Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan
bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan
bertambahnya ferkuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam
sehari (Titik, 2016). Diare adalah Frekuensi buang air besar lebih dari 4 x
pada bayi dan lebih dari 3x pada anak. konsistensi feses encer ,dapat
berwarna hijau, dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (FK
UI,1996, dalam Susilaningrum,dkk, 2013). Diare pada dasarnya adalah
frekuensi buang air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih tiga pada
anak. Konsistensi feses encer, dapat berarna hijau, dapat pula bercampur
lendir dan darah/lendir saja (FK UI, 1996 dalam Susilaningrum, dkk, 2013).
Penyakit diare merupakan salah satu penyebab mortalitas dan
morbiditas anak di dunia. Diare menjadi penyebab ke dua di dunia pada anak
di bawah lima tahun sekitar 760.000 anak meninggal setiap tahun karena
diare. Sebagian besar dari mereka di sebabkan oleh makanan dan sumber air
yang terkontaminasi penyebab diare sebesar 780 juta orang tidak memiliki
akses terhadap air minum dan 2,5 milyar orang tidak memiliki sanitasi. Diare
akibat infeksi tersebar luas di seluruh negara berkembang. Sebagian besar
orang yang meninggal karena diare sebenarnya karena dehidarasi berat dan
kehilangan cairan (WHO, 2013).
Penyakit Diare sampai saat ini masih menjadi penyebab utama
kesakitan dan kematian terbesar di dunia. Hampir seluruh kelompok
usia terserang diare khususnya paling banyak menyerang anak berusia
di bawah lima tahun karena masih belum mempunyai daya tahan tubuh
yang maksimal atau belum mempunya sistem imun yang belum
sepenuhnya terjaga (Sukardi & Iskandar 2015).
Menurut Kemenkes RI (2012) Penyakit diare menjadi masalah global
dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi di berbagai negara,

1
terutama di negara berkembang, dan sebagai salah satu penyebab utama
tingginya angka kesakitan dan kematian anak di dunia. Secara umum
diperkirakan 10 juta anak berusia di bawah 5 tahun yang meninggal dunia,
setiap tahunnya sekitar 20% anak meninggal dunia diakibakan diare
(Kurniati, 2013).
Di Amerika Serikat, kasus diare mencapai 200 juta hingga 300 juta
kasus per tahun. Sekitar 900.000 kasus diare perlu perawatan di rumah sakit.
Di seluruh dunia sekitar 2,5 juta kasus kematian karena diare per tahun. Di
Amerika Serikat, diare terkait mortalitas tinggi pada lanjut usia. Satu studi
data mortalitas nasional melaporkan lebih dari 28.000 kematian akibat diare
dalam waktu 9 tahun, 51% kematian terjadi pada lanjut usia. Selain itu, diare
masih merupakan penyebab kematian anak di seluruh dunia, meskipun
tatalaksana sudah maju (Amin, 2015).
Penyakit diare merupakan penyakit endemis di indonesia dan juga
merupakan penyakit potensial kejadian luar biasa (KLB) yang sering di sertai
dengan kematian. Pada tahun 2015 terdapat 18 kali KLB diare dengan jumlah
penderita 1.213 orang da kematian 30 orang (2,47%) Angka kematian saat
KLB diare di harapkan <1%. Berdasarkan rekapitulasi KLB diare dari tahun
2010 sampai dengan tahun 2017, bahwa tahun 2010 angka kematian saat
KLB masih cukup tinggi (>1%) yaitu 2,94%, kecuali pada tahun 2011 angka
kematian saat KLB 0,40% sedangkan tahun 2015 angka kematian diare saat
KLB bahkan meningkat menjadi 2,47%. Maka perkiraan jumlah penderita
diare di fasilitas kesehatan sebanyak 5.097.247 orang, sedangkan jumlah
penderita diare yang di laporkan di fasilitas kesehatan sebanyak 4.017.861
orang atau 74,33%. Data tersebut masih di bawah target Nasional yaitu
sebesar 5.405.235 atau 100% (Kemenkes RI, 2016)
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015, Provinsi DKI
Jakarta menjadi salah satu terbesar dari penemuan kasus diare di indonesia.
Pada tahun 2015 di laporkan jumlah penderita diare dan yang memeriksa ke
pelayanan kesehatan mencapai 701.488 kasus dengan kasus yang di tangani

