 2011).

Indikator pemeriksaan pertumbuhan :

a) Pengukuran tinggi badan

Pada anak usia 0 sampai 2 tahun pengukuran tinggi badan

dilakukandengan cara berbaring, sedangkan pada anak usia lebih

dari 2 tahun dilakukan dengan cara berdiri (Hidayat, 2011).

b) Pengukuran berat badan

Pengukuran berat badan dilakukan dengan menggunakan timbangan

yang berguna untuk mengetahui keadaan gizi dari tumbuh kembang

anak (Hidayat, 2011).

c) Lingkar kepala

Lingkar kepala menggambarkan pemeriksaan patologis dari

besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala atau peningkatan

ukuran kepala. Perkembangan otak mempengaruhi pertumbuhan

tengkorak (Hidayat, 2011).

d) Lingkar lengan atas

Tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak berpengaruh

banyak oleh cairan tubuh dapat digambarkan oleh ukuran lingkar


13

lengan atas. Pengukuran ini berguna untuk skrining malnutrisi pada

anak (Hidayat, 2011).

2)Perkembangan Anak

Perkembangan merupakan bertambahnya kemampuan dalam struktur

dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai

hasil dari proses pematangan. Proses ini menyangkut perkembangan sel

tubuh, organ dan system tubuh yang berkembang untuk memenuhi

fungsinya, termasuk juga perkembangan intelektual, emosi dan tingkah

laku (Hidayat, 2011).

Ada 5 aspek perkembangan yang perlu dibina dan dipantau, yaitu:

a) Perkembangan Motorik

1) Motorik kasar

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak

melakukanpergerakan dengan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot

besar seperti duduk dengan berdiri (Hidayat, 2011).

2) Motorik halus

Aspek berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan

yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-

otot kecil, tetapi melakukan koordinasi yang cermat seperti

mengamati sesuatu, menjepit, menulis (Hidayat, 2011).

b) Perkembangan Kognitif

Merupakan proses berfikir, yang meliputi kemampuan individu

untuk menilai, menghubungkan, dan mempertimbangkan suatu


14

peristiwa (Hidayat, 2011).

c) Perkembangan Bahasa

Kemampuan bicara dan Bahasa adalah aspek yang berhubungan

dengan kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara,

berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah.

3) Perkembangan sosial

Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuanman diri anak (makan sendiri, membereskan mainan setelah

bermain), berpisah dengan ibu atau pengasuh, bersosialisasi dan

berinteraksi dengan lingkungan.

4)Pengukuran Perkembangan

Perkembangan merupakan proses untuk anak belajar lebih mengenal,

memakai, dan menguasai sesuatu yang lebih dari sebuah aspek.

Perkembangan Bahasa salah satunya tujuan dari perkembangan satu

Bahasa ialah agar anak mampu berkomunikasi secara verbal dengan

lingkungan Asmadi. (2012). 2 Faktor yang mempengaruhi tumbuh

kembang anak, Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu:

a) Faktor dari dalam ( internal)

Faktor dari dalam dapat dilihat dari factor genetic atau hormone,

factor genetic akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan

kematangan tulang, alat seksual, saraf. Kemudian pengaruh hormonal

dimana sudah terjadi sejak masa prenatal, yaitu saat janin berusia 4

bulan. pada saat itu terjadi pertumbuhan somatropin yang dikeluarkan


15

oleh kelenjar pituitari. Selain itu kelenjar tiroit juga menghasilkan

kelenjar tiroksin yang berguna untuk metabolisme serta maturase

tulang, gigi, dan otak (Asmadi, 2012).

b)Faktor dari luar (ekternal)

Faktor biologis (ras, jenis kelamin, umur, gizi, kepekaan terhadap

penyakit, perawatan kesehatan, penyakit kronis atau hormonal).

c) Faktor lingkungan

Fisik cuaca, musim, sanitasi, dan keadaan rumah

d)Faktor keluarga dan adat istiadat

Pekerjaan, jumlah saudara, stabilitas rumah tangga, adat istiadat.

B. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi Bronkopneumonia

Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang di sebabkan

oleh bacteri, virus dan jamur, ataupun benda asing yang ditandai dengan

gejala panas tinggi, gelisah, dispnea, nafas cepat dan dangkal, muntah, diare,

serta batuk kering dan produktif (Hidayat,2011).

Bronkopneumonia adalah radang paru yang berasal dari cabang –

cabang tenggorokan yang mengalami infeksi dan tersumbat oleh getah

radang, menimbulkan pemadatan – pemadatan bergerombol dalam lubulus

paru yang berdekatan, biasa terjadi akibat batuk rejan, campak, influenza,

tifus dan sebagainya (Andra dan Yessie, 2013).


16

2. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Saluran Pernafasan

b. Fisiologi

1) Saluran pernapasan bagian atas, terdiri dari :

a) Hidung yang menghubungkan lubang-lubang dari sinus

udaraparanalis yang masuk ke dalam rongga-rongga hidung dan

jugalubang-lubang naso lakrimal yang menyalurkan air mata ke

dalambagian bawah rongga nasalis ke dalam hidung.

b) Parink (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari

dasartenggorokan sampai persambungannya dengan esophagus

pada ketinggian tulang rawan maka letaknya dibelakang hidung

(nasofarink), dibelakang mulut (oro larink), dan dibelakang farink

(farink laryngeal).
17

2) Saluran pernapasan bagian bawah terdiri dari :

a) Larink (tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharink

yang memisahkan dari kolumna veterbra, berjalan dari farink-

farink sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke

dalamtrachea di bawahnya.

b) Trachea (batang tenggorokan) yang kurang lebih 9 cm panjangnya

trachea berjalan dari larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra

thorakalis ke lima dan di tempat ini bercabang menjadi dua

bronchus (bronchi).

c) Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian

kira-kira vertebralis torakalis ke lima, mempunyai struktur serupa

dengan trachea yang di lapisi oleh jenis sel yang sama. Cabang

utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kananlebih

pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan trachea dengan sudut

lebih lancip. Keanehan anatomis ini mempunyai makna klinis yang

penting. Tabung endotrachea terletak sedemikian rupa sehingga

terbentuk saluran udara paten yang mudah masuk kedalam cabang

bronchus kanan. Kalau udara setelah jalan, maka tidak dapat

masuk dalam paru-paru kiri sehingga paru-paru akankolaps

(atelektasis). Tetapi arah bronchus kanan yang hampir vertical

maka lebih mudah memasukkan kateter untuk melakukan

penghisapan yang dalam juga benda asing yang terhirup lebih

mudah tersangkut dalam percabangan bronchus kanan karena


18

arahnya vertical. Cabang utama bronchus kanan dan kiri

bercabang-cabang lagi menjadi segmen lobus, kemudian menjadi

segmen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai cabang

terkecil yang di namakan bronchiolus terminalis yang merupakan

cabang saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveolus.

Bronchiolus terminal kurang lebih bergaris tengah 1mm.

Bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, akan tetapi

dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah,

semua saluran udara di bawah bronchiolus terminalis disebut

saluran pengantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai

pengantar udara ketempat pertukaran gas paru-paru. Di luar

bronchiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit

fungsional paru-paru, tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari

dan bronchiolus respiratorius, yang kadang-kadang memiliki

kantung udara kecil atau alvedi yang berasal dinding mereka.

Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus

alveolus terminalis merupakan sifat struktur akhir paru-paru.

d) Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang

terletakdalam rongga torak atau dada. Kedua paru-paru saling

terpisah oleh media sinum central yang mengandung jantung

pembuluh-pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai

apeks dan basis. Alteria pulmonalis dan arteri bronchialis, bronkus,

syaraf dan pembuluh limfe masuk pada setiap paru-paru kiri dan
19

dibagi tiga lopus oleh visula interloris. Paru-paru kiri, terdiri dari

pulmosinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus

terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru

kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus

superior, dan 5 buah segmen pada lobus inferior. Paru-paru kanan

mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2

buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus

inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-

belahan yang bernama lobulus. Di dalam lobulus, bronkhiolus ini

bercabang - cabang banyak sekali, cabang - cabang ini disebut

duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang

diameternya antara 0,2 - 0,3mm. Letak rongga paru-paru dirongga

dada dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.

e) Pleura Visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru-paru

yang langsung membungkus paru-paru

f) Pleura Parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah

luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut

kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum

(hampa udara) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis

danjuga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk

meminyaki permukaannya (pleura).


20

3. Etiologi Bronkopneumonia

Bronkopneurmonia dapat disebabkan oleh bakteri (pneumococus,

Streptococus), virus pneumony hypostatik, syndroma loffller, jamur dan

benda asing. Bronkopneumonia juga dapat berasal dari aspirasi makanan,

cairan muntah, atau inhalasi kimia, merokok dan gas (Alsagaf,2012).

4. Patofisiologi Bronkopneumonia

Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun benda asing (Hidayat, 2011).

Proses terjadinya bronkopneumonia dimulai dari berhasilnya kuman

pathogen masuk ke mukus jalan nafas. Umumnya bakteri penyebab terhisap

melalui udara dan makanan ke jaringan paru- paru melalui saluran pernafasan

atas untuk mencapai bronkiolus dan alveolus sekitarnya. Kuman tersebut

berkembang biak di saluran nafas atau sampai di paru-paru. Bila mekanisme

pertahanan seperti sistem transport mukosilia tidak adekuat maka kuman

berkembang biak secara cepat sehingga terjadi peradangan di saluran nafas

atas. Bronkopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran

pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Kuman masuk ke alveolus

melalui poros kohn sehingga terjadi peradangan pada dinding bronkus atau

bronkiolus dan alveolus (McPhee & Ganong,2012).

Bakteri yang masuk menimbulkan reaksi peradangan hebat dan

menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan

interstitial. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi

eritrosit dan fibrin serta relative sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli
21

menjadi melebar. Apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan

baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka

membran dari alveolus akan mengalami kerusakan. Bagian paru yang terkena

mengalami konsolidasi yaitu terjadi serbukan sel polimorfonuklear, fibrin,

eritrosit, cairan udema dan ditemukannya kuman di alveoli. Selanjutnya

terjadi deposisi fibrin ke permukaan pleura, terdapatnya fibrin dan leukosit

polimorfonuklear di alveoli dan terjadinya proses fagositosis yang cepat.

Akhirnya jumlah sel makrofag di alveoli meningkat, sel akan berdegenerasi

dan fibrin menipis (McPhee & Ganong, 2012).

Toksin dan enxim ini menyebabkan nekrosis, perdarahan dan kavitasi,

koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif

yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin hingga terjadi eksudat

fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi

kuman stafilokokus yang tidak menghasilkan koagulase. Akibat terbentuknya

H2O2 pada metabolismenya maka yang terjadi adalah deskuamasi dan

ulserasi lapisan mukosa, terjadi peningkatan asam laktat sehingga

merangsang nosiseptor untuk mempersepsikan nyeri dan terjadinya pelepasan

mediator nyeri (McPhee & Ganong, 2012).

