Anda di halaman 1dari 77

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang menjadi penyebab utama

kematian di Indonesia. Jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang berusia

dibawah 45 tahun terus meningkat, akibat stroke diprediksi akan meningkat

seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker. Stroke merupakan

penyebab kematian tersering ketiga di Amerika dan merupakan penyebab utama

disabilitas permanen (Handayani & Dominica, 2019). Sehingga pada klien stroke

biasanya mengalami gangguan mobilitas fisik atau beresiko mengalami

keterbatasan gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri. (PPNI,

2016).

Stroke merupakan urutan kedua penyakit mematikan setelah penyakit

jantung. Serangan stroke lebih banyak dipicu karena hipertensi yang disebut

silent killer, diabetes mellitus, obesitas dan berbagai gangguan alliran darah ke

otak. Angka kejadian stroke didunia kira-kira 200 per 100.000 penduduk dalam

setahun. Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk

terkena serangan stroke dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal

sedangkan sisanya mengalami cacat ringan bahkan bisa menjadi cacat berat

(Hanum & Lubis, 2017). Selain menyumbangkan angka kematian tinggi akibat

stroke, Indonesia juga memiliki angka beban stroke terbanyak kedua setelah
Mongolia yaitu sebanyak 3.382,2/100.000 orang berdasarkan DALYS

(disability-adjusted life-year). Prevalensi stroke di Indonesia pada tahun 2018

sebesar 10,9% dan mengalami kenaikan sebanyak 3,9% dalam lima tahun

terakhir. (Made et al., 2019).

Menurut World Stroke Organization bahwa 1 diantara 6 orang di dunia

akan mengalami stroke di sepanjang hidupnya, sedangkan data American Health

Association (AHA) menyebutkan bahwa setiap 40 detik terdapat 1 kasus baru

stroke dengan prevalensi 795.000 klien stroke baru atau berulang terjadi setiap

tahunnya dan kira-kira setiap 4 menit terdapat I klien stroke meninggal. Angka

kematian akibat stroke ini mencapai 1 per 20 kematian di Amerika Serikat.

(Mutiarasari, 2019).

Berdasarkan data World Healt Organization (WHO) tahun 2016 bahwa

CVA Infark merupakan penyebab kedua kematian dan penyebab keenam yang

paling umum dari cacat. Sekitar 15 juta orang menderita CVA yang pertama kali

setiap tahun, dengan sepertiga dari kasus ini atau sekitar 6,6 juta mengakibatkan

kematian (3,5 juta perempuan dan 3,1 juta laki-laki). CVA merupakan masalah

besar di negara-negara berpenghasilan rendah daripada di negara berpenghasilan

tinggi. Lebih dari 81% kematian akibat CVA terjadi di negara-negara

berpenghasilan rendah presentase kematian dini karena CVA naik menjadi 94%

pada orang dibawah usia 70 tahun. sedangkan pada Riskesdas 2018 prevalensi

stroke 10,9 per mil, tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur (14.7 per mil),

terendah di Provinsi Papua (4.1 per mil). (Kesehatan, 2018). Berdasarkan survey
awal di ruang dahlia 3 RSUD dr. Soegiri Lamongan tahun 2015 didapatkan

jumlah klien stroke pada bulan november sebanyak 18 klien stroke non

hemoragic, sedangkan klien stroke non hemoragic yang mengalami gangguan

kemandirian fungsional (ADL) sebanyak 5 klien atau 27,8%, Klien yang

mengalami gangguan mobilitas fisik sebanyak 9 klien atau 50%. Sedangkan

sebanyak 4 klien atau 22% klien yang mengalami penurunan kualitas tidur berat.

Dari data di atas menunjukkan bahwa masih banyaknya klien stroke non

hemoragic yang mengalami gangguan mobilitas fisik.

Kejadian stroke dapat disebabkan oleh beberapa faktor, faktor risiko stroke

yang tidak dapat dikontrol terdiri atas usia, ras jenis kelamin, kebiasaan merokok,

dan faktor resiko yang dapat dikontrol terdiri atas riwayat banyaknya cara untuk

mengatasi kelebihan berat badan yang dilakukan masyarakat saat ini misalnya

dengan diet rendah lemak serta olahraga maupun meningkatkan aktivitas

fisiklainnya, ditambah lagi semakin maraknya suplemen atau obat yang bisa

membantu menurunkan berat badan dan hindari makanan yang mengandung

lemak tinggi, terlebih lagi lemak jenuh, serta kurangi asupan garam. Diet yang

mengandung banyak serat, seperti buah-buahan dan sayuran serta rendah garam

terbukti dapat mengurangi stroke (Dewi, 2016).

Akibat yang ditimbulkan oleh serangan stroke diantaranya kelemahan

(lumpuh sebagian atau menyeluruh) secara mendadak, hilangnya sensasi

berbicara, melihat, atau berjalan, hingga menyebabkan kematian. Penanganan

terhadap klien stroke terutama klien baru seharusnya dilakukan dengan cepat dan
tepat. Kepastian penentuan tipe patologi stroke secara dini sangat penting untuk

pemberian obat yang tepat guna mencegah dampak yang lebih fatal (Arifianto,

Aji Seto, Moechammad Sarosa, 2014).

Penyebab terjadinya Gangguan Mobilitas Fisik biasanya terjadi Kerusakan

integritas struktur tulang, penurunan kendali otot, penurunan massa otot,

penurunan kekuatan otot, kekakuan sendi dan nyeri sehingga jika pada klien yang

mengalami gangguan mobilitas fisik tidak segera ditangani maka klien akan

mengalami kesulitan untuk menggerakkan tubuhnya sehingga sendi akan

mengalami kekakuan dan fisiknya akan melemah. (PPNI, 2016).

Disfungsi motorik yang terjadi mengakibatkan klien mengalami

keterbatasan dalam menggerakkan bagian tubuhnya sehingga meningkatkan

risiko terjadinya komplikasi. Komplikasi akibat imobilisasi menyebabkan 51%

kematian pada 30 hari pertama setelah terjadinya serangan stroke iskemik.

Imobilitas juga dapat menyebabkan kekakuan sendi (kontraktur), komplikasi

ortopedik, atropi otot, dan kelumpuhan saraf akibat penekanan yang lama (nerve

pressure palsies) Masalah yang berhubungan dengan kondisi imobilisasi pada

klien stroke dinyatakan sebagai diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan

utama yang sesuai dengan masalah imobilisasi pada klien stroke adalah

Gangguan mobilitas fisik. (Selvia, 2015).

Untuk ini perlu dilakukan upaya mengurangi terjadinya Gangguan

Mobilitas Fisik pada klien stroke dengan melakukan latihan gerak aktif / pasif

pada semua ekstermitas dan melakukan terapi untuk mempercepat penyembuhan


pada klien (PPNI, 2018) sehingga mengurangi terjadinya stroke dengan

mengkonsumsi gizi yang seimbang seperti perbanyak makan sayur, buah-buahan

segar, protein rendah lemak dan kaya serat yang sangat bermanfaat untuk

pembuluh darah. Dan tidak ketinggalan juga lakukan olahraga teratur, dengan

berolahraga teratur dapat mengontrol berat badan serta mengurangi resiko

terjadinya stroke (Sinaga & Sembiring, 2019).

I.2 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka, rumusan masalah yg diambil yaitu :

1. Bagai mana konsep dasar penyakit stroke?

2. Bagai masalah pada studi Asuhan Keperawatan pada Klien yang mengalami

stroke di RSBP Kota Batam.

1.1 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami stroke.

2. Bagaimana diagnosa keperawatan yang muncul sesuai dengan Standar

Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) pada klien yang mengalmi stroke.

3. Bagaimana rencana tindakan keperawatan serta luaran keperawatan menurut

Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia (SIKI) yang muncul pada Tn. S yang mengalami stroke.

4. Bagaimana mengaplikasikan tindakan keperawatan pada Tn. S yang mengalami

stroke.

5. Bagaimana evaluasi tidakan keperawatan pada Tn. S yang mengalami stroke.


6. Bagaimana dokumentasi pada Tn. S dengan stroke.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI PENYAKIT

Stroke merupakan gangguan fungsi syaraf yang disebabkan

adanya ketidakseimbangan aliran darah dalam otak, dan dapat timbul

secara mendadak (dalam waktu beberapa detik) atau secara cepat (dalam

waktu beberapa jam), dengan gejala atau tanda-tanda yang sesuai de-

ngan daerah otak yang mengalami gangguan pasokan darah (Mulyadi,

dkk, 2007 dalam Hutagulung, 2019).

Stroke merupakan hasil penyumbatan yang tiba-tiba terjadi, yang

disebabkan oleh penggumpalan, perdarahan, atau penyempitan pada

pembuluh darah arteri, sehingga menutup aliran darah ke bagian-bagian

otak, dimana darah merupakan pembawa oksigen dan zat-zat makanan

ke jaringan otak sel-sel otak mengalami kematian (Shinberg, EF, 1998,

dalam Hutagulung, 2019).

Stroke adalah penyakit otak paling dekstruktif dengan

konsekuensi berat, termasuk beban psikologis, fisik seperti kecacatan

dan ke- matian, dan keuangan yang besar pada masyarakat (Feigin, V,

2006). Stroke atau yang dikenal sebagai CVA (Cerebrovascular accident)

atau CVD (Cerebrovascular disease) memiliki beberapa definisi. Definisi


yang WHO Task Force in Stroke and Other Cerebrovascular Disease

tahun 1989 adalah: "Stroke adalah disfungsi neurologis akut yang

disebabkan oleh gangguan pembuluh darah yang timbul secara

mendadak (dalam beberapa detik) atau cepat (dalam beberapa jam)

dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal

otak yang terganggu" (Bustan, M..N., 1997, dalam Hutagulung, 2019).

Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah

suatu gangguan fungsi neurologis akut yang disebabkan oleh

gangguan peredaran darah dan terjadi secara mendadak (dalam

beberapa detik) atau setidaknya secara cepat (dalam beberapa jam)

dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah otak

terganggu (Erlita, 2017). Selain itu stroke juga merupakan etiologi

kecacatan jangka panjang nomor satu di dunia, stroke dapat

menimbulkan kecacatan bagi penderita yang mampu bertahan hidup,

salah satunya adalah ketidakmampuan perawatan diri akibat

kelemahan pada ekstremitas dan penurunan fungsi mobilitas yang

dapat menghambat pemenuhan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)

(Septiyani, 2017).

2. ETIOLOGI STROKE

Menurut Smeltzer (2008) penyebab stroke non hemoragik yaitu:

1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)


Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah,

menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh

pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini

terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga

menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema

dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua

yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena

penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat

menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis

seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

2. Embolisme cerebral

Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa

ke otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan

pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada

umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan

menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat

dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.

3. Iskemia

Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan

atau penyumbatan pembuluh darah.

