Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS MEDIA STROKE

OLEH

KELOMPOK 2

>MARIA A. PUTRI LAMAN >ELLEN A. DAMI

>MEGA LUISA ITO >NOMENSON MANIMOY

>DEAWATA F. S. SUKI >TRIS E. BANUNAEK

>LAHENDRA ULY HIA >MARDILIUS WUNDA LERO

>YUFRI TANEBETH >NIKSON

>INDRO NOMLENI >KORNELIUS ROHI

>YARLIN NDOLU

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

KUPANG

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Paliatif Pada
Pasien Stroke” yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kerawatan Menjelang Ajal &
Paliatif.
Mudah-mudahan ASKEP ini memberikan manfaat dalam segala bentuk kegiatan belajar,
sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses pencapaian yang telah direncanakan.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam ASKEP ini. Oleh karena itu, segala kritikan
dan saran yang membangun akan kami terima sebagai wujud koreksi. Akhir kata, semoga
ASKEP ini bermanfaat bagi kita semua.

Kupang, 16 Desember 2021


Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat ini.
Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia.
Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat mengakibatkan kematian,
kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif maupun usia lanjut (Junaidi,2011).
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat stroke sebesar
51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar
16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh. Tingginya
kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperandalam peningkatan konsentrasi
glikoprotein, yang merupakan pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah
yang tinggi pada saat stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena
terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobic yang merusak
jaringan otak (Ricodkk,2008).
Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus
stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 permill dan 12,1
permill untuk yang terdiagnosis memiliki gejala stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi
terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%),
sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan
perempuan hampir sama (Kemenkes,2013).
Tenaga kesehatan secara umum merupakan satu kesatuan tenaga yang terdiri dari tenaga
medis, tenaga perawatan, tenaga paramedis non perawatan dan tenaga non medis. Dari semua
katagori tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit, tenaga perawatan merupakan tenaga
terbanyak dan mereka mempunyai waktu kontak dengan pasien lebih lama dibandingkan
tenaga kesehatan yang lain, sehingga mereka mempunyai peranan penting dalam menentukan
baik buruknya mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Perawat yang bertugas di ruangan pasien selalu dituntut untuk berhati-hati menangani
pasien dan dalam menggunakan alat-alat yang beraneka macam. Tuntutan untuk bertindak
cepat dan tepat dalam menangani pasien biasanya dihadapi oleh perawat diruang gawat
darurat atau bagian kecelakaan. Sifat-sifat tugas tersebut merupakan contoh-contoh bentuk
stressor untuk perawat. Perawat juga dihadapkan dengan sikap pasien yang kurang
menyenangkan dan kurang menghargai, serta menuntut perawat untuk selalu siap setiap saat
memberikan bantuan pada pasien. Tuntutan dari pimpinan maupun orang-orang sekitar
merupakan hal yang biasa ditemui, terlebih lagi apabila tidak ada pembagian tugas yang jelas
sehingga seorang perawat harus pandai-pandai membagi waktunya untuk memberikan
bantuan kepada pasien yang bermacam-macam. Di samping itu, perawat sering dihadapkan
pada tugas-tugas yang menyangkut keselamatan jiwa seseorang, seperti perawatan pasien
menjelang ajal.
Penting bagi perawat yang merawat pasien menjelang ajal menyadari perasaan mereka
sendiri tentang kematian dan tentang pasien mereka. Karena sulit untuk melihat orang yang
telah dirawat meninggal dunia. Banyak perawat merasa frustrasi dan berduka ketika pasien
mereka meninggal. Perawat perlu saling memberi kenyamanan dan mendukung dalam
perawatan terhadap orang menjelang ajal. Sikap yang baik akan menunjang pemberian
perawatan kepada pasien. Sedangkan perawat yang mempunyai sikap yang tidak baik akan
berpengaruh pula dalam perawatan pasiennya dia tidak akan bisa melakukan perawatan
pasien menjelang ajal sehingga pasien tidak mendapatkan perawatan sebagaimana mestinya.

B. Tujuan
1. Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan mahasiswa/i dapat memahami konsep
stroke dan mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke.

2. Tujuan Umum
BAB II

TINJAUAN TEORI

 KONSEP PENYAKIT

A. Definisi Stroke

Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler (Hendro Susilo, 2012).

Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara
cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja
dan kapan saja (Muttaqin, 2012).

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah  kehilangan fungsi otak yang diakibatkan  oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler
selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).