Efek sistemik akibat infeksi, fagosit melepaskan bahan kimia yang

disebut endogenus pirogen. Bila zat ini terbawa aliran darah hingga sampai

hipotalamus, maka suhu tubuh akan meningkat dan meningkatkan kecepatan

metabolisme. Dari terbentuknya H2O2 pada metabolisme an aerob maka

yang terjadi adalah deskuamasi dan ulserasi lapisan mukosa sehingga


22

merangsang hipotalamus dan menyebabkan terjadinya peningkatan set point

di hipotalamus. Pengaruh dari meningkatnya metabolisme adalah penyebab

takhipnea dan takhikardia, tekanan darah menurun sebagai akibat dari

vasodilatasi perifer dan penurunan sirkulasi volume darah karena dehidrasi,

panas dan takhipnea meningkatkan kehilangan cairan melalui kulit (keringat)

dan saluran pernafasan sehingga menyebabkan dehidrasi yang berakibat pada

suhu tubuh meningkat, demam dan menggingil (McPhee & Ganong, 2012).

Mikrobakterium Pneumonia menimbulkan peradangan dengan

gambaran baragam pada paru yang menyebabkan daya tahan tubuh atau imun

menurun. Respon hormonal juga berperan penting sehingga antigen berikatan

dengan antibodi dalam reaksi peradangan. Bakteri yang masuk menimbulkan

reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein

dalam alveoli dan jaringan interstitial. Kuman pneumokokus dapat meluas

melalui porus khon dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit

mengalami pembesaran dan beberapa leukosit dari kapiler paru- paru. Alveoli

dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin

serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru-

paru menjadi sedikit udara, kenyal dan berwarna merah. Pada tingkat lanjut

aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit

eritrosit. Kuman pneumokokus difagositasi oleh leukosit dan sewaktu

resolusi berlangsung makrofag masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit

bersama kuman penumokokus di dalamnya. Terjadi resolusi sempurna dan


23

paru-paru menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran

gas (McPhee & Ganong, 2012) .

Jaringan paru mengalami konsolidasi atau daerah paru menjadi padat,

maka kapasitas vital dan compliance paru menurun dimana kelainan pada

compliance paru seseorang dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk

mempertahankan pertukaran gas terutama O2 dan CO2, serta aliran darah

yang mengalami konsolidasi menimbulkan pirau atau shunt kanan ke kiri

dengan ventilasi perfusi yang mismatch atau tidak sesuai, sehingga berakibat

pada hipoksia dan kerja jantung meningkat akibat saturasi oksigen yang

menurun dan hiperkapnia. Hiperkapnia adalah berlebihnya karbondioksida

dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia

adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO2 yang diproduksi

atau dengan kata lain timbulnya retensi CO2 didalam jaringan. Selain dapat

berakibat penurunan kemampuan pengambilan oksigen dan berkurangnya

kapasitas paru, penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan tersebut

menggunakan otot bantu pernapasan yang dapat menimbulkan peningkatan

retraksi dada, sesak dan peningkatan pernafasan (McPhee & Ganong, 2012).

Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya

disebabkan oleh virus atau bakteri yang masuk ke saluran pernafasan

sehingga terjadi peradangan bronkus dan alveolus dan jaringan sekitarnya.

Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi

demam, batuk produktif, ronki positif dan mual. Setelah itu mikroorganisme
24

tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat

stadium, yaitu :

a. Stadium I (4-12 jam pertama / kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan

dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.

Degranulasi bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke

dalam ruang intertisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema

antar kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus di tempuh

oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam

darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan

saturasi oksigen hemoglobin.

b. Stadium II / hepatisasi (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai

bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh

karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga

warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
25

stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

c. Stadium III/ hepatisasi kelabu (3-8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan

fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi

fagositosis sisa- sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai

diresorbsi, lobus masih teteap padat karena berisi fibrin dan leukosit,

warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi

mengalami kongesti.

d. Stadium IV/ resolusi (7-11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisi-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsropsi

oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga

terjadi demam, batuk produktif, ronki positif dan mual. Bila

penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang

terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelaktasis.

Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan nafas, sesak

nafas, dan nafas ronki. Fibrosis bisa menyebakan penurunan fungsi

paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas. Emfisema

(tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut

dari frekuensi nafas, hipoksemia, asidosis respiratori, pada klien terjadi

sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya


26

gagal nafas (Wijayaningsih, 2013).

Streptococcus pneumonia atau Mycoplasma pneumonia

menginvasi saluran nafas bawah terutama bronkus dan alveoli

sehingga menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi, akibatnya antibodi

beraktivasi terhadap virus yang masuk sehingga meningkatkan media

inflamasi yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh/ demam.

Reaksi inflamasi ini juga membuat peningkatan eksudat di alveoli

yang mengakibatkan PO2 menurun sehingga terjadi hiperventilasi dan

mengalami masalah gangguan pola nafas. Bronkopneumonia bisa

mengakibatkan perburukan keadaan dimana infeksi tidak hanya di

saluran nafas tapi juga menyebar ke saluran pencernaan yang berakibat

terjadinya inflamasi di saluran cerna yang ditandai peningkatan BAB >

3x/ hari, perburukan keadaan lainnya yaitu terjadinya hipoksi yang

mengakibatkan penurunan kesadaran pada penderita (Kyle & Carman,

2014).
27

5. PATHWAY BRONKOPNEUMONIA

Bakteri Stafilokokus aureus

Bakteri Haemofilus influeza

Saluran Pernafasan Atas

Kuman berlebih di Kuman terbawa di Infeksi Saluran Pernafasan Bawah


bronkus saluran pencernaan

Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi Peningkatan suhu Edema antara


pencernaan pembuluh darah kaplier dan
alveoli
Akumulasi sekret
di bronkus Peningkatan flora Eksudat plasma Septikimia
normal dalam usus masuk alveoli Iritasi PMN
eritrosit pecah

Gangguan difusi Peningkatan


Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan Edema paru
dalam plasma metabolisme
nafas tidak meningkat peristaltik usus
efektif
Gangguan Pengerasan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi pertukaran gas Evaporasi
sedap meningkat dinding paru

