Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

Untuk memenuhi tugas matakuliah


Penyakit tidak menular
yang dibina oleh Ibu : Dr. Susi Milwati S.Kp, M.Pd

Oleh :

1. DELLA OCTAVIA : P17210204218


2. FIRSTHIA FATICHA SARI : P17210204219
3. M PUTRA RAHMADITO : P17210204220
4. ISA WIDYA UMAMI : P17210204221
5. LAILI HOIRUL UMMAH : P17210204222
6. SETYO ADI NUGROHO : P17210204223
7. NURYANI IRMAN : P17210204224

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN MALANG KAMPUS LAWANG
Januari 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Asuhan keperawatan stroke”
ini tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari ibu Dr.
Susi Milwati S.Kp, M.Pd pada mata kuliah Penyakit tidak menular. Selain itu makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Asuhan keperawatan stroke” bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada ibu Dr. Susi Milwati S.Kp, M.Pd
selaku dosen pada matakuliah Penyakit tidak menular yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini kurang dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis nantikan demi kesempurnaan
makalah yang penulis buat ini.

Lawang,31 Januari 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Tujuan 5

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Konsep dasar stroke
2.2 Etiologi
2.3 Manifestasi Klinis
2.4 Patofisiologi stroke
2.5 Komplikasi
2.6 Pemeriksaan Penunjang

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB IV PENUTUP

DAFTAR RUJUKAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah manifestasi klinis dari
gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang dengan cepat atau tiba-tiba,
berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, dengan tidak tampaknya
penyebab lain selain penyebab vaskular. Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda
dan gejala hilangnya fungsi system saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat
(dalam detik atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau
menyebabkan kematian. Penyebab tersering terjadinya stroke adalah penyakit degeneratif
arterial, baik aterosklerosis pada pembuluh darah besar (dengan trombo emboli) maupun
penyakit pembuluh darah kecil (lipohialinosis). Kemungkinan berkembangnya penyakit
degenerative arteri yang signifikan meningkat pada beberapa factor resiko vaskular, salah
satunya adalah hipertensi (Hasmono, 2013).
Stroke dapat dibagi berdasarkan penyebabnya yaitu stroke hemoragik dan stroke
iskemik. Stroke hemoragik terjadi akibat perdarahan atau rusaknya pembulu darah otak.
Sedangkan stroke iskemik terjadi akibat suplai darah keotak terhambat atau terhenti.
Stroke iskemik adalah tipe yang paling sering ditemukan, 85% dari seluruh kasus stroke.
Sedangkan stroke hemoragik mencakup 15% dari seluruh kasus stroke (Lisiswanti,
2015). Faktor resiko stroke terbagi menjadi factor resiko yang dapat dimodifikasi dan
factor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu hipertensi, merokok, diabetes, dan obesitas.
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia, jenis kelamin, berat badan lahir
rendah (BBLR) dan genetic (Human, 2015). Sebanyak 77% penyebab utama stroke
adalah hipertensi (Go dkk, 2014).
Di Asia Tenggara yaitu Indonesia dan Malaysia stroke merupakan penyakit
nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survey tahun
2004, stroke merupakan pembunuh nomor satu di rumah sakit. Jumlah penderita stroke di
Indonesia dari tahun ketahun terus meningkat (Agonwar, 2016, Hernowo 2007).
Rendahnya kesadaran akan factor risiko stroke, kurang dikenalinya gejala stroke, belum
optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap program terapi untuk pencegahan
stroke ulang yang rendah merupakan permasalahan yang muncul pada pelayanan stroke
di Indonesia. Keempat hal tersebut berkontribusi terhadap peningkatan kejadian stroke
baru, tingginya angka kematian akibat stroke, dan tingginya kejadian stroke ulang di
Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2008).
Indonesia menduduki peringkat pertama di dunia dalam jumlah terbanyak
penderita stroke pada tahun 2009 menurut dr. Herman Samsudi, Sp.S, seorang ahli saraf
sekaligus ketua Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) Cabang DKI Jakarta (Yayasan
Stroke Indonesia, 2012). Penyakit stroke sering dianggap sebagai penyakit yang
didominasi oleh orang tua. Dulu, stroke hanya terjadi pada usia tua mulai 60 tahun,
namun sekarang mulai usia 40 tahun seseorang sudah memiliki risiko stroke,
meningkatnya penderita stroke usia muda lebih disebabkan pola hidup, terutama pola
makan tinggi kolesterol. Pemberian latihan (ROM) bermanfaat untuk mencegah
terjadinya kontraktur (kekakuan sendi), mempertahankan stabilitas gerak sendi,
meningkatkan kekuatan otot sehingga terjadi peningkatan kemampuan mobilisasi pada
klien stroke (Potter & Perry, 2009).
Stroke masih menjadi masalah kesehatan yang utama karena merupakan
penyebab kematian kedua di dunia. Sementara itu, di Amerika Serikat stroke sebagai
penyebab kematian ketiga terbanyak setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Sekitar
795.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke setiap tahunnya, sekitar 610.000
mengalami serangan stroke yang pertama. Stroke juga merupakan penyebab 134.000
kematian pertahun (Goldstein dkk., 2011).
Perawat merupakan fasilitator dalam mewujudkan gerakan masyarakat hidup
sehat sesuai dengan perannya. Sebagai care giver yaitu memberikan asuhan keperawatan
pada pasien stroke dan sebagai educator dalam bentuk pendidikan kesehatan yang
meliputi kebutuhan nutrisi, perawatan pasca stroke, serta anjuran-anjuran pada keluarga
sebagai upaya membantu pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan pencegahan agar tidak
terjadi serangan stroke berulang. Salah satu tindakan keperawatan untuk pasien stroke
yaitu pasien dibantu untuk bergerak atau tubuh klien digerak-gerakkan secara sistematis
yang biasa disebut rentang gerak atau Range Of Motion (ROM) dimana ROM adalah
tindakan latihan otot atau persendian yang diberikan kepada pasien yang mobilitasnya
terbatas karena penyakit, disabilitas dan trauma baik secara aktif maupun pasif. ROM
Pasif yaitu latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan perawat setiap
melakukan gerakan latihan (Praditiya, 2017)

