Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL

DESAIN INOVATIF

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAN (KMB)

RSUD AWS SAMARINDA DI RUANG ANGSOKA

“Metode pengkajian neurologis menggunakan NIHSS (National Institutes of


Health Stroke Scale) pada pasien stroke”

Oleh :

Fitria Khairunnisa

NIM. P07220418017

PRODI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR

TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem Saraf Pusat (SSP) memiliki kriteria yang sama dengan organ
tubuh lainnya yaitu kerjanya sangat bergantung pada aliran darah yang
memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolismenya. Suplai
darah ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang
bercabang-cabang, berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat
menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel. Suplai darah ini dijamin oleh
dua arteria, yaitu a.carotis interna dan avertebralis yang cabang-cabangnya
beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus willisi (Price, 2016).
Stroke adalah penyakit fungsional otak fokal maupun global akut
dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang sebelumnya
tanpa peringatan; dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau bahkan
sampai berujung pada kematian; akibat gangguan aliran darah ke otak karena
perdarahan ataupun non perdarahan (Junaidi, 2010). Tanda-tanda klinis pada
penyakit stroke berkembang cepat dengan gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler (PERDOSSI, 2011).
Setiap tahun 15 juta orang didunia terkena penyakit stroke, 5 juta dari
yang terkena meninggal dunia dan 5 juta lainnya mengalami kelumpuhan
permanen (WHO, 2015). Di negara maju, stroke merupakan penyebab
kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahun, hampir
700.000 orang Amerika mengalami stroke dan mengakibatkan hampir
150.000 kematian (Goldszmidt, 2013). Di Indonesia, stroke menyerang 35,8
% pasien usia lanjut dan 12,9 % pada usia yang lebih muda. Jumlah total
penderita stroke di Indonesia diperkirakan 500.000 setiap tahun. Prevalensi
stroke di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013 sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis stroke oleh tenaga kesehatan
sebesar 12,1 per mil.
Keberhasilan penanganan stroke sangat tergantung dari kecepatan,
kecermatan dan ketepatan terhadap penanganan awal (Kemenkes, 2014).
Perawat sebagai praktisi kesehatan yang dimana pengkajian, merupakan
langkah utama dalam melakukan asuhan keperawatan yang diberikan
sangatlah penting untuk mengetahui model pengkajian. yang ada, hal ini
dikarenakan masih minimnya model pengkajian yang dimiliki oleh perawat
dalam melakukan pengkajian pasien stroke. Beberapa model pengkajian
memiliki karakteristik tersendiri dalam penerapan pada pasien stroke, baik itu
pada tipe stroke, waktu kejadian, dan professional yang menerapkan.
Berdasarkan kasus stroke yang ada maka diperlukan suatu metode
pengkajian yang komprehensif, hal ini bertujuan untuk menentukan tindakan
yang sesuai pada pasien stroke sehingga dapat untuk meminimalisir
keparahan penyakit stroke tersebut. Pengkajian National Institutes of Health
Stroke Scale (NIHSS) merupakan langkah pertama dari proses keperawatan
dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan
diketahui berbagai permasalahan yang ada (Hartigen et al, 2014).
Berdasarkan latar belakang tersebut model pengkajian NIHSS dapat
membantu perawat sebagai praktisi kesehatan terdepan untuk menentukan
diagnosa dan rencana keperawatan yang tepat untuk tujuan asuhan
keperawatan.
Sampai saat ini terdapat banyak instrumen yang dapat digunakan
untuk menilai status neurologis pasien stroke, diantaranya ialah skor
Orgogozo, indeks Barthel, Modified Rankin Scale, Scandinavian Stroke
Scale, dan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS). NIHSS
memiliki keunggulan karena penilaiannya meliputi beberapa aspek
neurologis, yaitu : kesadaran, motorik, sensorik, dan fungsi luhur, lebih
mudah serta lebih cepat untuk dilakukan, baik oleh neurolog maupun non
neurolog, dapat memprediksi outcome pasien baik untuk jangka panjang
maupun jangka pendek, dan saat ini merupakan instrumen yang sah
digunakan di seluruh dunia untuk menilai derajat keparahan outcome pasien
stroke (Napitupulu, 2011).

