Anda di halaman 1dari 15

MATRIKULASI KEPERAWATAN HIV/AIDS

PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER BAGI


PASIEN NAPZA

Disusun Oleh:

KELOMPOK IV

1. I GUSTI BAGUS KOMANG ALIT WARDANA (16)


2. NI PUTU SRI WIADNYANI (17)
3. NI PUTU NITA AYU SANDRA (18)
4. KADEK FAJAR WIDYASTIKA (19)
5. NI WAYAN SURATMINI (20)
6. RIZQIA REZA UMAMI (21)

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN
DENPASAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Ida sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan
Hyang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “Pencegahan Primer,
Sekunder dan Tersier Bagi Pasien NAPZA”.Penyusunan makalah ini adalah
merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap mahasiswa untuk
memenuhi persyaratan di dalam mencapai nilai yang bagus pada matrikulasi
profesi ners, mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS Politeknik Kesehatan
Denpasar.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Ibu Ns. IGA Ari Rasdini, S.Pd, S.Kep, M.Pd selaku PJMK yang telah
memberikan pengarahan dan petunjuk dalam pembuatan makalah ini pada
mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS.
2. Bapak Ns. I Wayan Sukawana, S.Kep, M.Pd selaku dosen pengajar yang
akan memberikan penilain terhadap makalah Pencegahan Primer, Sekunder
dan Tersier Bagi Pasien NAPZA pada mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS.
3. Semua teman – teman dari kelompok IV yang telah ikut bergabung dan
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
4. Semua teman – teman dari kelompok I, II, III, V, VI dan VII yang akan
memberikan tanggapan mengenai isi makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini masih banyak
kekurangannya. Meskipun demikian kami berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Hyang Maha Esa
melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

Denpasar, Juli 2020

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI ...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
2.1 Pengertian NAPZA ..............................................................................3
2.2 Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier Pada Pasien NAPZA .......3
2.2.1 Pencegahan Primer ..................................................................3
2.2.2 Pencegahan Sekunder................................................................5
2.2.3 Pencegahan Tersier ..................................................................5
BAB III SIMPULAN DAN SARAN............................................................10
4.1 Simpulan ............................................................................................10
4.2 Saran ............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di
negara-negara berkembang. Data dari United Nations Office on Drugs and Crime
(UNODC) menyebutkan bahwa dari tahun ke tahun terjadi peningkatan
penggunaan narkotika dan obat-obat terlarang di dunia. Data World Drug Report
(2016) tahun 20012-2014 diperoleh angka pengguna narkoba di dunia mencapai
247 juta jiwa atau meningkat 5,2% dari tahun sebelumnya (Iskandar, 2015).
Sepanjang tahun 2015 BNN telah mengungkap sebanyak 102 kasus Narkotika
dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang merupakan sindikat jaringan
nasional dan internasional, dimana sebanyak 82 kasus telah P21 (hasil penyidikan
kasus narkoba sudah lengkap). Kasus-kasus yang telah diungkap tersebut
melibatkan 202 tersangka yang terdiri dari 174 WNI dan 28 WNA. Berdasarkan
seluruh kasus Narkotika yang telah diungkap, BNN telah menyita barang bukti
sejumlah 1.780.272,364 gram shabu kristal; 1200 mililiter shabu cair;
1.100.141,57 gram ganja; 26 biji ganja; 95,86 canna chocolate; 302 gram happy
cookies; 14,94 gram hashish; 606.132 butir ekstasi; serta cairan prekursor
sebanyak 32.253 mililiter dan 14,8 gram sedangkan dalam kasus Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) total asset yang berhasil disita oleh BNN senilai Rp
85.109.308.337.
Pada tahun 2015 BNN juga menemukan 2 jenis zat baru (new psychoactive
substance) yaitu CB-13 dan 4-klorometkatinon. Sehingga total NPS yang telah
ditemukan BNN hingga akhir tahun 2015 yakni sebanyak 37 jenis (Astuti, 2013).
Dampak penyalahgunaan NAPZA tidak hanya berakibat bagi penyalahgunanya
yang menyebabkan gangguan fisik dan mental hingga berakibat kematian, namun
juga berdampak pada tatanan sosial keluarga dan masyarakat sampai tindak kriminal.
Masalah NAPZA merupakan permasalahan yang amat penting dan perlu penanganan
khusus semenjak dini. Sebagai langkah awal dilakukan pencegahan sebelum