2.1 Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan tentang teori penyakit Stroke, sehingga dapat mencegah
serta dapat mengaplikasikan cara pengobatan di bidang keperawatan nantinya.
2. Tujuan Khusus
A. Untuk memenuhi tugas Penyakit Tidak Menular tentang Penyakit Stroke
B. Untuk menambah wawasan pengetahuan bagi mahasiswa di Politeknik
Kesehatan Kemenkes Malang
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Stroke
2.1.1 Pengertian Stroke
CerebroVaskuler Accident (CVA) atau stroke adalah pecahnya pembuluh darah
otak secara mendadak dengan akibat penurunan fungsi neurologis (Hariyanto &
Sulistyowati, 2015).
Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal dan/atau
global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. (Depkes, 2013).
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
(GPDO) dengan awitan akutan, disertai manifestasi klinis berupa deficit neurologis dan
bukan sebagai akibat tumor, trauma ataupun infeksi susunan saraf pusat. (Dewanto,
Suwono, Riyanto, & Turana, 2009).
2.1.2 Klasifikasi Stroke
dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Stroke Hemorargik
Stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Terjadi
karena adanya tekanan darah ke otak tinggi sehingga menekan pembuluh
darah dan pembuluh darah yang tersumbat tidak dapat menahan tekanan
tersebut. Akibat dari perdarahan,
darah akan menggenangi otak. Darah yang membawa oksigen dan nutrisi
tidak sampai ke target organ atau sel otak. Akibatnya, sebagian otak tidak
mendapat pasokan makanan. Tekanan yang kuat membuat kebocoran dan juga
merusak sel-sel otak di sekelilingnya, Bila tekanannya sangat tinggi, pasien
koma bahkan meninggal dunia. Pecahnya pembuluh darah juga bisa terjadi
lantaran dinding pembuluh yang lemah, sehingga mudah robek. Stroke
hemoragik dibedakan menjadi dua yaitu stroke hemoragik intraserebral dan
hemorargik subarachnoid (Sutrisno, 2007).
2. Stroke Iskemik Tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemik dibagi
menjadi empat jenis, yaitu :
a) TIA (Transient Ischemic Attack)
TIA (Transient Ischemic Attack) merupakan serangan stroke
sementara. Terjadi secara mendadak dan singkat akibat iskemia otak
fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat
penyembuhan bervariasi dalam 24 jam. TIA merupakan hal penting
yang merupakan peringatan dini akan kemungkinan terjadinya stroke
di masa mendatang. Seranganserangan TIA ini berkembang menjadi
stroke iskemik trombotik sangatlah besar. Gejalanya antara lain pucat,
ekstremitas lumpuh, vertigo, disfagia (sulit menelan), mual, ataksia
(jalan sempoyongan). Pasien juga tidak bisa memahami pembicaraan
dengan orang lain, kesulitam melihat, serta hilangnya keseimbangan
dan koordinasi (Price & Wilson, 2012)
b) Stroke Lakunar Stroke lakunar terjadi karena penyakit pembuluh
halus dan dapat menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul
dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Terdapat empat
sindrom lakunar yang sering dijumpai diantaranya hemiparesis
motorik murni akibat infark kapsula interna posterior, stroke sensorik
murni akibat infark thalamus dan hemiparesis ataksik atau disatria
serta gerakan tangan atau lengan, Infark lakunar terjadi setelah oklusi
aterotrombotik. Oklusi menyebabkan thrombosis pada arteria serebri
media, arteri vertebra basilaris, arteri karotis interna. Thrombosis
yang terjadi menyebabkan daerah-daerah tersebut infark, bersifat
lunak, dan disebut lakuna (Price & Wilson, 2012).
c) Stroke Iskemik Trombotik. Stroke jenis ini terjadi karena adanya
penggumpalan pada pembuluh darah ke otak. Stroke iskemik
trombotik secara klinis disebut juga sebagai serebral thrombosis.
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur ketika pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Lokasi yang
kerap terjadi terdapat di arteri serebri media, arteri vertebra basilaris
dan arteri karotis interna. Para pasien stroke ini mungkin sudah
mengalami beberapa kali serangan TIA tipe lakunar sebelum 10
akhirnya mengalami stroke. Dalam banyak kasus, thrombosis
pembuluh darah besar diakibatkan oleh ateroskerosis yang diikuti
oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat, juga ditopang oleh
tingginya kadar kolesterol (Sutrisno, 2007)
d) Stroken iskemik embolitik Stroke embolitik tidak terjadi di otak,
melainkan di jantung. Embolus berasal dari bahan trombotik yang
terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis.
Penggumpalan darah yang terjadi di area sirkulasi organ jantung
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah jantung berkurang dan
perfusi mengalami penurunan . Stroke jenis ini muncul pada saat
penderita menjalani aktivitas fisik, misalnya berolahraga. Ketika
berolahraga, tiba-tiba tekanan darah menurun. Akibatnya, jantung
gagal memompa darah ke otak atau adanya embolus yang terlepas
dari jantung sehingga menyebabkan penyumbatan pembuluh darah di
otak (Sutrisno, 2007)
2.2.1 Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
1) Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala
neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis. Beberapa
keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :

A. Atherosklerosis Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh


darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding
pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-
macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
c) Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus).
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
B. Hypercoagulasi pada polysitemia Darah bertambah kental,
peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan
aliran darah serebral.
C. Arteritis( radang pada arteri )
2) Emboli Emboli serebral
merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak
dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menimbulkan emboli :
1. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
2. Myokard infark
3. Fibrilasi Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3) Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat
terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah
otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan
otak yang paling lazim terjadi :
a) Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b) Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c) Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis
d) Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk
vena.
e) Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.

