LATAR BELAKANG
A. PENDAHULUAN
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di Negara
maju dan berkembang. Hal ini karena tingginya angka kesakitan dan kematian akibat ISPA pada
anak balita. Menurut laporan WHO, angka kesakitan akibat infeksi saluran pernapasan akut
mencapai 8,2% kunjungan kesehatan akibat infeksi saluran pernapasan akut dilaporkan sebanyak
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh virus dan bakteri. Komplikasi ISPA yang berat mengenai jaringan paru dapat
kesehatan masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam
lingkungan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi
Untuk dapat mewujudkan hal tersebut diatas telah disusun pokok-pokok Program
pembangunan Kesehatan yang salah satunya adalah program penyakit menular, dan imunisasi
pelaksanaan program pemberantasan penyakit infeksi saluran pernapasan akut adalah bagian dari
pembangunan kesehatan dan merupakan upaya yang mendukung peningkatan kualitas sumber
daya manusia serta merupakan bagian dari upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular.
Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu gizi yang kurang, status imunisasi yang kurang lengkap, tidak
mendapatkan ASI yang memadai, defisiensi vitamin A, kepadatan tempat tinggal, polusi akibat
asap dapur dan orang tua perokok didalam rumah (DepKes, 2013).
Menurut DepKes RI (1993) anggota keluarga sangat penting mengetahui, dan harus
terampil menangani anak dengan ISPA termasuk perawatan di rumah berupa pemberian makan,
cairan, pemberian obat pelega dan pereda batuk, melanjutkan pemberian ASI, membersihkan
hidung dari ingus, dan mengobati demam. Penanganan ISPA tingkat keluarga atau rumah tangga
secara keseluruhannya dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu perawatan penunjang oleh
ibu balita, tindakan segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita, dan pencarian
pertolongan (care seeking) pada pelayanan kesehatan. Dengan pengetahuan yang dimiliki
keluarga, diharapkan dapat membantu menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta
dampak pneumonia pada anak balita. Karena dari hasil penelitian yang dilakukan Joheston dkk
di Inggris ditemukan adanya korelasi antara penurunan paru dan produktivitas pada masa dewasa
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016, pneumonia merupakan penyebab
kematian pada bayi mencapai 16%. Kategori populasi yang rentan terserang pneumonia yaitu
anak usia kurang dari 2 tahun, usia lebih dari 65 tahun, serta seseorang yang memiliki masalah
kesehatan (malnutrisi dan gangguan imunologi). Angka kematian akibat pneumonia lebih tinggi
pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 0,13% dibandingkan pada kelompok bayi yakni sebesar
0,06%. Salah satu provinsi yang memiliki kejadian kasus ISPA yang cukup tinggi terdapat di
Provinsi Jawa Tengah sebesar 3,61%. Angka kejadian ini lebih tinggi dibandingkan dengan
kejadian di provinsi lain seperti Bali sebesar 2,05%,Lampung sebesar 2,23 dan Riau sebesar
Dan berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tengah tahun 2016 pada
Puskesmas Masohi untuk kasus penyakit ISPA pada balita berjumlah 292 kasus, pada tahun
2017 berjumlah 296, dan pada tahun 2018 berjumlah 271. Berdasarakan data Dinas Kabupaten
Maluku Tengah.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalisis pengetahuan ibu, sikap dan paparan merokok terhadap kejadian ISPA
2. Tujuan Khusus
Puskesmas Masohi.
c. Menganalisis Sikap Ibu tentang penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Masohi.
d. Menganalisis faktor paparan merokok dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
pembaca.