1
seseorang terlibat penyalahgunaan NAPZA, namun apabila seseorang sudah terlibat
dilakukan pencegahan sekunder (terapi pengobatan) dan pencegahan tersier
(rehabilitasi). (Adnan, 2013).
Rehabilitasi adalah proses pemulihan pada ketergantungan penyalahguna
narkotika (pecandu) secara komprehensif meliputi aspek biopsikososial dan spiritual
sehingga memerlukan waktu yang lama, kemauan keras, kesabaran, konsistensi dan
pembelajaran terus menerus. Tujuan rehabilitasi ialah memulihkan kembali rasa harga
diri, percaya diri, kesadaran, serta tanggung jawab terhadap masa depan diri,
keluarga, maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya. Pasien mendapatkan
pelayanan rehabilitasi yaitu rehabilitasi: medis, vocational (karya), sosial, psikologis
(Adnan, 2013).
Seorang penderita napza yang mengikuti rehabilitasi harus mengikuti berbagai
proses mulai dari rehabilitasi medis berupa pemeriksaan fisik, pemeriksaan
psikologis, dan tes darah/lab hingga memperoleh diagnosa yang tepat, pemberian
pengobatan dan pencegahan, latihan penggunaan alat-alat bantu dan fungsi fisik.
Rencana terapi yang diberikan berupa detoksifikasi selama 2 minggu (bila perlu).
Kemudian pasien dapat memilih rehabilitasi rawat inap selama 6 bulan – 1 tahun.
Program rehabilitasi yang diberikan berupa konseling individu dan kelompok,
KIE dan VCT, psikoterapi, cek kesehatan rutin. Atau pasien dapat memilih rawat
jalan selama 3 bulan. Program rehabilitasi yang diberikan yakni konseling
individu, Komunikasi Informasi Edukasi dan Voluntar, Counseling, and Testing
(VCT). Biaya yang diperlukan dalam mengikuti program rehabilitasi yakni tiga
juta rupiah per orang (Waseso, 2015).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah pengertian dari NAPZA?
1.2.2 Bagaimanakah pencegahan primer, sekunder dan tersier pada pasien
NAPZA?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari NAPZA

2
1.3.2 Untuk mengetahui pencegahan primer, sekunder dan tersier pada pasien
NAPZA

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian NAPZA


NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan
perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN,
2009). NAPZA (Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif) adalah zat yang apabila
masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi system saraf pusat (SPP)
sehingga menimbulkan perubahan aktivitas mental, emosional, dan perilaku
penggunanya dan sering menyebabkan ketagihan dan ketergantungan terhadap zat
tersebut (Hidayat, 2005).
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa
bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan
NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara
menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang dikonsumsi
(Kemenkes RI, 2010).

2.2 Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier Pada Pasien NAPZA


Pencegahan adalah yaitu suatu upaya yang di lakukan sebelum atau setelah
sesuatu terjadi, pencegahan itu terdiri dari pencegahan primer, pencegahan
sekunder dan pencegahan tertier.
2.2.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada mereka,
individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki risiko tinggi terhadap
penyalahgunaan NAPZA. Melakukan berbagai upaya pencegahan sejak dini agar
orang tidak menyalahgunakan narkoba, ditujukan pada anak-anak dan generasi
muda yang belum pernah menyalahgunakan narkoba, dan semua sektor
masyarakat yang berpotensi membantu generasi muda untuk tidak

