PENDAHULUAN
Hingga saat ini, diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan di dunia
kesakitan dan kematian anak di dunia dan menjadi penyebab kematian kedua setelah
pneumonia pada anak. Diare dapat berlangsung selama beberapa hari,sehingga tubuh
dapat kehilangan cairan yang penting seperti air dan garam yang diperlukan untuk
kelangsungan hidup. Kebanyakan orang yang meninggal akibat diare karena mengalami
dehidrasi berat dan kehilangan cairan (Sukardi, Sartiah Yusran & Lymbran Tian, 2016).
Diare masih merupakan masalah kesehatan utama pada anak di dunia. Setiap
tahunnya terdapat sekitar 2 milyar kasus diare di dunia dan 1,9 juta anak usia di bawah 5
tahun meninggal karena diare dari setengah kematian pada balita yang diakibatkan oleh
diare terjadi di negara berkembang seperti India, Nigeria, Afghanistan, Pakistan, dan
Ethiopia. Setiap tahunnya terdapat 25,2% balita di Indonesia yang meninggal dunia
karena diare (Yessi Arsurya, Eka Agustia Rini & Abdiana, 2017).
Salah satu penyakit yang terkait dengan tingkat derajat kesehatan antara lain
adalah diare. Diare adalah keadaan buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari dengan
konsistensi cair atau lunak (NANDA, 2015). Penyakit diare merupakan salah satu penyakit
yang sering menyebabkan kejadian luar biasa. Diare merupakan salah satu penyebab
utama dari morbiditas dan mortalitas di negara yang sedang berkembang dengan kondisi
sanitasi lingkungan yang buruk, persediaan air yang tidak adekuat, kemiskinan, dan
pendidikan yang terbatas (WHO, 2013).. Jelasin sedikit dampaknya di sini 2 kalimat saja.
Di dunia terdapat 1,7 miliar kasus diare dan sudah membunuh 760.000 anak yang
terjadi setiap tahunnya, sebagian besar orang diare yang meninggal dikarenakan
terjadinya dehidrasi atau kehilangan cairan dalam jumlah yang besar, serta 780 juta orang
tidak memiliki akses terhadap air minum dan 2,5 miliar kurangnya sanitasi1 (Sukardi,
Di seluruh dunia terdapat kurang lebih dua miliar kasus penyakit diare setiap
tahunnya. 1,9 juta penderitanya adalah anak – anak yang berusia kurang dari 5 tahun, jika
tidak ditangani bisa berujung pada kematian, utamanya di negara berkembang. Jumlah ini
18% dari semua kematian anak di bawah usia lima tahun dan berarti bahwa lebih dari
5000 anak-anak mati setiap hari sebagai akibat dari penyakit diare cairan2.
meninggal dunia karena diare. Itu artinya setiap hari ada 273 balita yang meninggal dunia
dengan sia-sia, sama dengan 11 jiwa meninggal setiap jamnya atau 1 jiwa meninggal
Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan
konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi berak kurang
lebih dari tiga kali dalam sehari. Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah
kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari
tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. WHO memperkirakan 4 milyar
kasus terjadi di dunia, pada tahun 2010 sebanyak 676.378 anak yang meninggal akibat
diare dan pada tahun 2011 sebanyak 644.717 anak-anak berumur kurang dari lima tahun
dengan intensitas buang air besar secara berlebihan (lebih dari 3 kali dalam kurun waktu
satu hari). Penanganan cepat sangat dibutuhkan untuk mengatasi penyakit diare karena
apabila terlambat maka akan dapat menyebabkan kekurangan cairan yang dapat
menyebabkan kematian (Debby Daviani Prawati & Dani Nasiqul Haqi, 2019).
Diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat luas yang penting
karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak di
berbagai negara termasuk indonesia. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi.
Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi yang dapat
disebabkan oleh Virus, Bakteri, dan Parasit. Penyakit infeksi merupakan penyakit yang
banyak diderita masyarakat Indonesia sejak dulu, diantaranya adalah infeksi usus (diare)
Timbulnya penyakit diare disebabkan oleh keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat
yang tidak menguntungkan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kejadian diare di
suatu wilayah yaitu kuman penyakit yang menyebar melalui mulut, kebersihan
lingkungan, umur, letak geografi, dan juga perilaku masing - masing individu (Nita,
2016).
