PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diare merupakan suatu kondisi umum yang ditandai dengan peningkatan
frekuensi buang air besar dan peningkatan likuiditas dari tinja. Meskipun diare akut
biasanya dapat sembuh sendiri, dapat memburuk dan menyebabkan dehidrasi yang
memburuk, yang dapat menyebabkan volume darah abnormal, tekanan darah
menurun, dan kerusakan pada ginjal, jantung, hati, otak dan organ tubuh lainnya.
Diare akut menjadi penyebab utama kematian bayi di seluruh dunia (Gidudu et al.,
2011).
Menurut World Health Organization (WHO) dan UNICEF, ada sekitar 2 juta
kasus diare penyakit di seluruh dunia setiap tahun dan 1,9 juta anak-anak lebih muda
dari 5 tahun meninggal karena diare setiap tahun, terutama di negara-negara
berkembang. Jumlah ini 18 % dari semua kematian anak-anak di bawah usia 5 dan
berarti bahwa > 5000 anak-anak meninggal setiap hari akibat diare penyakit (WGO,
2013).
Kematian akibat penyakit diare ini biasanya terjadi di awal masa bayi dan
anak-anak dengan dehidarasi berat (Hayajneh et al.,2010). Dehidrasi itu sendiri
diartikan sebagai kehilangan air dan garam (terutama natrium klorida) atau cairan
ekstraselular. Penyebab tersering yang terjadi pada bayi karena diare yang disebabkan
oleh infeksi virus dan bakteri (Finberg, 2002).
Insiden dan period prevalencediare untuk seluruh kelompok umur di
Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 persen. Lima provinsi dengan insiden dan period
prevalen diare tertinggi adalah Papua (6,3% dan 14,7%), Sulawesi Selatan (5,2% dan
10,2%), Aceh (5,0% dan 9,3%), Jawa Barat (4,7% dan 10,1%), dan Sulawesi Tengah
(4,4% dan 8,8%). Insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia adalah 6,7
persen. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua
(9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%)(Riskesdas,
2013).
Berdasarkan data yang diperoleh, insiden diare balita tertinggi di Indonesia
pada tahun 2013 terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), umur 0-11 bulan
(5,5%), umur 24-35 bulan (5,8%), umur 36-47 bulan (4,3%), dan umur 48-59(3,0%)
(Riskesdas, 2013).
Pada tahun 2014, dari 559.011 perkiraan kasus diare yang ditemukan dan
ditangani adalah sebanyak 216.175 atau 38,67%, sehingga angka kesakitan (IR) diare
per 1.000 penduduk mencapai 16,36%. Pencapaian ini mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2011 yaitu 19,35% dan 2010 yaitu 18,73%. Pencapaian IR ini
jauh di bawah target program yaitu 220 per 1.000 penduduk. Rendahnya IR
dikhawatirkan bukan merefleksikan menurunnya kejadian penyakit diare pada
masyarakat tetapi lebih dikarenakan banyaknya kasus yang tidak terdata(Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2014).
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, perkiraan kasus diare yang terjadi
di Kota Bandung pada tahun 2014 yaitu sebanyak 89.795 kasus. Berdasarkan jenis
kelamin kasus yang terjadi pada laki-laki sebanyak 44.325 sedangkan pada
perempuan sebanyak 45.469 kasus diare. Dari perkiraan kasus diare tersebut kasus
diare yang ditangani sekitar 33,90% (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2014).
Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi, ataupun
kesembuhan pada pasien penderita diare. Pada balita, kejadian diare lebih berbahaya
dibanding pada orang dewasa dikarenakan komposisi tubuh balita yang lebih banyak
mengandung air dibanding dewasa. Jika terjadi diare, balita lebih rentan mengalami
dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat merujuk pada malnutrisi ataupun
kematian.Faktor ibu berperan sangat penting dalam kejadian diare pada balita. Ibu
adalah sosok yang paling dekat dengan balita. Jika balita terserang diare maka
tindakan-tindakan yang ibu ambil akan menentukan perjalanan penyakitnya.