Penyakit serebrovaskuler menunjukkan adanya beberapa kelaianan otak baik secara


fungsional maupun structural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah
serebral atau dari seluruh system pembuluh darah otak. Patologis ini menyebabkan
perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi
serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh darah dengan pengaruh yang
bersifat sementara atau permanen (Doenges, 1999).

Dengan demikian, stroke dapat didefinisikan adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi
secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis. Patologis ini menyebabkan perdarahan dari
sebuah robekan yang terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral oleh
oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh darah dengan pengaruh yang bersifat sementara
atau permanen. (Muttaqin, 2012).

B. Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2012), yaitu :

1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
memburuk pada 48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak :
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan
pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri
iliaka (Ruhyanudin, 2017).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis (radang pada arteri)
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD)
2) Myokard infark
3) Fibrilasi yaitu keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium

2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.

3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat
kejadian yaitu :
1. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama
trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda
trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa
pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa
mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau
embolisme serebral. Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba,
dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh
dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang
merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan
afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit
jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
3. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Haemorhagi serebral
a. Haemorhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri
meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera
untuk mempertahankan hidup.
b. Haemorhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidu ral,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek.
Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau
gejala.
c. Haemorhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada
otak.
d. Haemorhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi dalam otak paling umum
pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan
degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan rupture pembuluh darah.
Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila haemorrhagi
membesar, makin jelas deficit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan
kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.

C. Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :
1. Menurut Gejala Kliniknya
a.Stroke Hemoragi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya
saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu :
1) Perdarahan intraserebra
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya
keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat
disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, dll).

b. Stroke Non Hemoragi


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.

2. Menurut Perjalanan Penyakit Atau Stadiumnya


a. TIA (Trans Iskemik Attack) Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam
atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen.
Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
D. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang  tersumbat. Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting
terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah
yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh  embolus menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini
akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas a⁷kan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi
otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah
yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc
maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar.
Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008).

E. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2001), manifestasi klinis penyakit stroke terdiri atas beberapa hal,
yaitu :
1. Defisit Lapang Penglihatan
a. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan)
Tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan, penglihatan, mengabaikan
salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
b. Kehilangan penglihatan perifer
Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek.
c. Diplopia
Penglihatan ganda.

2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.
Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
b. Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang
luas.
c. Disartria
Kesulitan dalam membentuk kata.
d. Disfagia
Kesulitan dalam menelan.

3. Defisit Verbal
a. Afasia Ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin mampu
bicara dalam respon kata tunggal.
b. Afasia Reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mam pu bicara tetapi tidak
masuk akal.
c. Afasia Global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.

4. Defisit Kognitif
Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang,
penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi ,
alasan abstrak buruk, perubahan penilaian.

5. Defisit Emosional
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional,
penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik diri, rasa
takut, bermusuhan dan marah, perasaan isolasi.
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

F. Komplikasi
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)
a. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.
b. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
2. Komplikasi Jangka Pendek (1-14 hari pertama)
a. Pneumonia: Akibat immobilisasi lama
b. Infark miokard
c. Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
d. Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.
3. Komplikasi Jangka Panjang
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vaskular
perifer.
G. Pemeriksaan Penunjang

1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur turun
kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut :
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan.
 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Perawatan Paliatif Pada Pasien Dengan Stroke Kronis