Anoreksia Diare Penurunan


compliance paru
Intake kurang
Gangguan Suplai O2 menurun
keseimbangan
cairan dan eletrolit
Nutrisi kurang dari
kebutuhan Hipoksia
Hiperventilasi
Metabolisme
anaeraob meningkat
Dispneu

Akumulasi asam laktat


Retraksi dada / nafas
cuping hidung
Fatigue
Pola nafas tidak
efektif
Intoleransi aktivitas
28

6. Tanda dan Gejala

Menurut Engram, B. (2012) dan Kemenkes 2015 tentang

penatalaksanaan pneumonia serta gejala bronkopneumonia pada anak

bervasiari tergantung pada usia anak. Beberapa gejala dan tanda yang dapat

ditemukan pada anak dengan bronkpneumonia antara lain:

a. Batuk

b. Demam

c. Kesulitan bernapas seperti nafas cepat

d. Adanya tarikan dinding dada bawah ke dalam (retraksi).

e. Adanya napas cuping hidung (terutama pada bayi)

7. Penatalaksanaan

Menurut Kemenkes, (2015) tentang penatalaksaan

bronkopneumonia dapat dilakukan meliputi :

a. Antipiretik, hidrasi yang adekuat, dan observasi yang cermat

untu anak-anak yang sakit yang tidak parah.

b. Antibiotik (oral atau IV) pada bronkopneumonia bakterial.

c. Hospitalisasi jika anak mengalami takipnea, retraksi yang

signifikan, asupan oral yang buruk atau letargi agar suplemen

oksigen atau hidrasi IV dapat diberikan.Penanganan medis

terutama bersifat suportif dan mencakup memperbaiki

oksigenisasi dengan oksigen dan terapi pernafasan. Antibiotik

digunakan untuk mengobati pneumonia bakterial berdasarkan

kultur dan uji sensitivitas. Hospitalisasi bergantung pada


29

keparahan penyakit, usia anak, perlunya suplemen oksigen,

organisme yang dicurigai dan keadekuatan lingkungan rumah.

Jika terjadi efusi pleura, mungkin diperlukan torasentesis atau

drainase slang toraks.

8. Komplikasi Bronkopneumonia

Komplikasi yang timbul dari bronkopneumonia menurut Ngastiyah, 2012 :

a. Atelectasis, adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau

kolaps paru akibat kurangnya mobilisasi refleks batuk hilang apabila

penumpukan sekret akibat berkurangnya daya kembang paru secara

terus menerus terjadi dan penumpukan sekret menyebabkan obstruksi

bronkus instrinsik.

b. Episema, adalah keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga

pleura terdapat di suatu tempat atau seluruh rongga pleura

c. Abses paru, adalah penumpukan pus atau nanah dalam paru dan

meradang

d. Infeksi sitemik

e. Endokarditis, adalah peradangan pada katup endocardial

f. Meningitis, adalah infeksi yang menyerang pada selaput otak.


30

9. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) untuk dapat menegakkan

diagnosa keperawatan dapat digunakan cara :

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan darah

Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis

(meningkatnya jumlah neutrofil)

2) Pemeriksaan sputum

Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan

dan dalam digunakan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk

mendeteksi agen infeksius.

1) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status

asam basa.

2) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia.

3) Sampel darah, sputum dan urine untuk tes imunologi untuk

mendeteksi antigen mikroba

b. Pemeriksaan radiologi

1) Ronthenogram thoraks

Menunujukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada

infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali

dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus

2) Laringoskopi / Bronskopi

Untuk menentukan apakah jalan nafas tesumbat oleh benda padat


31

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah pertama dalam mengambil data mengenai

pasien. Pengkajian dilakukan dengan pengumpulan data dasar dan semua

informasi yang diperlukan untuk mengevaluasi pasien. Pengkajian anak

dengan bronkopneumonia, antara lain sebagai berikut :

a. Identitas Data

Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar

anak yang dimaksud, dan tidak keliru dengan anak yang lain (Nursalam,

2013). Identitas tersebut meliputi: Nama anak, umur, jenis kelamin,

pendidikan, alamat, no RM, dll.

b. Identitas Orang Tua

Identitas orang tua meliputi: Nama orang tua, umur, pekerjaan,

pendidikan, alamat, dll.

c. Identitas Saudara Kandung

Identitas saudara kandung meliputi: Nama saudara kandung, anak

keberapa, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, dll.

2. Keluhan Utama

Keluhan utama adalah keluhan atau gejala utama yang menyebabkan

pasien dibawa berobat, dan pada kasus febris keluhan utama yang

dirasakan anak adalah panas dan rewel.


32

3. Riwayat kesehatan

Menurut Nursalam (2013), riwayat kesehatan adalah untuk mengetahui

alasan pasien datang dan riwayat kesehatannya dahulu sekarang, serta

riwayat kesehatan keluarga untuk menemukan masalah kesehatan yang

sedang dialami pasien dan untuk menentukan diagnosa keperawatan serta

tindakan yang akan diberikan pada pasien.

a. Riwayat kesehatan kelahiran (Khusus untuk anak usia 0-5 tahun)

1)Prenatal care

a) Pemeriksaan kehamilan seperti yang dialamai saat hamil biasanya

pemeriksaan kehamilan normal tiap bulan selama kehamilan

b) Keluhan selama hamil seperti Pendarahan, infeksi, muntah-muntah,

ngidam, dan perawatan selama kehamilan

c) Riawayat terkena sinar atau mendapatkan terapi obat

d) Kenaikan BB selama hamil

e) Imunisasi TT saat kehamilan

f) Golongan darah ibu atau ayah

2)Natal

a) Tempat melahirkan di rumah sakit atau di klinik

b) Lama dan jenis persalinan seperti spontan, forceps, operasi, dan lain

lain

c) Petolongan persalinan dengan dokter, bidan atau dengan dukun

d) Cara untuk memudahkan persalinan seperti pemberian obat drips

dan obat perangsang.


