( RIVIU JURNAL
OLEH
NIM : 147402719
KELAS/SEMESTER : A/V
2022
1
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967(Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(2) : 245-255, September2020
REVIEW JURNAL
1. Reference 20 reference
2
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967(Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(2) : 245-255, September2020
8. Whether this journal helps you Sangat membantu karna kalau saat kita
to provide nursing care tidak dekat dengan fasilitas kesehatan
maka dengan pengobatan
komplementer ini yang dapat
menyembuhkan atau mengurangi
gejallah luka bakar.
3
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967(Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(2) : 245-255, September2020
* e-mail: ashilahculla@gmail.com
Abstrak
Obat-obatan herbal adalah bentuk pengobatan yang didasarkan pada penggunaan tanaman dengan
potensi bioaktivitas yang tinggi. Terapi ini telah digunakan sepanjang sejarah untuk pengobatan
berbagai penyakit. Terapi telah diturunkan dari generasi ke generasi untuk menjadi pengetahuan
umum yang berhubungan dengan budaya, kesehatan, dan peningkatan kualitas hidup terhadap
penyakit tertentu. Aloe vera atau Aloe vera adalah tanaman mirip kaktus yang, dalam beberapa
penelitian pada hewan coba dan manusia telah terbukti memiliki manfaat. Digunakan untuk
mempercepat penyembuhan luka, melalui proses biologis kompleks yang bertanggung jawab untuk
pemulihan jaringan dan telah digunakan sejak zaman kuno. Bukti ilmiah tentang manfaat Aloe vera
akan sangat bermanfaat, karena penggunaannya dapat meningkatkan kepatuhan terhadap
pengobatan terhadap pasien karena luka yang cepat membaik dan juga dapat menurunkan biaya.
Aloe vera telah digunakan secara eksternal untuk mengobati berbagai kondisi kulit seperti luka
bakar dan eksim. Diduga getah dari Aloe vera meringankan rasa sakit dan mengurangi peradangan.
Memiliki sifat antiseptik dan antibiotic. Studi klinis berdasarkan bukti ilmiah diperlukan untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang Aloe vera, senyawanya dan indikasiterapeutik
Abstract
Herbal medicines are a form of treatment that is based on the use of plants with high bioactivity
potential. These therapies have been used throughout history for the treatment of various diseases.
Therapy has been passed down from generation to generation to become general knowledge
4
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967(Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(2) : 245-255, September2020
related to culture, health, and improvement of quality of life for certain diseases. Aloe vera or Aloe
vera is a cactus-like plant which, in several studies in experimental animals and humans, has been
shown to have benefits. Used to accelerate wound healing, through complex biological processes
that are responsible for tissue recovery and have been used since ancient times. Scientific evidence
about the benefits of Aloe vera will be very useful, because its use can improve adherence to
treatment of patients because the wound is rapidly improving and can also reduce costs. Aloe vera
has been used externally to treat various skin conditions such as burns and eczema. Allegedly the
sap from Aloe vera alleviates pain and reduces inflammation. Has antiseptic and antibiotic
properties. Clinical studies based on scientific evidence are needed to get a better understanding of
Aloe vera, its compounds and therapeuticindications)
5
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967(Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(2) : 245-255, September2020
PENDAHULUAN
Kulit adalah salah satu organ jaringan granulasi terbentuk untuk
terbesar dalam tubuh yang melakukan memungkinkan migrasi sel-sel epitel (Wang
banyak fungsi vital termasuk homeostasis et al, 2018).
cairan, termoregulasi, fungsi imunologis, Aloe vera memiliki efek anti-
neurosensori dan metabolisme (Schommer inflamasi yang berpotensi signifikan, oleh
and Gallo 2013). Kulit juga memberikan karena itu dapat digunakan dalam
perlindungan utama terhadap infeksi mengobati: gingivitis (Dhingra, 2014), dan
dengan bertindak sebagai penghalang fisik. luka bakar tingkat pertama hingga kedua
Ketika penghalang ini rusak, patogen (Dat et al, 2014). Aplikasi Aloe vera (AV)
memiliki rute langsung untuk menyusup ke secara topikal telah terbukti memiliki efek
tubuh, yang berpotensi mengakibatkan yang menjanjikan pada proses
infeksi. Urutan peristiwa yang penyembuhanluka.