Tindakan
tersebut
dipengaruhi
pengetahuan.Pengetahuan
merupakan
berbagai
domain
hal,
yang
salah
sangat
satunya
penting
adalah
untuk
Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui jumlah kasus pasien yang mengalami diare akut pada anak
balita.
2. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada anak balita.
3. Mengetahui tindakan ibu terhadap diare pada anak balita.
4. Mengetahui derajat dehidrasi akibat diare pada anak balita.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diare
2.1.1. Definisi
danHuman
diidentifikasi pada anak dalam komunitas dengan iklim tropis (Walker, 1997).
Agen Virus
Virus merupakan penyebab utama diare akut yang terjadi terutama di negaranegara maju. Rotavirus penyebab terparah dehidrasi akibat gastroenteritis pada anakanak. Insiden puncak penyakit pada anak-anak antara 4 sampai 23 bulan. Human
Calicivirus yang sebelumnya disebut dengan Norwalk-like virus
mungkin
merupakan agen virus paling umum kedua setelah Rotavirus. Infeksi adenovirus
paling sering menyebabkan penyakit pada sistem pernapasan. Namun, tergantung
pada serotipe yang menginfeksi dan terutama pada anak-anak, mereka mungkin juga
menyebabkan gastroenteritis (WHO, 2008). Rotavirus dapat dilihat dengan
mikroskop elektro dalam sediaan tinja dari 20-40% anak berumur 5 tahun kebawah
yang menderita gastroeneteritis akut. Prevalensi tertinggi penderita didapati pada
musim dingin. Adenovirus dapat ditemukan pada 5-10% penderita gastroenteritis dan
spesisifik bagi calcivirus, astrovirus dapat ditemukan pada 1-5% anak lainnya
(Karsinah, 1994).
Agen Parasit
Intestinalis Giardia, Cryptosporidiumparvum, Entamoeba histolytica, dan
Cyclosporacayetanensis paling sering menyebabkan penyakit diare akut pada anakanak. Parasit jarang menjadi penyebab diare menular di kalangan anak-anak di negara
berkembang. (WHO, 2008).
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak
antara lain :
1. Kesulitan makan
2. Defek anatomis
Malrotasi
Penyakit Hirchsprung
Short Bowel Syndrome
Atrofi mikrovilli
Stricture
3. Malabsorpsi
Defisiensi disakaridase
Malabsorpsi glukosa-galaktosa
Cholestosis
Penyakit Celiac
4. Endokrinopati
Tyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Adrenogenital
5. Keracunan makanan
Logam Berat
Mushrooms
6. Neoplasma
Neuroblastoma
Sindroma Zollinger Ellison
7. Lain-lain :
Infeksi non gastointestinal
Alergi susu sapi
Penyakit Crohn
Defisiensi imun
Gangguan motilitas
2.1.3. Faktor Resiko
Menurut Subagyo dan Nurtjahjo (2009) penularan diare pada umunya melalui
fekal-oral dari makanan atau minuman yang telah tercemar oleh enteropatogen.
Beberapa faktor yang berpengaruh untuk terjadinya diare antara lain :
1. Faktor umur
9
Sebagian besar terjadi pada usia 2 tahun pertama kehidupan. Insiden tertinggi
terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan kejadian ini meningkat
setelah umur 2 tahun karena pembentukan imunitas aktif tubuh penderita yang
asimtomatik pada tinjanya dapat mengandung virus, bakteri atau kista
protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatis ini biasanya
berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen, tidak menjaga
kebersihan dan berpindah-pindah tempat ke tempat lain.
3. Faktor musim
Insiden diare dapat terjadi menurut letak geografis suatu daerah. Di daerah
sub tropik, diare kerena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,
sedangkan akibat virus lebih sering terjadi pada musim dingin. Sedangkan
pada daerah tropik seperti indonesia, diare yang disebabkan rotavirus dapat
terjadi sepanjang tahun dan meningkat pada musim kemarau, dan pada musim
hujan lebih disebabkan akibat bakteri.