33

e) Komplikasi waktu lahir seperti robek perineum dan infeksi nifas.

3)Post Natal

a) Kondisi bayi baru lahir dengan berat badan dan tinggi badan.

b) Apakah anak mengalami penyakit kuning , kebiruan, kemerahan,

problem menyusui , berat badan tidak stabil, dan infeksi tali pusat.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Kaji penyakit-penyakit andemik dilingkungan tempat tinggal pasien kaji

berapa hal khusus perlu diperhatikan pada anak penah mengalami nafas

sesak.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga adalah untuk melihat apakah keluarga pernah

menderita gejala dan sakit yang sama, apakah keluarga memiliki penyakit

yang menurun dan menular

d. Riwayat imunisasi

Riwayat imunisasi dikaji untuk menentukan tingkat kepedulian keluarga

terhadap kesehatan anaknya .

No Jenis Imunisasi Waktu pemberian Reaksi setelah pemberian


1. BCG
2. DPT (I, II, III)
3. Polio (I, II, III)
4. Campak
5. Hepatitis
34

e. Riwayat Tumbuh Kembang

1)Pertumbuhan Fisik

Kaji berat badan anak, tinggi badan anak, dan waktu tumbuh gigi.

2)Perkembangan tiap tahap

1. Berguling :
2. Duduk :

3. Merangkak :

4. Berdiri :

5. Berjalan :

6. Senyum kepada orag lain pertama kali :

7. Pertama kali :

8. Berpakaian tanpa bantuan :

f. Riwayat nutrisi

1) Pemberian asi

a) Pertama kali di susui :

b) Cara pemberian :

c) Lama pemberian :

2) Pemberian susu formula

a) Alasan pemberian :

b)Jumlah pemberian :

c) Cara pemberian :
35

3) Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini

Usia Jenis nutrisi Lama pemberian

0 - 4 bulan

4 - 12 bulan

Saat ini

g. Riwayat Psikososial

Kaji dimana anak tinggal, lingkungan berada dimana dekat dengan apa, hal

hal yang membahayakan, hubungan antar keluarga, dan pengasuh anak.

h. Reaksi Hospitalisasi

1)Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap

a) Mengapa ibu membawa ke rumah sakit

b) Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak

c) Bagaimana perasaan orang tua saat ini

d) Apakah orang tua akan selalu berkunjung

e) Siapa yang kan tinggal dengan anak

2)Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap

a) Mengapa keluarga atau orang tua membawa kamu ke rumah sakit

b) Menurutmu apa penyebab kamu sakit

c) Apakah dokter menceritkan keadaaan mu

d) Bagaimana rasanya di rawat di rumah sakit


36

i. Aktivitas Sehari-hari

a) Nutrisi

Kaji nutrisi anak sebelum sakit ataupun saat sakit

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

1) Selera makan

2) Menu makan

3) Frekuensi makan

4) Makan pantangan

5) Pembatasan pola makanan

6) Cara makan

7) Ritual saat makan

b)Cairan

Kaji nutrisi anak sebelum sakit ataupun saat sakit

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

1)Jenis minuman

2)Frekuensi minuman

3)Kebutuhan cairan

4)Cara pemenuhan

c) Eliminasi

Kaji nutrisi anak sebelum sakit ataupun saat sakit. Biasanya tidak ada

masalah pada anak dengan sesak nafas kecuali sudah terjadi komplikasi

lain.
37

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

BAB (buang air besar)

1)Tempat pembuangan

2)Frekuesni (waktu)

3)Kesulitan

4)Obat pencahar

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

BAK (buang air kecil)

1)Tempat pembuangan

2)Frekuesni (waktu)

3)Warna dan bau

4)Volume

5)kesulitan

d)Istirahat dan tidur

Kaji nutrisi anak sebelum sakit ataupun saat sakit, biasanya anak dengan

febris pada saat sebelum sakit istirahat dan tidur anak cukup tidak ada

hambatan, tetapi pada saat sakit akan sulit untuk tidur karena merasa tidak

nyaman dengan tubuhnya

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

BAK (buang air kecil)

1)Jam tidur

2)Tidur siang
38

3)Tidur malam

4)Pola tidur

5)Kebiasaan sebelum tidur

6)Kesulitan

e) Olahraga

Kaji nutrisi anak sebelum sakit ataupun saat sakit, biasanya anak dengan

sesak nafas sebelum sakit akan aktif dan banyak beraktivitas sedangkan

pada saat sakit anak akan cendrung murung dan malas untuk berolahraga.

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

1) Program olahraga

2) Jenis dan frekuensi

3) Kondisi setelah olahraga

f) Personal Hygiene

Biasanya anak sebelum sakit akan melakukan kebersihan dirinya sendiri

pada saat sakit anak akan merasa lemas dan dibantu oleh orang tua untuk

melakukan kebersihan anak.

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

1) Mandi

2) Cuci rambut

3) Gunting kuku

4) Gosok gigi
39

g)Aktivitas/Mobilitas Fisik

Biasanya anak sebelum sakit akan banyak beraktivitas saat sakit anak lebih

malas beraktivitas dan merasa lemas.

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

1) Kegiatan sehari-hari

2) Pengaturan jadwal harian

3) Pengunaan alat bantu aktifitas

4) Kesulitan pengerakan tubuh

h)Rekreasi

Biasnaya anak sebelum sakit akan senang untuk pergi bereaksi saat sakit

anak akan merasa malas dan lemas dan keluarga juga tidak mau membawa

anaknya untuk bekreasi.