memperbaiki kerusakan dikategorikan Penelitian ini merupakan studi
menjadi tiga fase yang tumpang tindih: literature review, di mana peneliti mencari,
peradangan, proliferasi dan remodeling menggabungkan inti sari serta
jaringan (Lai-Cheong and McGrath,2017). menganalisis fakta dari beberapa sumber
Proses penyembuhan yang normal ilmiah yang akurat dan valid, yang
dapat terhambat pada setiap langkah oleh mendukung dan menjadi bukti. Studi
berbagai faktor yang dapat berkontribusi literatur menyajikan ulang materi yang
pada gangguan penyembuhan. Gangguan diterbitkan sebelumnya, dan melaporkan
penyembuhan luka mungkin merupakan fakta atau analisis baru. Tinjauan literatur
konsekuensi dari keadaan patologis yang memberikan ringkasan berupa publikasi
terkait dengan diabetes, gangguan terbaik dan paling relevan. kemudian
kekebalan tubuh, iskemia, stasis vena dan membandingkan hasil yang disajikan dalam
luka-luka seperti luka bakar, luka yang makalah
disebabkan karena terlalu dingin dan luka
tembak. Langkah terakhir dari fase PEMBAHASAN
proliferatif adalah epitelisasi, melibatkan Aloe vera
migrasi, proliferasi dan diferensiasi sel-sel
Tanaman semi-tropis, Aloe vera,
epitel dari tepi luka untuk melapisi kembali
memiliki sejarah panjang dan diberi
dengan kerusakan jaringan Pada luka
peringkat tinggi sebagai tanaman herbal
bakar, epitelisasi ditunda sampailapisan
serba guna. Daun Aloe vera yang tebal,
6
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967(Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(2) : 245-255, September2020
meruncing, tumbuh dari tangkai pendek Asia, Eropa dan Amerika. Saat ini,
dekat permukaan tanah. Aloe vera bukan penggunaan Aloe vera telah mendapatkan
termasuk dalam kaktus, tetapi anggota popularitas karena gerakan herbal yang
keluarga pohon lily, yang dikenal sebagai diprakarsai oleh naturopaths, guru yoga,
Aloe barbadensis. Aloe terkait dengan promotor pengobatan alternatif dan
anggota lain dari keluarga Lily seperti, penyembuh holistik. Laporan analisis pasar
bawang putih dan keluarga lobak. baru-baru ini menunjukkan bahwa Pasar
Hubungan Aloe vera dengan keluarga Aloe vera di Amerika terfokus pada
bunga bakung terlihat dari bunga kuning makanan fungsional, minuman dan
berbentuk tabung yang diproduksi setiap suplemen untuk bahan baku kosmetik
tahun di musim semi yang menyerupai serta untuk menyediakan energi dan
bunga bakung Paskah (Manvitha and Bidya, nutrisi tambahan untuk menangani
2014). masalah kesehatan seperti
Aloe berasal dari Afrika dan sekarang hiperkolesterolemia dan diabetes (Maan et
dibudidayakan di daerah beriklim hangat di al,2018).
Saat ini, industri Aloe vera sedang kimia bioaktif yang ada dalam produk
berkembang dalam banyak produk seperti akhir. Klaim produk harus diuji dengan uji
gel, jus dan formulasi lain untuk tujuan klinis intensif, diverifikasi dan disertifikasi
7
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967(Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(2) : 245-255, September2020
Gel daun Aloe vera mengandung (Bharadwaj et al, 2018). Yang paling
sekitar 98% air. Kandungan padatan total penting adalah polisakarida rantai panjang,
gel Aloe vera adalah 0,66% dan padatan yang terdiri dari glukosa dan mannose,
terlarut 0,56% dengan beberapa fluktuasi yang dikenal sebagai glukomanan [β -
musiman. Pada bahan kering, gel Aloe vera linked acetylated mannan]. Xylose,
terdiri dari polisakarida (55%), gula(17%), rhamnose, galactose, dan arabinose juga
mineral (16%), protein (7%), lipid (4%) dan ada dalam jumlah kecil bersama dengan
senyawa fenolik (1%). Gel Aloe vera lupeol (a triterpenoid), kolesterol,
mengandung banyak vitamin termasuk campesterol dan β-sitosterol. Studi
vitamin antioksidan penting, C dan E. struktural pada polisakarida gel Aloe vera
Vitamin B1 (tiamin), niasin, Vitamin B2 telah menunjukkan bahwa dari setidaknya
(riboflavin), kolin dan asam folat juga ada. empat glukomanan terasetilasi parsial
Terdapat juga vitamin B12 berbeda, menjadi polimer linier tanpa
(cyanocobalamin) dalam jumlah kecil yang percabangan dan memiliki hubungan
biasanya tersedia dalam sumber hewani. glikosidik dengan glukosa dan mannose
Karbohidrat berasal dari lapisan lendir dalam perbandingan 1: 2: 8. Viskositas gel
tanaman di bawah kulit, mengelilingi berkurang pada hidrolisis gula-gula ini
parenkim bagian dalam atau gel. Mereka (Pandey and Singh,2016).