4) Hypoksia Umum
a) Hipertensi yang parah.
b) Cardiac Pulmonary Arrest
c) Cardiac output turun akibat aritmia
5) Hipoksia setempat
a) Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain. (Wijaya & Putri,
2013)
2.2.2 .Manifestasi Klinis
stroke bergantung pada arteri serebri yang terkena, fungsi otak yang dikendalikan
atau diperantarai oleh keparahan kerusakan dan ukuran daerah otak yang terkena selain
bergantung pula pada derajat sirkulasi kolateral. (Price, 2006; Chang, 2009). Menurut
Hariyanto & Sulistyowati (2015),gejala stroke :
1. Stroke serangan pada otak hemisfer kanan :
a. Kelumpuhan sebelah kiri tubuh.
b. Penilaian terhadap objek menurun.
2. Stroke serangan pada otak hemisfer kiri :
a. Terjadi kelumpuhan sebelah kanan tubuh .
b. Perilaku lambat dan sangat hati-hati.
c. Gangguan penglihatan pada mata sebelah kanan.
d. Kesulitan menelan.
e. Sulit bicara.
f. Mudah tersinggung dan mudah frustasi. Selain itu, gejala pada pasien
stroke :
1) Kehilangan motoric Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan
motoric misalnya :
a) Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh)
b) Hemiparesis (kelemahan pada salah satu tubuh)
c) Menurunnya tonus otot abnormal
2) Kehilangan komunikasi Fungsi otak yang dipengaruhi oleh stroke
adalah bahasa dan komunikasi, misalnya :
a. Disartria, yaitu kesulitan bicara yang ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis
otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia atau kehilangan bicara yang terutama
ekspresif/represif. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.
3. Gangguan Persepsi
a. Homonimus hemianopsia, yaitu kehilangan setengah lapang pandang
dimana sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis.
b. . Amorfotosintesis, yaitu keadaan dimana cenderung berpaling dari sisi
tubuh yang sakit dan mengabaikan sisi/ruang yang sakit tersebut.
c. Gangguan hubungan visual spasia, yaitu gangguan dalam mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial.
d. Kehilangan sensori, antara lain tidak mampu merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh (kehilangan proprioseptik) sulit menginterprestasikan stimulasi
visual, taktil auditorius.
Tanda dan gejala yang sering muncul berdasarkan jenis stroke adalah sebagai
berikut :
a. Stroke iskemik
 Kejadiannya mendadak terjadi saat istirahat
 Ada peringatan
 Nyeri kepala ringan
 Tidak ada kejang dan muntah
 Penurunan kesadaran ringan
b. Stroke perdarahan
 Kejadiannya mendadak terjadi saat sedang aktif beraktivitas
 Tidak ada peringatan
 Nyeri kepala hebat
 Ada kejang dan muntah
 Penurunan kesadaran sangat nyata
(Nurarif & Kusuma, 2015)
2.2.3 Patofisiologi Stroke
dapat disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis yang memberi
vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari pembuluh darah diluar otak yang
tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya plak fibrosis (ateroma) di lokasi yang
terbatas seperti di tempat percabangan arteri. Trombosit selanjutnya melekat pada
permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara perlahan akan
memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk trombus (Sudoyo, Setyohadi, & dkk,
2009).
Pada emboli, dapat berupa bekuan darah, udara, plaque, atheroma fragmen lemak
yang akan terlepas dan terbawa darah hingga terperangkap dalam pembuluh darah
distal. Sedangkan, jika etiologi stroke adalah hemoragi maka faktor pencetus adalah
hipertensi. Emboli septik dapat menyebabkan pembentukan aneurisma
serebralmikotik, sehingga terjadi rupture dan dapat menyebabkan hemorargi (Wijaya
& Putri, 2013).
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen.
Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena trombus dan embolus, maka
mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak (Wijaya & Putri, 2013).
Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk
menghasilkan energi-terutama adenosin trifosfat (ATP) dan mengalami asidosis
metabolik. Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti
berfungsi sehingga neuron membengkak, hal ini akan menimbulkan peningkatan
intrakranial dan akan menimbulkan nyeri. Salah satu cara sel otak berespon terhadap
kekurangan energi ini adalah dengan meningkatkan kalsium intrasel. Hal ini juga
mendorong proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neuro transmitter
eksitatorik glutamat yang berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang
aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu molekul di
neuron lain yaitu reseptor N-metil-Daspartat (NMDA).
Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitratoksida sintase (NOS),
yang menyebabkan terbentuknya molekul gas nitrat oksida (NO). Pembentukan NO
dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga terjadi kerusakan dan
kematian neuron. Akhirnya jaringan otak yang mengalami infark dan respon
inflamasi akan terpicu (Ester, 2010 ; Wakhidah, 2015)
Ketidakefektifan perfusi jaringan pada otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulasi Willisi : arteria karotis interna dan system
vertebrobasilar dan semua cabangcabangnya. Secara umum apabila darah ke jaringan
otak terputus selama 15-20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Namun,
perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark didaerah
otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Apabila terjadi infark pada bagian otak yang berperan sebagai pengendali otot
maka tubuh akan mengalami penurunan kontrol volunter yang akan menyebabkan
hemiplagia atau hemiparese sehingga tubuh akan mengalami hambatan mobilitas,
defisit perawatan diri karena tidak bisa menggerakkan tubuh untuk merawat diri
sendiri, pasien tidak mampu untuk makan sehingga nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh. Defisit neurologis juga akan menyebabkan gangguan pencernaan sehingga
mengalami disfungsi saluran pencernaan dan kandung kemih lalu akan mengalami
gangguan eliminasi. Karena ada penurunan kontrol volunter maka kemampuan batuk
juga akan berkurang dan mengakibatkan penumpukan sekret sehingga pasien akan
mengalami gangguan jalan nafas dan pasien kemungkinan tidak mampu
menggerakkan otot-otot untuk bicara sehingga pasien mengalami gangguan
komunikasi verbal berupa disfungsi bahasa dan komunikasi.
2.2.4 Komplikasi

Menurut Hariyanto & Sulistyowati (2015), komplikasi pada stroke antara lain :
1. Peningkatan tekanan intracranial.
2. Disritmia jantung.
3. Kontraktur.
4. Immobilisasi yang dapat menyebabkan infeksi pernapasan, decubitus, dan
konstipasi.
5. Paralisis yang dapat menyebabkan nyeri kronis, resiko jatuh, atropi.
6. Kejang akibat kerusakan atau gangguan pada listrik otak.
7. Nyeri kepala kronis seperti migrain.
8. Malnutrisi
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijaya & Putri (2013), pemeriksaan penunjang pada penyakit stroke antara
lain :
1. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan, obstruksi arteri, oklusi/ruptur.
2. Elektro encefalography Mengidentifikasi masalah didasarkan pasa gelombang
otak atau mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
3. Sinar x tengorak Menggambar perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada
trombus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada perdarahan sub
arachnoid.
4. Ultrasonography Doppler Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
sistem arteri karotis/aliran darah/muncul plaque/arteriskerosis)
5. CT-Scan Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya
infark.
6. MRI Menunjukkan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada thrombosis,
emboli dan TIA, tekanan meningkat dan cairan mengandung darah
menunjukkan hemorargi sub arachnois/perdarahan intracranial.
7. Pemeriksaan Foto Thorax Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas.
8. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pungsi lumbal : Tekanan normal biasanya ada thrombosis, emboli dan
TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung
darah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intracranial.
Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan
dengan proses inflamasi.
b) Pemeriksaan darah rutin
c) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Guladarah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE


A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian/anamnesis pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian
psikososial (Arif, 2012).
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan otot anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi
dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, selain itu gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat anti
hipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alcohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi diabetes mellitus atau
ada riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitis dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan
klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga, masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat. Adakah dampak 35 yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).