2
yaitu 51,0%. Dari sekitar 10,15 juta penduduk DKI Jakarta, di perkirakan 214
per 1.000 penduduk diantaranya menderita diare.
Berdasarkan Rikesdas (2013) angka kejadian diare pada balita di
Jakarta Barat sebanyak 12,7%. Surveilans Dki Jakarta tahun 2017 kasus
diare pada balita di Kota Jakarta Barat yaitu 5,57%. dan berdasarkan data
puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan kasus diare semakin meningkat
pada tahun 2017 yakni 564 (20,41%) dan pada tahun 2018 kasus diare
meningkat menjadi 621 (22,47%).
Dalam konteks kesehatan di indonesia diare merupakan isu kesehatan
utama yang akibatkan sanitasi buruk. Jalur masuknya virus bakteri atau
pathogen penyebab diare ketubuh manusia dikenal dengan istilah 4F : Fluids
(air), Fields (tanah), Flies (lalat), dan Fingers (tangan). Tahapannya dimulai
dari cemaran yang berasal dari kotoran manusia feses yang mencemari 4F,
lalu cemaran itu berpindah ke makanan yang kemudian disantap oleh manusia
(Kemenkes RI, 2011).
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak
memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana
kebersihan, pembuangan tinja yang tidak hygienis, kebersihan perorangan
dan lingkungan yang jelek, serta pengolahan dan penyimpanan makanan yang
tidak semestinya. Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung
dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agen
penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan
meningkatnya kerentangan terhadap diare, diantaranya tidak memberikan ASI
selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi. Faktor
lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan
pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan
perilaku manusia. Apa bila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat
pula maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes RI, 2011).
Karena diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan, maka
faktor lingkunganpun berperan sangat besar terhadap kejadian diare dan tidak

3
boleh diabaikan. Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian diare yaitu faktor
lingkungan (Sarana air bersih, jamban keluarga, kepadatan hunian rumah,
sarana pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah), faktor ibu (perilaku,
pendidikan, pengetahuan) dan faktor balita (ASI eksklusif, imunisasi campak
dan status gizi), serta faktor keluarga (jumlah balita dalam keluarga dan sosial
ekonomi keluarga) (Depkes RI, 2011).
Perilaku kesehatan dapat diwujudkan dengan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI. NO.
1193/MENKES/SK/2004 adalah salah satu kebijakan nasional. Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat merupakan program pemerintah yang bertujuan
untuk menciptakan suatu kondisi baik perorangan, keluarga maupun
kelompok masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku serta
sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS (Depkes RI, 2011). Dampak
diare yang terjadi pada balita selain kematian adalah dehidrasi, terganggunya
pertumbuhan (gagal tumbuh), dan merupakan penyebab utama kekurangan
gizi pada anak dibawah lima tahun (WHO, 2013).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lipna Labudo (2018) tentang
hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat, rumah tangga dengan
kejadian penyakit diare pada anak usia 1 sampai 4 tahun di Desa Kie-ici
Kecamatan Ibu kabupaten halmahera barat. Metode penelitian yang
digunakan pada penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan study
potong silang. Jumlah sebanyak 70 responden. Adapun data dikumpulkan
dengan cara wawancara, juga kuesioner yang nantinya dianalisis dengan
menggunakan uji chi-square (CI=95%, α=0,05). Adapun hasil analisis data
primer diketahui bahwa terdapat hubungan menggunakan air bersih dengan
kejadian diare pada Bayi 1-4 Tahun dengan nilai p value= 0,032. Terdapat
hubungan kebiasaan cuci tanggan dengan menggunakan sabun dengan
kejadian diare pada balita usia 1-4 tahun dengan nilai p value =0,012.
Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter Puskesmas Kecamatan
Grogol didapat bahwa penyebab diare yang terjadi diwilayah ini adalah
ketersediaan air bersih, jamban yang tidak bersih, anak yang jajan

4
sembarangan, dan pengolahan makanan yang tidak bersih. Dampak diare
yang terjadi di wilayah Puskesmas Kecamatan Grogol adalah berat badan
menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar menjadi
cekung, dehidrasi ringan sampai ke berat, bahkan ada yang sampai
meninggal.
Untuk mengurangi angka kejadian diare, Peran perawat adalah
memberikam motivasi kepada keluarga dan masyarakat agar mampu
menjaga, meningkatkan dan melindungi kesehatan setiap anggota keluarga,
misalnya dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya
diare, dampak diare dan cara pencegahan diare. Berdasarkan dari latar
belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Faktor-faktor yang
berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 2-5 Tahun di
Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Kota Jakarta Barat Tahun 2019”.