terdiri dari mono dan polisakarida
keempat dalam semua cedera dan tinggi (Penn et al, 2012) dan kematian lebih
mempengaruhi tidak hanya kulit tetapi dari 300.000 orang setiap tahun di seluruh
seluruh tubuh sesuai dengan kedalaman dunia (Peck, 2011). Penyembuhan luka
dan ekstensinya (Busuioc et al, 2013). bakar pada dasarnya tergantung pada
8
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967(Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(2) : 245-255, September2020
angiogenesis yang merupakan jalur utama Pada luka bakar derajat Pertama
dalam pembentukan jaringan granulasi Epidermis utuh, ada eritema, misalnya
(Reinke and Sorg, 2012). Pericytes adalah disebabkan oleh terbakar sinar matahari.
sel yang berasal sumsum tulang yang Pada luka bakar derajat kedua integritas
tertanam dalam membran basal kapiler epidermal rusak. Jika cedera terbatas pada
(Ribatti et al, 2011). Selama proses lapisan atas dermis, digolongkan pada luka
angiogenesis, ada interaksi yang sangat bakar superfisial tingkat kedua. Namun,
kuat antara sel endotel dan pericytes. keterlibatan lapisan yang lebih dalam
Selain itu, pericytes memainkan peran (reticular) menyebabkan luka bakar derajat
kunci tidak hanya dalam proliferasi dan kedua yang dalam. Sementara luka bakar
migrasi endotelium dan tetapi juga dalam superfisial biasanya jauh lebih
stabilisasi (Busuioc et al, 2011). Selain itu, menyakitkan, dibandingkan luka bakar
sel-sel inflamasi yang ditransmigrasi tingkat dalam yaitu dengan sedikit rasa
berinteraksi dengan membran basal sakit dan perasaan tumpul dalam luka
endotel untuk memasuki lokasiluka. bakar. Tingkat ketiga semua lapisan dermis
Berdasarkan kedalaman, luka bakar terlibat. Kulit keras, gelap, kering, tidak
dibagi menjadi 4 jenis: superfisial (derajat nyeri, trombosis di dalam pembuluh, dan
1), ketebalan parsial dalam (derajat 2), ada eschar bakar yang khas. Derajat
ketebalan penuh (derajat 3), dan derajat 4 Keempat semua lapisan kulit, jaringan
(Giretzlehner et al, 2013). Luka bakar lemak subkutan dan jaringan yang lebih
biasanya dapat dicegah, dan perawatan dalam (otot, tendon) terlibat, dan terdapat
yang berbeda diterapkan berdasarkan karbonisasi (Yasti,2015).
tingkat keparahan luka bakar. Kadang- Penelitian pada hewan coba dan
kadang, salep, krim, pembalut biologis dan manusia sudah banyak dilaporkan, seperti
nonbiologis, serta antibiotik penelitian yang dilakukan oleh
direkomendasikan untuk luka bakar tingkat Hosseinimehr et al (2010) untuk
2, 3, dan 4. Beberapa penyalahgunaan obat mengevaluasi kemanjuran krim Aloe vera
seperti dosis yang tidak tepat dapat dalam pengobatan luka bakar termal dan
meningkatkan risiko resistensi antibiotik untuk membandingkan hasilnya dengan
dan infeksi jamur, bahkan memperlambat perak sulfadiazine pada tikus. Hewan
penyembuhan luka dan meningkatkan dibagi menjadi empat kelompok. Hewan
kedalaman luka bakar (Avni et al,2010). coba diberikan krim topikal (Aloe vera
bubuk gel 0,5% dan perak sulfadiazin)pada
9
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967(Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(2) : 245-255, September2020
24 jam dari luka bakar yang disebabkan telah dirawat di unit perawatan luka bakar
oleh air panas. Ukuran luka dan lain dan prosedur cangkok kulit pada dada
histopatologi sampel kulit ditentukan pada anterior dan telah dilakukan oleh seorang
kelompok hewan yang diberi terapi topikal. ahli bedah plastik dengan mengambil kulit
Ukuran luka secara signifikan mengecil sehat dari paha, tetapi cangkok mengalami
pada kelompok yang diberikan Aloe vera penolakan setelah 5 hari (Gambar 2).