3
menyalahgunakan narkoba. Kegiatan pencegahan primer terutama dilaksanakan
dalam bentuk penyuluhan, penerangan dan pendidikan. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dalam upaya pencegahan ini antara lain :

a. Penyuluhan tentang bahaya narkoba dan upaya-upaya pencegahan yang


bisa di lakukan.
b. Penerangan melalui berbagai media tentang bahaya narkoba.
c. Pendidikan tentang pengetahuan narkoba dan bahayanya.
Bisa juga di lakukan dengan metode yang sudah di rekomendasikan oleh
UNODC (United Nation Office on Drugs and Crime) yaitu pencegahan
penyalahgunaan narkoba dengan melalui berbasis ilmu pengetahuan. Metode kali
ini mengutamakan kerjasama dengan keluarga, sekolah, masyarakat ataupun
komunitas tertentu untuk mengembangkan program pencegahan yang
menekankan pada aspek pendidikan (edukasi).
Adapun bentuk kegiatannya yaitu:
1. Kampanye Anti Penyalahgunaan Narkoba
Program pemberian informasi satu arah (monolog) dari pembicara kepada
pendengar tentang bahaya pemakaian narkoba. Kampanye bersifat memberi
informasi satu arah tanpa tanya jawab. Biasanya hanya memberikan garis besar,
dangkal, dan umum. Informasi di sampaikan oleh tokoh masyarakat, bukan oleh
tenaga profesioanl. Tokoh tersebut bisa ulama, pejabat, seniman, dan sebagainya.
Kampanye anti Penyalahgunaan narkoba dapat juga dilakukan melalui spanduk,
poster, brosur, dan baliho. Misi yang disampaikan adalah pesan untuk melawan
Penyalahgunaan narkoba, tanpa penjelasan yang mendalam atau ilmiah tentang
narkoba.
2. Penyuluhan Seluk Beluk Narkoba
Berbeda dengan kampanye yang monolog, penyuluhan bersifat dialog dengan
tanya jawab. Bentuk penyuluhan dapat berupa seminar, ceramah, dan lain-lain.
Tujuannya adalah untuk mendalami pelbagai masalah tentang narkoba sehingga
masyarakat benar-benar tahu dan karenanya tidak tertarik untuk menyalahgunakan
narkoba. Pada penyuluhan ada dialog atau tanya jawab tentang narkoba lebih
mendalam. Materi disampaikan oleh tenaga profesioanl – dokter, psikolog, polisi,
ahli hukum, sosiolog – sesuai dengan tema penyuluhan, penyuluhan tentang

4
narkoba ditinjau lebih mendalam dari masing-masing aspek sehingga lebih
menarik daripada kampanye.

3. Pendidikan dan Pelatihan Kelompok Sebaya (Peer Group)


Untuk dapat menanggulangi masalah narkoba secara lebih efektif di dalam
kelompok masyarakat terbatas tertentu, di lakukan Pendidikan dan pelatihan
dengan mengambil peserta dari kelompok itu sendiri. Pada program ini ,
pengenalan materi narkoba lebih mendalam lagi, disertai simulasi
penanggulangan, termasuk latihan pidato, latihan diskusi, latihan menolong,
penderita, dan lain-lain. Program ini dilakukan di sekolah, kampus, atau kantor
dalam waktu beberapa hari. Program ini melibatkan beberapa orang narasumber
dan pelatih, yaitu tenaga profesioanal sesuai dengan programnya.
2.2.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang sudah
menyalahgunakan NAPZA atau bagi yang telah memulai, menginisiasi
penyalahgunaan barkoba, disadarkan agar tidak berkembangan menjadi adiksi,
menjalani terapi dan rehabilitasi, serta diarahkan agar yang bersangkutan
melaksanakan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, ditujukan pada anak-
anak atau generasi muda yang sudah mulai mencoba-coba menyalahgunakan
narkoba, dan sector-sektor masyarakat yang dapat membantu anak-anak, generasi
muda berhenti menyalahgunakan narkoba. Kegiatan pencegahan sekunder
menitikberatkan pada kegiatan deteksi secara dini terhadap anak yang
menyalahgunakan narkoba, konseling perorangan dan keluarga pengguna,
bimbingan sosial melalui kunjungan rumah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
dalam upaya pencegahan ini antara lain:
a. Layananan informasi dan konsultasi
b. Konseling
c. Rujukan
d. Fasilitas dan penguatan kelompok
e. Pembinaan olahraga dan kesenian
f. Penerangan dan Pendidikan pengembangan individu
2.2.3 Pencegahan Tersier