Diare merupakan buang air besar (defekasi) dengan jumlah yang lebih banyak
dari biasanya (normal 100-200 ml perjam feses), dengan feses berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat
(Priyoto, 2015). Diare merupakan salah satu masalah kesehatan di Negara berkembang,
terutama di Indonesia baik di perkotaan ataupun di pedesaan. Diare bersifat endemis dan
Diare merupakan salah satu penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di
negara yang sedang berkembang dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk,
persediaan air yang tidak adekuat, kemiskinan, dan pendidikan yang terbatas (WHO, 2013).
Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih lanjut
bayi di bawah lima tahun (balita) di Indonesia setelah radang paru atau pneumonia. Data
dari World Health Organization (WHO) menunjukkan, setiap tahun rata-rata 100.000
anak Indonesia meninggal karena diare. Sementara itu data yang diperoleh dari Subdit
Diare Departemen Kesehatan menunjukkan sekitar 300 orang diantara 1000 penduduk
masih terjangkit diare sepanjang tahun. Penyakit diare menjadi penyebab kematian kedua
pada balita, nomor tiga pada bayi, dan nomor lima pada semua umur (1,2).
penyakit potensial KLB (Kejadian Luar Biasa) yang sangat sering disertai dengan
kematian. Pada tahun 2015 terjadi 18 kali KLB diare dengan jumlah penderita 1.213
orang dan kematian 30 orang dengan CFR atau Case Fatality Rate sebanyak 2.47%
(Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok umur balita adalah
kelompok yang paling tinggi menderita diare. Insiden diare balita di Indonesia adalah
Angka kejadian diare di Jawa Barat masih tinggi terutama di puskesmas Kota
Bandung berjumlah 67.603 penderita. Adapun data kejadian diare 3 tertinggi meliputi :
1). Puskesmas Babakan Sari jumlah kasus 6.45, 2). Puskesmas Ujung Berung jumlah
kasus diare 5.963, dan 3). Puskesmas Caringin dengan jumlah kasus 5.708 dengan
menjadi penyebab utama kematian pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di negara-
negara Sub-Sahara di Afrika. Faktor risiko untuk diare akut bervariasi berdasarkan
konteks dan memiliki implikasi penting untuk mengurangi beban penyakit (Berhe,
Indonesia setelah pneumonia. Diare berkontribusi sekitar 18% dari seluruh kematian
balita di dunia atau setara dengan lebih dari 5 ribu balita meninggal perhari. Prevalensi
diare di Indonesia sebesar 9% dan propinsi Sumatera Barat adalah salah satu propinsi
yang berada pada prevalensi klinis diare di atas rata-rata sebesar 9,2%
Penularan diare dapat melalui 4 F yaitu fingers, flies, fluid, dan field atau dengan cara
fekal-oral melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau
kontak langsung dengan sesuatu yang telah tercemar dengan tinja penderita selain itu
melaui kontak tidak langsung melalui lalat. Sehingga faktor risiko kejadian diare salah
Air berperan penting bagi manusia namun demikian air merupakan salah satu
media yang sangat baik untuk penularan berbagai penyakit, misalnya demam typhoid,
sebagainya. Standar kualitas air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 /
Menkes / Per/ IV / 2010 memenuhi syarat dilihat dari unsur biologis, fisik, maupun
kimiawi. Dalam hal ini, indikator unsur biologis yaitu tidak boleh mengandung bakteri
Coliform atau dengan kata lain Coliform = 0.
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI juga turut memberikan perlindungan terhadap diare.
Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali
lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. ASI
bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain
yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang
kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan
botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain akan cairan atau
makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam
kejadian diare. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, ternyata dapat mengurangi
insiden diare sampai 50% atau sama dengan menyelamatkan sekitar 1 juta anak di dunia
Salah satu faktor antara lain adalah sanitasi lingkungan yang kurang baik, persediaan air
yang tidak hiegienis, dan kurangnya pengetahuan (WHO, 2013). Selain itu, faktor
hygiene perorangan yang kurang baik dapat menyebabkan terjadinya diare (Primona dkk,
2013; Azwinsyah dkk, 2014), kepemilikkan jamban yang tidak ada dapat menyebabkan
diare (Azwinsyah dkk, 2014)
Hasil penelitian org lain terkait diare pada anak…10 penelitian 5 tahun terakhir.