dibandingkan dengan kelompok lain. Hasil Pasien dirawat karena cedera kulit kronis
penelitian ini menunjukkan krim Aloe vera yang tidak sembuh dan kegagalan cangkok
secara signifikan meningkatkan kulit. Luka pada kulit memiliki sekresi
reepitelisasi pada luka bakar dibandingkan serosa yang dibalut oleh Vaseline gas.
dengan perak sulfadiazine (Hosseinimehr Selama pemeriksaan fisik pasien
et al,2010). mengalami takipnea, dispnea, demam,
Presentasi kasus oleh Avijgan et al tanda vital tidak stabil dengan tingkat
pada seorang wanita korban luka bakar Saturasi O2 yang berfluktuasi, stridor
berusia 17 tahun dirujuk ke Departemen ringan, dan bilateral crackle sounds pada
Penyakit Menular. Sebelumnya, telah kedua paru-paru. Sehubungan dengan
mengalami 30% - 40% luka bakar kulit pengamatan luka bakar di daerah pre-
akibat kebakaran tingkat dua di tungkai sternal, telinga, dan pre-umbilicus
atas, leher, wajah, telinga, kulit kepala, berkerak. Lesi kulit lainnya terasa hangat,
kelopak mata, dan dada anterior 40 hari sedikit lunak, dan eritematik dengan
sebelum dia masuk ke rumah sakit. pasien sekresiserosa
10
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967(Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(2) : 245-255, September2020
11
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967(Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(2) : 245-255, September2020
Mengenai luka pada kulit pasien, Gel Ahmed yang dioleskan dengan gel Aloe
Aloe vera dioleskan setiap 12 jam sebagai vera dan 32 pasien lainnya mengenakan
pengganti balutan Vaseline Gas. Untuk krim perak sulfadiazine 1%, setiap hari.
mempersiapkan Gel Aloe vera, lendir Aloe Parameter luka pada hari 1, 7, dan 15
vera dan gel pelumas (Gel pelumas yang dipelajari menggunakan alat penilaian luka
diproduksi oleh Iran, pabrik instrumen Bates-Jensen. Dengan membandingkan
perawatan, merek Salem) dicampur peningkatan rata-rata pada kedua
dengan rasio lima banding satu. kelompok pada awal dan pada hari ke 15,
Pembalutan luka dengan gel lidah buaya perbedaan yang signifikan ditemukan
dilakukan pada seluruh area luka bakar antara kedua kelompok (P <0,0001)
selama 21 hari secara terus menerus. dilaporkan bahwa luka sembuh lebih cepat
Proses penyembuhan kulit dimulai dengan dengan penggunaan gel Aloe vera daripada
pembentukan jaringan granulasi dan perak sulfadiazine (Shahzad and Ahmed,
epitelisasi pada luka (Gambar 2 dan 2013).
Gambar 3). Namun, kulit baru terasa keras Penyembuhan luka merupakan
dan tegang di area cedera seperti leher dan respons biologis yang esensial terhadap
siku setelah 21 hari. Tapi, tidak ada tanda- regenerasi jaringan ikat dan epitel yang
tanda infeksi kulit yang terdeteksi selama rusak. Penerapan topical Aloe vera telah
perawatan. Selain itu, pasien melaporkan terbukti memiliki efek yang menjanjikan
tidak ada efek samping topikal dari Aloe pada proses penyembuhan luka. Aloe vera
vera Gel seperti reaksi alergi dan gatal- mungkin memiliki kemanjuran yang lebih
gatal. Meskipun sekresi serosa luka besar di atas krim perak sulfadiazin untuk
berhenti, fibrosis kulit telah menyebabkan mengobati luka bakar sesuai dengan
peningkatan ketegangan kulit dan striktur penelitian yang bahwa Aloe vera
sendi di tungkai atas meskipun fisioterapi menginduksi pematangan kolagen yang
yang tepat dimulai pada saat pasien masuk lebih cepat (Rahman et al, 2017)
ICU setelah 40 hari pengobatan Aloe vera Beberapa peneliti menghubungkan
Gel. Operasi plastik tambahan dilakukan terapi Aloe vera dengan glukomanan,
untuk melepaskan ketegangan kulit dan polisakarida yang kaya mannose dan peran
meringankan berbagai gerakan sendi giberelin yang merupakan hormon
tungkai atas (Avijgan et al,2017) pertumbuhan, berinteraksi dengan
Penelitian yang langsung dilakukan reseptor pada fibroblas, sehingga
terhadap 32 pasien oleh Shahzad dan merangsang aktivitas danproliferasinya,
12
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967(Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(2) : 245-255, September2020
yang pada gilirannya mempercepat sintesis epitelisasi pada luka bakar pertama dan
kolagen setelah aplikasi topikal Aloe vera kedua jika dibandingkan dengan perawatan
(Koga et al, 2018) konvensional. Penelitian yang dirancang
Studi lain menunjukkan bahwa Aloe lebih lanjut dengan rincian yang cukup dari
vera menjadi penghambat kolagenase yang isi produk Aloe vera harus dilakukan untuk
mungkin bertanggung jawab untuk kolagen menentukan efektivitas Aloe vera untuk
yang lebih baik dalam kelompok yang penyembuhan luka bakar
diobati dengan Aloe vera (Hekmatpou et al,
2019). Sifat Aloe vera dan senyawanya, DAFTAR PUSTAKA
dapat digunakan untuk mempertahankan Avijgan M, Alinaghian M, and Hafizi M,
kelembaban dan integritas kulit, juga 2017. Aloe vera Gel as a
mencegah ulserasi pada kulit karena Traditional and Complementary
mengandung mucopolysaccharides, asam Method for Chronic Skin Burn: A
amino, seng, dan air. Dalam hal kualitas Case Report. Advances in
dan kecepatan penyembuhan luka, Aloe Infectious Diseases. 7(01).