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

1) Perasaan saat sekolah

2) Waktu luang

3) Perasaan setelah rekreasi

4) Waktu sengang keluarga

5) Kegiatan hari libur


40

II. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan Umum dan tanda - tanda vital

a) Tekanan darah :

b) Frekuensi nadi :

c) Frekuensi pernafasan :

d) Suhu :

e) Saturasi oksigen :

2) Kulit

a) Warna kulit : Pink Pucat kuning

b)Sianosis : Ya Tidak

c) Kemerahan : Ya

d)Tanda lahir : Ya Tidak

e) Turgor kulit : Elastis Tidak elastis

f) Edema : Ya Tidak

g)Luka : Ya Tidak

3) Kepala

Bentuk kepala : Normal Microcephal

Fontanel anterior : Datar Cekung Cembung

Bentuk wajah : Normal Down sindrom Moon face


41

4) Mata
Bentuk : Simetris Asimetris

Konjungtiva : Tidak anemis Anemis

Sklera : Tidak ikterik Ikterik

5) Telinga

Bentuk : Simetris Tidak simetris

6) Hidung

Mukus : Ya Tidak

Nafas cuping hidung : Ya Tidak

7) Leher

Pembesaran kelejar tyroid : Ya Tidak

Pembesaran kelenjar limfe : Ya Tidak

Kaku kuduk : Ya Tidak

8) Mulut

Mukosa bibir : Merah muda Sianosis

Pelatum : Tidak ada celah Ada celah

Lidah : Normal Abnormal

Kelainan : Labioskiziz Palatoskiziz


42

9) Paru

a) Inspeksi : biasanya terlihat ekspansi dada asimetris, tampak

sesak nafas, tampak penggunaan otot bantu nafas,

pergerakan dada saat bernafas cepat, dan

ketidakseimbangan antara inspirasi dan ekspirasi.

b) Palpasi : biasanya antara fremitus kiri dan kanan menurun,

tidak sama dan biasanya ekspansi paru meningkat

c) Perkusi : bunyi pekak diatas area yang terisi cairan

(hematorak)

d) Aulkultasi : biasanya terdapatnya suara nafas tambahan

berupa wheezing atau rhonki

10) Jantung

a) Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak terlihat

b)Palpasi : Biasanya ictus cordis teraba di ruang inter costal

2 linea deksta sinistra

c) Perkusi : Biasanya ada nyeri

d)Aulkultasi : Biasanya menentukan suara jantung I dan II

tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III

yang merupakan gejala jantung


43

11) Perut / Abdomen

a) Inspeksi : Biasanya terjadi distensi abdomen, tidak ada

asites

b)Palpasi : Biasanya tidak ada nyeri tekan pada bagian

pinggang, dan tidak adanya pembesaran hepar

dan lien

c) Perkusi : Biasanya tidak ada nyeri tekan pada bagian

pinggang, dan tidak adanya pembesaran hepar

dan lien

d)Aulkultasi : Biasanya terdengar thympani

12) Genetalia

Biasanya dilihat dari jenis kelamin seorang anak laki-laki atau

perempuan

13) Anus

Anus : Ada Tidak ada

14) Muskuloskeletal

Tonus otot : Cukup Kurang Tidak ada

Kelaianan tulang : Tidak ada Ada

Gerakan : Bebas Terbatas

Kekuatan otot :
44

15) Nyeri plain

Melihat sakla nyeri pada seorang anak dan lokasi nyeri yang dialami oleh

anak

Karakterisatik nyeri :

Penyebab :

Kualitas : Tumpul Tajam Panas

Skala : Jarang Hilang timbul

Durasi : Sering Kadang - kadang

16) Eliminasi

Melihat eliminasi anak seperti:

a) BAK : Warna buang air kecil

b) BAB : Biasanya dilihat warna BAB, konstipasinya

17) Istirahat tidur

Masalah tidur saat sakit dibandingkan pada saat sehat

18) Penatalaksanaan terapi medis

a) Pemberian terapi oksigen 1-5 L/menit

b) Pemberian terapi cairan infus 500 ml/24 jam. Jumlah cairan

disesuaikan dengan berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi

c) Pemberian ventolin yaitu bronkodilator untuk melebarkan bronkus

d) Pemberian antibiotik untuk mengurang komplikasi

e) Pemberian antipiretik untuk mengatasi demam


45

19) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada Bronkopneumonia adalah sebagai berikut

menurut Padila, (2013):

1) Foto thoraks, pada foto thorax bronkopneumonia terdapat bercak –

bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus

2) Laboratorium, biasanya leukosit dapat mencapai 15.000-40.000

mm3 dengan pergeseran kekiri

3) GDA, tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru

yang terlibat dan penyakit paru yang ada

4) Analisa gas darah arteri, bisa menunjukkan asidosis metabolik

dengan atau tanpa retensi CO2

5) LED meningkat

6) Elektrolit natrium dan klorida dapat rendah

III. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

1. Usia 0 - 6 tahun

Dengan menggunakan DDST

a. Motorik kasar

b. Motorik halus

c. Bahasa

d. Personal social
46

2. Usia 6 tahun keatas

Dengan menggunakan DDST

a. Perkembangan kognitif

b. Perkembangan psikoseksual

c. Perkembangan psikososial

IV. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan napas, hipersekresi jalan

napas, disfungsi neuromuskular, benda asing dalam jalan napas, adanya

jalan nafas buatan, sekresi yang tertahan, hiperplasia dinding jalan napas,

proses infeksi, respon alergi, efek agenfarmakologis.

