Di Susun Oleh
Kelompok 20
Herlina S. Aritonang
Yani
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia, dan hikmatnya kami dapat
menyelesaikan makalah “Konsep Perawatan Kelompok Rentan Saat Bencana “Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan dosen mata kuliah
Keperawatan Gawat darurat dan Bencana, tak lupa juga kami mengucapkan terima kasih
kepada pengajar mata kuliah tersebut atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah
ini. Kami juga berterima kasih kepada teman-teman mahasiswa yang telah mendukung
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami berharap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita. Makalah ini masih jauh dari kata
sempurna maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju
arah yang lebih baik.
Demikian makalah ini kami buat semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan
yang membacanya sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang mata kuliah ini.
Penyusun
Kelompo
k 20
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................1
C. Tujuan.....................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................................................3
A. Simpulan.............................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................52
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelompok rentan dalam situasi bencana adalah individu atau kelompok yang
terdampak lebih berat diakibatkan adanya kekurangan dan kelemahan yang
dimilikinya yang pada saat bencana terjadi menjadi beresiko lebih besar meliputi bayi,
balita, dan anak-anak; ibu yang sedang mengandung / menyusui; penyandang cacat
(disabilitas); dan orang lanjut usia(UU No 24/2007,55: 2). Indonesia merupakan
negara yang sangat sering didera bencana alam, seperti gempa tektonik yang diikuti
gelombang tsunami, erupsi gunung merapi, tanah longsor, banjir, angin putting
beliung, dan bencana alam lainnya.
Akibat dari terjadinya bencana alam tersebut, telah menyisakan banyak
penderitaan bagi masyarakat di daerah yang terkena bencana bahkan masyarakat
lainnya. Berdasarkan rekapitulasi data kejadian bencana dari Direktorat Perlindungan
Sosial Korban Bencana Alam Kementerian Sosial RI pada bulan Januari sampai
dengan Februari 2010 tercatat jumlah korban bencana yang meninggal dunia/hilang
sebanyak 75 jiwa, sementara yang menderita karena kehilangan sanak saudara dan
harta benda tercatat sebanyak 22.162 Kepala Keluargadan 101.893 jiwa.Disisi lain
dalam situasi bencana, kelompok rentan menjadi kelompok yang terdampak lebih
besar dan berat karena kekurangan dan kelemahannya, seperti bayi, balita, dan anak-
anak; ibu yang sedang mengandung / menyusui; penyandang cacat (disabilitas); dan
orang lanjut usia.
Menurut Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan
adalah semua orang yang mengalami hambatan atau keterbatasan dalam menikmati
standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu
masyarakat yang berperadaban (Universitas Bina Nusantara, 2012).
A. Rumusan masalah
Apa yang diketahui tentang konsep perawatan kelompok rentan saat bencana?
B. Tujuan
Untuk membantu mahasiswa keperawatan untuk menentukan kelompok rentan saat
bencana.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Kerentanan adalah keadaan atau sifat (perilaku) manusia atau masyarakat yang
menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman dari potensi
bencana untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi bahaya
tertentu. Dalam undang-undang penanggulangan bencana pasal 55 dan penjelasan
pasal 26 ayat 1, disebutkan bahwa masyarakat rentan bencana adalah anggota
masyarakat yang membutuhkan bantuan karena keadaan yang disandangnya,
diantaranya bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, penyandang cacat dan
lanjut usia. Kerentanan ini dapat menimbulkan beragam penyebab, mencakup:
1. Kerentanan fisik
Kerentanan yang dihadapi masyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya
tertentu, misalnya kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang tinggal
didaerah rawan gempa dan tanggul pengaman banjir bagi masyarakat didekat
bantaran sungai.
2. Kerentanan ekonomi
Kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam pengalokasian sumber
daya untuk pencegahan dan mitigasi serta penanggulangan bencana. Pada
umumnya masyarakat miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya
karena tidak punya kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya
pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan sosial
Kondisi sosial masyarakat dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan tentang
ancaman bencana dan resiko bencana serta tingkat kesehatan yang rendah juga
berpotensi meningkatkan kerentanan.
4. Kerentanan perilaku atau lingkungan
Keadaan lingkungan sekitar masyarakat tinggal. Misalnya, masyarakat yang
tinggal dilereng bukit atau lereng pegunungan rentan terhadap ancaman bencana,
tanah longsor, sedangkan masyarakat yang tinggal didaerah sulit air akan rentang
terhadap bencana kekeringan.
1. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada bayi dan anak
a. Pra-bencana
1) Mensosialisasikan dan melibatkan anak-anak dalam stimulasi bencana
kebakaran atau gempa bumi
2) Mempersiapkan fasilitas kesehatan yang khusus untuk bayi dan anak pada
saat bencana
3) Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan bencana bagi petugas
kesehatan khusus untuk menangani kelompok-kelompok berisiko,
contohnya Pediatric Disaster Life Support (PDLS).
b. Saat bencana
1) Mengintegrasikan pertimbangan pediatric dalam sistem triase standar yang
digunakan saat bencana.
