HIPERTENSI
Disusun Oleh
Dari data World Health Organization (WHO) tahun 2015 mendefinisikan sebagai
gangguan fungsional otak lokal maupun global akibat tergangguanya aliran darah otak
yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menyebabkan kematian. Stroke juga
penyakit yang penyebab kecacatan nomer satu di dunia. Pada masyarakat Barat 80%
penderita mengalami stroke hemorogik. Menurut data statistik stroke diseluruh dunia juga
menyatakan sekitar 15 juta orang di seluruh dunia mengalami stroke setiap tahunnya. 1
dari 6 orang di seluruh dunia akan mengalami stroke dalam hidup mereka. WHO juga
memperkirakan 7.6 juta kematian terjadi akibat stroke pada tahun 2020 mendatang.(1)
detik terdapat 1 kasus baru stroke dengan prevalensi 795.000 pasien stroke baru atau
berulang terjadi di setiap tahunnya dan kira-kira setiap 4 menit terdapat 1 pasien stroke
meninggal. Angka kematian akibat stroke ini mencapai 1 per 20 kematian di Amerika
serikat. Secara global stroke menduduki urutan ke tiga sebagai penyakit mematikan selain
jantung dan kanker, Sebagian besar stroke menyerang diatas usia 40 tahun, namun tidak
Prevalensi stroke di dunia kira-kira 200 per mil 100.000 penduduk dalam setahun.
Prevalensi stroke (permil) pada penduduk umur ≥15 tahun berdasarkan diagnosis dokter
menurut karakteristik, 2018 pada laki-laki 11.0% pada perempuan 10.9% pada perkotaan
12.6% sedangkan pada perdesaan 8.8%. stroke 10.9 per mil, tertinggi di provinsi
Kalimantan timur (14.7 per mil), terendah di provinsi papua (4.1 per mil).(3)
10.9 per 1.000 penduduk Indonesia. Angka ini menurun dari lima tahun sebelumnya,
12.10 per 1.000 penduduk dan meningkat dibandingkan tahun 2007 sebanyak 8.3 per
1.000 penduduk. Stroke terjadi karena ada gangguan aliran darah ke bagian otak. Bila
darah otak yang kekurangan pasokan darah secara tiba-tiba dan penderitanya mengalami
yang mencapai 310 kasus. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013 prevalensi penyakit
Kabupaten Cirebon 5.7%. Sedangkan prevalensi di Jawa Barat berturut-turut 1.6%, 0.3%
dan 12%. Sedangkan Hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi Stroke di Kabupaten
Pada tahun 2018 kejadian stroke diwilayah provinsi Jawa Barat dengan angka 11.4%.
dampak dari penyakit ini berupa penurunan fungsi ekstremitas atas sehingga pasien
mengalami kesulitan saat berjalan karena mengalami gangguan pada kekuatan otot.