1. Konsep Kehilangan
a. Pengertian
Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan
adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang
tidak lagi ditemui atau diraba, didengar, diketahui, atau dialami. Namun demikian,
setiap individu berespon terhadap kehilagan secara berbeda. Kematian seorang
anggota keluarga mungkin menyebabkan distress lebih besar dibandingkan
kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi seseorang yang hidup sendiri kematian
hewan peliharaan menyebabkan distress emosional lebih besar dibandingkan dengan
saudaranya yang tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun. Kehilangan dapat
bersifat aktual atau dirasakan. Makin dalam makna dari apa yang hilang maka akan
makin besar perasaan kehilangan tersebut. Klien mungkin mengalami kehilangan
maturasional (kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk
pertama kalinya), kehilangan situsional (kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba
dalam merespon kejadian eksternal seperti kematian mendadak dari orang yang
dicintai), atau keduanya.
1) Kehilangan obyek eksternal, yaitu mencakup segala kepemilikan yang telah
menjadi usang, berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam.
2) Kehilangan lingkungan yang telah dikenal, yaitu meninggalkan lingkungan yang
telah dikenal selama periode tertentu atau perpindahan secara permanen.
3) Kehilangan orang terdekat, yaitu mencakup kehilangan orang tua, pasangan,
anak-anak, dan orang-orang yang dikenal.
4) Kehilangan aspek diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, dan
psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat mencakup anggota gerak, mata,
rambut, gigi, atau payudara. Kehilangan fungsi fisiologis mencakup kehilangan
kontrol kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan, atau fungsi sensoris.
Kehilangan fungsi psikologis termasuk kehilangan ingatan, rasa humor, harga
diri, percaya diri, kekuatan repspect atau cinta. Orang tersebut tidak hanya
mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan
permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
5) Kehilangan hidup. Seseorang yang menghadapi kematian menjalani hidup,
didasarkan berpikir dan merespon terhadap kejadian dan orang sekitarnya
sampai terjadi kematian. Sebagian menganggap kematian menjadi jalan masuk
ke dalam kehidupan setelah kematian yang akan mempersatukannya dengan
orang yang akan dicintai di surga. Sedangkan orang lain takut berpisah,
dilalaikan, kesepian, atau takut cedera. Ketakutan terhadap kematian sering
menyebabkan individu lebih tergantung. Klien dihadapkan pada serangkaian
keputusan, termasuk keputusan medis, interpersonal, psilkologis, seperti halnya
dalam menghadapi awal krisis penyakit. Dalam fase kronis, klien bertempur
dengan penyakit dan pengobatannya. Akhirnya terdapat pemulihan atau fase
terminal. Kadang dalam fase akut atau kronis seseorang dapat mengalami
pemulihan. Klien yang mencapai fase terminal ketika kematian bukan lagi hanya
kemungkinan, tetapi bisa terjadi.

b. Duka, Bergabung dan Kehilangan karena Kematian


Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan dan aktifitas
yang mengikuti kehilangan.keadaan ini mencangkup dukacita dan berkabung. Dukacita
adalah proses mengalami reaksi psikologis, sosial, fisik terhadap kehilangan yang
dipersepsikan. Respon ini termasuk keputusan, kesepian, ketidakberdayaan, kesedihan,
rasa bersalah dan marah. Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu kehilanmgan
dan mencangkup berupaya untuk melewati dukacita. Proses dukacita dan berkabung
bersifat mendalam, internal, menyedihkan, berkepanjangan. Tujuan dukacita adalah
untuk mencapai fungsi yang lebih efektif dengan mengintregasikan kehilangan ke dalam
pengalaman hidup klien.

c. Respon Dukacita Khusus, Dukacita  Adaptif  Dan  Dukacita Terselubung


Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan dan
pengenalan psikososial. Dukacita yang adaptif terjadi pada mereka yang menerima
diagnosis yang mempunyai efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada
lupus eriktomatosus sistemik, klien mungkin merasa sangat sehat tetapi mulai
berduka dalam merespon informasi tentang kehilangan dimasa mendatang yang
berkaitan dengan penyakit. Dukacita adaptif bagi klien menjelang ajal mencangkup
melepas harapan, impian dan harapan terhadap masadepan jangka panjang.
Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang tidak
atau tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas, atau didukung secara sosial.
Konsep mengenali bahwa masyarakat mempunyai serangkaian norma mengenai
aturan berduka yang berupaya untuk mengkhususkan siapa, kapan, dimana,
bagaimana, berapa lama dan kepada siapa oranmg itu harus berduka. Keunikan dari
dukacita terselubung menimbulkan situasi dimana perawat sering menjadi pengganti
sosial dan kekeluargaan bagi klien.