vera jauh lebih efektif dan lebih murah Avni T, Levcovich A, Ad-El DD, Leibovici L,
dibandingkan dengan perawatan alternatif and Paul M, 2010. Prophylactic
yang tersedia saat ini( Mahor and Ali, Antibiotics for Burns Patients:
2016). Mengingat kecenderungan untuk Systematic Review and Meta-
mempromosikan obat tradisional serta Analysis. BMJ (Online). 340: c241
efek samping Aloe vera yang jarang Bharadwaj B, Priya VV, and Balakrishna RN,
dilaporkan, penggunaan tanaman obat ini 2018. Aloe vera - A Review. Drug
untuk meningkatkan penyembuhan luka Invention Today. 10(4): 3704-
dianjurkan sebagai pengobatan
3708.
komplementer bersama metodelain.
Busuioc CJ, Mogoşanu GD, Popescu FC,
Lascǎr I, Pârvǎnescu H et al, 2013.
KESIMPULAN
Phases of the Cutaneous
Bukti yang ada menunjukkan bahwa Aloe
Angiogenesis Process in
vera yang digunakan dalam berbagai
Experimental Third-Degree Skin
bentuk sediaan mungkin efektif dalam
Burns: Histological and
mempercepat proses penyembuhan luka
Immunohistochemical Study.
dan cenderung meningkatkan tingkat
Romanian Journal of Morphology
keberhasilan penyembuhan, dan laju
and Embryology. 54(1):163-171.
13
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967(Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(2) : 245-255, September2020
International Journal
of
Pharmaceutical Researchand
15
CONSILIUM :Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling CONSILIUM
Allied Sciences. 5(1): 21-33.
Peck MD, 2011. Epidemiology of Burns throughout the World. Part I: Distribution and Risk Factors.
Burns. 37(7): 1087-1100.
Penn JW, Grobbelaar AO, and Rolfe KJ, 2012. The Role of the TGF-β Family in Wound Healing, Burns
and Scarring: A Review. International Journal of Burns and Trauma. 2(1):18-28.
Rahman S, Carter P, and Bhattarai N, 2017. Aloe vera for Tissue Engineering Applications. Journal of
Functional Biomaterials. 8(1):6.
Reinke JM and Sorg H, 2012. Wound Repair and Regeneration. European Surgical Research. 49(1): 35-
43.
Ribatti D, Nico B, and Crivellato E, 2011. The Role of Pericytes in Angiogenesis. International Journal of
Developmental Biology. 55(3):261-268.
This is an open access article distributed under the terms of the Creative Commons
CONSILIUM :Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling CONSILIUM
Schommer NN, and Gallo RL, 2013. Structure and Function of the Human Skin Microbiome. Trends
in Microbiology. 21(12):660-668.
Shahzad MN, and Ahmed N, 2013. Effectiveness of Aloe vera Gel Compared with 1% Silver
Sulphadiazine Cream as Burn Wound Dressing in Second Degree Burns. Journal of the
Pakistan Medical Association. 63(2): 225-
230.
Wang PH, Huang BS, Horng HC, Yeh CC, and Chen YJ, 2018. Wound Healing. Journal of the Chinese
Medical Association. 81(2):94-
101.