3. KLASIFIKASI STROKE HEMORAGIK


Secara klinis stroke dapat dibagi atas 2 jenis yaitu stroke non

hemoragik dan stroke hemoragik. Pertama, Stroke non hemoragik

(iskemik). Secara patofisiologis stroke non hemoragik (iskemik) adalah

kematian jaringan otak karena pasokan darah yang tidak adekuat. Secara

klinis stroke non hemoragik (iskemik) merupakan defisit neurologis

fokal yang timbul akut dan berlangsung lebih lama dari 24 jam serta tidak

disebabkan oleh perdarahan.

Stroke non hemoragik dibagi berdasarkan manifestasi klinis dan

kausal, yaitu:

1). Berdasarkan manifestasi klinis:

a). Serangan iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA). Pada

bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan

peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

b). Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic

Neurological Deficit (RIND). Gejala neuro- logik yang timbul

akan menghilang dalam waktu lebih lama dan 24 jam, tapi tidak

lebih dari seminggu.

c). Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution). Gejala

neurologik makin lama makin berat. (

d). Stroke Komplit (Complete Stroke) Gejala klinis sudah menetap.

2). Berdasarkan kausal:

a). Stroke trombotik. Stroke trombotik adalah jenis stroke karena

pembuluh darah dari jantung yang menuju otak mengalami


penyempitan. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya

aterosklerosis, sebagai akibat tingginya kadar kolesterol dan

tingginya tekanan darah.

b). Stroke emboli/non trombotik. Jenis stroke ini terjadi karena

emboli yang dapat terdiri dari debris kolesterol, gumpalan

trombosit dan fibrin, menyumbat pembuluh darah yang lebih

kecil yang merupakan cabang dari pembuluh arteri utama yang

menuju otak. Bagian dari otak yang tidak dialiri darah akan

mengalami kerusakan dan tidak berfungsi lagi.

Kedua, Stroke hemoragik. Stroke hemoragik disebabkan oleh

perdarahan non traumatik di otak. Menurut WHO International

Classification of Disease (ICD) stroke hemoragik dibagi atas:

1). Perdarahan Intra Serebral (PIS). PIS adalah perdarahan primer yang

berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan

disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini paling banyak disebabkan

oleh hipertensi. Pada hipertensi kronis dapat terjadi aneurisma-

aneurisma ikro di sepanjang arteri. Arteri tadi dapat pecan atau robek.

2). Perdarahan Sub Arachnoidal (PSA). PSA adalah keadaan akut dimana

terdapatnya atau masuknya darah ke dalam ruangan subaraknoid.

Penyebab uta ma PSA adalah aneurisma intrakranial (Bustan, M...N.,

1997; Harsono, 2003: PERDOSSI, 1996; Lumbantobing, SM., 2001;

Shimberg, EF.. 1998, dalam Hutagalung, 2019).


4. ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK PEMBULUH DARAH

Otak merupakan organ vital yang bertanggung jawab atas fungsi

mental dan intelektual seperti berpikir, menafsirkan apa yang diterima

oleh indra kita serta mengontrol gerakan- gerakan sadar kita. Otak

tersusun dari belahan otak besar (hemisfer serebri), batang otak dan otak

kecil (serebelum). Pesan-pesan yang menuju dan berasal dari anggota

tubuh akan dihantarkan lewat medula spinalis serta batang otak.

Serebrum (otak besar) merupakan pusat pemikiran dan kesadaran

seseorang, pusat untuk mengawali kemampuan menguasai bahasa,

pemusatan perhatian (focusing), memori,dan pikiran. Serebelum (otak

kecil) yang terletak di bagian bawah atau belakang, merupakan otak

yang kecil dan menjadi pusat koordinasi otot dan keseimbangan badan,

serta mengawali proses pernafasan dan metabolisme badan. Terdapat

dua hemisfer serebri yaitu hemisfer serebri sinistra (kiri) dan hemisfer

serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri dapat dibagi menjadi lobus

frontalis, parietalis, occipitalis serta lobus temporalis. Dua hemisfer otak

dihubungkan secara anatomis dan saling berkaitan secara fungsional.

Hemister serebri kiri (hemisfer serebri sinistra) mengendalikan

kemampuan memahami dan menghasilkan bahasa serta lebih berkaitan

dengan berpikir matematis atau logis, sedangkan hemisfer serebri kanan

(hemisfer serebri dextra) mengendalikan orientasi ruang maupun lebih


berkaitan dengan pemikiran abstrak dan imaginer serta kemampuan

seni:

Berat otak sekitar 2.5% dari berat badan secara keseluruhan Otak

terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang

dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Arteri

adalah pembuluh yang mengangkut darah yang kaya akan oksigen dan

nutrien seperti glukosa ke otak. Vena adalah pembuluh yang membawa


darah yang telah digunakan dan zat sisa menjauhi otak. Semua rang

memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi jumlah

koneksi diantara berbagai neuron berbeda-beda. Pasokan aliran darah ke

otak dilakukan oleh dua pembuluh arteri utama, yaitu sepasang arteri

karotis interna yang memasok sekitar 70% dari keseluruhan jumlah darah

otak, dan sepasang arteri vertebralis yang mencukupi 30% sisanya.

Otak merupakan organ tubuh yang paling banyak menerima

darah dari jantung, yakni seperlima dari seluruh darah yang mengalir ke

seluruh jaringan tubuh. Diperkirakan, metabolisme otak menggunakan

sekitar 18% dari total konsumsi oksigen tubuh. Oleh karena itu, masa

hidup jaringan otak yang menghadapi kekurangan oksigen cukup

singkat. Dan hal ini berarti, jaringan otak akan mudah mati jika pasokan

aliran darah terhenti atan tersumbat (Ginanjar, G, 2009).

5. PATOFISIOLOGI

Hipertensi kronik yaitu menjadi penyebab utama pembuluh

arteriona mengalami perubahan patologi dimana dinding pembuluh


darah tersebut berupa hipohialinisis, nekrosis fibrinoid serta timbulnyaa

aneurisme tipe bouchard. Arterional-arterional yang terdapat dari caban-

cabang lentikulostriate, cabang ini tembus ke arteriostalamus dan

bercabang-cabang ke paramedian arteria vertebra-basilar yang

kemudian mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama.

kenaikan tekanan darah yang “abrupt” atau mengalami kenaikan dalam

jumlah yang sangat mencolok hal tersebut dapat mengedukasi pecahnya

pembuluh darah terutama terjadi pada pagi harridan juga sore hari. Jika

pembuluh darah pecah, maka akan berlanjut samapai 6 jam dan apabila

volumenya besar dapat merusak struktur anatomi otak dan tentunya

akan menimbulkan gejala klinik (Nurarif & Kusuma, 2015).

Jika pembuluh darah yang timbul memiliki ukuran yang kecil,

maka hanya dapat merasuk dan menyala diantara selaput akson dan

massa putih akan tampak rusak. Dalam keadaan ini absobsi darah pun

akan diikuti oleh pulihnya fungsi neurologi. Sedangakan pendarahan

yang luas akan terjadi distruksi pada massa otak. tingginya penekanan

intracranial dan yang lebih berat akan menyebabkan herniasi otak pada

falk selebri ataupun lewat foramen magnum. Selain terjadinya

kerusakan pada parenkim otak, akibat dari volume perdarahan yang

telah relative banyak mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranatal

dan akan menyebabkan turunnya tekanan perfusi otak serta dapat

mengganggu drainase pada otak (Batticacca, 2012).


6. PATHWAY

FAKTOR YANG TIDAK DAPAT FAKTOR STROKE NON


DIMODIFIKASI : Umur, Ras, Jenis HEMOROGIK: Hipertensi, Diabetes
kelamin dan Genetik melitus, Riwayat penyakit jantung,
Obesitas (kegemukan) Merokok

Terbentuknya trombus
arteri

Penyumbatan pembuluh
darah

Suplay O2 ke otak menurun

Iskemik pada jaringan otak


Kerusakan gerak motorik
dilobus frontalis
hemisphere/hemiplagi Korteks
Hipoksia Hipotalamus
serebri
MK : Gangguan
mobilitas fisik System limbik
STROKE NON HEMORAGIK

Mobilitas menurun Kerusakan hipotalamus


Kelemahan pada Nervus
Perubahan
V, VII, IX,X
presepsi
Hilang motivasi
Tirah baring sensor

Penurunan kemampuan Kurang aktivitas


Mk :Defisit perawatan diri otot mengunyah/menelan

Mk : Resiko Mk: Ketidakberdayaan


MK ; Kesimbangaan nutrisi
kerusakan integritas kurang dari kebutuhan tubuh
kulit
7. GEJALA-GEJALA STROKE NON HAEMORAGIK

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah

di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan

lokalisasinya. Gejala utama stroke non haemoragik akibat trombosis

serebri lalah, timbulnya disit neurologik secara mendadak/sub akut,

didahului gejala prodromal, contolnya tiba-tiba merasa lemah dan tidak

dapat berdiri, merasa pegal, agak lemah atau linu pada separuh tubuh,

disertai atau tanpa pusing. Terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi

dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia 50

tahun ke atas, Pada pungsi lumbal, likuor serebros- pinal jernih, tekanan

normal, dan eritrosit kurang dari 500. Pemerik saan sken tomografik

dapat disaksikan adanya daerah hipodens yang menunjukkan

infark/iskemik dan edema.Stroke akibat emboli serebri didapatkan pada

usia lebih muda, mendadak dan pada waktu aktif Sumber emboli berasal

dari berbagai tempat yakni kelainan jantung atau ateroma yang terlepas.

Kesadaran dapat menurun bila embolus cukup besar, sedangkan Likuor

serebrospinal terlihat normal. Gejala-gejala stroke non haemoragik dapat

muncul untuk sementara, lalu menghilang atau lalu semakin memberat

atau menetap. Gejala ini muncul akibat darah ke tempat tersebut. Gejala

yang muncul bervariasi, bergantung bagian untuk otak yang terganggu.

a. Gangguan pada Pembuluh Darah Karotik

Pertama, Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah

(arteri serebri media), dapat juga terjadi gejala sebagai berikut:


(1). Gangguan rasa di daerah muka/wajah sesisi atau disertai

gangguan rasa di lengan dan tungkai sesisi.

(2). Gangguan untuk beibicara baik berupa sulit untuk mengeluarkan

kata-kata atau sulit mengerti penbicaraan orang lain atau afasia.

(3). Terjadi gangguan gerak/kelumpuhan dari tingkat ringan sampai

kelumpuhan total pada lengan dan tungkai sesisi

(heraiparesis/hemipleg).

(4) Mata selalu melirik ke arah satu sisi (deviation conjugae).

(5). Kesadaran menurun.

(6). Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenainya

(prosopagnosia).