2. Konsep Dan Teori Berduka


a. Pengertian
Dukacita adalah respons normal terhadap setiap kehidupan. Perilaku dan perasaan
yang berkaitan dengan proses berduka terjadi pada individu menderita kehilangan
seperti perubahan fisik atau kematian teman dekat. Proses ini juga terjadi ketika
individu yang menghadapi kematian mereka sendiri. Seseorang yang mengalami
kehilangan, keluarganya, dan dukungan sosial lainnya juga mengalami duka cita.
Tidak terdapat cara yang tepat untuk berduka. Konsep dan teori berduka hanya
cara yang dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan merencanakan intervensi untuk membantu mereka memahami duka
cita dan menghadapinya. Penting artinya untuk mempertimbangkan beberapa teori
tentang kedukaan. Ketika mendiskusikan tentang tahapan, fase, atau tugas, penting
artinya untuk mengingat bahwa hal ini tidak terjadi dengan urutan yang kaku, tetap
dapat diperkirakan. Tujuannya bukan untuk mengklasifikasi dukacita klien, dengan
demikian perawat tidak harus mengidentifikasi klien sebagai mengalami tahapan
khusus duka cita. Peran perawat adalah mengamati prilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku, dan memberikan dukungan yang empatik.
b. Tahapan Menjelang Ajal Menurut Kubler-Ross
Kerangka kerja yang diberikan oleh Kubler –Ross (1969) berfokus pada perilaku
dan mencakup 5 tahapan. Pada tahap menyangkal individu bertindak seperti tidak
terjadi sesuatu dan dapat menolak untuk menpercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
Pernyataan seperti “tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “tidak akan terjadi tyidak
akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
Pada tahap marah individu melawan kehilangan dan dapat bertindak pada
seseorang dan segala sesuatu dilingkungan sekitarnya. Dalam tahap tawar menawar
terdapat punundaan realitas kehilangan. Individu mungkin berupaya untuk membuat
perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Klien sering
kali mencari pendapat orag lain selama tahapan ini. Klien yang dirawat di rumah sakit
mungkin menunjukkan model prilaku karena percaya bahwa staf perawatan akan
menemukan penyembuhan jika mereka menjadi “klien yang baik.”
Tahap depresi terjadi ketika kehilangan didasari dan timbul dampak nyata dari
makna kehilangan tersebut timbul. Seseorang terlalu merasa sangat kesepian dan
menarik diri. Tahapan depresi member kesempatan untuk berupaya melewati
kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
Pada tahap kelima, dicapai suatu penerimaan reaksi pisiologis menurun dan
interaksi social berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan penerimaan lebih sebagai
menghadapi situasi ketimbang menyerah untuk pasrah atau putus asa.

3. Konsep Perawatan Paliatif


a. Pengkajian
Selama pengkajian perawat tidak boleh berasumsi tentang bagaimana atau klien
atau keluarganya mengalami duka cita. Perawat harus menghindari membuat asumsi
bahwa perilaku tertentu menandakan duka cita, sebaliknya perawat harus memberi
kesempatan pada klien untuk menceritakan apa yang sedang terjadi dengan cara
mereka sendiri. Pengkajian tentang klien dan keluarganya dimulai dengan menggali
makna kehilangan bagi mereka. Perawat mewawancarai klien dengan keluarga
dengan menggunakan komunikasi yang tulus dan terbuka, dengan menekankan
keterampilan mendengar dan mengamati respon dan perilaku mereka. Perawat
mengkaji bagaimana klien bereaksi dan bukan bagaimana klien seharusnya bereaksi.
Pertimbangan terhadap variable ini memberi perawat data dasar yang luas sehingga
dari data tersebut dapat dibuat perawatan yang sifatnya individual bagi klien.

b. Diagnosa Keperawatan
1. (D.0078) Nyeri Kronis b.d kerusakan system saraf, penekanan saraf d.d
mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, tidak mampu menuntaskan aktivitas.
2. (D.0054) Gangguan Mobilitas Fisik b.d ketidakbugaran fisik, penurunan
kendali otot, penurunan masa otot, penurunan kekuatan otot, nyeri d.d mengeluh
suli. menggerakkan ektermitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM)
menurun
3. (D.0109) Defisit Perawatan Diri b.d gangguan muskuloskuletal, kelemahan d.d
menolak melakukan perawatan diri, tidak mampu mandi, mengenakan
pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri.

c. Intervensi Keperawatan
d. Implementasi Keperawatan
Sensitivitas terhadap klien adalah yang paling penting agar perawat  dapat
berfungsi secara afektif. Perawat juga harus sensitive terhadap budaya, etnisitas, gaya
hidup, atau kelas sosial klien dan keluarganya. Mereka  harus sensitive terhadap
keterbatasan dan sifat peran mereka sendiri. Jika klien ingin menghindari perasaan
emosional yang dapat diekspresikan ketika seseorang membentuk ikatan dengan klien
yang sedang melawan hidup dan mati, maka perawat harus sensitive terhadap
kebutuhan mereka sendiri.