4. Epidemi dan pandemi
Vibriocholera dan Shigelladysentriaedapat mengakibatkan epidemi dan
pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
semua golongan usia.
5. Faktor ASI
Menurut Sutoto (1992) dalam Ishak (2010) Insiden diare meningkat pada saat
anak untuk pertama kali mengenal makanan tambahan dan makin lama makin
meningkat. Pemberian ASI penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali
daripada bayi dengan ASI disertai susu botol. Bayi dengan susu botol saja
akan mempunyai resiko diare lebih besar dan bahkan 30 kali lebih banyak
daripada bayi dengan ASI secara penuh.
6. Faktor Pendidikan
10
11
mana sumber air tersebut didapat.Ada beberapa macam sumber air misalnya :
air hujan, air tanah (sumur gali, sumur pompa), air permukaan (sungai, danau)
dan mata air. Apabila kualitas air dari sumber air tersebut telah memenuhi
syarat kesehatan sesuai dengan peraturan yang berlaku, dapat langsung
dipergunakan tetapi apabila belum memenuhi syarat, harus melalui proses
pengolahan airterlebih dahulu.Berdasarkan data survei demografi dan
kesehatan tahun 1997, kelompok anak-anak di bawah lima tahun yang
keluarganya menggunakan sarana sumur gali mempunyai resiko terkena diare
1,2 kali dibandingkan dengan kelompok anak yang keluarganya menggunakan
sumber sumur pompa.
12
Simadibrata
dan
Daldiyono
(2009)
diare
diklasifikasikan
berdasarkan :
1. Lama waktu diare : diare akut apabila diare berlangsung kurang dari 15 dan
2.
3.
4.
5.
13
14
15
(WHO, 2005).
3. Laboratorium
Menurut Subagyo dan Nurtjahjo (2009) Pemeriksaan lengkap
umumnya tidak begitu diperlukan pada kasus diare akut, hanya pada keadaan
16
tertentu seperti apabila penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab lain
dan pada keadaan dehidrasi berat.
Pemeriksaan yang terkadang perlu dilakukan pada diare akut yaitu :
1. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadapa antibiotika.
2. Urin : urin lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotik.
3. Tinja :
Pemerikasaan makroskopik :
Pemeriksaan tinja sangat diperlukan meskipun pemeriksaan laboratorium
tidak dilakukan. Tinja yang sifatnya watery dan tanpa mukus atau darah
biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau
mukus biasanya disebabkan oleh bakteri yang menghasilkan sitotoksin,
bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus
seperti : E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi degan E. histolytica
darah sering terdapat pada permukaan tinja danpada infeksi EHEC terdapat
garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi
dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strogyloides.
Pemeriksaan mikroskopik :
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya lekosit yang memberikan
informasi tentang penyebab dari diare, letak anatomis serta adanya proses
peradangan dari mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon
terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Pemerikasan lekosit yang
positif pada pemeriksaan tinja menunjukan adanya kuman invasif atau kuman
yang menghasilkan sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC,
C. difficile, Y. enterocolitica. Lekosit yang ditemukan umumnya adalah lekosit
17
18
19
20
sistemik yang berat. Pada sekitar 70% penderita, kehilangan air dan
natrium dan air seimbang sehingga terjadi dehidrasi isonatremik.
Dehidarasi hiponatremik terjadi pada sekitar 10-15% penderita diare. Hal
ini terjadi bila sejumlah besar elektrolit, terutama natrium, hilang dari
tinja, melebihi kehilangan cairan. Hiponatremia dapat diperberat bila
selama masa diare, diberikan sejumlah besar masukan cairan rendah atau
bebas elektrolit peroral. Dehidrasi hipernatremik dapat dijumpai sekitar
15-20% penderita diare dan dapat terjadi bila penderita selama masa diare
mendapat larutan elektrolit rumah tangga dengan konsentrasi garam tinggi
dan juga dapat meningkat bila ada demam karena suhu tubuh yang tinggi
meningkatkan kehilangan air melalui evaporasi secara bermakna
(Adelman dan Michael , 1999).