2) Lakukan pertolongan kegawatdaruratan kepada bayi dan anak sesuai
dengan mempertimbangkan aspek tumbuh kembangnya, misalnya
menggunakan alat dan bahan khusus untuk anak dan tidak disamakan
dengan orang dewasa.
3) Selama proses evakuasi, transportasi, sheltring dan dalam pemberian
pelayanan fasilitas kesehatan, hindari memisahkan anak dari orang tua,
keluarga atau wali mereka.
c. Pasca bencana
1) Usahakan kegiatan rutin sehari-hari dapat dilakukan sesegera mungkin
contohnya : waktu makan dan personal hygine teratur, tidur, bermain dan
sekolah.
2) Monitor status nutrisi anak dengan pengukuran antropometri
3) Dukung dan berikan semangat kepada orang tua
4) Dukung ibu-ibu menyusui dengan dukungan nutrisi adekuat, cairan dan
emosional
5) Minta bantuan dari ahli kesehatan anak yang mungkin ada dilokasi
evakuasi sebagai voluntir untuk mencegah, mengidentifikasi, mengurangi
risiko kejadian depresi pada anak pasca bencana
6) Identifikasi anak yang kehilangan orang tua dan sediakan penjaga yang
terpercaya serta lingkungan yang aman untuk mereka
7) Berkonsultasi dengan pemerintah atau NGO yang bekerja dalam pelacakan
korban bencana sebagai usaha untuk mempertemukan anaka dengan orang
tua, keluarganya.
8) Libatkan agensi-agensi perlindungan anak.
2. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada ibu hamil dan menyusui
a. Pra-bencana
1) Melibatkan perempuan dalam penyusunan perencanaan penanganan
bencana (disaster plan)
2) Mengidentifikasi ibu hamil dan ibu menyusui sebagai kelompok rentan
3) Membuat disaster plans dirumah yang disosialisasikan kepada seluruh
anggota keluarga
4) Melibatkan petugas-petugas kesehatan reproduktif dalam mitigasi
bencana.
b. Saat bencana
1) Melakukan usaha/ bantuan penyelamatan yang tidak meningkatkan risiko
kerentanan ibu hamil dan ibu menyusui, misalnya : meminimalkan
guncangan pada saat melakukan mobilisasi dan transportasi karena dapat
meransang kontraksi pada ibu hamil, tidak memisahkan bayi dari ibunya
saat proses evakuasi.
2) Petugas bencana harus memiliki kapasitas untuk menolong korban ibu
hamil dan ibu menyusui.
c. Pasca bencana
1) Dukungan ibu-ibu menyusui dengan dukungan nutrisi adekuat, cairan dan
emosional
2) Melibatkan petugas-petugas kesehatan reproduktif dirumah penampungan
korban bencana untuk menyediakan jasa konseling dan pemeriksaan
kesehatan untuk ibu hamil dan menyusui.
3) Melibatkan petugas konseling untuk mencegah, mengidentifikasi,
mengurangi risiko kejadian depresi pasca bencana.
c. Pasca Bencana
Program inter generasional untuk mendukungsosialisasi komunitas dengan
lansia dan mencegah isolasi social lansia, diantaranya :
1) Libatkan remaja dalam pusat perawatan lansia dan kegiatan-kegiatan
social bersama lansia untuk memfasilitasi empati dan interaksi orang muda
dan lansia (community awareness).
2) Libatkan lansia sebagai strory tellers dan animator dalam kegiatan bersama
anak-anak yang diorganisir oleh agensy perlindungan anak di posko
perlindungan korban bencana.
3) Menyediakan dukungan social melalui pengembangan jaringan social yang
sehat di lokasi penampungan korban bencana.
4) Sediakan kesempatan belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan skill
lansia.
5) Ciptakan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan secara mandiri.
6) Berikan konseling untuk meningkatkan semangat hidup dan kemandirian
lansia.
4. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada orang dengan kecacatan dan
penyakit kronik
a. Pra-bencana
1) Identifikasi kelompok rentan dari kelompok individu yang cacat dan
berpenyakit kronis
2) Sedangkan informasi bencana yang bisa diakses oleh orang-orang dengan
keterbatasan fisik seperti : tunarunggu, tuna netra, dll.
3) Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan kegawatdaruratan
bencana bagi petugas kesehatan khusus untuk menangani korban dengan
kebutuhan khusus (cacat & penyakit kronis).
b. Saat bencana
1) Sediakan alat-alat emergensi dan evakuasi yang khusus untuk orang cacat
dan berpenyakit kronis (HIV/AIDS dan penyakit infeksi lainya) : alat bantu
berjalan untuk korban dengan kecacatan, alat-alah BHD sekali pakai,dll.
2) Tetap menjaga dan meningkatkan kewaspadaan universal untuk petugas
dalam melakukan tindakan kegawatdaruratan.
c. Pasca bencana
a) Sedapat mungkin, sedangkan fasilitas yang dapat mengembalikan
kemandirian individu dengan keterbatasan fisik di lokasi evakuasi
sementara contohnya : kursi roda, tongkat, dll.
b) Libatkan agensi-agensi yang berfokus pada perlindungan individu-individu
dengan keterbatasan fisik dan penyakit koronis.
c) Rawat korban dengan penyakit kronis sesuai dengan kebutuhannya.