e. Merawat Klien Menjelang Ajal Dan Keluarganya


Asuhan keperawatan klien dengan penyakit terminal sangat menuntut dan
menegangkan. Namun demikian, membantu klien menjelang ajal untuk meraih
kembali martabatnya dapat menjdi salah satu penghargaan terbesar keperawatan.
Klien mungkin mengalami banyak gejala selama berbulan-bulan sebelum terjadi
kematian. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan mengintervensi
dalam cara yang meningkatkan kualitas hidup. Klien menjelang ajal harus dirawat
dengan respek dan perhatian.
1) Peningkatan kenyamanan
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan
psikobiologis. Perawat member berbagai tindakan penenangan bagi klien sakit
terminal. Control nyeri terutama penting karena nyeri menganggu tidur, nafsu
makan, mobilitas dan fungsi psikologis. Ketakutn terhadap nyeri umum terjadi
pada klien kanker. Makin cepat klien menjelang ajal mendapat peredaan nyeri,
makin banyak energy yang mereka miliki untuk berprtisipasi dalam aktivitas
kualitas hidup. Pemberian kenyamanan bagi klien sakit terminal juga
mencakup pengendalian gejala penyakit atau pemberian terapi yang didapat
klien.
2) Pemeliharaan Kemandirian
Pilihan yang penting bagi klien yang menjelang ajal adalah memilih tempat
perawatan. Bnyak pilihan selain dari perawatan akut dirumah sakit. Perawatan
hospice memungkinkan perawatan komprehensif dirumah. Perawat harus
menginformasikan klien tentang pilihan ini.
3) Pencegahan Kesepian dan Isolasi
Jika perawat tidak terikat atau menghindari pembahasan tentang situasi yang
dialami klien, maka klien menjelang dapat mengalami kesepian yang
mendalam. Perawat membutuhkan kesabaran dan pengalaman untuk
merespon secara efektif terhadap klien menjelng ajal. Kematian menimbulkan
kegagalan bagi banyk pemberi perawatan kesehatan. Dirumah sakit, seseorang
menjelang ajal sering ditempatkan diruang tersendiri untuk menghindari
pemajanan terhadap orang lain tentang penderitaan. Tanpa stimulasi sensori
yang bermakna, orang menjelang ajal mungkin merasa diabaikan dan di
isolasi. Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat
mengintervensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Memberikan
stimulasi lingkungan yang bermakna dengan menenangkan klien. Klien harus
ditemani oleh seseorang ketika terjadi kematian. Perawat tidak boleh merasa
bersalah jika tidak dapat selalu memberikan dukungan ini. Untuk memberikan
perawatan yang diperlukan oleh klien menjelang ajal, mungkin ada baiknya
untuk memberi dorongan dan dukungan pada keluarga klien atau orang
terdekat untuk tetap bersama.
4) Peningkatan Ketenangan spiritual
Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti yang lebih besar dari
sekedar meminta kunjungan rohaniawan. Perawat dapat member dukungan
kepada klien dalam mengekspresikan filosofi kehidupan. Perawat dan
keluarga dapat membantu klien dengan mendengarkan dan mendorong klien
untuk mengekspresikan tentang nilai dan keyakinan. Klien menjelang ajal
dapat merasa bersalah jika hidup mereka dianggap sebagi tidak bermakna.
Selain kebutuhan spiritual ada juga harapan dan cinta. Cinta dapat dengan
baik diekspresikan melalui perawatan yang tulus dan penuh simpati. Perawat
dan keluarga dapat memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan
ketrampilan komunikasi, mengekspresikan empati, berdoa dengan klien,
membaca literature yang member inspirasi dan memainkan musik.
5) Dukungan untuk keluarga yang berduka
Anggota keluarga harus mendukung melewati waktu menjelang ajal dan
kematian dari orang yang mereka cintai. Perawat harus mengenali niali
anggota keluarga sebagi sumber dan membantu mereka untuk tetap berada
dengan klien menjelang ajal. Menghargai dukacita adalah langkah pertama
perawat dalam mengembangkan hubungan sportif dengan keluarga. Sebelum
menggunakan anggota keluarga sebagai sumber, perawat harus menetapkan
apakah mereka ingin dilibatkan. Perawat mengkaji peran keluarga sebagai
pengamat, pendengar, atau pemberi perawatan. Penyakit terminal
menempatkan tuntutan yang besar pada sumber social dan financial.
Ketegangan emosional sering mengganggu saluran komunikasi normal.
6) Perawatan hospice
Program hospice adalah perawatan yang berpusat pada keluarga yang
dirancang untuk membantu klien sakit terminal untuk dapat dengan nyaman
dan mempertahankan gaya hidupnya senormal mungkin sepanjang proses
menjelang ajal. Terdapat berbagai tipe program hospice. Komponen
perawatan rumah dari program hospice dioperasikan oleh rumah sakit atau
lembaga perawatan kesehatan yang terpisah. Program hospice menekankan
pengobatan paliatif yang mengontrol gejala ketimbang pengobatan penyakit.
Perawatn klien di koordinasikan antar lingkungan rumah dan klien. Keluarga
menjadi pemberi perawatan primer, pemberian medikasi dan pengobatan.