7. Pemeriksan Fisik
Setelah melakukan anamnesis/pengkajian yang mengarah pada beberapa keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan beberapa keluhan klien (Arif, 2012).
1. Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami,
gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada vital
sign tekanan darah meningkat dan denyut nadi bervariasi.
2. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi
pernapasan.Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada
klien dengan tingkat kesadaran compos 36 mentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatlan raktil premitus
seimbang kanan dan kiri.
3. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah>200
mmhg)
4. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defcit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan
fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
a. Pengkajian tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat
peubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut
tingkat 37 kesadaraan klien stroke biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
b. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa lobus frontal dan hemisfer (Arif, 2012).
1. Status mental. Observasi penampilan, tingkah laku,
nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motoric
klien. Pada klen stroke tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
2. Fungsi intelektual. Didapatkan penurunan dalam
ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung
dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
3. Kemampuan bahasa. Penurunan kemampuan bahasa
bergantung daerah lesi yang mempengaruhi fungsi
dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif,
yaitu klien tidak 38 dapat memahami lisan atau
bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior
dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan
disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi
tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya
tidak lancar. Disartia (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
4. Lobus frontal. Kerusakan fungsi kognitif dan efek
psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi
pada lobus frontal kasitas, memori atau fungsi
intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa
dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini
menghadapi masalah frustasi dalam progam
rehabilitasi mereka.
5. Hemisfer. Stroke hemisfer kanan didapatkan
hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan
mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral
sehinnga dan mempunyai kerentanan terhadap sisi
kolateral sehingga kemungkinan terjatuh kesisi yang
berlawanan tersebut.
c. Pengkajian Saraf Kranial
Pemeriksan ini meliputi pemeriksaan saraf cranial I-XII
1. Saraf I, biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan
pada fungsi penciuman.
2. Saraf II, Disfungsipersepsi visual karena gangguan
jaras sensori primer daiantara mata dan korkes visual.
Gangguan hubungan visual-spasial sering terlihat
pada klien dengan hemiplegia kiri.Klien mungkin
tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke
bagian tubuh.
3. Saraf III, IV, VI. Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugar unilateral di
sisi yang sakit.
4. Saraf V, pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan
rahang bawah ke sisi ipsilatera, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan ekstremitas.
5. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal,
wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi
yang sehat.
6. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif
dan tuli persepsi.
7. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik
dan kesulitan membuka mulut. 40
8. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot stenokleidomastoideus
dan trapezius.
9. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu
sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
d. Pengkajian Sistem Motorik. Stroke adalah penyakit saraf
motoric atas atau Upper Motor Neuron (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan
motoric. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan control
motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
1. Inspeksi umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis
salah satu sisi)
2. Fasikulasi. Didapatkan pada otot ekstremitas
3. Tonus otot. Didapatkan meningkat.
4. Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan
tingkat kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan
tingkat 0.
5. Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan
mengalami gangguan karena hemiparese dan
hemiplegia.
e. Pengkajian Refleks. Pemeriksaan reflex terdiri atas
pemeriksaan reflex profunda dan pemeriksaan refleks pada
respons normal.
1. Pemeriksaan Refleks Profunda. Pengetukan pada
tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks
pada respons normal.
2. Pemeriksaan Refleks Patologis. Pada fase akut refleks
fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahului refleks patologis.
f. Pengkajian Sistem Sensorik. Dapat terjadi hemihipestesi. Pada
persepsi terdapat ketidakmampuan untuk menginterprestasikan
sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan saraf
sensori primer antara mata dan kortaks visual. Kehilangan
sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan
atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan proprisepsi
(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan tubuh) serta
kesulitan dalam menginterpretasikan strimuli visual, taktil dan
auditorius.
5. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motoric dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi 42 intermiten denngan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
6. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual, muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
7. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan control
volunteer terhadap gerakan motoric. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan control monitor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motoric paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan oksigen kulit
akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji beberapa tanda decubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensoria tau
43 paralise/plegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.

B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan sebuah label singkat yang menggambarkan
kondisi pasien yang di observasi di lapangan, kondisi ini dapat berupa masalah aktual
ataupun potensial atau diagnosis sejahtera (Wilkinson, 2012). Adapun diagnosis
keperawatan pada pasien stroke menurut Nurarif dan Kusuma (2015) sebagai berikut :
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis, kehilangan
keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera otak
2. Gangguan menelan berhubungan dengan penurunan fungsi nerfus vagus atau
hilangnya refluks muntah
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi nerfus hipoglosus
4. Nyeri akut
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gejala sisa stroke
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis/hemiplegia, penurunan
mobilitas
7. Resiko jatuh berhubungan dengan perubahan ketajaman penglihatan
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi otot
facial/oral
9. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan aliran
darah ke otak (aterosklerosis, embolisme)