Tabel 2.5. Gambaran Keberadaan Elektrolit Tubuh
Elektrolit
Konsentrasi di luar
Konsentrasi
sel (mEq/L)
Natrium (Na+)
142
10
Kalium (K+)
150
Kalsium (Ca++)
Magnesium
40
155
202
Klorida
103
Bikabonas
27
10
Fosfat
103
Sulfat
20
10
piruvat)
Protein
16
57
155
202
di
Kation
Anion
21
air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-sayuran dan sebagainya. Jumlah cairan yang
diberikan yaitu 10 ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-100 ml, 1-5
tahun 100-200 ml, 5-12 tahun adalah 200-300 ml dan dewasa 300-400 ml setiap
BAB.Untuk anak dibawah 2 tahun diberikan dengan sendok tiap 1-2 menit.
Pemberian tidak diberikan dengan menggunakan botol dan bila terjadi muntah
hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi secara perlahan(Subagyo dan
Nurtjahjo, 2009).
Tabel 2.6. Komposisi Oralit Baru
Oralit Baru Osmolaritas Mmol/liter
rendah
Natrium
Klorida
Glukosa, anhydrous
Kalium
Sitrat
75
65
75
20
10
22
Total osmolaritas
245
23
24
25
kerja
seperti
dapat
menggambarkan,
membedakan,
memisahkan,
26
masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku sangat
penting dan strategis, mengingat pengaruh yang ditimbulkannya (Maulana, 2009)
2.4.2. Bentuk Perilaku
Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap
rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut.
Secara garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu :
Perilaku pasif (respon internal)
Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak
dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada tindakan yang
nyata seperti, berpikir, berfantasi, berangan-angan dan lain-lain.
Perilaku aktif (respon eksternal)
Perilaku yang sifatnya terbuka. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat
diamati langsung, berupa tindakan yang nyata seperti, membaca buku, mengerjakan
soal dan lain-lain (Sunaryo, 2004)
Menurut Maulana (2009) prosedur pembentukan perilaku dalam operant
conditioning ( pembentukan jenis respon atau perilaku dengan menggunakan urutanurutan komponen penguat berupa hadiah atau reward.)tersusun atas beberapa langkah
antara lain :
1. Langkah pertama : melakukan pengenalan terhadap sesuatu sebagai penguat,
berupa hadiah atau reward.
2. Langkah kedua : melakukan analisis untuk mengidentifikasi bagian-bagian
kecil pembentukan perilaku yang diinginkan, selanjutnya disusun dalam
urutan yang tepat menuju terbentuknya perilaku yang diinginkan.
3. Langkah ketiga : menggunakan bagian-bagian kecil perilaku, yaitu sebagai
berikut.
27
sementara.
Mengenal penguat atau hadiah untuk masing-masing bagian.
Membentuk perilaku dengan bagian-bagian yang telah tersusun
tersebut.
Jika perilaku pertama telah dilakukan,hadiah akan diberikan sehingga
28
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
29
Variabel Dependen
Tingkat pengetahuan
ibu
Diare akut disertai
dehidrasi pada anak
balita
Tindakan ibu
Definisi
operasional
Alat ukut
Cara
ukur
Hasil ukur
Skala
30
Pengetahu
an ibu
tentang
diare
Segala sesuatu
yang diketahui
ibu mengenai
diare pada
balita meliputi:
pengertian,
penyebab,
gejala klinis,
pengobatan,
komplikasi,
dan
pencegahan
Kuesioner
Tindakan
ibu
terhadap
kejadian
diare pada
balita
Segala sesuatu
yang lakukan
ibu
sehubungan
dengan
kejadian diare
pada balita
Kehilangan
cairan dari
jaringan tubuh
yang
berlebihan
Kuesioner
3.3.