5
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah menjadi
penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi dan rehabilitasi untuk
menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan pencegahan terhadap penyalahguna
NAPZA yang kambuh kembali adalah dengan melakukan pendampingan yang
dapat membantunya untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi,
maupun dengan melakukan rehabilitasi kembali.
Bagi mereka yang telah menjadi pecandu narkoba, direhabilitasi agar
dapat pulih dari ketergantungan, sehingga bisa kembali bersosialisasi dengan
keluarga, dan masyarakat, pencegahan ini ditujukan kepada korban narkoba atau
bekas korban narkoba dan sector-sektor masyarakat yang bisa membantu bekas
korban untuk tidak menggunakan narkoba lagi. Kegiatan pencegahan tertier
dilaksanakan dalam bentuk bimbingan social dan konseling terhadap yang
bersangkutan dan keluarga serta kelompok sebayanya, penciptaan lingkungan
social dan pengawasan sosial yang menguntungkan bekas korban untuk
mantapnya kesembuhan, pengembangan minat, bakat dan keterampilan kerja,
pembinaan orang tua, keluarga, teman diman korban tinggal, agar siap menerima
bekas korban dengan baik jangan sampai bekas korban kembali menyalahgunakan
narkoba.
Dalam tahap pencegahan ini para pecandu akan direhabilitasi. Ini karena
para pecandu tersebut pada dasarnya adalah seseorang yang sakit sehingga perlu
disembuhkan. Dalam masa rehabilitasi para pecandu akan dipulihkan dari
ketergantungan sehingga mereka bisa hidup normal serta kembali bersosialisasi
dengan keluarga dan masyarakat.Adapun tahap-tahap dalam pencegahan tersier
ini,yaitu :
a. Tahap Menjauhkan diri
Bisa berlangsung selama 2 tahun sejak tanggal penggunaan terakhir.
b. Tahap Konfrontasi
Berlangsung mulai akhir tahap 1 sampai selama 5 tahun tidak menggunakan
secara konsisten.
c. Tahap Pertumbuhan
Berlangsung selama 5 tahun atau lebih.
d. Tahap transformasi

6
Sudah melanjutkan gaya hidup yang baru yang di temukan pada tahap
pertumbuh.
1. Terapi dan Rehabilitasi
1) Terapi
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala
putus zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat
yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis
secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian
substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala
simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat
tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat
tersebut (Purba, 2008).
2. Rehabilitasi
Yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan
mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam
arti sehat fisik, psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut
diharapkan mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam
kehidupannya sehari-hari. Menurut Hawari (2008) jenis-jenis rehabilitasi antara
lain :
a. Rehabilitasi Medik
Dengan rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan penyalahguna
NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk dalam program rehabilitasi

7
medik ini ialah memulihkan kondisi fisik yang lemah, tidak cukup diberikan
gizi makanan yang bernilai tinggi, tetapi juga kegiatan olahraga yang teratur
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing yang bersangkutan.

b. Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi yang semula
bersikap dan bertindak antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat
bersosialisasi dengan baik dengan sesama rekannya maupun personil yang
membimbing atau mengasuhnya. Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah
psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai “rehabilitasi”
keluarga terutama bagi keluarga-keluarga broken home. Konsultasi keluarga
ini penting dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek
kepribadian anaknya yang terlibat penyalahgunaan NAPZA, bagaimana cara
menyikapinya bila kelak ia telah kembali ke rumah dan upaya pencegahan
agar tidak kambuh.
c. Rehabilitasi Psikososial
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi
dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan sosialnya, yaitu di
rumah, di sekolah/kampus dan di tempat kerja. Program ini merupakan
persiapan untuk kembali ke masyarakat. Oleh karena itu, mereka perlu
dibekali dengan pendidikan dan keterampilan misalnya berbagai kursus
ataupun balai latihan kerja yang dapat diadakan di pusat rehabilitasi. Dengan
demikian diharapkan bila mereka telah selesai menjalani program rehabilitasi
dapat melanjutkan kembali ke sekolah/kuliah atau bekerja.
d. Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting. Unsur agama dalam
rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna NAPZA mempunyai arti penting
dalam mencapai penyembuhan. Unsur agama yang mereka terima akan
memulihkan dam memperkuat rasa percaya diri, harapan dan keimanan.
Pendalaman, penghayatan dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini
akan menumbuhkan kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga

8
mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam
penyalahgunaan NAPZA.
e. Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca rehabilitasi) yaitu
program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh mantan penyalahguna NAPZA
(yang telah selesai menjalani tahapan rehabilitasi) dan keluarganya. Tujuan
yang hendak dicapai dalam forum silaturahmi ini adalah untuk memantapkan
terwujudnya rumah tangga/keluarga sakinah yaitu keluarga yang harmonis
dan religius, sehingga dapat memperkecil kekambuhan penyalahgunaan
NAPZA.
f. Program Terminal
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari mereka sesudah menjalani
program rehabilitasi dan kemudian mengikuti forum silaturahmi, mengalami
kebingungan untuk program selanjutnya. Khususnya bagi pelajar dan
mahasiswa yang karena keterlibatannya pada penyalahgunaan NAPZA di
masa lalu terpaksa putus sekolah menjadi pengangguran; perlu menjalani
program khusus yang dinamakan program terminal (re-entry program), yaitu
program persiapan untuk kembali melanjutkan sekolah/kuliah atau bekerja.

9
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan
NAPZA (Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif) adalah zat yang apabila
masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi system saraf pusat (SPP)
sehingga menimbulkan perubahan aktivitas mental, emosional, dan perilaku
penggunanya dan sering menyebabkan ketagihan dan ketergantungan terhadap
zat tersebut
Pencegahan adalah yaitu suatu upaya yang di lakukan sebelum atau setelah
sesuatu terjadi, pencegahan itu terdiri dari pencegahan primer, pencegahan
sekunder dan pencegahan tertier.
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada mereka,
individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki risiko tinggi
terhadap penyalahgunaan NAPZA. Melakukan berbagai upaya pencegahan
sejak dini agar orang tidak menyalahgunakan narkoba, ditujukan pada anak-
anak dan generasi muda yang belum pernah menyalahgunakan narkoba, dan
semua sektor masyarakat yang berpotensi membantu generasi muda untuk
tidak menyalahgunakan narkoba.
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang
sudah menyalahgunakan NAPZA atau bagi yang telah memulai, menginisiasi
penyalahgunaan barkoba, disadarkan agar tidak berkembangan menjadi adiksi,
menjalani terapi dan rehabilitasi, serta diarahkan agar yang bersangkutan
melaksanakan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, ditujukan pada
anak-anak atau generasi muda yang sudah mulai mencoba-coba

10
menyalahgunakan narkoba, dan sector-sektor masyarakat yang dapat
membantu anak-anak, generasi muda berhenti menyalahgunakan narkoba.
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah menjadi
penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi dan rehabilitasi
untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan pencegahan terhadap
penyalahguna NAPZA yang kambuh kembali adalah dengan melakukan
pendampingan yang dapat membantunya untuk mengatasi masalah perilaku
adiksinya, detoksifikasi, maupun dengan melakukan rehabilitasi kembali.

3.2 Saran
Dengan pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca
mampu mengerti dan memahami mengenai pencegahan primer, sekunder dan
tersier pada pasien NAPZA.

11
DAFTAR PUSTAKA

Brown, R.I. & Hughson, E. A. 1987. Behavioural and Social Rehabilitation and
Training. New York: John Wiley & Sons.

Brown JA, et al (editor). 1981. Rehabilitation Services and the Social Work Role:
Challenge for Change. Baltimore: Williams & Williams.

Mardani, 2008, Penyalahgunaan Narkoba, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Martono, L. Harlina, 2006 Pendidikan Sebagai Sarana Pencegahan


Penyalahgunaan Narkotika, Balai Pustaka, Jakarta.

Restantiindi, 2018. Pencegahan primer,sekunder,tersier

Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

12

Anda mungkin juga menyukai