(7). Mulut perot

(8). Merasa anggota badan sesisi tidak ada.

(9). Tidak dapat mem- bedakan antar lesi

(10). Sudah tampak tanda-tanda kelainan namun ti dak sadar kalau

dirinya mengalami kelainan.

(11). Kehilangan kemampuan musik yang dahulu dipunyainya (amia).

Kedua, Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (arteri

serebri anterior) akan memberikan gejala sebagai berikut:

(1). Kelumpuhan salah satu tungkai dan ganguan-gangguan saraf

perasa.

(2). Ngompol

(3). Tidak sadar.


(4). Gangguan mengungkapkan maksud.

(5). Menirukan omongan orang lain (ekholali).

Ketiga, Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang

(arteri serebri posterior) akan memberikan gejala-gejala antara lain:

(1). Kebutaan seluruh tapangan pandangan satu sisi atau separuh lapang

pandang pada kedua mata, bila bilateral disebut cortical blindness.

(2). Rasa nyeri spontan atau hilangnya ras nyeri dan rasa getar pada

seluruh sisi tubuh.

(3). Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat me ngerti

jika meraba atau mendengar suaranya.

(4). Kehilangan kemam- puan mengenal warna (Lumban Tobing, SM.,

2001).

b. Gangguan pada Pembuluh Darah Vertebrobasilar

Pertama, Sumbatan/gangguan pada arteri serebri posterior:

(1). Hemianopsia homonim kontralaterai dan sisi lesi.

(2). Hemiparesis kontralaterai.

(3). Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif (termasuk rasa

getar) kontralaterai (hemianestesia).

Bila salah satu cabang ketalamus tersumbat, timbullah

sindrom talamikus, yakni:

(1). Nyeri Talamik, suatu rasa nyeri yang terus mene- rus dan sukar

dihilangkan; pada pemeriksaan raba terdapat anastesia tetapi pada

tes tusukan timbul rasa nyeri (anestesia dolorosa).


(2). Hemikhorea, disertai hemiparesis, disebut sindrom Dejerine

Marie.

Kedua, Gangguan /sumbatan pada arteri vertebralis: Bila

sumbatan pada sisi yang dominan dapat terjadi sindrom Wallenberg.

Sumbatan pada sisi yang tidak dominan seringkali tidak menimbulkan

gejala.

Ketiga, Sumbatan/gangguan pada arteri serebri posterior

inferior.

(1) Sindrom Wallenberg berupa ataksia serebral pada lengan dan

tungkai di sisi yang sama, gangguan N II (Oftalmikus) dan refleks

kornea hilang pada sisi yang sama.

(2). Sindrom Homer sesisi dengan lesi.

(3). Disfagia, apabila infark mengenai nukleus ambiguus ipsilateral.

(4). Nistagmus, jika terjadi iniark pada nukleus Vestibularis.

(5). Hemipesiesia alternans.

Keempat, Sumbatan/gangguan pada cabang kecil a.basilans

(a.paramedian) ialah paresis nervi kraniales yang terletak di tengah-

tengah N III, N IV, dan N XII, disertai hemiparesis kontralateral.

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran

darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh

darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka

Pertama, Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna:


(1). Buta mendadak (amaurosis fugaks).

(2). Ketidakmampuan untuk ber- bicara atau mengerti bahasa lisan

(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.

(3). Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis

kontralateral) dan dapat disertai sindrom Homer pada sis

sumbatan.

Kedua, Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior:

(1). Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih

menonjol.

(2). Gangguan mental.

(3). Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.

(4). Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.

(5). Bisa terjadi kejang-kejang.

Ketiga, Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media:

(1). Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan vang lebih

ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.

(2). Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.

(3). Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).

Keempat, Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar:

(1). Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.

(2). Meningkatnya refleks tendon.

(3). Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.


(4). Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor),

kepala berputar (vertigo).

(5). Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).

(6). Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara

sehingga pasien sulit bicara (disatria).

(7). Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran

secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,

kehilangan daya ingat terhadap lingku- ngan (disorientasi).

(8). Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia),

gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),

penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata,

kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri

kedua mata (hemianopia homonim).

(9). Gangguan pendengaran.

(10). Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.

Kelima, Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior:

(1). Koma

(2). Hemiparesis kontra lateral.

(3). Ketidakmampuan membaca (aleksia)

(4). Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.

Keenam, Gejala akibat gangguan fungsi luhur:

(1). Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia

dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk


berbicara, menge luarkan isi pikiran melalui perkataannya

sendiri, sementara kemam puannya untuk mengerti bicara orang

lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk

mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu

mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian

diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya

kerusakan otak.

(2). Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan

otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara

kongenital), yaitu Verbal adalah ketidakmampuan membaca kata,

tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah

ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca

kata. terjadi ke- tidakmampuan keduanya disebut Global alexia.

(3). Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya

kerusakan otak.

(4). Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal

angka setelah terjadinya kerusakan otak.

(5). Right Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah

sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti

penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau

meniru- kan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering

bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh


menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak

boleh melihat jarinya).

(6). Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya

kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang

berhubungan dengan ruang.

(7). Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku

akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari

hemisphere domi- nan yang menyebabkan terjadinya gangguan

bicara.

(8). Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada

trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi

pengangkatan massa di otak.

(9). Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup

sejumlah kemampuan.

6. LOKASI INFARK

Pertama, Basal Ganglia. Basal ganglia merupakan bagian dari

sistem ekstrapiramidal, vang mempunyai fungsi dasar yang

berhubungan dengan gerakan yang terisosiasi, penyesuaian bentuk

tubuh, dan inte- grasi autonomic (Chusid, Joseph, 1988). Kerusakan

pada bagian ini dapat mengakibatkan hemiplegi spastik pada sisi

kontralateral (Victor, Maurice, 2002)


Kedua, Occipital, Kerusakan pada bagian ini dapat

mengakibatkan pasien kehilangan lapangan pandang misalnya

kehilangan lapangan pandang sebelah kiri. Ini terlihat ketika penderita

membaca dia tidak melihat halaman sebelah kiri. Kerusakan pada

bagian ini juga dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan dalam

berkomunikasi.

Ketiga, Parietal. Kerusakan pada parietal kiri mempengaruhi

kemampuan berhitung seseorang yang bisa dilihat pada perhitungan

sederhana. Gangguan pada fungsi ini disebut acalculia. Selain itu juga

mempengaruhi kemampuan seseorang dalam berkreasi yang dapat

diketahui dengan menyuruh pasien menggambar. Parietal kanan

merupakan bagian yang berhubungan dengan persepsi. Kerusikan pada

bagian dapat mengakibatkan penderita kurang memperhatikan sisi kiri,

baik tangan mau pun kaki, sehingga pende rita tidak mampu

mengidentifikasi kerusakan pada sisi kiri Kerusakan pada parietal juga

dapat mengakibatkan disorientasi terhadap sisi kiri, disorientasi spasial

misalnya ketika menentukan arah jarum kompas. membaca peta, atau

melihat figur tiga dimensi

8. GAMBARAN KLINIS SERANGAN STROKE NON HAEMORAGIK

Ada beberapa gambaran klinis yang sering terjadi pasca

serangan stroke non haemoragik yaitu: Pertama, Hemiparese dekstra.

Dari gejala-gejala yang dapat mengakibatkan terjadinya stroke non

haemoragik, gambaran klinis yang paling sering terjadi adalah


hemiplegia (hemiparese) karena cabang-cabang serebri media yang

sering mengalami gangguan. Salah satu sisi otak akan mengontrol

fungsi-fungsi bagian tubuh pada sisi yang berlawanan sehingga

seseorang yang mengalami kelemahan atau kelumpuhan pada sisi

sebelah kanan tubuhnya (hemiparese dekstra). Kedua, Hemiparese

sinistra. Penderita stroke non haemoragik yang mengalami Hemiparese

sinistra ini akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebelah

kiri lengan atau kakinya. Ketiga, Hemiparese dupleks. Penderita stroke

non haemoragik yang mengalami Hemiparese dupleks ini akan

mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh

sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpahan.

9. LETAK KELUMPUHAN

Pertama, Kelumpuhan Sebelah Kiri (Hemiparesis Sinistra).

Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak (Hemispere kanan otak) yang

menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tubuh bagian kiri (Bustan, M.

N. 1995). Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sermg memper-

lihatkan ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan memori

visual dan mengabaikan sisi sebelah kiri. Penderita memberikan

perhatian hanya kepada sesuatu yang berada dalam lapangan pandang

yang dilihatnya (Harsono, 1996).

Kedua, Kelumpuhan Sebelah Kanan (Haniparesis Dextra).

Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak (hemispere kiri otak) yang
menyebab kan kelemahan atau kelumpuhan pada tubuh bagian kanan

Penderita ini biasanya mempunyai kekurangan dalam komunikasi verbal.

Namun persepsi dan memori visuomotornya sangat baik, sehingga dalam

melatih perilaku tertentu harus dengan cermat diperlihatkan tahap demi

tahap secara visual. Dalam berkomunikasi kita harus lebih ba nyak

menggunakan bahasa tubuh dilihatnya (Harsono, 1996).

Ketiga, Kelumpuhan Kedua Sisi (Paraparesis). Merupakan

kelumpuhan vang terjadi pada kedua sisi tubuh baik kiri maupun bagian

kanan. Hal ini mengakibatkan kedua kaki sulit untuk digerakkan dan

mengalami hiperaduksi. Tidak menyebabkan gangguan yang berarti pada

keseimbangan jika sensasi normal.

10. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang terdiri dari :

a. Pemeriksaan Diagnostik

1) Angiografi serebral

yaitu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya

seperti pendarahan atau obstruksi arterib. Single photon emission

computed tomographi (SPECT) digunakan untuk luas dan untuk

mendeteksi daerah yang abnormal dari bagian otak, yang juga

diguanakan untuk mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur

stroke (sebelum Nampak oleh pemindaian CT).

2) CT Scan
Merupakan pemindaian yang memperlihatkan secara spesifik

letak dari edema, posisi dari hematoma, dan juga jaringan otak

yang infark ataupun iskemia dengan posisi yang secara pasti.

3) MRI (magnetic imaging resonance)

Yaitu menggunakan gelombang magnetic yang digunakan untuk

menentukan posisi dan besar terjadinya pendarahan pada otak.

Kemudian hasil yang akan didapatkan yaitu area yang mengalami

lesi infark akibat dari hemoragik.

4) EEG (Elektroensefalografi)

Merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk dapat melihat

masalah yang akan timbul dan juga dampak dari jaringan infark

sehingga dapat menimbulkan menurunya implus listrik yang

terdapat pada jaringan otak.

b. Pemeriksaan laboraturium

1) Lumbal pungsi : pemeriksaan likuor merah yang biasanya dapat

dijumpai pada perdarahan yang pasif, sedangkan pada pendarahan

yang kecil akan dijumpai warna likuor yang masih normal

(xantokhrom) sewaktu hari pertama

2) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)

3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut bisa saja terjadi

hiperglikemia
4) Gula darah yang dapat mencapai 250 mg didalam serum dan

kemudian akan berangsur-angsur turun kembali menurut Wijaya,

A.S dan Putri, Y.M. 2013.