2. Pola nafas tidak efektif b.d depresi pusat pernafasan, hambatan upaya napas,

deformitas dinding dada, deformitas tulang, gangguan neuromuskular,

gangguan neurologis, imaturitas neurologis, penurunan energi, obesitas,

posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru, Sindrom hipoventilasi,

kerusakan inervasi diafragma, cedera pada medula spinalis, efek agen

farmakologis, kecemasan

3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi – perfusi,

perubahan membran alveolus - kapiler

4. Hipertermi b.d Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses penyakit,

ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan, Peningkatan laju

metabolisme, respon trauma, aktivitas berlebihan, penggunaan inkubator

5. Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit b.d Dehidrasi, tdan diare


47

6. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan

mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien, peningkatan

kebutuhan metabolisme, faktor ekonomi, faktor psikologi

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen

a. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1

SDKI SLKI SIKI

Bersihan jalan nafas Setelah di lakukan Manajemen jalan nafas

tidak efektif intervensi keperawatan Observasi

berhubungan 1x4 jam, di harapkan - Monitor pola napas

dengan proses jalan nafas membaik (frekuensi, kedalaman ,

infeksi dengan kriteria hasil : usaha napas)

- Batuk efektif - Monitor bunyi nafas

meningkat tambahan

- Produksi sputum - Monitor sputum

menurun

- Mengi menurun Teraupetik

- Meconium ( pada - Pertahankan kepatenan

neonates ) menurun jalan nafas dengan head

- Dyspnea menurun tiit dan chin lift

- Ortopnea menurun - Posisikan semi


48

- Sulit bicara menurun fowler/fowler

- Sianosis menurun - Berikan minum hangat

- Gelisah menurun - Lakukan fisioterapi dada

- Frekuensi nafas jika perlu

membaik - Lakukan penghisapan

- Pola nafas membaik lender kurang dari 15

detik

- Lakukan hiperoksigenasi

sebelum penghisapan

endotrakeal

- Keluarkan sumbatan

benda padat dengan

forsep McGiil

- Berikan oksigen jika

perlu

Edukasi

- Anjurkan asupan cairan

2000 ml/hari, jika tidak

kontraindikasi

- Ajarkan teknik batuk

efektif
49

Kalaborasi

- Kolaborasi pemberian

bronkodilator,

ekspektoran, mukolitik,

jika perlu

Setelah di lakukan Pemantauan respirasi


Pola nafas tidak
intervensi keperawatan Observasi
efektif
1x4 jam, di harapkan - Monitor frekuennsi,
berhubungan
pola nafas membaik irama, kedalaman dan
dengan deformitas
dengan kriteria hasil : upaya nafas
dinding dada
- Ventilasi meningkat - Monitor pola napas

- Kapasitas vital - Monitor kemampuan

meningkat batuk efektif

- Diameter thorak- - Monitor adanya

anterior-posteilor produksi sputum

meningkat - Monitor adanya

- Tekanan ekspirasi sumbatan jalan nafas

meningkat - Palpasi kesimetrisan

- Tekanan inspirasi ekspansi paru

meningkat - Auskultasi bunyi nafas

- Dyspnea mmenurun - Monitor saturasi oksigen

- Penggunaan otot - Monitor nilai AGD

bantu nafas menurun - Monitor hasil x-ray


50

- Pemanjangan fase thorak

ekspirasi menurun Terapeutik

- Ortopnea menurun - Atur interval

- Pernapasan pursed- pemamtauan respirasi

tip menurun sesuai kondisi pasien

- Pernapasan cuping - Dokumentasikan hasil

hidung menurun pemantauan

- Frekuensi nafas Edukasi

membaik - Jelaskan tujuan dan

- Kedalaman nafas prosedur pemantauan

membaik - Informasikan hasil

- Ekskursi dada pemantauan jika perlu

membaik

Gangguan Pertukaran gas Pemantauan Respirasi

pertukaran gas
Setelah di lakukan Observasi
berhubungan
intervensi keperawatan
1. Monitor frekuensi,
ketidakseimbangan
1x4 jam, di harapkan
irama, kedalaman, dan
ventilasi – perfusi,
pola nafas membaik
upaya napas
perubahan membran
dengan kriteria hasil
2. Monitor pola napas
alveolus - kapiler
1. Keseimbangan asam 3. Monitor adanya

basa produksi sputum

2. Respon ventilasi 4. Auskultasi bunyi napas

mekanik
51

3. Tingkat delirium 5. Monitor saturasi oksigen

4. Konservasi energi 6. Monitor nilai AGD

5. Perfusi paru 7. Monitor adanya

sumbatan jalan napas

Teraupetik

1. Atur interval

pemantauan respiratorik

sesuai kondisi pasien

Edukasi

1. Jelaskan kepada klien dan

keluarga tujuan

pemantauan

Hipertermi Setelah di lakukan Manajemen hipertermi

berhubungan intervensi keperawatan


Tindakan Observasi
dengan proses 1x4 jam, di harapkan
- Identifikasi penyebab
penyakit termoregulasi membaik
hipertermi
dengan kriteria hasil :
- Monitor suhu
- Menggigil menurun
tubuh
- Kulit merah menurun
- Monitor kadar eletrolit
- Kejang menurun
- Monitor haluaran urin
- Akrosianosis menurun
- Monitor komplikasi
- Komsumsi oksigen
hipertermi
menurun
52

- Piloereksi menurun

- Vasokontriksi perifer
Terapeutik
menurun
- Sediakan lingkungan
- Kulit memorata
yang dingin
menurun
- Longgarkan atau
- Pucat menurun
lepaskan pakaian
- Takikardi menurun

- Takipnea menurun - Basahi dan kipasi

- Bradikardi menurun permukaan tubuh

- Dasar kuku sianosis - Berikan cairan

menurun oral

- Hipoksia menurun - Ganti linen setiap hari

- Suhu tubuh - Hindari pemberian

Membaik antiperetik atau aspirin

- Suhu kulit - Berikan oksigen , jika

membaik perlu

- Kadar gula darah Edukasi

membaik - Anjurkan tirah

- Pengisian kapiler baring

membaik Kolaborasi

- Ventilasi membaik - Pemberian cairan dan

- Tekanan darah elektrolit intravena

membaik
53

Gangguan Setelah dilakukan Manajemem Cairan

keseimbangan 1. Identifikasi kemungkinan


intervensi keperawatan
cairan dan eletrolit 2. Penyebab
selama 1x24 jam
ketidakseimbangan