Dehidrasi
Rekam
medik
Angket
1. Baik
2. Kurang
Ordinal
Angket 1. Baik
2. Kurang
Ordinal
Rekam
medik
1. Tanpa
dehidra Ordinal
siringan
2. Dehidr
asi
ringansedang
3. Dehidr
asi
berat
Hipotesis alternatif
Hi diterima, Ho ditolak
31
BAB 4
METODE PENELITIAN
32
Ibu yang memiliki anak balita yang mengalami diare akut di RSUD Kota
Bandung
33
Penentuan besar sample pada penelitian ini menggunakan rumus perhitungan besar
sampel untuk penelitian uji hipotesis satu populasi (wahyuni, 2007)
Z 1 /2 p 0 (1p 0 ) + z 1 pa (1 pa)
n=
pa po
n=
n=
0,71+0,38
0, 15
n = 52,8 = 53
Keterangan :
n
po
pa- po = perkiraan selisih proporsi yang diteliti penulis dengan proporsi di populasi
sebesar 15% = 0,15
1 - po = 1 - 0,16 = 0,84
pa
1 pa = 1 0,31 = 0,69
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel z) pada tertentu. 0,05 atau interval
kepercyaaan 95%, maka Z 1 /2 = 1,96
Z-
34
Pengukuran tingkat pengetahuan ibu mengenai diare pada balita berdasarkan jawaban
dari pertanyaan yang diberikan oleh responden. Instrument yang digunakan berupa
kuesioner. Setiap jawaban benar dari responden akan diberi nilai dengan nilai 5
sampai 1 sesuai jawaban yang terbaik yang telah ditentukan peneliti.
Selanjutnya tingkat pengetahuan responden diukur dengan menggunakan skala
pengukuran sebagai berikut:
1. Baik, bila jawaban responden benar > 75% dari total nilai kuesioner pengetahuan.
2. Kurang, bila jawaban responden benar <75% dari total nilai kuesioner pengetahuan
4.4.2. Pengukuran Tindakan
Pengukuran tindakan ibu mengenai diare pada balita berdasarkan jawaban dari
pertanyaan yang diberikan oleh responden. Instrument yang digunakan berupa
kuesioner. Setiap jawaban benar dari responden akan diberi nilai dengan nilai 4
sampai 1 sesuai jawaban yang terbaik yang telah ditentukan peneliti.
Selanjutnya tingkat pengetahuan responden diukur dengan menggunakan skala
pengukuran sebagai berikut:
1. Baik, bila jawaban responden benar > 75% dari total nilai kuesioner tindakan.
2. Kurang, bila jawaban responden benar <75% dari total nilai kuesioner tindakan.
4.4.3. Pengukuran Derajat Dehidrasi
Pengukuran derajat dehidrasi dilakukan berdasarkan rekam medis dan diagnosa yang
ditetapkan oleh dokter dengan klasifikasi derajat dehidrasi sebagai berikut :
1. Tanpa dehidrasi-ringan dicirikan dengan kehilangan 5% dari berat badan sebelum
sakit.
2. Dehidrasi ringan-sedang dicirikan kehilangan 5% sampai 10% dari berat badan
sebelum sakit.
3. Dehidrasi berat dicirikan kehilangan berat badan lebih dari 10% berat badan
sebelum sakit.