C. Intervensi Keperawatan Pada Pasien Stroke


Intervensi Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi:
Definisi : Keterbatasan perawatan selama 3x24 Observasi
dalam pergerakan fisik jam diharapkan pasien - Identifikasi
dari satu atau lebih mampu melakukan adanya nyeri atau
ektremitas secara mandiri gerakan fisik dari satu keluhan fisik
Batasan Karakteristik : atau lebih ekstremitas lainnya
1. Penurunan waktu secara mandiri dengan - Identifikasi
reaksi kriteria hasil: toleransi fisik
2. Kesulitan 1. Pergerakan melakukan
membolakbalik posisi ekstremitas pergerakan
3. Melakukan aktivitas meningkat - Monitor frekuensi
lain sebagai pengganti 2. Kekuatan otot jantung dan
pergerakan (mis., meningkat tekanan darah
meningkatkan perhatian 3. Rentang gerak sebelum memulai
pada aktivitas orang lain, (ROM) mobilisasi
mengendalikan perilaku, meningkat - Monitor kondisi
focus pada 4. Nyeri menurun umum selama
ketunadayaan/aktivitas 5. Kecemasan melakukan
sebelum sakit) menurun mobilisasi
4. Dispnea setelah 6. Kaku sendi Terapeutik
beraktivitas menurun - Fasilitasi aktivitas
5. Perubahan cara 7. Gerakan tidak mobilisasi dengan
berjalan terkoordinasi alat bantu (mis.
6. Gerakan bergetar menurun Pagar tempat
7. Keterbatasan 8. Gerakan terbatas tidur)
kemampuan melakukan menurun - Fasilitasi
ketrampilan motorik 9. Kelemahan fisik melakukan
kasar menurun pergerakan, jika
8. Keterbatasan rentang perlu
pergerakan sendi - Libatkan keluarga
9. Tremor akibat untuk membantu
pergerakan pasien dalam
10. Ketidakstabilan meningkatkan
postur pergerakan
11. Pergerakan lambat Edukasi:
Pergerakan tidak - Jelaskan tujuan
terkoordinasi dan prosedur
Faktor yang mobilisasi
berhubungan: - Anjurkan
1. Intoleransi aktivitas melakukan
2. Perubahan mobilisasi dini
metabolisme seluler
- Ajarkan
3. Ansietas
mobilisasi
4. Indeks masa tubuh
sederhana yang
diatas perentil ke-75
harus dilakukan
sesuai usia
(mis. Duduk di
5. Gangguan kognitif
tempat tidur,
6. Kontraktur
duduk di sisi
7. Kepercayaan budaya
tempat tidur,
tentang aktivitas sesuai
pindah dari
usia
tempat tidur ke
8. Fisik tidak bugar
kursi)
9. Penurunan ketahanan
tubuh
10. Penurunan ketahanan
tubuh
11. Penurunan kendali
otot
12. Malnutrisi
13. Gangguan
musculoskeletal
14. Gangguan
neuromuscular
15. Nyeri
16. Penurunan kekuatan
otot
17. Kurang pengetahuan
tentang aktivitas fisik
18. Keadaan mood
depresif
19. Keterlambatan
perkembangan
20. Ketidaknyamanan
21. Disuse, kaku sendi
22. Kurang dukungan
lingkungan (mis., fisik
atau social)
23. Keterbatasan
ketahanan kardiovaskular
24. Kerusakan integritas
struktur tulang
25. Progam pembatasan
gerak
26. Keengganan memulai
pergerakan
27. Gaya hidup monoton
28. Gangguan sensori
perseptual

D. Implementasi Keperawatan
Pasien Stroke Implementasi keperawatan yang dilakukan pada pasien sesuai dengan
intervensi keperawatan. Namun, sebagian kecil ada beberapa yang tidak sesuai dengan
intervensi keperawatan. Hal ini dikarenakan situasi dan kondisi dari klien yang tidak
memungkinkan.

E. Evaluasi Keperawatan
Pasien Stroke Evaluasi keperawatan didapatkan dari implementasi keperawatan yang
telah dilakukan oleh peneliti selama tujuh hari, serta didokumentasikan dalam bentuk
SOAP
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
I. Identitas Klien
Nama : Tn.M
Umur : 65 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Status : Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SD
Alamat : Lamongan
No.mr : 491847
Ruang Rawat : Ruang rawat neurologi
Tgl.masuk : 18 Juni 2019
Tgl.pengkajian : 20 Juni 2019
Penanggung Jawab
Nama : Ny.R
Umur : 60 Tahun
Hub.keluarga : Adik
Pekerjaan : Pensiunan
II. Alasan Masuk
Pasien masuk RS Achmad Muchtar melalui IGD pada tanggal 18 juni 2019,
pasien merupakan rujukan dari RS Ibnu Sina dengan penurunan kesadaran, pasien masuk
RS Achmad Muchtar dengan tujuan melakukan CT Scan dan dipindahkan ke ruang
neurologi, karna alat CT Scan rusak keluarga klien memutuskan untuk merawat pasien
di RS Achmad Muchtar secara umum.
III.Riwayat Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 20 Juni 2019 jam 09:15 WIB di dapatkan
data Keluarga pasien menyatakan esktremitas sebelah kiri pasien lemah sejak 4 hari
yang lalu, Keluarga menyatakan bicara klien pelo, pasien tampak lemah, anggota
gerak lemah sebelah kiri dan bicara pasien kurang jelas dari hasil pemeriksaan
tingkat kesadaran di dapatkan GCS 11 (E3 V5 M3) pasien terpasang kateter dan
kluarga menyatakan sudah 4 hari klien tidak BAB, klien terpasang oksigen nasal
kanul 2 liter, pasien terpasang NGT, pasien terpasang infuse RL 8jam/kolov di
tangan sebelah kanan.
B. Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga menyatakan pasien tidak pernah mengalami penyakit yang sama dan
tidak ada menderita penyakit kronis lainnya. pasien menyatakan ada riwayat asam
urat dan pasien menyatakan pernah melakukan operasi katarak satu bulan yang lalu.
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit yang sama dengan
pasien dan tidak ada penderita penyakit ronis lainnya seperti hipertensia,jantung dan
DM.
Genogram:
IV. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: Delirium
GCS : 11 (E3 V5 M3)
BB/TB : 58 kg /165 cm
Tanda-tanda vital (terpasang monitor)
Suhu :36,8°C
Nadi :64 x/menit
Pernafasan :23 x/menit
Tekanan darah :118/75 mmHg