Stroke tertinggi di kota Cirebon 12.3%, kabupaten Bekasi 9.4%, kabupaten Ciamis 9.6%,
Cirebon 7.9%.(1) Menurut profil kesehatan kabupaten Cirebon tahun 2011 tingkat
penyakit tertinggi stroke 5.72%. Data yang di peroleh dari puskesmas Kalitanjung kota
Cirebon pada tahun 2019 di dapatkan jumlah kasus stroke mencapai 30% sedangkan di
tahun 2020 jumlah kasus stroke meningkat 10% sehingga keseluruhan kasus stroke
mencapai 40%.(5-6)
Menurut Phys Ther Rehabil Sci (2020) hasil penelitian menunjukan ada perbedaan
yang signitifikan diamati pada semua kelompok sebelum dan sesudah pelatihan (pretest)
dan (postest) dua kelompok untuk kekuatan ekstremitas atas, ROM, dan skor tes fungsi
<0,05). Hasilnya menunjukan bahwa di masa depan, pelatihan Virtual reality (VR) dalam
kombinasi dengan stimulasi sensorik Ulasi pada tungkai atas cenderung menjadi metode
yang efektif (program pelatihan rehabilitasi) untuk memperbaiki tungkai atas fungsi
signitifikan pada fungsi ektermitas atas, kecuali spastisitas, setelah intervensi (P<.5,
analisis varians ukuran berulang 1 arah (ANOVA). Interaksi waktu kelompok yang
signitifikan didemonstrasikan hanya untuk item bahu/siku/ pergelangan tangan dari FMA,
BBT, kekuatan cengkeraman, dan ROM dari fleksi pergelangan tangan, ekstensi, dan
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.(9)
juga dikenal dengan Icelebrovascular accident dan Brain attack. Stroke berarti pukulan
(to stroke) yang terjadi secara mendadak dan menyerang otak. Gangguan peredaran darah
di otak dapat berupa iskemia yaitu aliran darah berkurang atau terhenti pada sebagian
Menurut Dedi Irawandi, Ketut Sudiana, Abu Bakar mengatakan hasil penelitian ini
menunjukan bahwa terjadi peningkatan rata-rata kekuatan otot setelah latihan mirror
therapy sebanyak Dua kali sehari dibuktikan dengan intervensi sebelumnya rata-rata
kekuatan otot ekstremitas atas dalah 2.12 (0.45) setelah intervensi Otot. Sedangkan
kekuatan ekstremitas atas menjadi 3,83 (0,56). Berdasarkan hasil anlisis bivariate
Mirror Therapy menurut (AI Sayegb et al, 2013) dari hasil kajian literatur yang telah
dilakukan yaitu mekanisme gerakan yang dilakukan oleh klien hanya berupa gerakan
fleksi dan ekstensi dan gerakan ke atas serta ke bawah pada ekstremitas atas maupun
bawah. Oleh karena itu peneliti ingin mencoba mengkombinasikan terapi cermin (mirror
therapy) ini dengan ROM (Range of motion). Hasil kajian literatur dikatakan bahwa
mirror therapy dapat mengurangi nyeri dan meningkat fungsi motorik ekstermitas atas
pada pasien stroke dengan complex regional pain syndrome type 1 (CRPSt1) yang
ROM (Range Of Motion) adalah latihan gerakan sendi melalui rentang pemenuhan
dalam semua bidang yang sesuai, latihan ini dilakukan secepat mungkin ketika kondisi
pasien memungkinkan (Brunner & Suddarth, 2012). Range Of Motion (ROM) dikerjakan
sekurang-kurangnya satu kali sehari dan harus diulang 2-3 kali. Tujuan latihan ini adalah
medis, menyediakan bantuan psikologis pasien dan keluarganya melalui therapy fisik dan
tehnik-tehnik lain.(12)
Salah satu terapi untuk memulihkan kekuatan otot pada pasien stroke adalah terapi
motorik, dimana cermin akan memberikan stimulasi visual pada tubuh yang mengalami
gangguan pada cermin oleh bagian tubuh yang sehat. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Sengkey tahun 2015, tentang mirorr therapy in stroke rehabillitation.
Didapatkan hasil p value 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa mirorr therapy instroke
Menurut Myung lee mengatakan Dalam pemulihan motorik ekstremitas atas, skor
penilaian Fugi-Meyer (berdasarkan item bahu / siku / lengan, 9.54 vs 4.61; item tangan,
masing-masing 4.43 vs 1.46) dan Brunnstrom Tahapan untuk ekstremitas atas dan tangan
(masing-masing sebesar 1.77 vs 0.69 dan 1.92 vs 0.50) meningkat lebih banyak pada
kelompok eksperimen dibandingkan pada kelompok control (PG 0.05). pada fungsi
motoric ekstremitas atas, skor tes fungsi Manual (berdasarkan item bahu, 5.00 vs 2.23;
item tangan, masing-masing 5.07 vs 0.46) meningkat secara signitifkan pada kelompok
signitifikan yang ditemukan antara kelompok untuk item kordinasi dalam penilaian
FuglMeyer.(13)
kelompok mengalami peningkatan yang pada skor motorik FIM dan VAS dibandingkan
dengan skor awal. Namun, skor meningkat lebih banyak pada kelompok terapi cermin
dari pada kelompok kontrol (P<011 dan PZ.03, masing-masing). Selain itu, pasien dalam
Menurut Sevgi Ikbali mengatakan bahwa ada peningkatan pada tahap Brunnstrom dan
skor perawatan diri FIM pada kedua kelompok, tetapi skor FMA pasca pengobatan secara
signifikan lebih tinggi pada kelompok terapi cermin dibandingkan pada kelompok terapi
1. Pengettian
Hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling sering muncul di negara
berkembang seperti Indonesia. Seseorang dikatakan hipertensi dan berisiko
mengalami masalah kesehatan apabila setelah dilakukan beberapa
kali pengukuran, nilai tekanan darah tetap tinggi, nilai tekanan darah sistolik
≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg.