f. Perawatan Setelah Kematian


Setelah kematian, tubuh mengalami berbagai perubahan fisik. Tubuh klien harus
ditagani secepat mungkin setelah kematian untuk mencegah kerusakan jaringan atau
perubahan bentuk tubuh. Jika keluarga meminta donasi organ, maka tindakan yang
sesuai harus dilakukan dengan segera.
Perawat memberi kesempatan pada keluarga untuk melihat tubuh klien.
Kesempatan ini membantu untuk menunjukkan bahwa inilah kesempatan untuk
“mengucapkan selamat tinggal pada orang yang mereka cintai, terutama selaki
keluarga tidak ada ketika terjadi kematian. Jika keluarga ragu-ragu, perawat harus
memberi kesempatan bagi mereka untuk memikirkan hal tersebut. Jika mereka
memutuskan untuk tidak melihat tubuh klien, perawat menerima keputusan mereka
tanpa menghakimi. Jika keluarga memutuskan untuk melihat tubuh klien, perawat
akan dengan senang hati menemani mereka atau akan mengatur siapa saja yang ingin
bersama mereka. Perawat harus meluangkan waktu sebanyak mungkin dalm
membantu keluarga yang berduka dan memberi tawaran untuk menghubungi
pelayangn lingkungan lainnya seperti pelayanan social dan penasehat spiritual.
Keluarga kini menjadi klien.
Sebelum keluarga melihat tubuh klien, perawat menyiapkan tubuh klien dan
ruangan untuk meminimalkan stress dari pengalaman ini. Perawat menyingkirkan
benda dan peralatan dari pandangan. Perawat menyiapkan tubuh klien dengan
membuatnya tampak sealamiah dan senyaman mungkin. Tubuh klien diletakkan
dalam posisi terlentang dengan lengan di samping, telapak tangan menghadap ke
bawah, atau melipat badan di atas dada. Perawat meletakkan bantal atau gulungan
handuk di bawah kepala untuk mencegah perubahan warna akibat penimbunan darah.
Kelopak mata biasanya tetap tertutup jika ditahann selama beberapa detik. Jika hal ini
tidak berhasil, bola kapas lembab akan menahan kelopak mata menutup. Perawat
membersikan bagian tubuh yang basah dan membalut tubuh dengan gaun yang bersih,
menyisir atau menyikat ranbut dan menutupi tubuh sampai bahu dengan linen bersih.
Keluarga mungkin ikut berpartisipasi dalm proses ini dan harus diberikan
kesempatan.
Setelah tubuh disiapkan, keluaga diundang ke dalam ruangan. Perawat dapat
memberi contoh kepada keluarga bagaimana menunjukkan rasa kasih sayang kepada
jenasah. Penting artinya untuk tidak memburu-buru keluarga ketika mereka
melakukan waktu bersama jenasah. Setelah keluarga pergi, sesuai dengan kebijakan
tertentu rumah sakit, perawat mamasang tanda yang menyebutkan nama dan
informasi lain pada pergelangan tangan jenasah klien dan pergelangan kaki atau ibu
jari kakinya. Gaun dilepaskan dan tubuh dibungkus rapat dengan kain katun, dalam
kantung besar dari pelastik atau katun. Tanda identifikasi lainnya dipasang pada
kantung tersebut. Jika klien mempunyai penyakit infeksi menular, pelebelan khusus
digunakan unruk mewaspadakan mereka yang memindahkan atau menyimpan
peralatan lain. Jenasah kemudian dipindahkan ke kamar mayat. Perawat bertanggung
jawab untuk melepaskan kepemilikan pribadi jenasah dan mencatat semua ini dalam
catatan medis.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