A. Kepala
Rambut : Rambut pasien keseluruhannya beruban, kepala tampak berminyak dan
tidak ada nyeri tekan pada kulit kepala.
Mata : Simetris kiri dan kanan ,pupil pasien tampak isokor diameter 2mm, mata
pasien tampak bersih dan konjungtifa anemis.
Telinga : Simetris kiri kanan, telinga pasien normal tidak ada pakai alat bantu
dengar,dan telinga pasien tampak bersih, tidak ada pembengkakan atau nyeri tekan
pada telinga pasien.
Hidung : Hidung pasien tampak bersih, hidung pasien tampak terpasang oksigen 2
liter/menit dan terpasang NGT pada hidung sebelah kiri.
Mulut dan gigi : Mulut pasien tampak kering dan mulut pasien tampak pencong
sebelah kiri.Gigi pasien tampa kotor,gigi tidak lengkap dan terdapat caries gigi
B. Leher
Dileher pasien tidak ada pembengkakan tiroid dan tidak ada nyeri tekan atau lesi.
C. Thorax
Paru-Paru:
Pergerakan dinding dada kiri dan kanan sama,tidak ada lesi. Tidak ada nyeri tekan
pada dada klien,tidak ada penurunan maupun peningkatan getaran antara paru kanan
dan kiri,Terdengar sonor,Suara nafas Vesikuler dan Tidak ada nafas tambahan
Jantung:
Dada simetris kiri dan kanan,tidak ada pembengkakan sekitar dada,Tidak ada nyeri
tekan sekitar dada,Terdengar redup,Suara jantung normal 1 lup, 2dub
D. Abdomen
Perut pasien tampak datar dan simetris, warna kulit sawo matang ,tidak ada
pembengkakan dan lesi pada perut klien,Tidak ada nyeri tekan pada perut
pasien,tympani,Bising usus (+) 8 kali/menit.
E. Punggung
Tidak terdapat luka atau jejas pada punggung,dan tidak kelainan pada tulang
punggung klien.

F. Ekstremitas Atas
Pada ekstremitas atas pasien tampak terpasang infus RL 8 jam/kolov di tangan
sebelah kanan,tidak ada nyeri tekan pada ekstremitas bagian atas. Bawah : simetris
kiri dan kanan tidak ada luka lecet dan nyeri tekan pada ekstremitas bawah.
- Kekuatan Otot
- Reflek Babinski : ekstremitas : tungkai bawah sebelah kiri psotif.
G. Genetalia
Pasien tampak terpasang kateter, dan pasien menggunakan Pempers dengan ukuran L
H. Intigumen
Tidak ada lesi pada kulit klien,dan kulit klien berwarna sawo matang.
I. Pemeriksaan Nervus
1) Olfaktori
a. Pada saat dilakukan pengkajian klien mampu membedakan bau dengan baik
2) Optikus
a. Pada saat dilakukan pengkajian klien mengatakan pandangan agak kabur dan
menggunakan kaca mata di rumah.Post OP katarak mata sebelah kiri satu bulan
lalu.

3) Okulomotorius,Abdusen dan Trochlearis


a. Pada saat dilakukan pengkajian klien mampu melakukannya dengan baik.

4) Trigeminus
a. Pada saat dilakukan pengkajian pasien tidak mampu melakukannya dengan baik

5) Fasialis
a. Pada saat dilakukan pengkajian ekspresi wajah pasien tampak terganggu

6) Vestibulocochlearis
a. Pada saat dilakukan pengajian klien mampu mendengarnya dengan baik.

7) Glosofaringeus
a. Pada saat dilakukan pengkajian klien mampu membedakan rasa dengan baik.

8) Vagus
a. Pada saat dilakukan pengkajian klien tampak terpasang NGT.

9) Aksesoris
a. Pada saat dilakukan pengkajian bagian kiri bahu klien tidak mampu melakukan
karna lemah tubuh sebelah kiri.

10) Hipoglasus
a. Pada saat dilakukan pengkajian klien tidak mampu melakuannya.

V. Data Biologis

Tabel 3.1 Data Biologis Tn.M


AKTIVITAS SEHAT SAKIT
Makanan dan Minuman
MAKANAN
-menu Nasi+ikan nila Makanan cair (NGT)
-porsi 3x1 sehari 300 cc
-makanan kesukaan Ikan nila Susu
-pantangan Kacang-kacangan Kacang-kacangan
MINUMAN
-Jumlah 8 gelas/hari 2-4 gelas/hari
-Minuman Kesukaan The manis Air putih
-Pantangan Tidak ada Tidak ada

Elaminasi Klien belum BAB


BAB sejak 4 hari yang lalu
-Frekuensi 1x sehari karna kurang aktifitas.
-Warna Kuning
-Bau Khas
-Konsistensi Padat
BAK
-Frekuensi 4x sehari Terpasang kateter
-Warna Kuning Kuning pekat
-Bau Khas Khas (Output ±250cc)
Istirahat dan Tidur
-Waktu tidur Malam hari Siang dan malam hari
-Lama tidur ± 8jam ± 6jam
-Kesulitan tidur Tidak ada Tidak ada
Personal Hygiene
-Mandi 2x sehari 1x sehari(di lap).
-Cuci rambut 2x sehari 1x2 hari
-Gosok gigi 2x sehari - Kuku klien panjang
-Potong kuku 1x seminggu dan kotor

VI. Riwayat Alergi Keluarga


pasien menyatakan klien tidak memiliki riwayat alergi makanan dan obat obatan.
VII. Data Psikologis
Keluarga berharap pasien cepat sembuh dan kembali ke rumah agar bisa berkumpul
dengan keluarga.
VIII. Data Sosial dan Ekonomi
Pada saat sehat pasien selalu mengikuti kegiatan social serta keagamaan yang ada di
lingkungannya dan menjadi tulang punggung keluarganya.Setelah pasien sakit pasien
tidak mampu lagi untuk menafkahi keluarganya karena tubuh pasien terbaring lemah.
IX. Data Spiritual
Pada saat sehat klien menyatakan shalat lima waktu sehari semalam ,Klien mengatakan
dirinya seorang muslim dan berkepecayaan kepada ALLAH SWT,dan pada saat sakit
klien sekarang melakukan shalat sebisanya di tempat tidur serta berdoa agar cepat
sembuh.
X. Data Penunjang
Pemeriksaan CT Scan Tanggal 19 Juni 2019:
Tampak lesi hipodens luas di grey-white matter lobus, frontotemporoparietooccipikal
kanan dan kapsula interna kanan. Tidak tampak midline shift. Kalsifikasi fisiologis di
pleksus koroideus bilateral, basal ganglia bilateral dan pineal body. Tidak tampak
kelainan di daerah CPA dan serebelli. Mastoid aircells dan sinus paranasal baik.Orbita
dan bolbus okuli kanan kiri baik. Tulang kepala intak. Kesan: Infark luas di grey-white
matter lobus frontotemporoparietooccipital kanan dan kapsula interna kanan

XI. Data Fokus


Data Subjektif
1. Keluarga mengatakan pasien susah untuk bergerak.
2. Keluarga mengatakan semua aktifitas di bantu.
3. Keluarga mengatakan pasien belum mandi atau di lap.
4. Keluarga mengatakan pasien susah beraktivitas.
5. Keluarga menyatakan berbicara kurang jelas.
6. Klien mengatakan tangan dan kaki kiri susah untuk di gerakan.