Diharapkan: elektrolit

3. Monitor kadar elektrolit


1.Keseimbangan
serum
elektrolit meningkat,
4. Monitor mual, muntah, dan
dengan kriteria hasil:
diare
a. Serum natrium 5. Monitor kehilangan cairan,

membaik jika perlu e. Atur interval

b. Serum kalium waktu pemantauan sesuai

membaik dengan kondisi pasien

6. Dokumentasikan hasil
c. Serum klorida
pemantauan
membaik
7. Jelaskan tujuan dan

d. Serum kalsium prosedur pemantauan

membaik 8. Informasikan hasil

pemantauan
e. Serum magnesium

Membaik
Terapeutik

f. Serum fosfor membaik 1. Lakukan pemantauan

tanda kekurangan cairan


g. Asupan cairan
54

meningkat 2. Pantau tanda dehidrasi

Edukasi
h. Kelembaban membran
1. Anjurkan banyak minum
i. mukosa
Kolaborasi
meningkatDehidrasi
1. Kolaborasi pemberian
menurun
medikasi sebelum makan

j. Tekanan darah 2. Kolaborasi dengan

pemberian terapi cairan


membaik

k. Denyut nadi membaik

l. Turgor kulit memb

Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi

berhubungan intervensi keperawatan Tindakan Observasi

dengan selama 1x24 jam, - Identifikasi status nutrisi

ketidakmampuan diharapkan status nutisi - Identifikasi alergi dan

menelan makanan membaik dengan intoleransi makanan

kriteria hasil : - Identifikasi makanan yang

- Porsi makanan yang disukai

dihabiskan meningkat - Identifikasi kebutuhan

- Kekuatan otot kalori dan jenis nutrisi

pengunyah meningkat - Identifikasi perlunya

- Kekuatan otot menelan penggunaan selang

meningkat
55

- Serum albumin nasogastrik

meningkat - Monitor berat

- Verbalisasi keinginan badan

untuk meningkatan - Monitor asupan

nutrisi meningkat makanan

- Pengetahuan tentang - Monitor hasil pemeriksaan

pilihan makanan yang laboratorium

sehat meningkat Terapeutik

- Pengetahuan tentang - Lakukan oral

pilihan minuman yang hygiene sebelum makan

sehat meningkat - Fasilitasi menetukan

- Perasaan cepat pedoman diet

kenyang menurun - Sajikan makanan secara

- Nyeri abdomen menarik dan suhu yang

menurun sesuai

- Sariawan menurun - Berikan makanan tinggi

- Rambut rontok kalori dan tinggi protein

menurun - Berikan makanan tinggi

- Diare membaik serat

- Berat badan membaik - Berikan suplemen makan,

- Frekuensi makan jika perlu

membaik - Hentikan pemberan

- Nafsu makan membaik makanan lewat NGT jka


56

- Bising usus membaik asupan oral sudah dapat

ditoleransi

Edukasi

- anjurkan makan dengan

posisi duduk

- ajarkan diet yang

diprogramkan

kolaborasi

- pemberian medikasi sebelu

makan dan jenis nutrisi

yang dibutuhkan

- kalaborasi dengan ahli gizi

untuk menentukan jumlah

kalori dan jenis nutrisi

yang dibutuhkan , jika

perlu

Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energy

aktivitas tindakan keperawatan


Observasi
berhubungan selama 1x24 jam respon
- Identifikasi gangguan
dengan fisiologi terhadap
fungsi tubuh yang
57

ketidakseimbangan aktiftas meningkat


mengakibatkan
antara suplai dan dengan kiteria hasil :
kelelahan
kebutuhan oksigen - frekuensi nadi
- Monitor kelelahan
meningkat
fisik dan emosional
- saturasi oksigen
- Monitor pola
meningkat
jam tidur
- kemudahan dalam
- Monitor lokasi
aktifitas sehrai-hari
dan ketidaknyamana
Meningkat
Terapeutik :
- kecepatan berjalan
- Sediakan lingkungan
meningkat
yang nyaman dan
- jarak berjalan
rendah stimulus
meningkat

- keluhan lelah - Lakukan rentang gerak

menurun pasif dan aktif

- dyspnea saat
- Berikan aktifitas
beraktivitas menurun
distraksi yang
- dyspnea setelah
menenangkan
aktivitas menurun
- Fasilitasi duduk disisi
- perasaan lelah
tempat tidur
menurun
Edukasi
- aritmia saat aktivitas
- Anjurkan tirah
menurun
58

- aritmia setelah
baring
aktivitas menurun
- Anjurkan melakukan
- sianosis menurun
aktifitas secara bertahap
- warna kulit membaik
- Anjurkan menghubungi
- tekanan darah
perawat jika ditemukan
membaik
tanda tanda kelelahan
- frekuensi napas

membaik - Ajarkan strategi koping

untuk mengurangi

kelelahan

Kolaborasi

- Kolaborasi gizi tentang

cara meningkatkan

asupan makanan

b. Implementasi

Setelah rencana tindakan keperawatan di susun maka untuk selanjutnya

adalah pengolahan data dan kemudian pelaksanaan asuhan keperawatan

sesuai dengan rencana yang telah di susun tersebut. Dalam pelakasaan


59

implementasi maka perawat dapat melakukan observasi atau dapat

mendiskusikan dengan klien atau keluarga tentang tindakan yang akan di

lakukan.

c. Evaluasi

Evaluasi adalah langkah terakir dalam asuhan keperawatan, evaluasi

dilakuakan dengan pendekatan SOAP (data subjektif, data objektif, analisa,

planning). Dalam evaluasi ini dapat ditentukan sejauh mana keberhasilan

rencana tindakan keperawatan yang harus dimodifikasi

Anda mungkin juga menyukai