Hipertensi secara umum dapat diartikan sebagai tekanan sistolik lebih dari
140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah
manusia secara alami berfluktuasi sepanjang hari. Teakanan darah tinggi
menjadi masalah bila tekanan darah tersebut persisten. Tekanan darah
tersebut membuat sistem sirkulasi dan organ yang mendapat suplai darah
(termasuk jantung dan otak) menjadi tegang.
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Jantung
1) Jantung
System kardiovaskuler terdiri atas jantung, pembuluh darah (arteri,
vena, kapiler) dan sistem limfatik. Fungsi utama system
kardiovaskular adalah mengalirkan darah yang kaya oksigen ke
seluruh tubuh dan memompa darah dari seluruh tubuh (jaringan) ke
sirkulasi paru untuk dioksigenasi (Aspiani, 2016).
Jantung merupakan organ utama sistem kardiovaskular, berotot dan
berongga, terletak di rongga toraks bagian mediastunum. Jantung
berbentuk seperti kerucut tumpul dan bagian bawah disebut apeks
terletak lebih ke kiri dari garis medial, bagian tepi terletak pada ruang
interkosta IV kiri atau sekitar 9 cm dari kiri linea medioklavikularis,
bagian atas disebut basis terletak agak ke kanan pada kosta ke III
sekitar 1 cm dari tepi lateral sternum. Memiliki ukuran panjang
sekitar 12 cm, lebar 8-9 cm, dan tebal 6 cm. Berat jantung sekitar
200-425 gram, pada laki-laki sekitar 310 gram dan pada perempuan
sekitar 225 gram (Aspiani, 2016).
Jantung adalah organ muscular yang tersusun atas dua atrium dan
dua ventrikel. Jantung dikelilingi oleh kantung pericardium yang
terdiri atas dua lapisan,yakni:
a) Trikupidalis
2. Pembuluh Darah
Setiap sel didalam tubuh secara langsung bergantung pada
keutuhan dan fungsi system vaskuler, karena darah dari jantung akan
dikiri ke setiap sel melalui system tersebut. Sifat structural dari setiap
bagian system sirkulasi darah sistemik menentukan peran fisiologinya
dalam integrasi fungsi kardiovaskular. Keseluruhan system peredaran
(system kardiovaskular) terdiri atas arteri, arteriola, kapiler, venula,
dan vena.(Aspiani, 2016)
a) Arteri adalah pembuluh darah yang tersusun atas tiga lapisan
(intima,media,adventisia) yang membawa darah yang
mengandung oksigen dari jantung ke jaringan.
b) Arteriol adalah pembuluh darah dengan resistensi kecil yang
mevaskularisasi kapiler.
c) Kapiler menghubungkan dengan arteriol menjadi venula
(pembuluh darah yang lebih besr yang bertekanan lebih rendah
dibandingkan dengan arteriol), dimana zat gizi dan sisa
pembuangan mengalami pertukaran
d) Venula bergabung dengan kapiler menjadi vena
e) Vena adalah pembuluh yang berkapasitas-besar, dan
bertekanan rendah yang membalikkan darah yang tidak berisi
oksigen ke jantung. (Lyndon, 2014)
b. Fisiologi
1) Siklus jantung
Siklus jantung adalah rangkaian kejadian dalam satu irama jantung.