Yasti AC, Senel E, Saydam M, Ozok G, Coruh A et al, 2015. Guideline and Treatment Algorithm for
Burn Injuries. Turkish Journal of Trauma and Emergency Surgery. 21(2):79-89.
This is an open access article distributed under the terms of the Creative Commons
CONSILIUM :Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling CONSILIUM
First Published Vol 5 (1) March 2017
Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP, Universitas Sebelas Maret E-mail:
girindara@hotmail.com
PENDAHULUAN
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain
dalam kehidupannya. Dalam berhubungan dengan orang lain, manusia membutuhkan cara agar
kebutuhan mereka dapat terpenuhi, salah satunya dengan berkomunikasi. Gordon I. Zimmerman
dkk (dalam Mulyana, 2010 : 4) merumuskan bahwa kita dapat membagi tujuan komunikasi menjadi
dua kategori besar. Pertama, kita berkomunikasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang penting
bagi kebutuhan kita – untuk memberi makan dan pakaian kepada diri- sendiri, memuaskan
kepenasaran kita akan lingkungan, dan menikmati hidup. Kedua, kita berkomunikasi untuk
This is an open access article distributed under the terms of the Creative Commons
CONSILIUM :Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling CONSILIUM
menciptakan dan memupuk hubungan dengan oranglain.
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa inti dari manusia berkomunikasi terletak pada
pemenuhan kebutuhan dan bagaimana hubungan kita dengan orang lain melalui pertukaran
informasi. Hal ini jelas bahwa berkomunikasi sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
manusia terkait dengan kebutuhan-kebutuhan manusia untuk aktualisasi diri.
Pendapat lain dikemukakan oleh Liliweri (1994 : 12) bahwa manusia yang terlibat dalam
pertukaran informasi berperan sebagai pengirim maupun penerima yang umumnya dilakukan
secara simultan dengan pesan yang dapat berbentuk tanpa isyarat serta simbol-simbol secara verbal
maupun nonverbal. Diperjelas dengan pendapat Kreitner & Kinicki (dalam Suseno, 2012
: 6) mendefinisikan komunikasi sebagai pertukaran informasi antara pengirim dan penerima pesan
yang saling memberi respon.
This is an open access article distributed under the terms of the Creative Commons
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari salah satunya yaitu komunikasi
interpersonal yang terjadi antara dua orang atau lebih. Komunikasi interpersonal memiliki
pengaruh yang sangat penting dalam proses interaksi antar individu. De Vito (dalam Suseno,
2012: 15) menyatakan bahwa proses psikologis merupakan bagian penting dalam komunikasi
interpersonal, karena dalam komunikasi interpersonal individu mencoba menginterpretasikan
makna yang menyangkut diri sendiri, diri orang lain dan hubungan yang terjadi. Salah satu
proses psikologis yang dibutuhkan dalam komunikasi interpersonal yaitu keterbukaan diri
(self- disclosure) antara penyampai pesan dengan penerima pesan. Di sisi lain untuk
meningkatkan keterbukaan diri maka dibutuhkan terjadinya komunikasi interpersonal.
Semakin komunikasi interpersonal dilakukan maka dengan sendirinya tingkat keterbukaan diri
akan meningkat perlahan-lahan.
Pengetahuan tentang membuka diri dijelaskan oleh Rakhmat (2012: 107) bahwa
pengetahuan diri akan meningkatkan komunikasi dan pada saat yang sama, berkomunikasi
dengan orang lain meningkatkan pengetahuan diri kita. Hal tersebut menunjukkan bahwa
dengan membuka diri atau memberikan informasi tentang diri kita secara bijaksana dan tepat
maka hal tersebut dapat meningkatkan kualitas komunikasi yang sedang kita jalani, namun
pada saat yang sama melakukan komunikasi dengan orang lain membuat kita meningkatkan
pengetahuan diri kita yang tidak bisa didapatkan apabila tidak melakukan komunikasi. Dengan
demikian keterbukaan diri tepat menjadi aspek utama dalam berkomunikasiantarpribadi.
Selanjutnya Tubs & Moss (2008: 281) menyatakan “Self-disclosure is an attempt to let
authenticity enter our social relationships, and it is often linked with both mental health and
self-concept development”.
Maknadaripendapattersebutyaitubahwaketerbukaandiriadalahmencobamembiarkankebenara
nataukeaslianmemasukihubungandengan orang lain dalamlingkupsosial, dan
seringkalidihubungkandengankesehatan mental dan perkembangankonsepdiri. Pemaparan di
atasmenunjukkanbahwaselainmeningkatkankualitaskomunikasi,
keterbukaandiridapatmemberimanfaatdalamkesehatan mental dan
perkembangankonsepdiriseseorang.