11. KOMPLIKASI

komplikasi stroke terdiri dari :

1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)

a. Edema serebri: merupakan defisit neuorogis yang cenderung

memberat, biasanya dapat mengakibatkan peningkatan pada

tekanan intracranial, herniasi dan kemudian timbullah kematian.

b. Infark miokard: merupakan suatu penyebab kematian yang

mendadak pada strok yang stadium awal.

2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)

a. Infark miokard

b. Emboli paru: hal ini cenderung dapat terjadi 7-14 hari pasca stroke

c. Stroke rekuren: bisa saja terjadi setiap saat

3. Komplikasi Jangka Panjang

Stroke rekuran, infark miokard, gangguan veskular lain dan penyakit

vaskuler perifer. menurut (Smeltzer 2002 dalam Fajar Prasi Santoso,

2018).

12. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan stroke terdiri dari:


1. Penatalaksanaan medis

a. Thrombosis intravena

merupakan terapi yang bertujuan untuk rekanalisasi pada

pembuluh darah yang tersumbat.

b. Terapi antritrombosis

terapi ini dapat berupa anhibisi platelet dan antikougolasi. Aspirin

adalah salah satu anti platelet yang sangat terbukti efektif untuk

terapi akut.

2. Penatalaksanaan keperawatan

a. Atur posisi kepala dan badan pasien 20-30 derajat dan berikan

posisi miring

b. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilisasi yang adekuat,

jika perlu berikan oksigen sesui dengan kebutuhan

c. Tanda-tanda vital diushakan stabil

d. Bed rest

e. Koreksi adanya hipergliekemia atau hipogliekemia

f. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

g. Kosongkan kandung kemih yang penuh

h. Pemberian cairan intravena

i. Hindari kenaikan suhu tubuh, batuk, konstipasi, atau suction yang

berlebih yang dapat meningkatkan TIK


j. Nutrisi peroral hanya diberikan apabila fungsi menelan baik, jika

kesadaran menurun akan dipasang NGT menurut (Fajar Prasi

Santoso, 2018).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan

dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data

dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mngidentifikasi

status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan merupakan dasar

pemikiran dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan

kebutuhan klien. Pengkajian yang lengkap, dan sistematis sesuai dengan

fakta atau kondisi yang ada pada klien sangat penting untuk

merumuskan suatu diagnosis keperawatan dan dalam memberikan

asuhan keperawatan sesuai dengan respons individu (Budiono &

Pertami, 2016).
Menurut Hidayat dan Uliyah (2014) pengkajian keperawatan pada

pasien pemenuhan kebutuhan aktivitas meliputi :

a. Identitas Klien

Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,

pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis,

no. registrasi.

b. Keluhan utama

Pasien tidak dapat melakukan pergerakan, rasa lemah dan

tidak dapat melakukan aktivitas

c. Riwayat Keperawatan Sekarang

Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien

yang menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilitas dam

imobilitasnya, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan,

tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah terganggunya mobilitas dan

imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.

d. Riwayat Keperawatan Penyakit Dahulu

Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan

pemenuhan kebutuhan aktivitas, misalnya adanya riwayat penyakit

sistem neuorologis (kecelakaan serebrovaskuler, trauma kepala,

peingkatan tekanan intrakanial, miastenia gravis, gullain barre,

cedera medula spinalis, dan lain-lain), riwayat penyakit sistem

kardiovaskuler (infark miokard, gagal jantung kongestif), riwayat

penyakit system musculoskeletal (osteoporosis, fraktur, artritis),


riwayat penyakit sistem pernapasan (penyakit paru obstruksi

menahun, pneumonia, dan lain-lain), riwayat pemakaian obat,

seperti sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksansia, dan

lain-lain.

e. Kemampuan Fungsi Motorik

Pengkajian dilakukan dengan tujuan untuk menilai

kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, bangun, dan berpindah

tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai

berikut :

Tingkat Aktifitas/ Kategori

Mobilitas

Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara

penuh.

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan

orang lain.

Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan

orang lain, dan peralatan.

Tingkat 4 Sangat tergantung dan tudak dapat

melakukan atau berpartisipasi dalam

perawatan
f. Kemampuan Rentang Gerak

Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada

daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki.

Gerak Sendi Derajat Rentang Normal

Bahu. 180

Adduksi: gerakan lengan ke

lateral dari posisi samping ke

atas kepala, telapak tangan

menghadap ke posisi jauh.

Siku . 150

Fleksi: angkat lengan bawah ke

arah depan dan ke arah atas

menuju bahu.

Pergelangan Tangan.

Fleksi : tekuk jari-jari tangan ke 80-90

arah bagian dalam lengan

bawah. Ekstensi : luruskan 80-90

pergelangan tangan dari posisi

fleksi. Hiperekstensi: tekuk jari- 70-90


jari tangan ke arah belakang

sejauh mungkin.

Abduksi : tekuk pegelangan 0-20

tangan ke sisi ibu jari ketika

telapak tangan menghadap ke

atas.

Adduksi : tekuk perglangan 30-50

tangan ke arah kelingking,

telapak tangan menghada ke

atas.

Tangan dan Jari

Fleksi: buat kepalan tangan. 90

Ekstensi: luruskan jari. 90

Hiperekstensi: tekuk jari-jari 30

tangan ke belakang sejauh

mungkin.

Abduksi: kembangkan jari 20

tangan.

Adduksi: rapatkan jari-jari dari 20

posisi abduksi

g. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi


Skala Presentase Karakteristik

Kekuatan

Normal

0 0 Paralisis sempurna

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot

dapat dipalpasi atau dilihat.

2 25 Gerakan otot penuh melawan

gravitasi dengan topangan

3 50 Gerakan yang normal melawan

gravitasi

4 75 Gerakan penuh yang normal

melawan gravitasi dan melawan

tahanan normal

5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh

yang normal melawan gravitasi dan

tahanan penuh.

h. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan

keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung


data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya

dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik

pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan

keluhan-keluhan dari klien.

1. B1 (Breathing)

Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi

sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan

peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas

tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan

produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang

sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat

kesadaran koma.

Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends,

pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi

toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.

Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

2. B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan

(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.

Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi

hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).

3. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung

pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran

area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral

(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat

membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan

pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian

pada sistem lainnya.

4. B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine

sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan

kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung

kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang

kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama

periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik

steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan

kerusakan neurologis luas.

5. B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan

menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah

disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga

menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi

biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.


Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan

kerusakan neurologis luas.

6. B6 (Bone)

Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan

kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron

motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada

salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron

motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi

motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah

satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.

Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda

yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak

pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.

Selain itu, perlu juga dikaji tandatanda dekubitus terutama pada

daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah

mobilitas fisik.

Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,

kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah

menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

7. Pengkajian Tingkat Kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling

mendasar dan parameter yang paling penting yang

membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan


respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif

untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan

untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan

keterjagaan.

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya

berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika

klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat

penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan

evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

8. Pengkajian Fungsi Serebral

Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,

kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

9. Status Mental

Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,

ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke

tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

10. Fungsi Intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik

jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan

berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami

brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan

perbedaan yang tidak begitu nyata.

11. Kemampuan Bahasa


Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang

memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer

yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis

superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien

tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.

Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior

(area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat

mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan

bicaranya tidak lancar.

Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara

yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang

bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia

(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari

sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan

berusaha untuk menyisir rambutnya.

2. Diagnosis Keperawatan

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

penurunan kemamapuan otot mengunyah/menelan

b. Defisit perawatan diri b.d kelemahan

c. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular

d. Ketidakberdayaan b.d kurang aktifitas

e. Resiko kerusakan integritas kulit b.d tirah baring

3. Intervensi keperawatam
No Diagnosa Kriteria hasil intervensi

keperawatan

1. Ketidakseimbanga Setelah dilakukan Manajemen nutrisi

n nutrisi kurang asuhan keperawatan Observasi

dari kebutuhan diharapkan - Identifikasi status

tubuh b.d keseimbangan nutrisi nutrisi

penurunan meningkat dengan - Identifikasi alergi

kemamapuan otot kriteria hasil : dan intoleransi

mengunyah/menel - Porsi makanan makanan

an yang dihabiskan - Identifikasi makanan

meningkat yang disukai

- Kekuatan otot - Identifikasi

mengunyah kebutuhan kalori dan

meningkat jenis nutrien

- Kekuatan otot - Identifikasi perlunya

menelan pengunaan selang

meningkat nasofaring

- Perasaan cepat - Monitor asupan

kenyang menurun makanan

- Nyeri abdomen - Monitor berat badan

menurun - Monitor hasil

- Sariawan pemeriksaan

menurun laboratorium
- Rambut rontok Terapeutik

menurun - Lakukan oral

- Diare menurun hygiene

- Fasilitasi

menentukan

pedoman diet

- Sajikan makanan

secara menarik

- Berikan makanan

tinggi kalori dan

tingi protein

- Berikan suplemen

makanan

- Hentikan pemberian

makan melalui

selang nasofaring

jika asupan oral

ditoleransi

Edukasi

- Anjurkan posisi

duduk

- Ajarkan diet yang

diprogramkan
Kolaborasi

- Kolaborasi

pemberian medikasi

sebelum makan,jika

perlu

- Kolaborasi dengan

ahli gizi

2 Defisit perawatan Setelah dilakukan Dukungan perawatan

diri b.d kelemahan asuhan keperawatan diri

diharapkan Obsevasi

kebersihan diri - Identifikasi kebiasaan

meningkat dengan aktifitas perawatan

kriteria hasil : diri sesuai usia

- Kemmapuan - Monitor tingkat

mandi meningkat kemandirian

- Kemampuan - Identifikasi kebutuhan

mengenakan alat bantu kebersihan

pakaian diri

meningkat Terapeutik

- Kemampuan - Sediakan lingkungan

makan meningkat yang nyaman dan

aman
- Kemampuan - Siapkan keperluan

ketoilet pribadi

meningkat - Dampingi dalam

- Minat melakukan melakukan perawatan

perawatan diri diri

meningkat Edukasi

- Mempertahakan - Anjurkan melakukan

kebersihan diri perawatan diri secara

meningkat konsisten

- Mmepertahankan

kebersihan mulut

meningkat

3. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi

mobilitas fisik b.d asuhan keperawatan Observasi

gangguan diharapkan mobilitas - Identifikasi adanya

neuromuskular fisik meningkat nyeri atau keluhan

dengan kriteri hasil : fisik lainnya

- Pergerakan - Identifikasi toleransi

ekstremitas fisik melakukan

meningkat ambulasi

- Kekuatan otot - Monitor frekuensi

meningkat jantung dan tekanan


- Rentang gerak darah sebelum

meningkat memulai ambulasi

- Nyeri menurun - Monitor kondisi

- Kecemasan umum selama

menurun melakukan ambulasi

- Kaku sendi Terapeutik

menurun - Fasilitasi aktivitas

- Gerakan terbatas ambulasi dengan alat

menurun bantu (mis. Tongkat,

- Kelemahan fisik kruk)

menurun - Fasilitasi melakukan

mobilisasi fisik, jika

perlu

- Libatkan keluarga

untuk membantu

pasien dalam

meningkatkan

ambulasi

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan

prosedur ambulasi

- Anjurkan melakukan

ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi

sederhana yang

harus dilakukan

(mis. Berjalan dari

tempat tidur ke kursi

roda, berjalan dari

tempat tidur ke

kamar mandi,

berjalan sesuai

toleransi)