4.5. Teknik Pengumpulan Data
35
36
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
37
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Menurut Usia dan Tingkat
Pendidikan di RSUD Kota Bandung tahun 2014
No
Karakteristik Sampel
Usia (tahun)
Jumlah
Persentase
(%)
38
25 34
35 45
Total
2
Tingkat Pendidikan Ibu
SD
SMP
SMA
D3
S1
Lain-lainnya
Total
39
14
53
73.6
26.4
100
0
10
29
4
10
0
53
0
18.9
54.7
7.5
18.9
0
100
Dari tabel 5.1. dapat diketahui bahwa kelompok usia ibu 25 34 tahun lebih
banyak memiliki anak balita yang menderita diare akut yaitu 39 orang (73.6%) jika
dibandingkan dengan kelompok ibu yang berusia 35 45 tahun sebanyak 14 orang
(26.4%)
Dalam melakukan pengamatan terhadap tingkat pendidikan ibu, pada
penelitian ini sample dibagi atas 6 kelompok yaitu tingkat pendidikan SD, SMP,
SMA, D3, S1, dan lain-lainnya. Pengelompokan ini untuk mempermudah peneliti
mengetahui kelompok tingkat pendidikan ibu mana yang lebih rentan memiliki anak
balita yang menderita diare akut.
Berdasarkan tingkat pendidikan ibu, sampel yang memiliki tingkat pendidikan
SD 0 orang (0%), SMP 10 orang (18.9%), SMA 29 orang (54.7%), D3 4 orang
(7.5%), dan S1 10 orang (18.9%). Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa kelompok
tingkat pendidikan ibu yang tertinggi yang memiliki anak balita yang menderita diare
akut berada pada kelompok pendidikan SMA sebanyak 29 orang (54.7%).
5.1.2.2 Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Ibu tentang Diare Akut pada Anak
Balita
Tingkat pengetahuan ibu pada sampel penelitian dikelompok menjadi 2
kelompok yaitu baik dan kurang. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner diperoleh
data yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
39
Tabel 5.2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Diare Akut pada Anak
Balita di RSUD Kota Bandung 2014
No
Jumlah
Persentase
(%)
Pengetahuan Ibu
Baik
Kurang
Total
2
Tindakan Ibu
Baik
Kurang
Total
37
16
53
69.8
30.2
100
33
20
53
62.3
37.7
100
Dari tabel 5.2 di atas, tingkat perngetahuan dan tindakan ibu dibagi atas 2
kategori yaitu baik dan kurang. Tingkat pengetahuan ibu yang memiliki anak balita
yang menderita diare akut sebagian besar tergolong baik yaitu sebanyak 37 orang
(69%) sedangkan yang tingkat pengetahuannya kurang sebanyak 16 orang (30%).
Sedangkan untuk tingkat tindakan ibu yang memiliki anak balita yang
menderita diare akut yang tergolong baik yaitu sebanyak 33 orang (62,3%) sedangkan
yang tingkat tindakannya kurang sebanyak 20 orang (37.7%).
5.1.2.3 Tingkat Diare Akut Anak Balita
Tingkat diare akut pada anak balita dikelompokan menjadi 3 kolompok yaitu
diare tanpa dehidrasi, diare disertai dehidrasi ringan sedang, dan diare disertai
dehidrasi berat. Data tersebut didasarkan oleh diagnosa dokter yang diambil dari data
rekam medis anak balita yang menderita diare akut yang dibawa ibunya berobat ke
rumah sakit.
Berdasarkan hasil penilaian data rekam medis diperoleh data yang dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.3 Distribusi Tingkat Diare Akut pada Anak Balita di RSUD Kota
Bandung 2014
40
Diare Akut
Tanpa dehidrasi
Dehidrasi ringan-sedang
Dehidrasi berat
Total
Jumlah
18
26
9
53
Persentase (%)
34
49.1
17
100
Dari tabel 5.3 di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar anak balita
menderita diare disertai dehidrasi ringan sedang 26 orang (49.1%), anak balita yang
menderita diare tanpa dehidrasi 18 orang (34%), sedangkan yang menderita dehidrasi
berat 9 orang (17%).