B. TUJUAN
1. Tujuan umum :
Menganalisis tingkat defisit neurologis pada pasien stroke.
2. Tujuan khusus :
Mengetahui tindakan yang sesuai pada pasien stroke sehingga dapat untuk
meminimalisir keparahan penyakit stroke.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. STROKE
1. Pengertian Stroke
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya
fungsi otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health
Organization, 2014). Stroke adalah suatu keadaan yang mengakibatkan
seseorang mengalami kelumpuhan atau kematian karena terjadinya
gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan kematian jaringan otak
(Batticaca, 2014). Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang membawa
darah dan oksigen ke otak mengalami penyumbatan dan ruptur,
kekurangan oksigen menyebabkan fungsi control gerakan tubuh yang
dikendalikan oleh otak tidak berfungsi (American Heart Association,
2015).
Stroke di bagi menjadi 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu :
a) Stroke hemoragi
Merupakan stroke yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral atau
perdarahan subarakhniod karena pecahnya pembuluh darah otak pada
area tertentu sehingga darah memenuhi jaringan otak (AHA, 2015).
Perdarahan yang terjadi dapat menimbulkan gejala neurologik dengan
cepat karena tekanan pada saraf di dalam tengkorang yang ditandai
dengan penurunan kesadaran, nadi cepat, pernapasan cepat, pupil
mengecil, kaku kuduk, dan hemiplegia (Yeyen, 2013).
b) Stroke Iskemik
Merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran
darah otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan
hipoksia pada otak dan tidak terjadi perdarahan (AHA, 2015). Stroke
ini ditandai dengan kelemahan atau hemiparesis, nyeri kepala, mual
muntah, pendangan kabur, dan disfagia (Wanhari, 2008 dalam Yeyen,
2013).

2. Penyebab
Menurut Smeltzer dan Bare (2015) stroke biasanya diakibatkan oleh
salah satu dari empat kejadian dibawah ini, yaitu :
a) Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau
leher. Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis,
yang adalah penyebab paling umum dari stroke. Secara umum,
trombosis tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia, atau paresthesia pada setengah tubuh dapat
mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
b) Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa
ke otak dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya menyumbat
arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi
serebral (Valante et al, 2015).
c) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama
karena konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak
(Valante et al, 2015).
d) Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien
dengan perdarahan dan hemoragi mengalami penurunan nyata pada
tingkat kesadaran dan dapat menjadi stupor atau tidak responsive.
Akibat dari keempat kejadian di atas maka terjadi penghentian suplai
darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen
fungsi otak dalam gerakan, berfikir, memori, bicara, atau sensasi.

3. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya stroke secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu, faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang
dapat dimodifikasi (AHA, 2015).
1) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi Faktor-faktor tersebut
terdiri atas faktor genetik dan ras, usia, jenis kelamin, dan riwayat
stroke sebelumnya. Faktor genetik seseorang berpengaruh karena
individu yang memiliki riwayat keluarga dengan stroke akan memiliki
risiko tinggi mengalami stroke, ras kulit hitam lebih sering mengalami
hipertensi dari pada ras kulit putih sehingga ras kulit hitam memiliki
risiko lebih tinggi terkena stroke (AHA,2015).
2) Faktor risiko yang dapat diubah Faktor risiko yang dapat diubah
adalah obesitas (kegemukan), hipertensi, hiperlipidemia, kebiasaan
merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, dan pola hidup tidak
sehat. Secara tidak langsung obesitas memicu terjadinya stroke yang
diperantarai oleh sekelompok penyakit yang ditimbulkan akibat
obesitas, selain itu obesitas juga salah satu pemicu utama dalam
peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler (AHA, 2015).

4. Patofisiologi
Oksigen sangat penting untuk otak, jika terjadi hipoksia seperti yang
terjadi pada stroke, di otak akan mengalami perubahan metabolik,
kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan
10 menit (AHA, 2015). Penyempitan pembuluh darah otak mula-mula
menyebabkan perubahan pada aliran darah dan setelah terjadi stenosis
cukup hebat dan melampaui batas krisis terjadi pengurangan darah secara
drastis dan cepat. Obtruksi suatu pembuluh darah arteri di otak akan
menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya
masih mempunyai peredaran darah yang baik berusaha membantu suplai
darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan yang terjadi
pada kortek akibat oklusi pembuluh darah awalnya adalah gelapnya warna
darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan dilatasi arteri dan
arteriola (AHA, 2015).