4. Ketidakberdayaan Setelah dilakukan Promosi harapan

b.d kurang aktifitas asuhan keperawatan Obsevasi

diharapkan - Identifikasi harapan

ketidakberdayaan pasien dan keluarga

menurun dengan dalam pencapaian

kriteria hasil : hidup

- Pernyataan Terapeutik

mampu - Sadarkan bahwa

melakukan kondisi yangdialami

aktifitas memiliki nilai

meningkat penting
- Pernyataan - Pandu mengingat

keyakinann kembali kenangan

tentang kinerja yang menyenangkan

peran meningkat - Libatkan pasien

- Berpartisipasi secara aktif dalam

dalam perawatan perawatan

- Pernyataan - Kembangkan

frustasi menuruun rencana keperawatan

- Ketergantungan Edukasi

pada orang lain - Anjurkan

menurun mengungkapkan

- Perasaan perasaan terhadap

diasingkan kondisi dengan

menurun realistis

- Pernyataan - Anjurkan

kurang kontrol mmepertahan kan

menurun hubungan

- Perasaan rasa - Anjurkan

malu menurun mempertahankan

- Perasaan tertekan hubungan teraputik

menurun dengan orang lain


- Latih cara

mengembangkan

spiritual diri

- Latih cara

mengenang dan

menikmati masa lalu

5. Resiko kerusakan Setelah dilakukan Perawatan tirah baring

integritas kulit b.d asuhan keperawatan Observasi

tirah baring diharapkan - Monitor kondisi kulit

kerusakan integritas - Monitor komplikasi

kulit tidak terjadi tirah baring

dengan kriteria hasil : Terapeutik

- Elastisitas - Posisikan senyaman

meningkat mungkin

- Hidrasi - Pertahankan seprai

meningkat tetap kering

- Perfusi jaringan - Posisikan tempat tidur

membaik dengan ners station

- Kerusakan - Dekatkat posisi meja

lapiran kulit tempat tidur

menurun - Berikan latihan gerak

- Kerusakan pasif dan aktif

jaringan menurun
- Nyeri menurun - Pertahankan

- Perdarahan kebersihan pasien

menurun - Fasilitasi pemenuhan

- Kemerahan kebutuhan sehari hari

menurun - Ubah posisi setiap 2

- Hematoma jam

menurun Edukasi

- Suhu kulit - Jelaskan dilakukan

membaik tirah baring

- Pertumbuhan

rambur membaik
Lampiran 2
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

INSTITUT KESEHATAN MITRA BUNDA


No.RM :
Alamat : Jl. Seraya No.1 Tlk. Tering, Batam 29454
Telp. 0778-429431 Nama :
Tgl lahir :
DATA UMUM

Masuk Ruang : (essay nama ruang)


Tiba di ruangan dengan cara : Tanggal : dd/mm/yy Pukul : 00:00
Masuk melalui :
Keluhan Utama :

III.1.1.1 KEADAAN UMUM


Tekanan darah mmHg Berat badan sebelum sakit kg

Frekuensi nadi kali/menit Berat badan setelah sakit kg


Frekuensi nafas kali/menit IMT kg/m2
Temperatur tubuh °C Pemeriksaan GCS : E ,V ,M
Tinggi badan cm Tingkat kesadaran :

ASESMEN AWAL KEPERAWATAN


STATUS FISIK PASIEN
a. Tingkat kesadaran pasien

Terjadi penurunan tingkat kesadaran
□ Terjadi perubahan status mental
□ Kondisi dalam keadaan koma
□ Skala GCS < 7
□ Tampak kebingungan ketika berinteraksi
b. Vital Sign: Tekanan Darah
□ Tekanan darah berubah ubah (turun naik)
□ Mengalami hipertensi
□ Tekanan darah meningkat dari kebiasaan
□ Mengalami hipotensi
c. Vital Sign: Frekuensi Nadi
□ Denyut nadi berubah ubah (turun naik)

□ Mengalami takikardia
□ Mengalami bradikardia
d. Vital Sign: Frekuensi Nafas
□ Perubahan frekuensi pernafasan (turun naik)
□ Mengalami takipnea
□ Pasien tampak memposisikan Orthopnea
□ Mengalami bradipnea
e. Vital Sign: Temperatur Tubuh
□ Fluktuasi suhu tubuh pasien (turun naik)

□ Mengalami hipertermia
□ Mengalami hipotermia
f. Pasien mengalami luka
Keterangan terkait luka : area luka diameter luka kedalaman luka
warna dasar luka jenis luka: steril/ kotor/ bersih/ kronik) *)coret yang tidak bersesuaian
Keterangan tambahan lainnya:

g. Pasien mengalami cedera


□ Terdapat cedera otak
□ Terdapat cedera tulang punggung
□ Terdapat cedera bagian ekstremitas: ekstremitas atas ( ), ekstremitas bawah ( )

*)beri tanda ( √ )
Terdapat cedera bagian bibir, jaringan lunak, rongga mulut, oropharing
□ Terdapat cedera bagian wajah
h. Pasien mengalami fraktur

Lampiran 2
Fraktur gigi Fraktur panggul
□ □
Fraktur tulang kepala
□ Fraktur di wajah
□ Fraktur tulang belakang
□ Fraktur di dada
□ Fraktur ekstremitas: ekstremitas atas ( ), ekstremitas bawah ( ) *)beri tanda ( √ )

Keterangan tambahan lainnya terkait fraktur:


Trauma spesifik: terjadi kerusakan neurologi pada pasien
□ Trauma spesifik: terjadi trauma pada wajah ( ), leher ( )
□ Trauma spesifik: terjadi trauma pada mulut
*)beri tanda ( √ )

□ Trauma spesifik: terjadi trauma pada ekstremitas atas ( ), ekstremitas bawah ( )


□ Trauma spesifik: terjadi trauma pada thorax ( ), abdomen ( )
*)beri tanda ( √ )

□ Trauma spesifik: terjadi trauma pada genitalia ( ), punggung ( )


*)beri tanda ( √ )

*)beri tanda ( √ )

i. Terdapat luka terbakar pada pasien


□ RULE OF NINE

Keterangan dari RULE OF NINE:

j. Pasien mengalami permasalahan pada kemampuan sensori


□Adanya permasalah penglihatan
□Adanya gangguan respon sensori motoric
□Adanya penurunan sensori penciuman
□Adanya penurunan sensasi
□Adanya sensasi tersumbat (tercekik)

k. Penampilan pasien ketika diamati
Pasien batuk, namun tidak bisa membatukkan
□Pasien batuk, namun tidak efektif
□Pasien batuk sebelum menelan (tersedak)

□Pasien tampak tercekik
□Pasien sadar namun tampak menurun dalam kebersihan diri
□Pasien tampak berkeringat

□ Pasien mengeskpresikan / mengeluhkan gatal
□ Pasien tampak menggigil
□ Pasien tampak kejang
□ Pasien tampak gemetar
□ Pasien tampak lemah
l. Kondisi wajah pasien
□ Pasien tampak meringis
□ Adanya beaten look (facial mask)
□ Tampak tegang dan kemerahan


□ Adanya trauma pada wajah pasien Adanya
□ kemerahan pada wajah pasien
Adanya sembab atau edema pada wajah
□ Pasien tampak kesakitan

□ Pasien tampak menangis
□ Pasien tampak sedih


□ Pasien tampak bahagian
□ Lainnya, sebutkan
m. Kondisi mata pasien
Menunjukkan ekspresi tatapan kosong (mata tidak bersinar)
□Mata pasien terbelalak
□Sklera tampak kuning
Lampiran 2
□ Pasien berkedip kurang dari 5x/menit
□ Mata tampak kemerahan dan berair

□ Mata tampak sembab/edema
□ Mata tampak adanya lingkaran hitam/gelap di sekitar mata
□ Pupil: isokor ( ), unisokor ( ), miosis ( ), midriasis ( )*)beri tanda ( √ )

n. Kondisi leher pasien


□ Adanya trauma leher
□ Tampak adanya distensi vena jugularis
□ Adanya kontraksi otot sternokleidomastoideus
Kondisi mulut dan hidung pasien
□ Adanya trauma pada mulut pasien
□ Tampak gigi lengkap ( ), adanya gigi palsu ( )
*)beri tanda ( √ )
□ Gigi tampak bersih ( ), gigi tampak kotor ( )
*)beri tanda ( √ )
□ Adanya asesoris gigi (kawat gigi, batu/sejenis berlian dll)
□ Hidung tampak kemerahan
□ Bagian hidung: adanya cairan yang keluar pada lubang hidung
□ Adanya sumbatan pada hidung
Kondisi kulit pasienCapillary refill time (CRT)
□ kulit tampak sianosis
Warna
□ detik□Warna kulit tampak pucat ( ), dusky ( )
□ Terjadi acrocyanosis dan sianosis pada kuku jari
*)beri tanda ( √ )