Nomor Kode
DU :.....................................................................................................
Nama Kepala
Keluarga :...........................................................................................
Jumlah
Jiwa :...............................................................................................................
Alamat/Lokasi/Pos :..........................................................................................
5. Pemenuhan Kebutuhan shelter saat Bencana
Setiap orang membutuhkan shelter tempat istirahat dan tidur agar
mempertahankan status, kesehatan pada tingkat yang optimal. Tidur dapat
memperbaiki berbagai sel dalam tubuh.
a Pengumpulan Sampah
1) Sampah yang dihasilkan harus ditampung pada tempat sampah
keluarga atau sekelompok keluarga
2) Disarankan menggunakan tempat sampah yang dapat ditutup dan
mudah dipindahkan/diangkat untuk menghindari lalat serta bau,
untuk itu dapat digunakan potongan drum atau kantung plastik
sampah ukuran 1 m x 0,6 m untuk 1 – 3 keluarga.
b Penempatan tempat sampah maksimum 15 meter dari tempat hunian
1) Sampah ditempat sampah tersebut maksimum 3(tiga) hari harus
sudah diangkut ke tempat
2) pembuangan akhir atau tempat pengumpulan sementara.
c Pengangkutan Sampah
Pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan gerobak sampah atau
dengan truk pengangkut sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan
akhir.
d Pembuangan Akhir Sampah
Pembuangan akhir sampah dapat dilakukan dengan beberapa cara,
seperti pembakaran, penimbunan dalam lubang galian atau parit dengan
ukuran dalam 2 meter lebar 1,5 meter dan panjang 1 meter untuk
keperluan 200 orang. Perlu diperhatikan bahwa lokasi pembuangan
akhir harus jauh dari tempat hunian dan jarak minimal dari sumber air
10 meter.
5. Penanganan gizi darurat
a. Penanganan gizi darurat pada bayi dan anak
Penanganan gizi darurat pada bayi dan anak pada umumnya ditujukan untuk
meningkatkan status gizi, kesehatan, dan kelangsungan hidup bayi dan anak
dalam keadaan darurat melalui pemberian makanan yang optimal. Sementara,
secara khusus, penanganan tersebut ditujukan untuk meningkatkan
pengetahuan petugas dalam pemberian makanan bayi dan anak baduta;
meningkatkan ketrampilan petugas dalam mengenali dan memecahkan
masalah pada pemberian makanan bayi dan baduta dalam keadaan darurat; dan
meningkatkan kemampuan petugas dalam mendukung terhadap pemberian
makanan yang baik dalam keadaan darurat.
b. Makanan pendamping ASI
Dalam keadaan darurat, bayi dan balita seharusnya mendapat MP-ASI untuk
mencegah kekurangan gizi. Untuk memperoleh MP-ASI yang baik yang
dibuat secara lokal, perlu diberi tambahan vitamin dan mineral pada makanan
waktu akan dihidangkan. Jenis-jenis MP-ASI dapat dilihat dari buku standar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian makanan bayi dan anak
baduta yang dihadapi di lapangan, sebagai berikut:
1) Memahami perasaan ibu terhadap kondisi yang sedang dialami
2) Memberikan prioritas kepada ibu menyusui untuk mendapatkan distribusi
makanan tepat waktu
3) Anjurkan ibu agar tenang dan bangkitkan motivasi ibu untuk menyusui
bayinya
4) Anjurkan ibu agar mengonsumsi makanan bergizi seimbang yang cukup
jumlahnya
5) Memastikan ibu mendapat tambahan makanan dan cairan yang
mencukupi
c. Makanan ibu hamil dan menyusui
Ibu hamil dan menyusui memerlukan tambahan zat gizi. Ibu hamil perlu
penambahan energi 300 Kal dan Protein 17 gram, sedangkan ibu menyusui
perlu tambahan Energi 500 Kal dan Protein 17 gram. Suplementasi vitamin
dan mineral untuk ibu hamil adalah Fe 1 tablet setiap hari.
d. Makanan usia lanjut
Kebutuhan energi pada usia lanjut pada umumnya sudah menurun, tetapi
kebutuhan vitamin dan mineral tidak. Oleh karena itu diperlukan makanan
porsi kecil tetapi padat gizi. Dalam pemberian makanan pada orang tua harus
memperhatikan faktor psikologis dan fisiologis agar makanan yang disajikan
dapat dikonsumsi habis. Selain itu, makanan yang diberikan mudah dicerna
serta mengandung vitamin dan mineral cukup. Dalam situasi yang
memungkinkan usila dapat diberikan blended food berupa bubur atau biscuit.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Kasus I
Posko bencana korban banjir sudah 3 hari di tenda pengungsian. Beberapa balita mengalami
diare dan sebagian lainnya bermain ceria namun tampak kotor penampilannya, khususnya
tangan dan kakinya.