5. Tanda Gejala
Menurut Smeltzer dan Bare (2015) tanda dan gejala dari stroke adalah
hipertensi, gangguan motorik yang berupa hemiparesis (kelemahan) dan
hemiplegia (kelumpuhan salah satu sisi tubuh), gangguan sensorik,
gangguan visual, gangguan keseimbangan, nyeri kepala (migran atau
vertigo), mual muntah disatria (kesulitan berbicara), perubahan mendadak
status mental, dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

6. Penatalaksanaan Stroke
a. Fase akut stroke berakhir 48 sampai 72 jam. Pasien yng koma pada
saat masuk dipertimbangkan memiliki prognosis buruk. Sebaliknya
pasien sadar penuh mempunyai prognosis yang lebih dapat
diharapkan. Prioritas dalam fase akut ini adalah mempertahankan jalan
nafas dan ventilasi yang baik (Smeltzer, 2015).
b. Fase rehabiliasi Fase rehabilitasi stroke adalah fase pemulihan pada
kondisi sebelum stroke. Program pada fase ini bertujuan untuk
mengoptimalkan kapasitas fungsional pasien stroke, sehingga mampu
mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari adekuat (Smeltzer,
2015).

B. NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale)


1. Pengertian NIHSS
National Institutes of health Stroke Scale (NIHSS) merupakan skala
kuantitatif yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1989, dalam buku
guidelines stroke yang diterbitkan Persatuan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI). NIHSS adalah skala penilaian yang dilakukan
pada pasien stroke untuk melihat kemajuan hasil perawatan fase akut
(akibat impairment) baik di Instalasi Gawat Darurat (IGD) maupun di Unit
Perawatan Stroke. Penilaian NIHSS meliputi tingkat kesadaran, fungsi
bahasa, negleg, gangguan visual, pergerakan bola mata, kelemahan wajah,
kekuatan motorik, gangguan fungsi sensorik dan koordinasi (Bill dkk.,
2012). NIHSS berkisar antara 0-42. Nilai dikatakan 15 stroke berat
(Yuliana, 2015). Penilaian ini untuk menilai hasil keberhasilan perawatan
(Boone dkk., 2012). Nilai NIHSS dalam kategori sedang dikarenakan
perilaku merokok dalam kategori sedang. Semakin tinggi perilaku
merokok menyebabkan semakin beratnya gejala-gejala stroke iskemik
yang timbul
BAB III

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

A. Jenis Intervensi
Penerapan observasi dengan skala NIHSS pada pasien stroke
B. Tujuan
1. Menganalisis tingkat defisit neurologis pada pasien stroke.
2. Mengetahui tindakan yang sesuai pada pasien stroke sehingga dapat untuk
meminimalisir keparahan penyakit stroke.
C. Waktu
Selama 3 hari, tanggal 29 April sampai 02 Mei 2019
D. Setting
Di Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Ruang Perawatan
Angsoka, kamar 2000 klien Tn. WR dengan diagnosa Stroke Hemorragi
E. Media
1. Alat tulis
2. Kuesioner
F. Prosedur Operasional Tindakan Yang Dilakukan Pemeriksaan Penunjang
Sistem Saraf Khusus, The National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)

TANGGAL PEMERIKSAAN
PARAMETER
No. YANG SKALA
DINILAI
SKOR

0 = Sadar penuh
1 = Tidak sadar penuh; dapat dibangunkan
dengan stimulasi minor (suara)
Tingkat
1a 2 = Tidak sadar penuh; dapat berespon
Kesadaran dengan stimulasi berulang atau
stimulasi nyeri
3 = Koma; tidak sadar dan tidak berespon
dengan stimulasi apapun
0 = Benar semua
Menjawab
1b 1 = 1 benar/ETT/disartria
pertanyaan
2 = Salah semua/afasia/stupor/koma

0 = Mampu melakukan 2 perintah


Mengikuti
1c 1 = Mampu melakukan 1 perintah
perintah
2 = Tidak mampu melakukan perintah

0 = Normal

Gaze: Gerakan 1 = Paresis gaze parsial pada 1 atau 2 mata,


2 mata konyugat terdapat abnormal gaze namun forced
horizontal deviation atau paresis gaze total tidak
ada

2 = Forced deviation, atau paresis gaze total


tidak dapat diatasi dengan maneuver
okulosefalik

0 = Tidak ada gangguan

1 = Paralisis minor (sulcus nasolabial rata,


asimetri saat tersenyum)
Visual: Lapang
3 pandang pada 2 = Paralisis parsial (paralisis total atau
tes konfrontasi near-total dari wajah bagian bawah)

3 = Paralisis komplit dari satu atau kedua


sisi wajah (tidak ada gerakan pada sisi
wajah atas maupun bawah)

0 = Normal

1 = Paralisis minor (sulcus nasolabial rata,


asimetri saat tersenyum)

4 Paresis Wajah 2 = Paralisis parsial (paralisis total atau


near-total dari wajah bagian bawah)

3 = Paralisis komplit dari satu atau kedua


sisi wajah (tidak ada gerakan pada sisi
wajah atas maupun bawah)