Data Objektif
1. Pasien tampak pergerakan terbtas.
2. Pasien tampak semua aktifitas di bantu keluarga.
3. Pasien tampak lemah sisi tubuh sebelah kiri.
4. Pasien tampak susah beraktifitas .
5. Pasien tampak sendi kaku
6. Klien tampak berbicara kurang jelas atau pelo
7. Klien tampak susah menggerakan tangan kiri dan kaki kiri.
8. Klien tampak belum BAB sejak 4 hari yang lalu.
9. CT Scan.
10. Saat pengkajian TTV klien :
-TD : 118/75 mmHg
-Suhu : 36,8˚C
-Nadi : 64 kali/menit
-Pernafasan : 23 kali/menit.
11. tampak kekuatan otot
12. GCS : 11 Delirium (E3,M5,V3).
13. Pasien tampak saraf vagus,trigeminus dan hipoglasus terganggu.
14. Lidah tampak pencong atau miring ke kiri.
15. HGB : 17.1g/dL dan HCT : 50.6%
XII. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


1. Data Subjektif : Infark jaringan otak Ketidak Efektifan
a. Keluarga mengatakan bicara Perfusi jaringan
kurang jelas serebral.
b. Keluarga mengatakan aktifitas
dilakukan di tempat tidur.
Data Objektif :
a. Pasien tampak pergerakan
terbatas.
b. Pasien tampak semua aktifitas
di bantu keluarga.
c. Pasien tampak lemah sisi tubuh
sebelah kiri
d. Pasien tampak susah
beraktifitas
e. Pasien tampak sendi kaku
f. Pasien tampak berbicara kurang
jelas atau pelo
g. Pasien tampak susah
menggerakan tangan kiri dan
kaki kiri.
h. Pasien tampak belum BAB
sejak 4 hari yang lalu.
i. CT Scan.
j. Saat pengkajian
TTV klien :
-TD : 118/75 mmHg
-Suhu : 36,8˚C
-Nadi : 64 kali/menit
-Pernafasan : 23 kali/menit
k. GCS : 11 Delirium
(E3,M5,V3).
l. Pasien tampak saraf
vagus,trigeminus dan
hipoglasus terganggu.
m. Lidah tampak pencong atau
miring ke kiri.
n. HGB : 17.1g/dL
o. HCT : 50.6%

2. Data Subjektif : Neuromuskuler Gangguan mobilitas


a. Keluarga mengatakan semua fisik.
aktifitas di bantu.
b. Keluarga mengatakan pasien
susah bergerak.
c. Pasien mengatakan tangan dan
kaki kiri susah untuk di
gerakan.
Data Objektif :
a. Pasien tampak aktifitas di bantu
keluarga.
b. Pasien tampak terbaring lemah
di tempat tidur.
c. Pasien tampak gerak terbatas
d. Pasien tampak sendi kaku
3. Data Subjektif : Gangguan saraf Gangguan menelan
a. Keluarga mengatakan pasien cranial
makan lewat selang.
Data Objektif :
a. Pasien tampak terpasang NGT
b. Pasien tampak saraf vagus,
hipoglasus dan trigeminus
terganggu.

3.2 Diagnosa keperawatan


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark jaringan
otak
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler
3. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf cranial

3.3 Intervensi keperawatan

NO SDKI SLKI SIKI


1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan O:
perfusi jaringan pengkajian selama 1x24 - identifikasi peningkantan tekanan intracranial.
serebral b/d jam di - monitor peningkatan TD.
infark otak dapatkan kriteria hasil : - monitor penurunan frekuensi jantung
-tingkat kesadaran - monitor ireguleritas irama nafas
meningkat. - monitor penurunan tingkat kesadaran.
-gelisah menurun. - monitor perlambatan atau ketidak simetrisan
-tekanan darah membaik respon pupil.
- monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam
rentang yang diindikasikan
- monitor tekanan perfusi serebral
- monitor jumlah kecepatan,dan
karakteristik,drainase cairan serebrospinal
- monitor efek stimulus
T:
- ambil sampel drainase cairan serebrospinal.
- kalibrasi transduser.
- pertahankan sterilitas system pemantauan.
- pertahankan posisi kepala dan
- dokumentasikan hasil pemantauan,jika perlu.
- atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien.
- doumentasi hasil pemantauan.
E:
-jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.

NO SDKI SLKI SIKI

2. Gangguan Setelah dilakukan O:


mobilitas fisik pengkajian selama 1x24 - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
b/d kelmahan jam didapatkan hasil: - lainnya
neuromusuler. pergerakan esktremitas - Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
meningkat -kekuatan otot - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
meningkat -nyeri sebelum memulai mobilisasi
menurun -kecemasan - Monitor kondisi umum selama melakukan
menurun mobilisasi
T:
- Fasilitasi aktivitas mobilitas dengan alat bantu -
Fasilitasi melakukan pergerakan - Libatkan
kelurga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
E:
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk ditempat tidur).
K:
- Konsultasi kesehatan

NO SDKI SLKI SIKI

3. Gangguan Setelah dilakukan O:


mobilitas fisik pengkajian selama 1x24 - Periksa posisi NGT dengan memeriksa residu
b/d kelmahan jam didapatkan hasil: - lambung atau mengakultasi hembusan udara
neuromusuler. pergerakan esktremitas - Monitor tetesan makanan pada pompa setiap jam
meningkat -kekuatan otot - Monitor rasa penuh,mual,dan muntah.
meningkat -nyeri - Monitor residu lambung tiap 4-6 jam selama 24
menurun -kecemasan jam pertama, kemudian tiap 8 jam selama
menurun pemberian makan via enteral,jika perlu
- Monitor pola buang air besar setiap 4-8 jam,jia
perlu
T:
- Gunakan teknik bersih dalam pemberian
makanan via selang
- Berikan tanda pada selang untuk
mempertahankan lokasi yang tepat
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-45 derajat
selama pemberian makan
- Irigasi selang dengan 30 ml air setiap 4-6 jam
selama pemberian makan dan setelah pemberian
makan intermitan
- Hindari pemberian makan lewat selang 1 jam
sebelum prosedur atau pemindahan pasien
- Hindari pemberian makan jika residu lebih dari
150 cc atau lebih dari 100-200 persen dari jumlah
makanan taip jam
E:
- Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur
K:
- Kolaborasi pemberian sinar X untuk konfirmasi
posisi selang,jika perlu
- Kolaborasi pemilihan jenis dan jumlah makanan
enteral