□ Kulit tampak kemerahan


□ Terjadi perubahan integritas kulit
□ Jaringan kulit tampak rusak
□ Kulit tampak kuning keorangean
□ Kulit tampak edema, skala edema
□ Adanya edema anasarka
□ Kulit teraba kering
□ Kulit teraba lembab

o. Keterangan tambahan
1) Jumlah minum pasien dalam sehari cc/hari
2) Braden Scale (Screening Risiko Dekubitus)
Persepsi sensori 4 Baik
3 Terbatas sebagian
2 Sangat terbatas
1 Total terbatas
Kelembaban 4 Jarang lembab
3 Terkadang lembab
2 Sangat lembab
1 Selalu lembab
Aktivitas pasien 4 Berjalan bebas
3 Sesekali jalan
2 Dikursi Roda
1 Ditempat tidur
Mobilitas 4 Tidak terbatas
3 Terbatas sebagian
2 Sangat terbatas
1 Imobilitas
4 Sangat Baik
3 Adekuat
Nutrisi pasien 2 Inadekuat
1 Sangat Buruk
Gesekan 3 Mandiri
2 Dibantu alat sebagian
1 Dibantu Penuh
≤ 10 Resiko Sangat Berat
10 sd 12 Resiko Berat
13 sd 14 Resiko Sedang
15 sd 23 Resiko Ringan
Lampiran 2
EKONOMI
a. Kondisi ekonomi pasien
Ketidakcukupan / keterbatasan sumber keuangan
□ Krisis finansial akibat kondisi sakit pasien
b. Kondisi caregiver
Produktivitas kerja caregiver rendah akibat kondisi pasien sakit
□ Tanggung jawab menjadi caregiver selama 24 jam penuh
□ Krisis finansial akibat menjadi caregiver pada kondisi sakit pasien
c. Keterangan tambahan
Hambatan ekonomi pasien (misal: pembiayaan pengobatan dari bantuan yang terbatas, dll)
Jelaskan,
d. Keterangan lainnya

PSIKO-SOSIO-SPIRITUAL
a. Pasien tampak malu dengan hilangnya bagian tubuh
b. Keluarga tampak kesulitan dalam merawat pasien
c. Perilaku caregiver
Tidak cukup pengetahuan pencegahan decubitus
□ Tidak mampu melaksanakan promosi kesehatan rencana terapeutik yang disetujui
d. Kondisi caregiver
□ Status perkawinan: caregiver adalah pasangan
□ Caregiver mengalami gangguan kesehatan
□ Caregiver secara perkembangan tidak siap untuk berperan sebagai caregiver
□ Pola koping caregiver tidak efektif
e. Jumlah kebutuhan pemberi perawatan Perpanjangan
□ durasi perawatan yang diperlukanTidak cukup
□ rekreasi untuk caregiver
□ Tidak cukup waktu istirahat untuk caregiver
□ Tugas merawat yang kompleks
□ Kelebihan aktivitas sebagai caregiver
f. Kondisi psikis pasien
□ Pasien tampak depresi
□ Pasien mengatakan merasa asing dengan kondisi
g. Kondisi spiritualitas pasien
□ Pasien mengatakan kondisinya membuat dirinya tidak bisa ikut berpartisipasi dalam kebiasaan ibadah
□ Pasien merasa bersalah atas sakitnya karena tidak bisa beribadah
h. Keterangan tambahan
a) Pasien dalam kondisi
( ) Depresi; ( ) Khawatir; ( ) Sulit/suka melawan perintah; ( ) Berpotensi menyakiti diri sendiri/orang lain;
( ) Baik*)beri tanda ( √ )
b) Status pernikahan
( ) Belum menikah; ( ) Menikah; ( ) Janda; ( ) Duda *)beri tanda ( √ )
c) Keluarga terdekat
( ) Istri; ( ) Suami; ( ) Anak; ( ) Orang tua; ( ) Saudara,*)beri tanda ( √ ) ( ) Lainnya,
Telepon
d) Hubungan dengan anggota keluarga( )
Baik; ( ) Buruk
e) Kegiatan ibadah sehari-hari yang dilakukan
( ) Sholat; ( ) Berzikir; ( ) Yasinan,*)beri tanda ( √ ) ( ) Lainnya,
f) Membutuhkan bantuan dalam menjalankan ibadah( )
Ya; ( ) Tidak*)beri tanda ( √ )
g) Keinginan khusus pasien (misal: tidak ingin dijenguk, ingin dirawat oleh perawat yang berjenis kelaminsama, dll)
Jelaskan,
h) Hambatan sosial dan budaya pasien (misal: larangan dari keyakinan yang dianut, mitos budaya
setempat, dll)
Jelaskan,
i) Keterangan lainnya,
Lampiran 2
RIWAYAT KESEHATAN PASIEN
a. Deskripsi riwayat penyakit sekarang

b. Deskripsi riwayat penyakit terdahulu

c. Deskripsi riwayat penyakit keluarga

d. Riwayat kesehatan sekarang


□ Pasien sedang dalam kondisi yang tidak memungkinkan melakukan aktivitas
□ Kegagalan melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko
□ Kekambuhan gejala penyakit
e. Riwayat kesehatan dahulu
□ Pasien sebelumnya pernah menjalani perawatan di rumah sakit jangka panjang
□ Kegagalan memasukkan regimen pengobatan dalam kehidupan sehari-hari
□ Kesulitan dengan regimen yang diprogramkan
□ Pilihan yang tidak efektif dalam hisup sehari-hari untuk memenuhi tujuan kesehatan
□ Pasien pernah terpapar pajanan kontaminan sebelumnya
□ Pasien terpajan pestisida/zat kimia/biologis/polusi/limbah/radiasi yang mempengaruhi kesehatan
f. Persepsi tentang kesehatan / Perubahan perilaku terhadap status kesehatan pasien
□ Pasien tidak mampu melaksanakan peningkatan kesehatan terkait rencana terapeutik yang disetujui
□ Pasien gagal melakukan tindakan mencegah masalah kesehatan (misal: merokok, alkoholik)
□ Tidak menerima perubahan status kesehatan
□ Tidak dapat meminimalkan perubahan status kesehatan
□ Tidak menunjukkan perilaku adaftif terhadap perubahan lingkungan
g. Dukungan terhadap perilaku kesehatan
□ Kurangnya dukungan sosial terhadap kesehatan pasien
□ Konflik di dalam lingkungan keluarga
□ Konflik pengambilan keputusan
h. Upaya pemanfaatan fasilitas kesehatan
□ Sikap negatif terhadap pelayanan kesehatan yang tersedia
□ Pola perilaku kurang mencari bantuan kesehatan
i. Aktivitas fisik / olahraga
□ Ketersediaan waktu yang kurang untuk olahraga
□ Kurang minat dan motivasi terhadap olahraga
□ Rata-rata aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan menurut usia dan jenis kelamin

RIWAYAT ALERGI
a. Pasien mempunyai riwayat alergi
Pasien mengatakan mempunyai riwayat alergi
□ Pasien terpapar allergen
b. Keterangan tambahan, Jika terdapat Alergi:
Alergi obat
Nama obat
□ Alergi Maknanan
Jenis makanan
□ Alergi lainnya
Sebutkan
c. Terpasang gelang tanda alergi (warna merah)
( ) Terpasang; ( ) Belum terpasang*)beri tanda ( √ )
d. Jika terpasang, siapa yang memasang
( ) Perawat; ( ) Dokter; ( ) Apoteker; ( ) Nutrisionis *)beri tanda ( √ )

e. Keterangan lainnya,
Lampiran 2
ASESMEN NYERI
a. Nyeri yang dialami akibat Akibat
□ Akibat agen cidera Fisik
□ agen cidera BiologiAkibat
□ agen cidera Kimia
b. Nyeri dengan durasi kurang dari 3 bulan
c.Nyeri dengan durasi lebih dari 3 bulan
d.Pasien mengalami nyeri yang ekstrim
e.Nyeri berulang dan terus menerus serta mengganggu fungsi keseharian dan kesejahteraan
f. Keterangan tambahan tentang Nyeri pasien
1. Skala nyeri pasien menggunakan VAS / VDS

PENGUKURAN SKALA NYERI

Tidak Sedikit Sedikit lebih Lebih Nyeri Sangat Tidak Nyeri Nyeri Nyeri
nyeri nyeri nyeri nyeri nyeri nyeri ringan sedang berat

Onset : Saat nyeri muncul :


Provocative : Faktor yang memperburuk nyeri :
Quality : Ungkapan rasa nyeri :
Region : Lokasi nyeri :
Severity : Tingkat keparahan nyeri :
Time : Episode nyeri berlangsung :

2. Onset (nyeri atau ketidaknyamanan saat muncul berapa lama)


menit
3. Provocation (faktor yang memperburuk rasa nyeri)
( ) Cahaya; ( ) Gelap; ( ) Gerakan; ( ) Berbaring; ( ) Beraktivitas;*)beri tanda ( √ ) ( ) Lainnya,

4. Quality (rasa nyeri seperti)


( ) Ditusuk; ( ) Dipukul; ( ) Berdenyut; ( ) Ditarik; ( ) Dibakar;*)beri tanda ( √ ) ( ) Lainnya,

5. Regio (lokasi dan penyebaran nyeri)

6. Severity (tingkat keparahan nyeri)


( ) Tidak nyeri; ( ) Nyeri ringan; ( ) Nyeri sedang; ( ) Nyeri berat; ( )Nyeri berat tidak terkontrol*)beri tanda ( √ )
7. Time (waktu berlangsung nyeri)
( ) < 30 menit; ( ) > 30 menit*)beri tanda ( √ )

RISIKO JATUH
a. Pasien memakai alat bantu gerak dalam aktivitas
1) Menggunakan kursi roda
2) Menggunakan alat bantu berjalan (walker, cane)
b. Pasien mengalami kesulitan berjalan
c. Pasien mengalami perubahan gaya berjalan
d. Pasien mengalami keterbatasan pergerakan mandiri tubuh / ekstremitas
e. Postur pasien tidak stabil dan kesulitan dalam berbalik
f. Pasien mengalami pergerakan yang lambat, memicu tremor dan tidak terkoordinasi
g. Pasien mengalami gangguan keseimbangan
h. Pasien mengalami permasalah pendengaran
i. Keterangan tambahan tentang risiko jatuh pada pasien
j. Keterangan lainnya,
_ _
_ _

_ _
_ _
_ _
_ _

_ _
Lampiran 2
1. Morse Fall Scale (MFS)
Riwayat jatuh

25 Kurang dari 3 bulan

0 Tidak ada atau lebih dari 3 bulan

Kondisi kesehatan

15 > 1 diagnosa penyakit

0 < 1 diagnosa penyakit

0 Bantuan ambulasi

30 Berpegangan pada perabotan

15 Menggunakan tongkat/penopang

0 Tidak ada / kondisi tirah baring

Terapi IV / Anti koagulan

20 Terasang infus terus menerus

0 Tidak

Gaya berjalan

20 Kerusakan / Terganggu

10 Lemah

0 Normal / kondisi tirah baring

Status mental

15 Lupa keterbatasan

0 Sadar kemampuan diri

Interpretasi hasil

0 - 24 Tidak berisiko

25 - 50 Risiko rendah

> 51 Risiko tinggi

2. Humpty Dumpty Fall Scale (HDFS)


Usia pasien

4 < 3 tahun

3 3 sampai dengan < 7 tahun

2 7 sampai dengan < 13 tahun

1 > 13 tahun
Jenis kelamin
2 Laki-laki
1 Perempuan
Diagnosis
4 Diagnosis neurologi
3 Perubahan oksigenasi (diagnosis respiratorik, dehidrasi, anemia, anoreksia, sinkop, pusing, dll