5.1.2.4 Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Diare Akut pada Anak
Balita di RSUD Kota Bandung tahun 2014
Tabel 5.4 Tabulasi Silang Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Diare
Akut pada Anak Balita di RSUD Kota Bandung tahun 2014
Tingkat
Pengetahuan Ibu
Tanpa
Dehidrasi
Nilai p
Berat
Sedang
Baik
Kurang
18
0
15
11
4
5
0.002
Dari tabel 5.4 analisis hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan diare akut
pada anak menggunakan uji statistik chi square didapati nilai p value atau nilai
signifikansi 0.002. Nilai kemaknaan () pada penelitian ini adalah 0.05 (Confidence
Interval 95%). Nilai signifikansi di bawah nilai kemaknaan (p=0.002 < =0.05). Ini
41
Baik
Kurang
Tanpa
Dehidrasi
Ringan
Berat
15
3
Sedang
16
10
2
7
Nilai p
0.008
Dari tabel 5.5 analisis hubungan tingkat tindakan ibu dengan diare akut pada
anak menggunakan uji statistik chi square didapati nilai p value atau nilai signifikansi
0.008. Nilai kemaknaan () pada penelitian ini adalah 0.05 (Confidence Interval
95%). Nilai signifikansi di bawah nilai kemaknaan (p=0.008 < =0.05). Ini berarti
bahwa bahwa Ho ditolak sehingga disimpulkan terdapat hubungan antara tingkat
tindakan ibu terhadap diare dengan kejadian diare akut pada anak.
5.2 Pembahasan Penelitian
5.2.1Pembahasan Karakteristik Sampel
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 53 ibu yang memiliki anak
balita yang menderita diare akut dapat dilihat bahwa 49,1% anak balita menderita
diare disertai dehidrasi ringan sedang, anak balita yang menderita diare tanpa
dehidrasi 34%, sedangkan yang menderita dehidrasi berat 17%. Umumnya ibu yang
memiliki anak balita yang diare tersebut terbanyak berada pada rentang usia 25 34
tahun 73,6%. Semakin bertambahnya usia seseorang maka semakin banyak pula
pengetahuan yang diperolehnya tentang diare. Menurut Notoadmodjo (2010), usia
mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah
usia membaik. Pendidikan juga berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap ibu
42
dengan kejadian diare akut pada anak. Hal ini dapat dilihat bahwa ibu dengan
pendidikan lulusan SMA memiliki anak yang menderita diare sebanyak
54%dibandingkan dengan pendidikan yang lebih tinggi lulusan S1 18.9% dan D3
7.5%. Menurut Mufidah (2012) bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang
kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, pendidikan, usia, pekerjaan,
pendapatan dan sebagainya dari orang yang bersangkutan tersebut sehingga semakin
baik faktor tersebut maka semakin baik pula tingkat kesehatannya.
5.2.2 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Tingkat Diare Akut pada Anak Balita
Pada penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan metode cross
sectional, dimana data yang dikumpulkan melalui pengisian kuesioner dari responden
sehingga analisis yang dihasilkan menggambarkan penilaian hubungan antara
variabel dependen dan variabel independen.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner
yang dibuat disesuaikan dengan variabel yang akan diteliti untuk dapat memenuhi
sebagian besar teori tentang kejadian diare akut pada balita dan faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya sehingga kemungkinan belum dapat menampung seluruh
fakta dan pendapat responden mengenai pengetahuan dan tindakan responden
terhadap kejadian diare akut pada balita.
Pengetahuan ibu tentang diare akut pada anak balita juga berpengaruh
terhadap tingkat keparahan diare pada anak tersebut sebagai mana dapat dikatahui
bahwa ibu yang memiliki pengetahuan yang baik memiliki anak yang menderita diare
akut sebanyak 69.8% dengan tingkat keparahan tertinggi mengalami diare akut tanpa
disertai dehidrasi 18 orang , 15 orang mengalami dehidrasi ringan-sedang dan 4 orang
mengalami dehidrasi berat. Sedangkan untuk tingkat pengetahuan ibu yang tergolong
43
kurang sebanyak 30.2% seluruhnya mengalami diare yang disertai dehidrasi terutama
dehidrasi ringan sedang sebanyak 11 orang dan dehidrasi berat 5 orang. Hasil uji
statistik didapatkan p Value=0,002 (p 0,05), berarti H0 ditolak yang artinya ada
hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu dengan tingkatan diare akut
pada anak balita di RSUD Kota Bandung. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh
Akhyar (2006) dalam Mauliku (2008) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare. Dan juga menurut
Kalili (2006) menyatakan pendidikan orang tua adalah faktor penting dalam
keberhasilan manajemen diare pada anak. Orang tua dengan tingkat pengetahuan
rendah, khususnya buta huruf tidak akan dapat memberikan perawatan yang tepat
pada anak diare karena kurangnya pengetahuan dalam menerima informasi.