2. Manfaat Institusi
Sebagai bahan informasi dan referensi serta acuan untuk pengembangan progam
3. Manfaat Praktis
media pengembangan kompetensi diri sesuai dengan ilmu yang dipeoleh selama
kesadaran terhadap penyakit ISPA pada balita sehingga dapat melakukan pencegahan
dini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dibedakan menjadi dua, ISPA atas dan bawah
menurut Nelson (2002: 1456-1483), Infeksi saluran pernapasan atas adalah infeksi yang
disebabkan oleh virus dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut,
uvulitis akut, rhinitis, nasofaringitis kronis, sinusitis. Sedangkan, infeksi saluran pernapasan akut
bawah merupakan infeksi yang telah didahului oleh infeksi saluran atas yang disebabkan oleh
infeksi bakteri sekunder, yang termasuk dalam penggolongan ini adalah bronkhitis akut,
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang
salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya
2. Etiologi ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan
heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis
virus, bakteri, riketsia dan jamur. Virus penyebab ISPA antara lain golongan mikrovirus
(termasuk di dalamnya virus influenza, virus pra-influensa dan virus campak), dan adenovirus.
hemofils influenza, bordetella pertusis dan karinebakterium diffteria. Bakteri tersebut di udara
bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan
hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah.
Golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk di dalamnya
virus para-influenza, virus influenza, dan virus campak) dan adenovirus. Virus para-influenza
merupakan penyebab terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam
saluran nafas bagian atas. Untuk virus influenza bukan penyebab terbesar terjadinya sidroma
saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada bayi dan anak-anak, virus
influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas bagian atas dari
Jumlah penderita infeksi pernapasan akut sebagian besar terjadi pada anak. Infeksi
pernapasan akut mempengaruhi umur anak, musim, kondisi tempat tinggal, dan masalah
Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernafasan dapat berupa batuk, kesulitan
bernafas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala. Sebagian besar dari gejala saluran
pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek,
demam dan sakit kepala tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun sebagian anak
yang menderita radang paru (pneumonia), bila infeksi paru ini tidak diobati dengan anti biotik
4. Patofisologi ISPA
Mengklasifikasikan penyakit Infeksi saluran Pernapasan Akut (ISPA) atas infeksi saluran
pernapasan akut bagian atas dan infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah, yaitu :
sebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran nafas mengenai bagian atas dan bawah secara
bersama-sama atau berurutan, tetapi beberapa di antaranya adalah Nasofaringitis akut (salesma),
Faringitis akut (termasuk Tonsilitis dan Faringotositilitis) dan rhinitis (Fuad, 2008).
bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli. Penyakit-penyakit yang tergolong Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) bagian bawah : Laringitis, Asma Bronchial, Bronchitis akut
maupun kronis, Broncho Pneumonia atau Pneumonia (Suatu peradangan tidak saja pada jaringan
a. Pneumonia berat
Pada kelompok umur ini gambaran klinis pneumonia, sepsis dan meningitis dapat disertai
gejala klinis pernapasan yang tidak spesifik untuk masing-masing infeksi, maka gejala klinis
yang tampak dapat saja diduga salah satu dari tiga infeksi serius tersebut, yaitu berhenti
menyusu, kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau rasa sulit bangun, stidor pada anak yang
tenang, mengi (wheezing), demam (38°C), atau suhu tubuh yang rendah (dibawah 35,5 °C),
pernapasan cepat, penarikan dinding dada, sianosis sentral, serangan apnea, distensi abdomen
b. Bukan penomunia
jika bernafas dengan frekuensi kurang dari 60 kali permenit dan tidak terdapat tanda
pneumonia.
A. Kelompok pada anak 2 bulan hingga 5 tahun bagi atas :
a. Penumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas, tarik dinding dada, tanpa disertai sianosis dan tidak
dapat diminum.
b. Penumonia
Batuk atau kesulitan bernafas tanpa pernapasan cepat tanpa disertai penarikan dinding
dada.
c. Bukan pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada
(WHO, 2002).
6. Pencegahan ISPA
1. Berhati-hati dalam mencuci tangan dengan melakukannya ketika merawat anak yang
terinfeksi pernapasan.
2. Anak dan keluarga diajarkan untuk menggunakan tisu atau tangannya untuk menutup
3. Anak yang sudah terinfeksi pernafasan sebaiknya tidak berbagi cangkir minuman, baju
4. Peringatan perawat : untuk mencegah kontaminasi oleh virus pernapasan, mencuci tangan
5. Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan saudaranya atau anggota keluarga
lainnya yang sedang sakit ISPA. Tindakan semi isolasi mungkin dapat dilakukan seperti
anak yang sehat tidur terpisah dengan dengan anggota keluarga lainyang sedang sakit
ISPA.
6. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan / rumah.
6.Penatalaksanaan ISPA
Kriteria yang digunakan untuk pola tatalaksana panderita ISPA pada anak adalah anak
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendifikasi gejala yang ada pada penderita.
Tanda bahaya, pada bayi umur kurang dari 2 bulan adalah tidak bias minum, kejang,
kesadaran menurun, stidor, wheezing, demam atau dingin. Tanda bahaya pada umur 2
bulan sampai < 5 tahun adalah tidak bias minum, kejang, keasadaran menurun, stidor dan
gizi buruk.
Pada umur penderita < 2 bulan yang terdiagnosa pneumonia berat, harus segera
Pada umur penderita 2 bulan sampai < 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia dapat
hari atau lebih cepat bila penderita memburuk, serta pengobatan demam yang dan ada.
Penderita di rumah untuk penderita pneumonia umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun
meluputi :
1. Pemberian makanan yang cukup selama sakit dan menambah jumlahnya setelah
sembuh.
2. Pemberian cairan dengan minum lebih banyak dan meningkatkan pemberian asi
3. Pemberian obat pereda batuk dengan ramuan, yang aman dan sederhana penderita
umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang telah terdiagnosa pneumonia berat
segera dikirim ke rujukan diberi antibiotic 1dosis serta analgentik sebagai penurun
Penderita yang di beri antibiotic, pemeriksaan harus kembali dilakukan 2 hari jika keadaan
penderita membaik, pemberian antibiotic dapat diteruskan jika keadaan penderita tidak berubah,
Obat yang digunakan untuk penderita pneumonia adalah tablet kotrimakasol 480 mg,
kotrimakasol 120 mg, tablet parasetamol 500 mg dan tablet parasetamol 100 mg (R.Hartono-Dwi
Rahmawati H,2002).
Balita yaitu anak yang berusia di bawah 5 tahun merupakan generasi yang perlu mendapat
perhatian, karena balita merupakan generasi penerus dan modal dasar untuk kelangsungan hidup
bangsa, balita amat peka terhadap penyakit, tingkat kematian balita masih tinggi. Balita
diharapkan tumbuh dan berkembang dalam keadaan sehat jasmani, sosial dan bukan hanya bebas
dari penyakit dan kelemahan. Masalah kesehatan balita merupakan masalah nasional, mengingat
angka kesakitan dan angka kematian pada balita masih cukup tinggi.Salah satu faktor penyebab
kematian maupun yang berperan dalam proses tumbuh kembang balita yaitu ISPA, penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi. Untuk itu kegiatan yang dilakukan terhadap balita antara
tua.
1. Pengetahuan
a. Definisi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah merupakan suatu hasil dari tahu
sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera penglihatan dan pendengaran.
Apabila suatu tindakan didasari oleh suatu pengetahuan maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng, sebaliknya apabila tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan
berlangsung lama. Pengetahuan merupakan desain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang.
1. Tahu (know) \
Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling tendah, yang diberikan sebagai
mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya dengan cara menyebutkan,
2. Memahami (comprehevion)
tentang objek yang diketahui dan dapat mengintropeksikan dengan benar pula.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang
lain. Misalnya seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan ia harus dapat
4. Analisis (anakysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam
komponen-komponen tetapi masih dalam struktur orgnanisasi dan masih ada kaitannya
5. Sintesis (synthesis)
6. Evaluasi (evaluation)
terhadap suatu materi atau objek berdasarkan criteria sendiri atau menggunakan criteria
1. Pendidikan
dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup, pendidikan mempengaruhi
proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut
memberikan informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk
mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media masa semakin banyak
informasi yang masuk semakin pula pengetahuan yang didapatkan tentang kesehatan.
2. Media informasi
Media informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
tugas pokoknya, media masa membawa pada pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat
tersebut.