NARASI KASUS

Ny. M usia 56 tahun tinggal di Desa Manusak Kecamatan Panti Kabupaten Kupang bersama
suami dan anaknya aktivitas sehari – hari sebelum sakit bekerja sebagai petani. Ny. M di
diagnosis stroke sudah 8 bulanyang lalu, kaki dan tangan sebelah kanan Ny. M secara tiba-tiba
tidak bisa bergerak sepert biasanya setelah jatuh di depan rumah, kemudian dibawa ke
puskesmas dan di diagnosa stroke dikarenakan tekanan darah 190 mmHg sehingga anggota
badan sebelah kanan Ny. M tidak bisa bergerak sama sekali Ny. M mempunyai riwayat
hipertensi dan kolestrol yang tinggi. Kondisi saat ini Ny. M hanya mampu terbaring di kasur dan
tidak melakukan aktivitas sehari-hari. Aktivitas Ny. M dibantu oleh anaknya seperti saat mandi,
berpakaian, makan dan toileting. Saat ini Ny. M tidak pernah kontrol lagi. Pada saat melakukan
pengkajian, Ny. M terlihat terbaring di kasur, pada saat diajak bicara Ny. M terlihat mengeluh
pusing dan nyeri pada daerah kaki sebelah kanan. Pemeriksaan fisik didapatkan TD: 150/90
mmHg, N: 80x/menit, RR: 24x/menit, dan suhu: 36,6 °C.

A. Pengkajian Keperawatan Paliatif

IDENTITAS PASIEN
Nama (Inisial) Ny. M
Tempat tanggal lahir Kupang, 02 Agustus 1963
Umur 56 tahun
Diagnosa Medis Stroke

TANDA TANDA VITAL


Tekanan Darah 150/90 mmHg
Suhu 36,6 °C
Respirasi 24x/ menit
Nadi/ Heart Rate 80x/ menit

Nyeri 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Riwayat Penyakit Saat Ini
Ny. M menderita penyakit stroke sejak 8 bulan yang lalu.

Keluhan saat ini


Ny. M mengatakan kaki dan tangan sebelah kanan tidak dapat digerakkan dan
skla nyeri 5. Klien mengalami kesulitan menalan makanan, pusing, kesulitan
tidur pada saat malam.
Persepsi tentang kesehatan

Ny. M setiap pagi berjemur di bawah sinar matahari untuk melatih otot tangan
dan kaki dan anak Ny. M rutin memberikan jus semangka untuk mengontrol
tekanan darah Ny. M
Data Fokus (Pengkajian fisik dan pemeriksaan penunjang)
Pemeriksaan fisik:
Pasien dalam kondisi kesadaran kompos mentis GCS: E4.V5. M6. Pemeriksaan
TTV klien diperoleh TD: 150/90 mmHg, RR: 24x/menit,N: 80x/menit, suhu:
36,6 °C. Klien mengatakan BAB 1 kali perhari serta BAK lebih dari 2 kali
perhari.

Pemeriksaan penunjang:
-

Kemampuan Aktivitas Sehari-hari


Aktivitas Skor
Makan 0 = tidak mampu 5
5 = membutuhkan bantuan dalam
mengambil/ menyendok makanan
10 = mandiri
Mandi 0 = perlu pertolongan
0
5 = mandiri
Berdandan 0 = membutuhkan pertolongan
0
5 = mampu dalam berdandan
Berpakaian 0 = dibantu total
5 = butuh bantuan namun hanya
0
setengah kegiatan berpakaian
10 = mandiri
Buang air besar 0 = inkontinensia/ tidak teratur (atau
membutuhkan enema)
10
5 = terkadang tidak teratur
10 = teratur
Buang air kecil 0 = inkontinensia
5 = terkadang inkontinensia 5
10 = mandiri
Toileting 0 = perlu pertolongan
5 = membutuhkan bantuan, tetapi dapat
0
melakukan sendiri
10 = mandiri
Ambulasi 0 = tidak mampu
5 = membutuhkan bantuan yang
maksimal (satu atau dua penolong)
5
10 = butuh bantuan minimal (verbal
atau fisik)
15 = mandiri
Mobilisasi 0 = tidak bisa mobilisasi/ kurang dari
45 meter
5 = menggunakan kursi roda
0
10 = mampu berjalan dengan bantuan
satu orang
15 = mandiri
Naik/ turun tangga 0 = tidak mampu 0
5 = membutuhkan bantuan
10 = mandiri
Total (0-100) 20

B. Pengkajian Kesejahteraan Spiritual

KESEJAHTERAAN SPIRITUAL

Berikanlah lingkaran sesuai kondisi yang Anda rasakan saat ini.