Pembahasan :
Berdasarkan kasus tersebut kebutuhan yang diperlukan untuk pengungsi yaitu air bersih,
MCK, baju bersih, dan peralatan mandi. Sector yang terlibat untuk kasus tersebut yaitu posko
balai kesehatan, posko dapur , posko MCK dimana fungsinya untuk mengobati balita yang
menderita diare, dapur umum di butuh kan untuk monitor status nutrisi pada balita dan
kebutuhan toileting.
Dalam manajemen pasca bencana terdapat lima aspek yang harus diperhatikan yaitu kespro,
surveillance, penyakit menular, gizi dan obat, serta sanitasi. Pada aspek kespro perlu
diperhatikan juga pada balita karena akibat bencana dapat meningkatan resiko kesehatan
reproduksinya untuk itu perlu diperhatikan agar terhindar dari perburukan kesehatan.
Surveillance , Manajemen survailans perlu di perhatikan dalam menetukan tindakan yang di
butuhkan secara cepat bagi penderita sehingga terhindarkan dari KLB. Penyakit menular,
pasca bencana, anak-anak berisiko mengalami masalah-masalah kesehatan jangka pendek dan
jangka panjang baik fisik dan psikologis karena malnutrisi, penyakit-penyakit infeksi,
kurangnya skill bertahan hidup dan komunikasi, ketidakmampuan melindungi diri sendiri,
kurangnya kekuatan fisik, imunitas dan kemampuan koping. Kondisi tersebut dapat
mengancam nyawa jika tidak diidentifikasi dan ditangani dengan segera oleh petugas
kesehatan. usahakan kegiatan rutin sehari-hari dapat dilakukan sesegera mungkin contohnya:
waktu makan, dan personal hygiene teratur, tidur, bermain. Gizi dan obat , perhatikan dalam
pemberian nutrisi untuk meningkatkan status gizi balita pasca bencana agar kebutuhan nutrisi
terpenuhhi agar KLB dapat terhindari.manajemen obat-obatan diperhatikan agar ketersediaan
obat-obatan pada balita yang menderita diare dapat terpenuhi dan tidak kekurangan. Sanitasi ,
perhatikan manajemen untuk pembuatan MCK dan kebersihan lingkungan sekitar agar sarana
untuk memperbaiki personal hygine balita.
Dari ke lima aspek diatas sangat penting di perhatikan untuk mensosialisasikan dan
meningkatkan kesiap-siagaan terhadap bencana terutama untuk area yang rentan terhadap
kejadian bencana sehingga resiko atau dampak yang lebih berat akibat bencana terhadap
balita saat itu dapat terhindari.
Tindakan keperawatan spesifik untuk korban pasca bencana pada kasus tersebut yaitu:
1. Promotif , memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit yang diderita.
Alasan : Agar keluarga dapat memahami tentang penyakit tersebut dan memahami cara
menjaga kesehatan yang baik.
2. Preventif, mengajarkan dan membiasakan mencuci tangan.
Alasan : Agar keluarga dapat membiasakan cara mencuci tangan yang baik dan benar.
3. Kuratif, pengobatan yang diberikan kepada penderita penyakit tersebut.
Alasan : Supaya masalah yang dialami oleh penderita teratasi.
4. Rehabilitatif, pemulihan (melakukan terapi aktif bermain).
Alasan : Untuk mengurangi dampak psikologis balita akibat bencana tersebut.
5. Resosiatif,
Alasan : untuk mengembalikan individu, keluarga dan kelompok khusus di dalam
pergaulan masyarakat pasca bencana.
Aspek etik dan legal dari tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada situasi bencana
diantaranya Otonom ,Berbuat baik (Beneficience), Keadilan, Tidak merugikan , Kejujuran,
Menepati janji , Kerahasian , Akuntabilitas. Aspek pendukungnya yaitu banyaknya dukungan
dari pihak - pihak yang terkait terhadap penanggulangan bencana juga semangatnya para
korban untuk memulihkan kondisi maupun dari psikis, mental, dan spiritual. Sedangkan
faktor penghambatan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan diantaranya Minimnya
petugas kesehatan maupun pihak - pihak yang terkait mengenai penanggulangan bencana,
kurang cepat dan tepatnya bantuan dari pihak pemerintah, kurangnya pelayanan pengobatan,
gizi, kesehatan jiwa, dan kesehatan reproduksi, dan sebagian individu kurang kooperatif
dalam upaya penanganan.
Dari hasil diskusi kelompok mengenai kasus tersebut banyak pendapat dari kelompok tetapi
kami dapat mengatasi nya dan menyamakan persepsi masing- masing.
Kasus II
Salah satu posko pengungsi banjir adalah kelompok usia lanjut. Beberapa di antaranya
cenderung terlantar dalam hal kebutuhan dasar seperti urusan toileting dan makan sehari-hari.
Pembahasan :
Pasca bencana, kebutuhan lansia sering terabaikan dan mengalami diskriminasi, contohnya
dalam hal distribusi kebutuhan hidup dan finansial pasca bencana. Diantaranya kebutuhan
toileting dan makanan sehari-hari. Kebutuhan toilet ini sangat diperlukan oleh para lansia
karena hal ini merupakan hal yang mendasar bagi para pengungsi. Pada lansia terjadinya
penurunan fungsi eliminasi, maka lansia lebih sering pergi ke toilet. Oleh karena itu
kebutuhan toileting sangat penting bagi lansia. Maka toilet ditempat bencana harus lebih
dekat dengan posko bencana untuk lebih memudahkan para pengungsi khususnya bagi lansia.