3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

NO Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf

1. Kamis 20 Juni Ketidakefektifan O: S: -Pasien mengatakan kepala


2019 perfusi jaringan - memonitor sakit
serebral b/d peningkatan TD.
infark otak - memonitor O:-Pasien tampak semua
ireguleritas irama aktifitas di bantu
nafas keluarga
- memonitor -TD : 118/75 mmHg
penurunan tingkat -Suhu:36,8C
kesadaran. -Nadi: 64 kali/menit
- memonitor -Pernafasan 23 kali/menit.
perlambatan atau -Irama nafas vesikuler
ketidak simetrisan (normal). -Pupil isokor.
respon pupil. -HGB : 17.1g/dL
T: -HCT : 50.6%
- mempertahankan -Pupil isokor diameter 2mm.
posisi kepala dan
leher netral. A : - ketidak efektifan perfusi
- jaringan
mendokumentasikan
hasil pemantauan. P : intervensi dilanjutkan.
- mengatur interval
pemantauan sesuai O: - memonitor peningkatan
TD. - memonitor ireguleritas
kondisi pasien.
irama nafas
- mendoumentasi
- memonitor penurunan tingkat
hasil pemantauan.
kesadaran.
E:
- memonitor perlambatan atau
- menjelaskan ketidak simetrisan respon pupil.
tujuan dan - memonitor tekanan perfusi
prosedur serebral
pemantauan. - memonitor efek stimulus
T:
- mempertahankan sterilitas
system pemantauan .
- mempertahankan posisi kepala
dan leher netral.
- mengatur interval pemantauan
sesuai kondisi pasien.
- mendoumentasi hasil
pemantauan.
E:
- menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Kamis 20 Juni Gangguan O: S:
2019 mobilitas fisik - mengidentifikasi - Pasien mengatakan kaki
b/d kelmahan adanya nyeri atau nyeri saat di lipat
neuromusuler keluhan fisik lainnya - Keluarga mengatakan pasien
- mengidentifikasi susah bergerak.
toleransi fisik - Keluarga mengatakan pasien
melakukan susah beraktifitas.
pergerakan O:
- memonitor - Pasien tampak semua
frekuensi jantung aktifitas di bantu Keluarga.
dan tekanan darah - Pasien taampak susah
sebelum memulai bergerak.
mobilisasi - Pasien tampak lemah tubuh
- memonitor kondisi sisi sebelah kiri.
umum selama - Kekuatan otot
melakukan - Reflek babinski positif
mobilisasi A : -Gangguan mobilitas fisik.
T: P : - Intervensi dilanjutkan.
- memfasilitasi
aktivitas mobilitas O :
dengan alat bantu - mengidentifikasi adanya
- memfasilitasi nyeri atau keluhan fisik
melakukan lainnya - mengidentifikasi
pergerakan. toleransi fisik melakukan
- meliibatkan kelurga pergerakan
untuk membantu - memonitor frekuensi jantung
pasien dalam dan tekanan darah sebelum
meningkatkan memulai mobilisasi
pergerakan - memonitor kondisi umum
E: selama melakukan mobilisasi
- menjelaskan tujuan T :
dan prosedur - memfasilitasi aktivitas
mobilisasi mobilitas dengan alat bantu
- menganjurkan - memfasilitasi melakukan
melakukan pergerakan
mobilisasi dini - meliibatkan kelurga untuk
- menganjurkan membantu pasien dalam
mobilisasi sederhana meningkatkan pergerakan.
yang harus dilakukan E :
(mis. duduk ditempat - menjelaskan tujuan dan
tidur). prosedur mobilisasi
K: - menganjurkan melakukan
- mengkonsultasi mobilisasi dini
kesehatan - menganjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk
ditempat tidur).
K:
- mengkonsultasi kesehatan
3. Kamis 20 Juni Gangguan O: S : - Keluarga mengatakan
2019 menelan b/d - memperiksa posisi klien hanya minum susu
kelemehan NGT. melalui NGT
neuromuskuler - memonitor tetesan
makanan pada O :
pompa setiap jam - Pasien tampak terpasang
- memonitor rasa NGT.
penuh,mual,dan - Pasien tampak saraf vagus
muntah. dan hipoglasus terganggu
- memonitor pola
buang air besar A : - Gangguan menelan
setiap 4-8 jam. P : - Intervensi dilanjutkan.
T:
- menggunakan O :
teknik bersih dalam - memperiksa posisi NGT
pemberian makanan dengan memeriksa residu
via selang lambung atau mengakultasi
- memberikan tanda hembusan udara
pada selang untuk - memonitor tetesan makanan
mempertahankan pada pompa setiap jam
lokasi yang tepat - memonitor rasa
- meninggikan penuh,mual,dan muntah.
kepala tempat tidur
30-45 derajat selama T :
pemberian makan - menggunakan teknik bersih
- mengirigasi selang dalam pemberian makanan via
dengan 30 ml air selang
setiap 4-6 jam - meninggikan kepala tempat
selama pemberian tidur 30-45 derajat selama
makan dan setelah pemberian makan
pemberian makan - mengirigasi selang dengan
intermitan 30 ml air setiap 4-6 jam
- menghindari selama pemberian makan dan
pemberian makan setelah pemberian makan
lewat selang 1 jam intermitan.
sebelum prosedur
atau pemindahan E:
pasien - menjelaskan tujuan dan
- menghindari langkahlangkah prosedur
pemberian makan K:
jika residu lebih dari - mengkolaborasi pemilihan
150 cc atau lebih dari jenis dan jumlah makanan
100200 persen dari enteral.
jumlah makanan taip
jam.
E:
- menjelaskan tujuan
dan langkah-langkah
prosedur
K:
- Mengkolaborasi
pemilihan jenis dan
jumlah makanan
enteral.

BAB IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah manifestasi klinis dari
gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang dengan cepat atau tiba-tiba,
berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, dengan tidak tampaknya penyebab
lain selain penyebab vaskular. Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan gejala hilangnya
fungsi system saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).

4.2 SARAN

Semoga tugas asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
Apabila ada kesalahan didalam makalah ini harap di maklumi karena penyusun masih dalam
tahap belajar.

DAFTAR RUJUKAN

Sumber : http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1079/1/KTI%20SULISTIYAWATI.pdf

Anda mungkin juga menyukai