Dalam bentuk yang pailng sederhana, siklus jantung adalah kontraksi
bersamaan kedua atrium, yang mengikuti suatu fraksi pada detik
berikutnya karena kontraksi bersamaan kedua ventrikel.
Sisklus jantung merupakan periode ketika jantung kontraksi dan
relaksasi. Satu kali siklus jantung sama dengan satu periode sistole
(saat ventrikel kontraksi) dan satu periode diastole (saat ventrikel
relaksasi). Normalnya, siklus jantung dimulai dengan depolarisasi
spontan sel pacemarker dari SA node dan berakhir dengan keadaan
relaksasi ventrikel.
Pada siklus jantung, systole (kontraksi) atrium diikuti sistole
ventrikel sehingga ada perbedaan yang berarti antara pergerakan
darah dari ventrikel ke arteri. Kontraksi atrium akan diikuti relaksasi
atrium dan ventrikel mulai ber kontraksi. Kontraksi ventrikel
menekan darah melawan daun katup atrioventrikuler kanan dan kiri
dan menutupnya. Tekanan darah juga membuka katup semilunar aorta
dan pulmonalis. Kedua ventrikel melanjutkan kontraksi, memompa
darah ke arteri. Ventrikel kemudian relaksasi bersamaan dengan
pengaliran kembali darah ke atrium dan siklus kembali.
a) Sistole atrium
b) Sistole ventrikel
c) Diastole ventrikel
2) Tekanan darah
Tekanan darah (blood pressure) adalah tenaga yang diupayakan
oleh darah untuk melewati setiap unit atau daerah dari dinding
pembuluh darah, timbul dari adanya tekanan pada dinding arteri.
Tekanan arteri terdiri atas tekanan sistolik, tekanan diastolik, tekanan
pulsasi, tekanan arteri rerata.
Tekanan sistolik yaitu tekanan maksimum dari darah yang
mengalir pada arteri saat ventrikel jantung berkontraksi, besarnya
sekitar 100-140 mmHg. Tekanan diastolic yaitu tekanan darah pada
dinding arteri pada saat jantung relaksasi, besarnya sekitar 60-90
mmHg. Tekanan pulsasi merupakan reflek dari stroke volume dan
elastisitas arteri, besarnya sekitar 40-90 mmHg. Sedangkan tekanan
arteri rerata merupakan gabungan dari tekanan pulsasi dan tekanan
diastolic yang besarnya sama dengan sepertiga tekanan pulsasi
ditambah tekanan diastolik. Tekanan darah sesungguhnya adalah
ekspresi dari tekanan systole dan tekanan diastole yang normal
berkisar120/80 mmHg. Peningkatan tekanan darah lebih dari normal
disebut hipertensi dan jika kurang normal disebut hipotensi. Tekanan
darah sanagat berkaitan dengan curah jantung, tahanan pembuluh
darah perifer ( R ). Viskositas dan elastisitas pembuluh darah
(Aspiani, 2016)
3. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan curah jantung atau peningkatan
tekanan perifer. Akan tetapi, ada beberapa factor yang memengaruhi
terjadinya hipertensi :
a) Genetik : respon neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi atau
transport Na.
b) Obesitas : terkait dengan tingkat insulin yang tinggi yang
mengakibatkan tekanan darah meningkat.
c) Stress karena lingkungan
d) Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua
serta pelebaran pembuluh darah (Aspiani, 2016)
4. Manifestasi Klinik
Pada umumnya, penderita hipertensi esensial tidak memiliki keluhan.
Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi,
pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, lemas dan
impotensi. Nyeri kepala umumnya pada hipertensi berat, dengan ciri khas
nyeri regio oksipital terutama pada pagi hari. Anamnesis identifikasi faktor
risiko penyakit jantung, penyebab sekunder hipertensi, komplikasi
kardiovaskuler, dan gaya hidup pasien.