Toilet pada lansia juga harus mendukung pada kebutuhan yang diperlukan oleh lansia karena
lansia mengalami penurunan fungsi fisiologis, maka toilet harus dipasang pegangan, hindari
kelicinan atau jika tidak memungkinkan sebaiknya lansia ketika ingin ke kamar mandi jangan
dbiarkan sendiri untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan. Kebutuhan makanan
juga penting bagi lansia karena Kebutuhan energi pada usia lanjut pada umumnya sudah
menurun. Oleh karena itu diperlukan makanan porsi kecil tetapi padat gizi.Selain itu,
makanan yang diberikan pada lansia yaitu makanan yang mudah dicerna serta mengandung
vitamin dan mineral cukup. Dalam situasi yang memungkinkan usila dapat diberikan
blended food berupa bubur atau biskuit.
Sector yang terlibat adalah posko balai kesehatan seperti posko MCK agar kebutuhan
toileting pada lansia dapat terpenuhi dan posko dapur agar kebutuhan nutrisi pada lansia
dapat terpenuhi, dan pengobatan kesehatan khusus seperti psikologinya yang membuat lansia
merasa tenang dan nyaman.
Dalam manajemen pasca bencana terdapat lima aspek yang harus diperhatikan yaitu kespro,
surveillance, penyakit menular, gizi dan obat, serta sanitasi. Pada aspek kespro perlu
diperhatikan juga pada lansia karena akibat bencana dapat meningkatan resiko kesehatan
reproduksinya untuk itu perlu diperhatikan agar terhindar dari perburukan kesehatan
Survailance, Manajemen survalince perlu diperhatikan dalam menentukan tindakan yang
dibutuhkan secara cepat bagi penderita sehingga terhindar dari KLB.Surveilans penyakit dan
faktor risiko pada umumnya merupakan suatu upaya untuk menyediakan informasi kebutuhan
pelayanan kesehatan di lokasi bencana dan pengungsian sebagai bahan tindakan kesehatan
segera. Penyakit menular, Pasca bencana lansia mengalami masalah-masalah kesehatan
jangka pendek dan jangka panjang baik fisik maupun psikologinya, penyakit-penyakit
menular yang dapat terjadi pada saat banjir yaitu diare, demam berdarah, malaria.
Pelaksanaan pengendalian vektor yang perlu mendapatkan perhatian di lokasi pengungsi
adalah pengelolaan lingkungan, pengendalian dengan insektisida,serta pengawasan makanan
dan minuman. Pada pelaksanaan kegiatan surveilans bila menemukan kasus penyakit
menular, semua pihak termasuk LSM kemanusiaan di pengungsian harus melaporkan kepada
Puskesmas/Pos Yankes di bawah koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai
penanggung jawab pemantauan dan pengendalian. Gizi dan obat, Bila pola pengungsian
terkonsentrasi di barak-barak atau tempat-tempat umum, pelayanan pengobatan dilakukan di
lokasi pengungsian dengan membuat pos pengobatan. Pelayanan pengobatan dilakukan di
Puskesmas bila fasilitas kesehatan tersebut masih berfungsi dan pola pengungsiannya tersebar
berada di tenda-tenda kanan kiri rumah pengungsi. Untuk gizi pada lansia dibutuhkan
makanan porsi kecil tetapi padat gizi Selain itu, makanan yang diberikan mudah dicerna serta
mengandung vitamin dan mineral cukup. Sanitasi, pengungsi harus dapat terjangkau oleh
ketersediaan air bersih yang memadai untuk memelihara kesehatannya. Tujuan utama
perbaikan dan pengawasan kualitas air adalah untuk mencegah timbulnya risiko kesehatan
akibat penggunaan air yang tidak memenuhi persyaratan.Pada tahap awal kejadian bencana
atau pengungsian ketersediaan air bersih bagi pengungsi perlu mendapat perhatian, karena
tanpa adanya air bersih sangat berpengaruh terhadap kebersihan dan mening-katkan risiko
terjadinya penularan penyakit seperti diare, typhus, scabies dan penyakit lainnya. Pada situasi
bencana dan pengungsian umumnya sulit memperoleh air bersih yang sudah memenuhi
persyaratan, oleh karena itu apabila air yang tersedia tidak memenuhi syarat, baik dari segi
fisik maupun bakteriologis, perlu dilakukan penjernihan air secara cepat apabila tingkat
kekeruhan air yang ada cukup tinggi serta lakukan desinfeksi terhadap air yang ada dengan
menggunakan bahan desinfektan untuk air. Upaya dilakukan dalam sanitasi pengelolaan
sampah yaitu disarankan menggunakan tempat sampah yang dapat ditutup dan mudah
dipindahkan/diangkat untuk menghindari lalat serta bau dan Pengangkutan sampah dapat
dilakukan dengan gerobak sampah atau dengan truk pengangkut sampah untuk diangkut ke
tempat pembuangan akhir.