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah
yang dilakukan baik atau buruk dengan demikian seseorang akan bertambah
menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga
4. Lingkugan
Lingkungan merupakan segala sesuatu yang berada disekitar individu, baik lingkungan
pengetahuan kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi
karna adanya interaksi timbale baik maupun tidak yang akan direspon sebagai
5. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar selama
manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah
6. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola piker seseorang. Semakin bertambah usia
akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya. Sehingga pengetahuan
Pengetahuan merupakan suatu proses belajar dengan menggunakan panca indera yang
dilakukan oleh seseorang terhadap suatu objek terntentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan
atau keterampilan (Wilmar Tambunan, 1988 dalam buku Hidayat, 2008). Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan adalah umur, pendidikan, inteligasia, sumber informasi, status social
ekonomi serta pengalaman, pengetahuan juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi
manusia yang terjadi berulangkali, jika seseorang memiliki pengalaman yang lebih maka
menghasilkan pengetahuan yang lebih. Hasil penelitian pada ibu yang berpengetahuan yang baik
didapatkan karena ibu sudah berpengalaman dalam mengasuh anaknya ( mempunyai anak/balita
lebih dari 1) serta ibu (46,67% berusia 26-30 tahun). Hal ini juga menunjukan bahwa usia ibu
mempengaruhi dalam memperoleh informasi yang lebih banyak secara langsung maupun tidak
langsung.
B. Sikap
a. Definsi sikap
Sikap merupakan factor penentu perilaku, karena sikap berhubungan dengan prepesi,
kepribadian dan motivasi. Sikap atau antitude adalah kesiapan-kesiapan mental yang dipelajari
dan diorganisasi melalaui pengalaman dan memepunyai pengaruh terntentu atas tanggap
seseorang terhadap orang lain, objek dan situasi yang berhubungan dengannya.
Menrurut Azwar S (2012) struktur sikap dibedakan atas 3 komponen yang saling
menunjuang yaitu :
1. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercaya oleh individu pemilik
sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotype yang dimiliki individu mengenai
emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan
mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki
sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi terdensi aau kecendrungan untuk
bertindak/bereaksi terhadap sesuatu dengan cara tertentu dan berkaitan dengan objek
yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah
1. sikap bukan dibawah sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
pengembangan itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini yang membedakan dengan
2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap
suatu objek dengan kata lain sikap itu terbentuk dipelajari atau berubah senantiasa
berkenan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
4. Sikap mempunyai segi-segi motifasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang
c. Tingkatan sikap
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperatihkan stimulus yang
diberikan (objek).
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau tugas yang
diberikan. Terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang tersebut
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah
Menurut Azwar (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap objek sikap
antara lain :
1. Pengalaman pribadi
meningkatkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila
pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan factor emosional.
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap konformis atau searah dengan
sikap orang yang dianggap penting. Kecendrungan ini antara lain dimotifasi oleh
keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
3. Pengaruh kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap
asuhannya.
e. Cara mengukur sikap
Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia adalah
4. Perilaku
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat di amati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati langsung oleh pihak luar. (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Lawrence green (1980) perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
1. Faktor predisposisi
diri seseorang atau masyarakat adalah pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat
adalah pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan
dilakukan misalnya dengan pengetahuan yang dimiliki ibu tentang ISPA maka dia akan
2. Faktor Pemungkin
Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas sarana atau
prasarana yang mendukung atau yang menfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau
masyarakat misalnya, lingkungan, udara yang bersih, untuk pengobatan ISPA pada anak
diperlukan tenaga kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, dan
rumah sakit.
3. Faktor penguat
Pengetahuan, sikap, dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum menjamin
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Dengan adanya pengalaman pribadi serta
adanya pengaruh dari luar seperti teman maka akan dapat memperkuat terjadinya
perilaku.
Perilaku pencegahan adalah segala kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak
langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan atau penyakit (Levin dan Clark 2007).
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2007) pencegahan adalah proses, cara, tindakan
1. Pencegahan Primer
Segala upaya dan kegiatan untuk menghindari terjadinya sakit atau kejadian yang
mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat (Ranuh, 2008).
2. Pencegahan Sekunder
Suatu kegiatan untuk melakukan pengobatan dini sesuai dengan diagnosis yang tepat
kegiatan ini bertujuan untuk mencegah dan menghentikan perkembangan penyakit agar
tidak di inginkan yaitu sampai meninggal maupun meninggalkan sisa cacat fisik maupun
3. Pencegahan Tersier
Membatasi gejala sisa dengan upaya pemulihan seseorang agar dapat hidup mandiri tanpa
C.Kerangka Konsep
Kerangka konsep terdiri dari variabel terkait (dependen) dan variabel bebas (independen).