Perbedaan Hipertensi Esensial dan sekunder Evaluasi jenis hipertensi
dibutuhkan untuk mengetahui penyebab. Peningkatan tekanan darah yang
berasosiasi dengan peningkatan berat badan, faktor gaya hidup (perubahan
pekerjaan menyebabkan penderita bepergian dan makan di luar rumah),
penurunan frekuensi atau intensitas aktivitas fisik, atau usia tua pada pasien
dengan riwayat keluarga dengan hipertensi kemungkinan besar mengarah ke
hipertensi esensial. Labilitas tekanan darah, mendengkur, prostatisme, kram
otot, kelemahan, penurunan berat badan, palpitasi, intoleransi panas, edema,
gangguan berkemih, riwayat perbaikan koarktasio, obesitas sentral, wajah
membulat, mudah memar, penggunaan obat-obatan atau zat terlarang, dan
tidak adanya riwayat hipertensi pada keluarga mengarah pada hipertensi
sekunder (Adrian, 2019). Beberapa manifestasi klinis hipertensi yang bisa
ditemukan diantaranya :
1. Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi tetapi dapat pula ditemukan perubahan
pada retina yang menyebabkan penglihatan kabur, seperti
perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada
kasus berat terdapat edema pupil (Ardiansyah, 2012 ; Putri &
Wijaya, 2013).
3. Sebagian besar gejala klinis yang timbul adalah nyeri kepala saat
terjaga yang terkadang disertai dengan mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah intrakranial (Ardiansyah, 2012).
7. Komplikasi
Menurut (Triyanto,2014) komplikasi hipertensi dapat menyebabkan
sebaga berikut :
1) Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekananan tinggi diotak,
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang
terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik
apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah
yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak mengalami
asterosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala terkena stroke adalah
sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung atau
bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh
terasa lemah atau sulit digerakkan (misalnya wajah, mulut, atau
lengan terasa kaku, tidak dapat bicara secara jelas) serta tidak
sadarkan diri secara mendadak
2) Infark Miokard
dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah
tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan
oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infrak. Demikian juga hipertropi
ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran
listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia
jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan. c. Gagal
ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler- kapiler ginjal. Glomerulus. Dengan rusaknya
glomerulus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal,
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan
kematian. Dengan rusaknya membran, protein akan keluar melalui
urin sehingga tekanan osmotik. koloid plasma berkurang,
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada Hipertensi kronik
g. sirkulasi
1) Gejala
a. Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/ katup
dan penyakit serebrovaskuler
b. Episode palpitasi
2) Tanda
a. Peningkatan tekanan darah
b. Nadi denyutan jelas dari karotis,ugularis,radialis, takikardia
c. Murmur stenosis vulvular
d. Distensi vena jugularis
e. Kulit pucat,sianosis ,suhu dingin (vasokontriksi perifer)
f. Pengisian kapiler mungkin lambat / tertunda
h.Integritas ego
i.Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat penyakit
ginjal pada masa yang lalu.
j. Makanan / cairan
1) Gejala
2) Tanda
b) Adanya edema
c) Glikosuria
d) Neurosensori
3) Gejala
a. Keluhan pening / pusing, berdenyut, sakit kepala, suboksipital (terjadi saat
bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
b. Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan abur, epistakis)
4) Tanda
a. Status mental, perubahan keterjagaanm orientasi, pola/ isi bicara,
efek, proses piker
b. Penurunan kekuatan genggaman tangan
k. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : angina ( penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung), sakit
kepala
l. Pernapasan
1) Gejala
c. Riwayat merokok
2) Tanda
c. Sianosis
m. Keamanan
n. Pembelajaran / penyuluhan
Gejala :
Bantuan dengan pemantau diri tekanan darah/ perubahan dalam terapi obat.