Dari ke lima aspek diatas sangat penting di perhatikan untuk mensosialisasikan dan
meningkatkan kesiap-siagaan terhadap bencana terutama untuk area yang rentan terhadap
kejadian bencana untuk lansia khususnya, sehingga resiko atau dampak yang lebih berat
akibat bencana terhadap lansia saat itu dapat terhindari.
Jenis tindakan keperawatan spesifik untuk korban pasca bencana pada kasus tersebut
diantaranya libatkan remaja dalam pusat perawatan lansia dan kegiatan-kegiatan social
bersama lansia untuk memfasilitasi empati dan interaksi orang muda dan lansia (community
awareness), Menyedikan dukungan social melalui pengembangan jaringan social yang sehat
di lokasi penampungan korban bencana,Sediakan kesempatan belajar untuk meningkatkan
pengetahuan dan skill lansia, Ciptakan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan secara
mandiri dan Berikan konseling untuk meningkatkan semangat hidup dan kemandirian lansia.
Aspek etik dan legal dari tindakan keperawatan yaitu Otonom ,Berbuat baik (Beneficience),
Keadilan, Tidak merugikan , Kejujuran, Menepati janji , Kerahasian , Akuntabilitas.
Kasus III
Sebagian besar pengungsi korban banjir adalah remaja putri dan ibu hamil. Mereka
mengeluhkan tidak adanya stok pembalut dan minimnya sarana air bersihnya.
Pembahasan :
Berdasarkan kasus tersebut kebutuhan yang diperlukan untuk pengungsi yaitu Pembalut dan
sarana air bersih. Sector yang terlibat adalah posko balai kesehatan dengan melibatkan KIA
dimana fungsinya untuk melakukan pemeriksaan kehamilan pada ibu hamil, ataupun terkait
masalah reproduksi pada remaja wanita, serta posko MCK untuk kebutuhan toileting.
Dalam manajemen pasca bencana terdapat lima aspek yang harus diperhatikan yaitu kespro,
surveillance, penyakit menular, gizi dan obat, serta sanitasi. Pada aspek kespro perlu
diperhatikan Kesehatan reproduksi pada kasus ini khususnya pada remaja dan ibu hamil,
guna mencegah penyakit yang mungkin bisa terjadi dikarenakan bencana ini. Surveilance,
manajemen surveillance perlu diperhatikan dalam menentukan tindakan yang dibutuhkan
secara cepat bagi penderita sehingga terhindarkan dari KLB. Surveilance, manajemen
surveillance perlu diperhatikan dalam menentukan tindakan yang dibutuhkan secara cepat
bagi penderita sehingga terhindarkan dari KLB. Penyakit menular, penyakit-penyakit
menular yang dapat terjadi pada saat banjir yaitu diare, demam berdarah, malaria.
Pelaksanaan pengendalian vektor yang perlu mendapatkan perhatian di lokasi pengungsi
adalah pengelolaan lingkungan, pengendalian dengan insektisida,serta pengawasan makanan
dan minuman. Pada pelaksanaan kegiatan surveilans bila menemukan kasus penyakit
menular, semua pihak termasuk LSM kemanusiaan di pengungsian harus melaporkan kepada
Puskesmas/Pos Yankes di bawah koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai
penanggung jawab pemantauan dan pengendalian. Gizi dan obat, Bila pola pengungsian
terkonsentrasi di barak-barak atau tempat-tempat umum, pelayanan pengobatan dilakukan di
lokasi pengungsian dengan membuat pos pengobatan. Pelayanan pengobatan dilakukan di
Puskesmas bila fasilitas kesehatan tersebut masih berfungsi dan pola pengungsiannya tersebar
berada di tenda-tenda kanan kiri rumah pengungsi. Pemilihan bahan makanan disesuaikan
dengan ketersediaan bahan makanan. Untuk Ibu hamil memerlukan tambahan zat gizi. Ibu
hamil perlu penambahan energi 300 Kal dan Protein 17 gram. Suplementasi vitamin dan
mineral untuk ibu hamil adalah Fe 1 tablet setiap hari,selama 90 hari, kebutuhan akan 6
kalsium 950 mg setiap harinya, vitamin C 80mg. Pemberian vitamin dan mineral dilakukan
oleh petugas kesehatan. Makanan yang diperlukan, usahakan makan protein 2X sehari,
seperti telur, ayam, tahu, tempe, daging sapi, ikan dan kacang-kacangan. Jangan
menggunakan vetsin atau penyedap rasa buatan kedalam makanan. Sanitasi, Perhatikan
manajemen untuk pembuatan MCK dan kebersihan lingkungan sekitar agar dapat menjadi
sarana untuk memperbaiki personal hygine pada remaja dan ibu hamil.
Dari ke lima aspek diatas sangat penting di perhatikan untuk mensosialisasikan dan
meningkatkan kesiap-siagaan terhadap bencana terutama untuk area yang rentan terhadap
kejadian bencana untuk bayi khususnya, sehingga resiko atau dampak yang lebih berat akibat
bencana terhadap bayi saat itu dapat terhindari.