5.2.3 Hubungan Tindakan Ibu dengan Tingkat Diare Akut pada Anak Balita
Tindakan ibu tentang diare akut pada anak balita juga berperan penting dalam
derajat keparahan diare anak tersebut sebagaimana dapat kita ketahui dari hasil
penelitian di atas bahwa ibu kelompok ibu dengan tindakan yang baik sebanyak
62,3% dengan tingkat keparahan diare tertinggi mengalami dehidrasi ringan sedang
sebanyak 16 orang, diare tanpa dehidrasi sebanyak 15 orang dan 2 orang mengalami
dehidrasi berat, sedangkan untuk kelompok ibu dengan tindakan kurang yaitu 37.7%
dengan tingkat keparahan diare hampir sama antara dehidrasi berat 7 orang dengan
dehidrasi ringan sedang 10 orang dan hanya 3 orang yang diare tanpa dehidrasi.
Hasil uji statistik didapatkan p Value=0,008 (p 0,05), berarti H0 ditolak yang
artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat tindakan ibu dengan tingkatan
diare akut pada anak balita di RSUD Kota Bandung. Sikap adalah bentuk evaluasi
atau perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau
menolak pada objek tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, kebudayaan,
lembaga pendidikan dan agama, media massa, dan faktor emosional. Penelitian ini
44
juga didukung oleh penyataan yang mengatakan bahwa sikap ibu yang mendukung
dapat terlihat dari pernyataan lembar angket sikap yaitu saya akan lebih sering
memberikan air minum pada anaknya yang lebih dari biasanya. Karena diare
menyebabkan anak kehilangan cairan baik tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan sedang
dan juga berat. (Suriyadi dan Yuliani, 2006)
Menurut Siahaan (2008) hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penanggulangan diare adalah masalah kehilangan cairan tubuh yang berlebihan
(dehidrasi) sehingga perlu mendapat penangan yang segera ini berarti semakin baik
tindakan yang diberikan oleh ibu pada saat anak diare akan mengurangi tingkat
keparahan anak mengalami dehidrasi yang lebih berat.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat kita ketahui bahwa tindakan yang baik
akan memberikan tingkat dehidrasi yang lebih ringan terhadap kejadian diare pada
anak balita dibandingkan dengan tindakan yang kurang.
45
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1
30%.
Pada penelitian ini ditemukan tingkat tindakan ibu yang baik tentang diare
akut pada anak balita 62,3%, sedangkan tingkat tindakan ibu yang kurang
37.7%.
6.2. Saran
1
46
Bagi Masyarakat
Peneliti menyarankan kepada masyarakat untuk lebih memahami dengan tepat
dan segera bagaimana penanganan yang tepat dalam mengatasi diare akut pada
anak balita sehingga tidak sampai terjadi dehidrasi.
3
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Akhyar. 2006. Hubungan Faktor Lingkungan, Ekonomi dan Pengetahuan Ibu
dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Pekan Arba Kecamatan
Tembilahan Kota Kabupaten Indagiri Hilir Tahun 2006. Dalam : Mauliku, N.E.
dan Wulansari, E. Hubungan antara Faktor Perilaku Ibu dengan Kejadian Diare
pada Balita di Puskesmas Batujajar Kabupaten Bandung Barat, Jurnal
Kesehatan Kartika Stikes A. Yani. 2008;38:40-51.
48