0 = Tidak ada drift; lengan dapat diangkat


90 (45)°, selama minimal 10 detik
Kanan:

penuh

1 = Drift; lengan dapat diangkat 90 (45)


namun turun sebelum 10 detik, tidak
mengenai tempat tidur

2 = Ada upaya melawan gravitasi; lengan


tidak dapat diangkat atau
Motorik dipertahankan dalam posisi 90 (45)°,
5
Lengan jatuh mengenai tempat tidur,
nhamunada upaya melawan gravitasi
Kiri:

3 = Tidak ada upaya melawan gravitasi,


tidak mampu mengangkat, hanya
bergeser

4 = Tidak ada gerakan

UN = Amputasi atau fusi sendi,


jelaskan…………

0 = Tidak ada drift; tungkai dapat


dipertahankan dalam posisi 30°
Kanan:

Motorik
6 minimal 5 detik
Tungkai

1 = Drift; tungkai jatuh persis 5 detik,


namun tidak mengenai tempat tidur

2 = Ada upaya melawan gravitasi; tungkai


jatuh mengenai tempat tidur dalam 5
detik, namun ada upaya melawan
gravitasi

Kiri:
3 = Tidak ada upaya melawan gravitasi

4 = Tidak ada gerakan

UN = amputasi atau fusi sendi,


jelaskan………….

0 = Tidak ada ataksia

1 = Ataksia pada satu ekstremitas


Ataksia
7
anggota gerak 2 = Ataksia pada 2 atau lebih ekstremitas

UN = Amputasi atau fusi sendi,


jelaskan…………

0 = Normal; tidak ada gangguan sensorik

1 = Gangguan sensorik ringan-sedang;


sensasi disentuh atau nyeri berkurang
8 Sensorik namun masih terasa disentuh

2 = Gangguan sensorik berat; tidak


merasakan sentuhan di wajah, lengan,
atau tungkai

0 = Normal; tidak ada afasia

1 = Afasia ringan-sedang; dapat


berkomunikasi namun terbatas. Masih
dapat mengenali benda namun
kesulitan bicara percakapan dan
mengerti percakapan
Bahasa
9
Terbalik 2 = Afasia berat; seluruh komunikasi
melalui ekspresi yang terfragmentasi,
dikira-kira dan pemeriksa tidak dapat
memahami respons pasien

3 = Mutisme, afasia global; tidak ada kata-


kata yang keluar maupun pengertian
akan kata-kata

0 = Normal

1 = Disartria ringan-sedang; pasien pelo


setidaknya pada beberapa kata namun
meski berat dapat dimengerti
10 Disartria 2 = Disartria berat; bicara pasien sangat
pelo namun tidak afasia

UN = Intubasi atau hambatan fisik lain,


jelaskan………………………………
…….

0 = Tidak ada neglect


11 Pengabaian &
Inatensi 1 = Tidak ada atensi pada salah satu
(Neglect) modalitas berikut; visual, tactile,
auditory, spatial, or personal
inattention.

2 = Tidak ada atensi pada lebih dari satu


modalitas

TOTAL

Keterangan :

Skor < 5 : defisit neurologis ringan

Skor 6-14 : defisit neurologis sedang

Skor 15-24 : defisit neurologis berat

Skor ≥ 25 : defisit neurologis sangat berat

Anda tahu kenapa

Jatuh ke bumi

Saya pulang dari


kerja

Dekat meja di
ruang

Makan

Mereka mendengar
dia siaran di radio
tadi malam
DAFTAR PUSTAKA

http://journal.unipdu.ac.id/755-2153-1-PB%20.pdf

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Riskesdas) (2013). Laporan Hasil Riset


Kesehatan Dasar Indonesia.

Kemenkes. (2014). Pedoman pengendalian stroke. Jakarta. Kementrian Republik


Indonesia direktorat pengendalian penyakit tidak menular.

Hartigan I, EO connel, SO brien, E weathers. (2014). The irish national stroke


awareness campaign: astroke of success. Apilied nursing research. 10 (16).

Erdiana Oktaviani, Guardian Yoki Sanjaya, Mubasysyir Hasanbasri. (2013).


Sentralisasi Layanan Emergensi Sebagai Upaya Peningkatan Durasi Response Time.
Seminar Nasional Sistem Informasi Indonesia. FK UGM

Narakusuma Wirawan & Ida Bagus Kusuma Putra. (2013). Prehospitalized


Management On Acute Stroke. e-jurnal medika udayana 694–709. vol. 2 no. 4.

Anda mungkin juga menyukai