Tindakan keperawatan spesifik untuk korban pasca bencana pada kasus tersebut yaitu:
1. Promotif , memberikan pendidikan kesehatan tentang menjaga kesehatan reproduksi.
Alasan : Agar dapat memahami cara menjaga kesehatan yang baik.
2. Preventif, mengajarkan dan membiasakan diri untuk memperhatikan kebersihan diri
dengan membersihkan daerah reproduksi dengan air bersih
Alasannya : Agar dapat memperhatikan kebersihan diri guna mencegah perburukan
kesehatan
3. Kuratif : pengobatan yang akan diberikan melalui sector yang terkait
Alasannya: Bila mengetahui ada gangguan yang diderita pada remaja ataupun ibu hamil,
dapat langsung dikonsulkan oleh sector terkait di posko kesehatan untuk mendapatkan
tindakan lebih lanjut.
4. Rehabilitatif : pemulihan
Alasan : Untuk mengurangi dampak psikologis ibu hamil ataupun remaja akibat bencana
tersebut.
5. Resosiatif
alasan : untuk mengembalikan individu, keluarga dan kelompok khusus di dalam
pergaulan masyarakat pasca bencana.
Aspek etik dan legal dari tindakan keperawatan yaitu Otonom ,Berbuat baik (Beneficience),
Keadilan, Tidak merugikan , Kejujuran, Menepati janji , Kerahasian , Akuntabilitas. Aspek
pendukungnya yaitu banyaknya dukungan dari pihak - pihak yang terkait terhadap
penanggulangan bencana juga semangatnya para korban untuk memulihkan kondisi maupun
dari psikis, mental, dan spiritual. Sedangkan faktor penghambatan dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan diantaranya Minimnya petugas kesehatan maupun pihak - pihak yang
terkait mengenai penanggulangan bencana, kurang cepat dan tepatnya bantuan dari pihak
pemerintah, kurangnya pelayanan pengobatan, gizi, kesehatan jiwa, dan kesehatan
reproduksi, dan sebagian individu kurang kooperatif dalam upaya penanganan.
Kasus IV
Dengan alasan asi sedikit beberapa ibu terpaksa memberikan susu formula pada bayi, dengan
kurang memperhatikan kebersihan alat makan dan minum, memasuki minggu ke 3 ada bayi
mengalami diare dan sebagian lainnya rewal dan mengeluh kalau malam susah tidur.
Pembahasan :
Kebutuhan yang diperlukan untuk pengungsi berdasarkan kasus tersbut adalah air bersih, alat
makan dan minum yang bersih, serta makanan untuk ibu menyusui.
Sector yang terlibat dalam kasus tersebut adalah sector dapur umum, posko kesehatan, MCK
dimana masing-masing fungsinya adalah untuk mengobati bayi yang menderita diare, dapur
umum di butuh kan untuk monitor status nutrisi pada balita dan MCK untuk kebutuhan
toileting.
Dalam manajemen pasca bencana terdapat lima aspek yang harus diperhatikan yaitu kespro,
surveillance, penyakit menular, gizi dan obat, serta sanitasi. Pada aspek kespro perlu
diperhatikan juga pada balita karena akibat bencana dapat meningkatan resiko kesehatan
reproduksinya untuk itu perlu diperhatikan agar terhindar dari perburukan kesehatan.
Surveilance, manajemen surveillance perlu diperhatikan dalam menentukan tindakan yang
dibutuhkan secara cepat bagi penderita sehingga terhindarkan dari KLB. Penyakit menular,
Pasca bencana, anak-anak berisiko mengalami masalah-masalah kesehatan jangka pendek
dan jangka panjang baik fisik dan psikologis karena malnutrisi, penyakit-penyakit infeksi,
kurangnya skill bertahan hidup dan komunikasi, ketidakmampuan melindungi diri sendiri,
kurangnya kekuatan fisik, imunitas dan kemampuan koping. Kondisi tersebut dapat
mengancam nyawa jika tidak diidentifikasi dan ditangani dengan segera oleh petugas
kesehatan. usahakan kegiatan rutin sehari-hari dapat dilakukan sesegera mungkin contohnya:
waktu makan, dan personal hygiene teratur, tidur, bermain. Gizi dan obat, Perhatikan dalam
pemberian nutrisi untuk meningkatkan status gizi balita pasca bencana agar kebutuhan nutrisi
terpenuhhi agar KLB dapat terhindari.manajemen obat-obatan diperhatikan agar ketersediaan
obat-obatan pada balita yang menderita diare dapat terpenuhi dan tidak kekurangan. Sanitasi,
Perhatikan manajemen untuk pembuatan MCK dan kebersihan lingkungan sekitar agar dapat
menjadi sarana untuk memperbaiki personal hygine bayi dan kebersihan dalam makanan
ataupun minumannya.
Dari ke lima aspek diatas sangat penting di perhatikan untuk mensosialisasikan dan
meningkatkan kesiap-siagaan terhadap bencana terutama untuk area yang rentan terhadap
kejadian bencana untuk bayi khususnya, sehingga resiko atau dampak yang lebih berat akibat
bencana terhadap bayi saat itu dapat terhindari.