2 Gangguan perilaku/psikiatri

1 Diagnosis lainnya
Gangguan kognitif
Lampiran 2
3 Tidak menyadari keterbatsan lainnya

2 Lupa akan adanya keterbatasan

1 Orientasi baik terhadap diri sendiriFaktor


lingkungan

4 Riwayat jatuh/bayi diletakan di tempat tidur dewasa

3 Pasien menggunakan alat bantu/bayi diletakan dalam tempat tidur bayi/perabot rumah

2 Pasien diletakan pada tempat tidur

1 Area diluar rumah sakit


Pembedahan/sedasi/anestesi

3 Dalam 24 jam

2 Dalam 48 jam

1 >48 jam atau tidak menjalani pembedahan/sedasi/anestesi


Pengguanaan medika mentosa

3 Penggunaan multiple: sedative, obat hipnosis, barbiturate, fenotiazi, antidepresan, pencahar, diuretik, narkose

2 Penggunaan salah satu obat diatas

1 Penggunaan medikasi lainnya/tidak ada medikasi

Interpretasi hasil
7 sd 11 Risiko rendah
> 12 Risiko tinggi
ASESMEN FUNGSIONAL
a. Pola Eliminasi
1. Status perkemihan
Terjadi inkontinensia, retensi, urgency, nocturia, hesitancy, frequency, dysuria
□ Tidak selesainya pengosokan kandung kemih (retensi)
2. Pasien mengalami inkontinensia yang berkaitan dengan waktu terjadinya
Pasien melaporkan adanya pengeluaran urin pada saat kandung kemih spasme (tegang)
□ Segera setelah ada sensasi kuat untuk berkemih
□ Kebocoran urin secara tiba-tiba terkait dengan aktivitas yang meningkatkan tekanan intraabdominal
□ Pada saat terdapat distensi berlebihan pada kandung kemih
□ Pada suatu interval yang dapat diprediksi pada saat volume kandung kemih tertentu telah tercapai
□ Ketidakmampuan pasien yang biasanya mampu untuk mencapai toilet pada waktu ingin berkemih
3. Kondisi sistem perkemihan
Relaksasi spinkter yang tidak disengaja
□ Terjadi pembesaran prostat pada pasien
4. Masalah dalam BAB
Mengeluhkan sulit atau kurang sering BAB dari biasanya
□ Fases kering, keras, sulit untuk keluar
□ Pengeluaran fases yang tidak disengaja
□ Adanya diare (frekuensi BAB lebih 3x sehari dengan konsistensi cair)
□ Fases berbentuk cair, tidak berbentuk
5. Keterangan tambahan
Frekuensi BAK
Lampiran 2
□ Jumlah BAK
□ Frekuensi BAB

kali/haricc

kali/hari
Warna, Bau dan Konsistensi

□Tanggal terakhir BAB


dd/mm/yy

b. Pola Aktivitas-Latihan
1. Masalah pasien dalam melakukan aktivitas keseharian Terjadi
penurunan mobilitas selama periode perawatan
□ Pasien selama dirawat tidak mempunyai aktivitas fisik yang aktif
□ Tidak cukupnya energi fisiologi atau psikologis untuk mempertahankan aktivitas harian
2. Masalah pasien dalam melakukan pergerakan
Kondisi pergerakan pasien yang menurun
□ Keterbatasan pergerakan fisik pada satu ekstremitas atau lebih
□ Keterbatasan pergerakan mandiri diantara dua permukaan yang berdekatan
□ Keterbatasan pergerakan mandiri dalam lingkungan dengan menggunakan kaki
□ Keterbatasan pergerakan mandiri dari satu posisi ke posisi yang lain di atas tempat tidur
□ Pasien mengalami sensasi kelelahan dan penurunan kapasitas baik untuk bekerja fisik atau mental
□ Mengabaikan satu sisi tubuh dan memperhatikan secara berlebihan sisi tubuh lainnya yang terganggu
3. Pasien mengalami masalah pada perawatan diri
Ketidakmampuan pasien untuk membasuh tubuh dan mengakses kamar mandi
□ Hambatan mengenakan pakaian oleh pasien secara mandiri
□ Ketidakmampuan menyiapkan, mengambil alat makan dan memakan makanan dengan baik
□ Ketidakmampuan melakukan kebersihan eliminasi secara komplit
4. Pernafasan yang diperlihatkan pasien
Kedalaman pernafasan tidak normal

□ Irama nafas tidak normal
Perubahan pola nafas
□ Rongga hidung melebar saat bernafas
□ Adanya pursed lip breathing

Menggunakan otot bantu pernafasan, tuliskan,
5. Pasien mengalami dyspnea (sesak nafas)
6. Masalah otot pada pasien
□ Penurunan kekuatan otot
□ Tidak cukupnya kekuatan ototnya untuk melakukan pergerakan
□ Penurunan koordinasi otota. Pola Tidur
1. Masalah pasien dalam istirahat
Tidak mampu rileks, tidak dapat beristirahat
□ Waktu tidur yang terputus secara jumlah dan kualitas yang disebabkan faktor eksternal
□ Mengalami periode waktu yang lama tanpa tidur
□ Pasien terbangun diri hari
□ Pasien kesulitan memulai untuk tidur
□ Pasien mengatakan tidur terasa tidak memuaskan
□ Gangguan pola tidur
2. Keterangan tambahan
□ Jumlah waktu tidur sebelum sakit
jam/hari
□ Jumlah waktu tidur setelah sakit
jam/hari
□ Penggunaan obat tidur
Tidak
Ya, Jelaskan jenis obat tidurnya
□ Dosis obat tidur

RISIKO NUTRISIONAL
a. Berat badan pasien di bawah normal (lihat IMT)
b. Berat badan yang ekstrim (di bawah atau di atas sekali)
c. Berat badan pasien bertambah berlebihan
d. Berat badan pasien di atas normal (lihat IMT)
e. Masalah mengunyah dan menelan pada pasien
□ Terjadi masalah dalam proses menelan Terdapat
□ masalah dalam rongga mulut

Lampiran 2
Terdapat masalah dengan gigi
□ Pasien merasa mual
□ Terjadi muntah pada pasien
f. □Masalah pada perut pasien
□ Mengeluhkan nyeri perut

□ Mengeluhkan kram perut
□ Terjadi peningkatan residual gastrik
□ Terjadi peningkatan tekanan intragastrik
g. Hasil pengkajian terhadap aktivitas peristaltik
□ Bising usus hiperaktif, frekuensi bising usus… kali/menit
□ Kurangnya aktivitas peristaltic

□ Tidak ada suara bising usus
□ Penurunan motilitas Gastro Intestinal, frekuensi bising usus… kali/menit
h. Perubahan pola makan
i. Penurunan selera makan
j. Kebiasaan BAB pasien
□ Menganggap sendiri adanya konstipasi
□ Penyalahgunaan laksatif, enema dan suppositoria untuk menjamin BAB sehari-hari
k. Pasien mengalami kekurangan cairan – dehidrasi
l. Kurangnya asupan serat pada makanan
m. Tidak cukupnya asupan cairan
n. Pasien terpasang infus
□ Diameter jarum infus terlalu besar
□ Kecepatan infus terlalu tinggi
□ Pemasangan lebih dari 72 jam (terlalu lama)
□ Larutan infus yang terpasang mengiritasi (misal: konsentrasi, suhu, pH)
□ Penusukan kateter yang tidak adekuat
□ Tempat penusukan dekat dengan sendi
o. Kondisi yang berhubungan dengan kulit pasien
Terjadi perubahan integritas kulit
□ Terjadi perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut, kelembaban, temperatur)
□ Terjadi perubahan turgor kulit dari kondisi normal
□ Terjadi perubahan pigmentasi
p. Kondisi yang berhubungan dengan jaringan
□ Terjadi kerusakan membran mukosa, kornea, integumen, subkutan
□ Terjadi kerusakan jaringan
Kondisi infeksi


Pasien menderita infeksi virus
Menderita ko-infeksi human immunodeficiency virus (HIV)
q. Keterangan tambahan
Pasien mengalami penurunan BB yang tidak direncanakan/tidak diinginkan dalam 6 bulan terakhir?
0 Tidak
2 Tidak yakin (ada tanda: baju menjadi longgar)
Jika, Ya. Penurunan sebanyak
1 1 - 5 kg
2 6 - 10 kg
3 11 - 15 kg
4 > 15 kg
2 Tidak tahu berapa kilogram penurunannya
Asupan makan pasien berkurang karena penurunan nafsu makan/kesulitan menerima makan?
0 Tidak
1 Ya
2 Pasien dengan diagnosis khusus. Ya, sebutkan (essay)

Interpretasi
Jika skor > 2, pasien berisiko malnutrisi, konsul ke Nutrisionis

KEBUTUHAN EDUKASI
a. Pasien mengalami gangguan fungsi kognitif
b. Pasien mengalami gangguan memori (kemampuan mengingat)
c. Kurang informasi yang didapat pasien terkait penyakitnya
d. Pasien terlihat kurang minat untuk belajar
e. Kurang sumber pengetahuan terkait penyakit dan pengobatan
f. Pasien mengungkapkan minat untuk meningkatkan pembelajaran
g. Paisen kurang pemahaman/pengetahuan tentang praktik kesehatan dasar
h. Pemahaman tentang penyakit Ya
□ Tidak, Jelaskan

Lampiran 2
i. Pemahaman tentang pengobatan Ya
□ Tidak, Jelaskan

j. Pemahaman tentang Nutrisi/ Diet Ya
□ Tidak, Jelaskan

k. Pemahaman tentang perawatan
Aktivitas sehari-hari
□ Makanan
□ Olahraga
□ Perawatan luka dengan proses penyembuhan yang lama
□ Tumbuh kembang



Seksual
Modifikasi lingkungan
□ Manajemen stress


□ Pencegahan penyakit
□ Pencegahan komplikasi
l. Hambatan dalam menerima edukasi Hambatan
□ dalam penglihatan, pendengaranHambatan
□ dalam emosi dan kognitif
□ Hambatan dalam tingkat pendidikan, buta huruf dan kemampuan berbahasa
□ Hambatan dalam budaya, spiritual dan agama
III.1.1.2 DISCHARGE PLANNING
a. Pengaruh rawat inap terhadap
1. Pasien dan keluarga
□Tidak
□ Ya, Jelaskan
2. Pekerjaan / sekolah
□Tidak
□ Ya, Jelaskan
3. Keuangan
□Tidak
□ Ya, Jelaskan