18
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
Topik yang menjadi perhatian dalam peningkatan keterbukaan diri siswa melalui
homeroom adalah komunikasi interpersonal. Seperti sebelumnya dijelaskan mengenai
komunikasi interpersonal bahwa keterbukaan merupakan aspek utama sehingga komunikasi
interpersonal dan keterbukaan diri sangat berkaitan erat dalam hal ini. Selanjutnya
diharapkan dengan dilaksanakan pelatihan komunikasi interpersonal melalui teknik
homeroom dalam bimbingan kelompok dapat meningkatkan keterbukaan diri siswa bahkan
dapat meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa.
19
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
Hasil studi pendahuluan yang telah dilaksanakan oleh peneliti dengan menggunakan
angket keterbukaan diri menunjukkan bahwa terdapat 51 dari 105 siswa yang terindikasi
memiliki keterbukaan diri di bawah rata-rata dengan persentase kumulatif sebanyak 48 %. Di
dalam persentase tersebut 22 siswa masuk dalam kategori terendah yaitu pada K1 (88-99)
dengan persentase kumulatif sebanyak 25 %. Hal tersebut diperkuat dengan keterangan Guru
BK yang menyatakan kelas subjek penelitian membutuhkan layanan untuk meningkatkan
keterbukaan diri siswa.
Salah satu layanan dalam Bimbingan dan Konseling adalah layanan bimbingan
kelompok. Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan dalam Bimbingan dan Konseling
yang memberikan bantuan kepada peserta didik melalui kegiatan kelompok. Salah satu teknik
dalam bimbingan kelompok yaitu teknik homeroom. Homeroom merupakan layanan
bimbingan kelompok yang menciptakan suasana nyaman dan kekeluargaan seperti layaknya
seorang keluarga yang dengan nyaman dan bebas dalam menyampaikan pendapat.
Homeroom dalam bimbingan kelompok ditujukan kepada siswa dan diprogramkan oleh guru
BK di suatusekolah.
Pengertian tentang homeroom dapat dilihat dari pendapat yang dinyatakan oleh
Damayanti (dalam Nasution, 2015 : 700) sebagaiberikut:
Homeroom adalah program kegiatan yang dilakukan dengan tujuan agar guru dapat
mengenal murid-muridnya lebih baik, sehingga dapat membantunya secara efisien. Kegiatan
ini dilakukan di dalam kelas dalam bentuk pertemuan guru dengan murid di luar jam pelajaran
untuk membicarakan hal yang dianggap perlu. Dalam program homeroom hendaknya
diciptakan suatu situasi yang bebas dan menyenangkan, sehingga murid-murid dapat
mengutarakan perasaannya seperti di rumah.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa bimbingan homeroom merupakan kegiatan yang
diselenggarakan oleh guru di luar jam pelajaran dengan menciptakan suasana menyenangkan
dan bebas sehingga siswa dapat dengan leluasa menyampaikanpendapatnya.
Sejalan dengan pendapat di atas, Menurut Pietrofesa (dalam Damayanti, 2013 : 13),
“Homeroom adalah teknik penciptaan suasana kekeluargaan yang digunakan untuk
mengadakan pertemuan dengan sekelompok siswa di luar jam-jam pelajaran dalam suasana
kekeluargaan, dan dipimpin oleh guru atau konselor”. Pendapat tersebut berarti bahwa
homeroom merupakan teknik dalam bimbingan konseling berupa pertemuan oleh guru atau
konselor bersama siswa yang dilakukan di luar jam pelajaran dengan menciptakan
suasanakekeluargaan.
Dalam konteks ini, layanan homeroom disinergikan dengan pelatihan komunikasi
interpersonal karena cara meningkatkan keterbukaan diri seseorang berkaitan dengan
komunikasi interpersonal dan layanan homeroom. De Vito (dalam Rohmawati, 2010 : 12)
mengemukakan bahwa keterbukaan diri dipengaruhi beberapa faktor yaitu besar kelompok,
perasaan menyukai, efek diadik, kompetensi, kepribadian, topik, dan jenis kelamin. Terdapat
dua faktor yang apabila semakin ditingkatkan maka secara tidak langsung keterbukaan diri
pun akan semakin meningkat pula, antara lain : 1) efek diadik; 2) perasaan menyukai. Faktor
yang mempengaruhi seseorang membuka diri tersebut. penjelasannya sebagaiberikut.