Tindakan keperawatan spesifik untuk korban pasca bencana pada kasus tersebut yaitu:
1. Promotif , memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit yang diderita.
Alasan : Agar keluarga dapat memahami tentang penyakit tersebut dan memahami cara
menjaga kesehatan yang baik.
2. Preventif, mengajarkan dan membiasakan ibu untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah
berkontak dengan bayi dan mencuci peralatan seperti botol susu yang akan digunakan.
Alasannya : Agar keluarga dapat memperhatikan kebersihan diri dan peralatan yang akan
digunakan
3. Kuratif : pengobatan yang akan diberikan kepada penderita penyakit tersebut seperti
pembuatan oralit untuk pencegahan diare yang lebih parah.
Alasannya: setelah kita mengetahui penyakit bayi yang diderita kita bisa mengobati bayi
tersebut agar diare yang diderita bayi tidak bertambah parah. Biasanya bayi yang
mengalami diare mengalami dehidrasi maka dari itu kita bisa mengobati dehidrasinya
terlebih dahulu.
4. Rehabilitatif : pemulihan (melakukan terapi aktif bermain).
Alasan : Untuk mengurangi dampak psikologis balita akibat bencana tersebut.
5. Resosiatif
alasan : untuk mengembalikan individu, keluarga dan kelompok khusus di dalam
pergaulan masyarakat pasca bencana.
Aspek etik dan legal dari tindakan keperawatan yaitu Otonom ,Berbuat baik (Beneficience),
Keadilan, Tidak merugikan , Kejujuran, Menepati janji , Kerahasian , Akuntabilitas. Aspek
pendukungnya yaitu banyaknya dukungan dari pihak - pihak yang terkait terhadap
penanggulangan bencana juga semangatnya para korban untuk memulihkan kondisi maupun
dari psikis, mental, dan spiritual. Sedangkan faktor penghambatan dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan diantaranya Minimnya petugas kesehatan maupun pihak - pihak yang
terkait mengenai penanggulangan bencana, kurang cepat dan tepatnya bantuan dari pihak
pemerintah, kurangnya pelayanan pengobatan, gizi, kesehatan jiwa, dan kesehatan
reproduksi, dan sebagian individu kurang kooperatif dalam upaya penanganan.
BAB V
PENUTUP
Kelompok rentan dalam situasi bencana adalah individu atau kelompok yang terdampak
lebih berat diakibatkan adanya kekurangan dan kelemahan yang dimilikinya yang pada saat
bencana terjadi menjadi beresiko lebih besar meliputi bayi, balita, dan anak-anak; ibu yang
sedang mengandung / menyusui; penyandang cacat (disabilitas). Faktor Resiko dan
Pelindung pada Kelompok Rentan seperti yang telah dipaparkan sebelumnya mengenai faktor
resiko seperti jenis kelamin, SES, perpisahan dengan orang yang disayangi, diskriminasi dan
prejudice pada Negara baru (host country), usia, efek dari kejadian bencana, paparan
(exposure) ke bencana dan sejarah gangguan psikologi sebelumnya. Agama, keyakinan,
kepastian politik dan persiapan terhadap bencana merupakan faktor pelindung untuk
kelompok rentan.
Efek dari Bencana, karakteristik yang mempengaruhi rasa trauma : rasa horror yang
terjadi ketika melihat even/kejadian tersebut, durasi dari bencana, kejadian yang tidak
diharapkan (kejadian yang tidak ada peringatannya berdampak lebih besar pada kondisi
psikologis seseorang), rasio dampak bencana, ancaman yang dilihat dari: rasio akibat
bencana, kehilangan yang diakibatkan oleh bencana pada level komunitas, perubahan sosial
kultur seperti kegiatan dalam keseharian, kontrol terhadap kejadian, dukungan sosial setelah
bencana,simbolism dari kejadian bencana (cara memaknai kejadian antara “kehendak Tuhan”
atau “manusia”), kemampuan memanage stress, akumulasi dari sebelum dan sesudah
bencana, seperti kepribadian seseorang ataupun kondisi emosi individu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Enarson, E.2000. infocus programme on crisis Response and Reconstruction Working paper
1: Gender and natural disaster. Geneva: Recorvery and Reconstruction Departement.
Indriyani, S.2014. Basic Gender dalam Penanganan Bencana. Surabaya: Suara Merdeka.
Klynman, Y., Kouppari, N., & mukhier, M., (Eds.).2007. World disasters report 2007: Focus
on discrimination. Geneva,Switzerland: international Federation of Red Cross and Red
Crescent societies.
Powers, R., & Daily, E., (Eds).2010. international disaster nursing. Cambridge, UK: The
world Association for Disaster and Emergency Medicine & Cambridge University Press.
Veenema, T.G. 2007. Disaster nursing and emergency preparedness for chemical, biological
and radiological terrorism and other hazards (2 nd ed.). New York, NY: Springer Publishing
Company,LLC.
World Health Organization (WHO) & Internasional council of nursing (ICN).2009. ICN
Frame Work of disaster Nursing Competencies. Geneva, Switzerland :ICN.