Variabel terkait terikat sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya penyakit ISPA,
sedangkan variabel bebas terdiri dari pengetahuan, sikap, dan perilaku. Hubungan variabel
Pengetahuan ibu
Faktor-faktor yang
SSikap orang tua mempengaruhi
tingginya penyakit
ISPA
Perilaku orang tua
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain penelitian
tingginya penyakit ISPA pada wilayah kerja puskesmas Masohi adalah penelitian deskrptif
dengan pendekatan cross sectional. Deskrptif adalah studi yang ditujukan untuk menentukan
jumlah atau frekuensi serta distribusi penyakit disuatu daerah berdasarkan varaibel orang,
tempat, dan waktu. Cross sectional adalah melakukan penelitian dengan cara pendekatan,
observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat tetentu (Notoatmodjo, 2010).
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Masohi, Kabupaten Maluku
tengah.
2. Waktu Penelitian
a. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah Pasien penyakit ISPA pada wilayah kerja
Keterangan :
n : Besar sampel
N : Besar populasi
84
𝑛 = 1+84 (0.0025)
84
𝑛 = 1+0.21
84
𝑛 = 1.21
𝑛 = 69
Jadi total sampel yang akan diteliti dari hasil perumusan slovin yaitu sebanyak 69
a. Variabel Independen
ibu tentang ISPA, sikap orang tua tentang ISPA dan perilaku merokok dalam hubungan
penyakit ISPA .
b. Variabel Dependen
Dalam hal ini yang dimaksudkan oleh peneliti adalah faktor-faktor yang
Maluku Tengah.
5. Definisi Operasional
secara observasi dan pengukuran secara tepat terhadap suatu objek. Definisi operasional
Operasional ukur
Baik jika
Segala seuatu ≥50%
yang pengetahuan
diketahui responden
1. Pengetahuan (pengetahuan) Menyebarkan kuesioner pengetahuan
orang tua kuesioner penyakit
tentang kepada ISPA
penyakit Ibu Kurang baik
ISPA jika < 50%
pengetahuan
responden
tentang
pengetahuan
penyakit
ISPA
1.Negatif,
jika skor
Tanggapan dibawah
atau sikap Menyebarkan yaitu < 50%
2. Sikap orang tua kuesioner Kuesioner 2. Positif
yang merawat kepada jika skor di
balita yang Orang tua bawah
terkena ≥50%
penyakit
ISPA
resiko yang 1.merokok
terjadi jika
3. Perilaku orang tua Menyebarkan Kuesioner 2.tidak merokok
yang kuesioner
mempunyai kepada orang
kebiasaan tua
merokok
6. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner berupa daftar pertanyaan yang akan
Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan
terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reabilitas. Validitas menunjukan sejauh mana ukuran
yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran yang akan diukur. Sedangkan
realibitas merupakan indeks yang menununjukan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya atau
dapat diandalkan (Notoatmodjo 2010). Data sekunder penelitian ini adalah data yang didapat dari
Upaya untuk melakukan pemeriksaan kembali terhadap kebenaran data yang telah
b. Coding (pengkodean)
Memberikan pengkodean dalam bentuk angka pada setiap variabel yang diteliti sehingga
c. Entri Data
Data entri merupakan kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam master
Penyusunan data merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah
e. Cleaning
Membersihkan data yang merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah
9. Analisa Data
Analisa univariat adalah analisa yang menghasilkan tiap variabel dari hasil penelitian,
dan mampu menggambarkan setiap karakteristik dari sampel yang digunakan dalam faktor-
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Keputusan Menteri kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Nelson, Behrmen, Kliegman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 vol 2. Jakarta : EGC,
2000
http://terbaca.com
Rahmawati, dwi & Hartono. (2012). Gangguan pernapasan pada anak ISPA Yogyakarta: Nuha
Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo, “Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku”, Renka Cipta, Jakarta, 2007.