Keterangan :
SS : Sangat setuju
CST : Cukup setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
CTS : Cukup tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju
No Pertanyaan SS CST S TS CTS STS
. Sangat Cukup Setuju Tidak Cukup Sangat
setuju setuju setuju tidak tidak
setuju setuju
1 Saya tidak merasakan
kepuasan saat saya SS CST S TS CTS STS
berdoa kepada Tuhan
2 Saya tidak tahu siapa
diri saya sebenarnya,
berasal dari mana, SS CST S TS CTS STS

atau kemana tujuan


saya
3 Saya yakin bahwa
Tuhan mencntai dan SS CST S TS CTS STS

peduli dengan saya


4 Saya merasa bahwa SS CST S TS CTS STS
kehidupan ini adalah
sebuah pengalaman
berharga
5 Saya percaya bahwa
Tuhan itu tidak peduli
dan masa bodoh SS CST S TS CTS STS

dengan apa yang saya


lakukan sehari-hari
6 Saya merasa masa CST S TS CTS STS
SS
depan saya tidak jelas
7 Saya memiliki
hubungan yang penuh SS CST S TS CTS STS

arti dengan Tuhan


8 Saya merasa sangat
bahagia dan puas SS CST S TS CTS STS

dengan hidup saya


9 Saya merasa tidak
mempunyai kekuatan CST S TS CTS STS
SS
dan dukungan dari
Tuhan
10 Saya merasakan suatu
kebahagiaan dalam SS CST S TS CTS STS

tujuan hidup saya


11 Saya yakin bahwa
Tuhan selalu
perhatian dengan SS CST S TS CTS STS

masalah yang saya


hadapi
12 Saya sungguh tidak CST S TS CTS STS
SS
menikmati hidup ini
13 Saya secara pribadi
tidak memiliki
kepuasan dalam SS CST S TS CTS STS

berhubungan dengan
Tuhan
14 Saya merasa pasti SS CST S TS CTS STS
tentang masa depan
saya
15 Hubungan saya
dengan Tuhan SS CST S TS CTS STS
membantu saya tidak
sendirian
16 Saya merasa hidup ini
penuh dengan konflik SS CST S TS CTS STS

dan kemalangan
17 Saya merasa sangat
bahagia ketika SS CST S TS CTS STS

dengan Tuhan
18 Hidup ini terasa tidak SS CST S TS CTS STS
punya banyak arti
19 Hubungan saya
dengan Tuhan SS CST S TS STS
CTS
menambah perasaan
bahagia hidup saya
20 Saya yakin ada tujuan
yang nyata dalam SS CST S TS CTS STS
hidup saya

C. ANALISA DATA

No Data Penyebab Masalah

1 DO : Ekspresi wajah nyeri Nyeri Kronis

P: pasien mengalami
Hambatan kemampuan
kaku dan kelemahan otot
meneruskan aktivitas
Q: seperti ditusuk-tusuk
R: pada lutut kaki dan
kerusakan sistem saraf
tangan kanan
S: skala 5
T: hilang timbul
RR: 24x/menit Nyeri Kronis
N: 80x/menit
DS

1. Klien mengeluh nyeri


pada tangan dan kaki
sebelah kanan dan kiri
saat digerakkan
2. Klien mengatakan
pusing
2 DO : penurunan rentang Gangguan Mobilitas
1. TD : 150/90 mmHg gerak Fisik
2. Kaki dan tangan
sebelah kanan klien penurunan kekuatan
tidak dapat bergerak otot
DS:
1. Keluarga mengatakan hambatan
klien hanya dapat mobilitas fisik
berbaring di tempat
tidur
3 DO: ketidakmampuan Defisit Perawatan diri
mengakses kamar
1. Pasien tampak
mandi
berbaring di kasur
2. Pasien tidak mampu
mengangkat tangan dan
Kelemahan
kaki sebelah kanan
3. Lemah

DS: Defisit Perawatan diri


mandi
1. Keluarga pasien
mengatakan tidak
mampu mandi sendiri
dan berpakaian

D. Diagnosa Keperawatan
1. (D.0078) Nyeri Kronis b.d kerusakan system saraf, penekanan saraf d.d mengeluh
nyeri, tampak meringis, gelisah, tidak mampu menuntaskan aktivitas.
2. (D.0054) Gangguan Mobilitas Fisik b.d ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot,
penurunan masa otot, penurunan kekuatan otot, nyeri d.d mengeluh suli.
menggerakkan ektermitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun
3. (D.0109) Defisit Perawatan Diri b.d gangguan muskuloskuletal, kelemahan d.d
menolak melakukan perawatan diri, tidak mampu mandi, mengenakan
pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri.

E. Intervensi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2010. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media


Aesculapius FKUI

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.

Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2014. Standard Asuhan Keperawatan Penyakit
Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo.

Tim Pokja SDKI DPP-PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP-PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI.

Anda mungkin juga menyukai