1.2 Perumusan Masalah


Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan bagi negara
berkembang, terutama di Indonesia. Berdasarkan data puskesmas Kecamatan
Grogol Petamburan kasus diare semakin meningkat pada tahun 2017 yakni
564 (20,41%) dan pada tahun 2018 kasus diare meningkat menjadi 621
(22,47%). Diare disebabkan oleh infeksi mikroorganisme meliputi bakteri,
virus, parasit, protozoa, dan penularannya secara fekal-oral terutama perilaku
hidup bersih yang kurang dapat memicu terjadinya diare. Hal tersebut
membuat peneliti untuk tertarik melakukan penelitian faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian diare pada Balita Usia 2-5 Tahun di Puskesmas
Kecamatan Grogol Petamburan Kota Jakarta Barat Tahun 2019.

1.3 Pertanyaan penelitian


1.3.1 Bagaimana gambaran kejadian diare pada balita usia 2-5 tahun di
Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan tahun 2019?
1.3.2 Bagaimana gambaran perilaku ibu di Puskesmas Kecamatan Grogol
Petamburan tahun 2019?

5
1.3.3 Bagaimana gambaran cuci tangan pakai sabun di Puskesmas Kecamatan
Grogol Petamburan tahun 2019?
1.3.4 Bagaimana gambaran pengetahuan ibu di Puskesmas Kecamatan
Grogol Petamburan tahun 2019?
1.3.5 Bagaimana hubungan perilaku ibu dengan kejadian diare pada balita
usia 2-5 tahun di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Kota
Jakarta Barat Tahun 2019?
1.3.6 Bagaimana hubungan cuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare
pada balita usia 2-5 tahun di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan
Kota Jakarta Barat Tahun 2019?
1.3.7 Bagaimana hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada
balita usia 2-5 tahun di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Kota
Jakarta Barat Tahun 2019?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
diare pada balita usia 2-5 tahun di Puskesmas Kecamatan Grogol
Petamburan Kota Jakarta Barat Tahun 2019.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.4.2.1 Mengetahui gambaran kejadian diare pada balita usia 2-5 tahun di
Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan tahun 2019.
1.4.2.2 Mengetahui gambaran perilaku ibu di Puskesmas Kecamatan Grogol
Petamburan tahun 2019.
1.4.2.3 Mengetahui gambaran cuci tangan pakai sabun di Puskesmas
Kecamatan Grogol Petamburan tahun 2019.
1.4.2.4 Mengetahui gambaran pengetahuan ibu di Puskesmas Kecamatan
Grogol Petamburan tahun 2019.
1.4.2.5 Mengetahui hubungan perilaku ibu dengan kejadian diare pada balita
usia 2-5 tahun di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Kota
Jakarta Barat Tahun 2019.

6
1.4.2.6 Mengetahui hubungan cuci tangan pakai sabun dengan kejadian
diare pada balita usia 2-5 tahun di Puskesmas Kecamatan Grogol
Petamburan Kota Jakarta Barat Tahun 2019.
1.4.2.7 Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada
balita usia 2-5 tahun di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan
Kota Jakarta Barat Tahun 2019.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Aplikatif

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah

pengetahuan kepada masyarakat mengenai diare sehingga diharapkan

masyarakat dapat mengurangi angka kejadian diare dan dapat

melakukan pencegahan hingga penanganan diare.

1.5.2 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam bidang

keperawatan komunitas yang berguna untuk pengembangan pemberian

edukasi tentang bahaya diare dan dampak dari diare.

1.5.3 Manfaat Metodologis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan

peneliti tentang diare sehingga mampu memberikan edukasi kepada

masyarakat bahaya dan dampak diare.

7
1.6 Ruang Lingkup

penelitian yang dilakukan berjudul Faktor-faktor yang berhubungan dengan

Kejadian Diare pada Balita Usia 2-5 Tahun di Puskesmas Kelurahan

Kebayoran Lama Kota Jakarta Selatan Tahun 2019. Penelitian ini dilakukan

berdasarkan data puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan kasus diare

semakin meningkat pada tahun 2017 yakni 564 (20,41%) dan pada tahun

2018 kasus diare meningkat menjadi 621 (22,47%). Penelitian ini akan

dilaksanakan pada Januari 2020 di Puskesmas Kecamatan Grogol

Petamburan Kota Jakarta Barat. Responde pada penelitian ini adalah

keluarga yang memiliki anak usia 2-5 tahun yang sedang atau pernah

mengalami diare dan berobat di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan

Kota Jakarta Barat. Desain penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif

dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional. pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan kuesioner. Analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisis univariat dan analisis bivariat.

Anda mungkin juga menyukai