2.Diagnosa
Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi klien menurut (Nurarif, 2015)
dengan hipertensi :
e. Ketidakefektifan koping
g. Resiko cedera
h. Defisiensi pengetahuan
i. Ansietas
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan
hipertensi (Nurarif ,2015 dan Tim pokja SDKI DPP PPNI 2017) :
a. Nyeri akut ( D.0077 )
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan.
Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis ( mis : inflamasi, iskemia, neoplasma).
Batasan Karakteristik
Kriteria Mayor :
Kriteria Minor :
Definisi : penurunan sirkulasi darah pada level kalpiler yang dapat menggangu
metabolisme tubuh
Penyebab : peningkatan tekanan darah
Batasan Karakteristik :
Kriteria Mayor :
Kriteria Minor :
1) Tromboflebitis
2) Diabetes mellitus
3) Anemia
6) Thrombosis arteri
7) Varises
9) Sindrom kompartemen
c. Hipervolemia (D.0022)
Batasan karakteristik :
Kriteria Mayor :
Kriteria Minor :
Batasan karakteristik :
Penyebab : kelemahan.
Batasan karakteristik :
Kriteria Mayor :
Kriteria Minor :
1. Anemia
2. Gagal jantung kongesif
3. Penyakit jantung koroner
4. Penyakit katup jantung
5. Aritmia
6. Penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK)
7. Gangguan metabolic
8. Gangguan musculoskeletal
Definisi : ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topic
tertentu.
Batasan karakteristik :
Kriteria Mayor :
Kriteria Minor :
f.Ansietas ( D.0080)
Definisi : kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak
jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman.
Batasan Karakteristik :
Kriteria Mayor :
1. Subjektif : merasa bingung , merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi , sulit berkonsentrasi.
2. Objektif : tampak gelisah , tampak tegang , sulit tidur .
Kriteria Minor :
Definisi : Beresiko mengalami keruskan fisik dan gangguan kesehatan akibat terjatuh.
Faktor Risiko :
1. Osteoporosis
2. Kejang
3. Penyakit sebrovaskuler
4. Katarak
5. Glaucoma
6. Demensia
7. Hipotensi
8. Amputasi
9. Intoksikasi
10. Preeklampsi
3. Intervensi keperawatan
Tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi dan
kolaborasi (PPNI, 2018) Menurut Nurarif & Kusuma (2015) dan Tim pokja SDKI
PPNI (2017)
4. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi
(Wartonah, 2015).
4. Evaluasi Keperawatan
evaluasi adalah proses keberhasilan tindakan keperawatan yang membandingkan
antara proses dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan menilai efektif tidaknya dari
proses keperawatan yang dilaksanakan serta hasil dari penilaian keperawatan
tersebut digunakan untuk bahan perencanaan selanjutnya apabila masalah belum
teratasi.
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
guna tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu
pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
pasien (Dinarti &Muryanti, 2017)
Menurut (Asmadi, 2008) terdapat 2 jenis evaluasi :
a. Evaluasi formatif (proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanaan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi
empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data
berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(perbandingan data dengan teori) dan perencanaan.
Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut: Kartu SOAP
(data subjektif, data objektif, analisis/assessment, dan perencanaan/plan) dapat
dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi dan pengkajian ulang.
1. S ( Subjektif ): data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada
klien yang afasia.
2. O (Objektif): data objektif yang siperoleh dari hasil observasi perawat,
misalnya tanda-tanda akibat penyimpangan fungsi fisik, tindakan
keperawatan, atau akibat pengobatan.
3. A (Analisis/assessment): Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat
kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah
potensial, dimana analisis ada 3, yaitu (teratasi, tidak teratasi, dan sebagian
teratasi) sehingga perlu tidaknya dilakukan tindakan segera. Oleh karena itu,
seing memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan perubahan diagnosis,
rencana, dan tindakan.
4. P (Perencanaan/planning): perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan dating (hasil
modifikasi rencana keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan
kesehatan klien. Proses ini berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik dan
priode yang telah ditentukan.
JURNAL
VOLUME DAN HALAMAN Vol. 16, Iss. 11