□ Tidak

Antisipasi terhadap masalah setelah pulang dari Rumah Sakit
Ya, Jelaskan
b. Apakah pasien tinggal sendiri setelah pulang dari Rumah Sakit
Tidak, Jelaskan orang yang bertanggung jawab merawat pasien
□ Ya
c. Dimana letak kamar pasien
□ Lantai 1
□ Lantai 2
□ Lainnya,
d. Bagaimana kondisi rumah tinggal pasien
1. Penerangan
□ Baik
□ Cukup
□ Kurang
2. Jarak lokasi kamar dengan kamar mandi 5
□ < 5 meter
□ meter
□ Lainnya,
3. P enggunaan WC
□ WC Jongkok
□ WC Duduk
e. Bantuan diperlukan dalam hal
□ Menyiapkan Makanan □ Mandi
□ □ BAB / BAK


Makan
Minum □ Berpakaian
□ □ Transportasi

Diet
□ Edukasi kesehatan

Menyiapkan obat
Minum obat □ Lainnya,
f. Adakah yang membantu keperluan di atas

Lampiran 2
Tidak
□ Ya, Jelaskan
g. Apakah pasien menggunakan peralatan medis di rumah setelah keluar dari Rumah Sakit (Kateter, NGT,Double

lumen, Oksigen, dll)

Ya, Jelaskan
Tidak
h. Apakah memerlukan bantuan / perawatan khusus dirumah setelah keluar dari Rumah Sakit (Home Care,H)

Ya, Jelaskan
Tidak

i. Apakan pasien bermasalah dalam memenuhi kebutuhan pribadinya setelah keluar dari Rumah Sakit (Makan,Minum,

BAB, BAK, dll)
Ya, Jelaskan
Tidak

j. Apakah pasien dan keluarga memerlukan keterampilan khusus setelah keluar dari Rumah Sakit (Perawatan
Luka, Injeksi, Perawatan Bayi, dll)

Ya, Jelaskan
TidakASESMEN SPESIFIK

PASIEN DEWASA PENYAKIT DALAM


PASIEN DEWASA PENYAKIT DALAM
a. Breaden Scale Dewasa (<18)
b. Kondisi pasien menjalani rawat inap Pasien
□ Pasien rawat inap
□ rawat inap dalam waktu lama
c. Pasien yang menggunakan ventilator mekanik

PASIEN DEWASA BEDAH


a. Breaden Scale Dewasa (<18)
b. Pasien yang menjalani operasi/pembedahan, jenis pembedahan: ; jenis anestesi:
□ Pelaksanaan operasi lebih dari 2 jam
□ Prosedur operasi yang memanjang
□ Pasien menjalani prosedur pembedahan
c. Situasi pasien intraoperatif
□ Pelaksanaan prosedur pembedahan yang lama
□ Terjadi kontaminasi area pembedahan
□ Trauma area pembedahan
d. Situasi pasien postoperatif Pasien
□ dalam periode recovery
□ Pasien dalam proses waktu penyembuhan
e. Infeksi pembedahan perioperative
Lampiran 2

I. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK


A. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang Media.
Lampiran 2

II. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI :

EFEK
NO NAMA OBAT DOSIS
( indikasi dan kontraindikasi )
Lampiran 2

III. WOC (Web of Caution)


Lampiran 2

Dengan merujuk pada NANDA, SLKI dan SIKI


ANALISA DATA

No DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : - Klien mengatakan ekstermitas atas dan Gangguan Neuromuskular Gangguan Mobilitas Fisik
bawah sebelah kiri terasa lemah
-Klien mengatakan semua aktivitas nya di bantu
oleh keluarga

DO: - Klien tampak terbaring lemah di tempat


tidur
-Klien tampak mengalami keterbatasan gerak
pada bagian sebelah kiri
-Klien tampak di bantu oleh keluarga
K/U : Sedang
Kesadaran : Composmentis
TTV : TD:196/87 mmHg
N : 82x/menit
S: 36
RR: 20X/menit
SPO2 : 98%
Kekuatan Otot : Skor 3 ( Klien mampu melakukan
gerakkan mengangkat ekstermitas/badan,tetapi
tidak bisa melawan tahanan sedang
2. DS :-Klien mengatakan tengkuk bagian belakang Peningkatan Tekanan Darah Perfusi Perifer Tidak Efektif
terasa sakit dan berat.

DO:-Klien tampak meringis


-klien tampak gelisah
K/U : Sedang
Kesadaran : Composmentis
TTV : TD:196/87 mmHg
N : 82x/menit
S: 36
RR: 20X/menit
SPO2 : 98%
Lampiran 2

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Gangguan Neuromuskular


2. Perfusi Perifer Tidak Efektif Berhubungan dengan Peningkatan tekanan darah

III.2 RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA INTERVENSI(SIKI)
NO TUJUAN /KRITERIA
KEPERAWATAN
HASIL (SLKI)
(SDKI)
Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan asuhan Dukungan Ambulasi Observasi
b/d Gangguan
Neuromuskular keperawatan diharapkan - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan

mobilitas fisik meningkat fisik lainnya

dengan kriteri hasil : - Identifikasi toleransi fisik melakukan

- Pergerakan ekstremitas ambulasi

meningkat - Monitor frekuensi jantung dan tekanan

- Kekuatan otot meningkat darah sebelum memulai ambulasi

- Rentang gerak meningkat - Monitor kondisi umum selama

- Nyeri menurun melakukan ambulasi

- Kecemasan menurun
Terapeutik
- Kaku sendi menurun
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
- Gerakan terbatas menurun
bantu (mis. Tongkat, kruk)
Kelemahan fisik menurun
- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,

jika perlu

- Libatkan keluarga untuk membantu

pasien dalam meningkatkan ambulasi

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi


Lampiran 2
- Anjurkan melakukan ambulasi dini

- Ajarkan ambulasi sederhana yang harus

dilakukan (mis. Berjalan dari tempat

tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat

tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai

toleransi)
Lampiran 2

DIAGNOSA INTERVENSI(SIKI)
NO TUJUAN /KRITERIA
KEPERAWATAN
HASIL (SLKI)
(SDKI)
Perfusi Perifer Tidak Setelah di lakukan tindakan Observasi
Efektif b/d Peningkatan
asuhan keperawatan di harapkan -Periksa sirkulasi perifer (mis.
Tekanan Darah
Perfusi perifer meningkat Nadi,edema,pengisian kapiler,suhu)
dengan kriteria hasil:
-Identifikasi faktor resiko gangguan
-Denyut nadi perifer meningkat
sirkulasi( mis
-Penyembuhan luka meningkat
diabetes,hipertensi,kolestrol tinggi)
-Warna kulit pucat menurun
-Monitor panas,kemerahan,nyeri atau
-Edama perifer menurun
-Nyeri ekstermitas menurun bengkak
-Parastesia menurun Terapeutik
-Kelemahan otot menurun -Hindari pemasangan infus atau
-Kram Otot Menurun pengambilan darah di area keterbatasan
-Pengisisan kapile membaik perfusi
-Akral membaik -Hindari pengukuran tekanan darah pada
-Tekanan darah sistolik
area ekstermitas dengan keterbatasan
membaik
perfusi
-Tekanan darah diastolik
-Hindari penekanan dan pemasangan
membaik
tournikuet pada area yang cidera
-Tekanan Arteri rata-rata
membaik -Lakukan pencegahan infeksi
-Lakukan perawatan kaki dan kuku
-Lakukan Hidrasi
Edukasi
-Anjurkan olahraga rutin
-Anjurkan mengecek kamar mandi untuk
menghindari kulit terbakar
-Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah secara teratur
-Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
-Anjurkan program rehabilitas vaskular
-Informasikan tanda dan gejala darurat yg
harus dilaporkan
Lampiran 2
CATATAN PERKEMBANGAN

No.
Hari/ Jam
IMPLEMENTASI EVALUASI Paraf
Diagnosa.
Tanggal Tindakan
Kep

Senin 1 18.10 - Mengobservasi S: - Klien mengatakan


31-1-2023 ttv ekstermitas atas dan bawah
- Mengidentifikasi sebelah kiri terasa kebas
adanya nyeri atau
-Klien mengatakan aktivitas
keluhan fisik
lainnya nya terganggu
- Mengdentifikasi -Klien mengatakan aktivitas
toleransi fisik nya di bantu oleh keluarga
melakukan O: -Klien tampak lemah
ambulasi
-Klien tampak gelisah
- Memonitor
kondisi umum-Klien tampak terbaring di
selama tempat tidur
melakukan -Aktivitas dibantu oleh
ambulasi keluarga
- memfasilitasi
K/U Sedang
aktivitas
ambulasi denganKesadaran:Cm
alat bantu (mis.TTV : TD: 202/91 mmHg
Tongkat, kruk) N:90x/menit
- Memfasilitasi S: 36
melakukan
RR:20x/menit
mobilisasi fisik,
- Melibatkan Skor Kekuatan otot 3
keluarga untukA: Masalah gangguan mobilitas
membantu pasienfisik belum teratasi
dalam P: Intervensi di lanjutkan
meningkatkan
-Observasi ttv
ambulasi
-Identifikasi adanya nyeri fisik
lainnya
-Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi
Lampiran 2
CATATAN PERKEMBANGAN

No.
Hari/ Jam
IMPLEMENTASI EVALUASI Paraf
Diagnosa.
Tanggal Tindakan
Kep

Senin 2 18.10 -Mengobservasi ttv S: Klien mengatakan sakit


31-1-2023 dibagian tengkuk belakang
-Mengidentifikasi
adanya nyeri O: Klien tampak meringis
-Adanya nyeri tengkuk
bengkak atau belakang
-Tidak ada tanda kemerahan
kemerahan
-Memonitor K/U Sedang
Kesadaran:Cm
panas,kemerahan,n
TTV : TD: 202/91 mmHg
yeri atau bengkak
N:90x/menit
-Mengindari
S: 36
pengukuran
RR:20x/menit
tekanan darah pada A: Masalah Perfusi Perifer
area ekstermitas Tidak Efektif belum teratasi
P: Intervensi Dilanjutkan
dengan
keterbatasan
perfusi
Lampiran 2
CATATAN PERKEMBANGAN

No.
Hari/ Jam
IMPLEMENTASI EVALUASI Paraf
Diagnosa.
Tanggal Tindakan
Kep
Lampiran 2
CATATAN PERKEMBANGAN

No.
Hari/ Jam
IMPLEMENTASI EVALUASI Paraf
Diagnosa.
Tanggal Tindakan
Kep
Lampiran 2
CATATAN PERKEMBANGAN

No.
Hari/ Jam
IMPLEMENTASI EVALUASI Paraf
Diagnosa.
Tanggal Tindakan
Kep
Lampiran 2
CATATAN PERKEMBANGAN

No.
Hari/ Jam
IMPLEMENTASI EVALUASI Paraf
Diagnosa.
Tanggal Tindakan
Kep
Lampiran 2
CATATAN PERKEMBANGAN

No.
Hari/ Jam
IMPLEMENTASI EVALUASI Paraf
Diagnosa.
Tanggal Tindakan
Kep
Lampiran 2

Anda mungkin juga menyukai