Salah satu faktor keterbukaan diri yaitu efek diadik yang berarti bahwa seseorang akan
melakukan pengungkapan diri ketika orang lain mengungkapkan dirinya. Hal ini berarti bahwa
dengan seseorang mengungkapkan dirinya kepada orang lain lebih sering maka orang lain
akan terpacu untuk mengungkapkan dirinya. Oleh karena itu apabila individu ingin
meningkatkan keterbukaan dirinya maka individu tersebut harus selalu mengungkapkan
dirinya kepada orang lain melalui sebuah komunikasi sehingga orang lain pun mampu
mengungkapkan dirinya pula dan keterbukaan dua individu tersebut dapat sama-sama
meningkat. Hal inilah yang menjadi dasar diberikannya pelatihan komunikasi interpersonal
20
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
untuk meningkatkan keterbukaan diri. Semakin seseorang mengungkapkan dirinya melalui
komunikasi interpersonal maka semakin orang lain juga memberikan umpan balik yang sama
sehingga kedua orang tersebut sama-sama meningkatkan keterbukaan dirinya masing-masing.
Di sisi lain, faktor yang mempengaruhi keterbukaan diri adalah perasaan menyukai.
Perasaan menyukai akan timbul ketika seseorang mampu membuat orang lain merasa
nyaman
21
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
dengannya. Ketika kenyamanan sudah dirasakan seorang individu akan dengan bebas dan
santai dalam membuka dirinya kepada orang lain. Sebaliknya apabila seseorang sudah tidak
merasa nyaman dengan orang lain maka rasanya enggan untuk memulai membuka dirinya
kepada orang lain. Oleh karena itu, apabila seseorang ingin meningkatkan keterbukaan dirinya
maka perlu untuk mengembangkan perasaan menyukai kepada setiap orang yang ditemuinya
sehingga dengan perasaan tersebut individu akan nyaman untuk mengungkapkan dirinya
kepada orang lain. Hal tersebut menjadi pertimbangan diberikannya teknik homeroom sebagai
layanan bimbingan kelompok yang memberikan kenyamanan dan kebebasan anggotanya
untuk berbagi pendapat dan perasaan sehingga perasaan menyukai akan timbul dan terjadilah
saling membuka diri antara individu satu dengan yang lain.
METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen dengan
pendekatan kuantitatif. Menurut Arikunto (2005:207) “penelitian eksperimen merupakan
penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang
dikenakan pada subjek selidik”. Sedangkan menurut Sugiyono (2009:72) “…. Metode
penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk
mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.”
Makna dari dua pendapat yang selaras tersebut yaitu penelitian eksperimen mencoba
meneliti ada tidaknya hubungan sebab akibat atau dengan kata lain ada atau tidaknya
pengaruh dalam penelitian yang dirancang olehpeneliti.
Penelitian eksperimen yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah penelitian
Quasi Eksperimental atau eksperimen semu. Dengan kata lain penelitian yang dilaksanakan
merupakan penelitian eksperimen pura-pura. Desain yang digunakan dalam Eksperimen Semu
ini adalah non equivalent control group design dimana terdapat kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol (pembanding). Dalam kegiatan penelitian ini, kelompok eksperimen
diberikan perlakuan berupa pelatihan komunikasi interpersonal melalui teknik homeroom
dalam bimbingan kelompok, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan
melainkan hanya digunakan sebagai kelompok pembanding. Pemilihan kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen dalam penelitian ini menggunakan teknik purposivesampling.
Subjek dalam kegiatan penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Surakarta
tahun ajaran 2015/2016 yang memiliki tingkat keterbukaan diri rendah. Siswa kelas VIII SMP
Negeri 16 Surakarta terdiri dari 6 kelas yaitu kelas A sampai dengan kelas F. Jumlah seluruh
siswa kelas VIII A sampai F yaitu 163 yang mana dua kelas dari keseluruhan kelas yaitu kelas B
dan C yang berjumlah 53 siswa diambil untuk tryout instrumen penelitian. Penyaringan subjek
penelitian yaitu dengan menggunakan angket keterbukaan diri yang telah diuji validitas dan
reliabilitasnya.
Uji validitas angket dalam penelitian ini menggunakan bantuan program komputer
yaitu aplikasi SPSS versi 17 dengan teknik Korelasi Pearson (Pearson Product Moment
Correlation). Sedangkan uji reliabilitas angket menggunakan teknik Alpha Cronbanch dalam
aplikasi SPSS versi 17. Analisis data dalam kegiatan penelitian ini menggunakan teknik
nonparametrik dikarenakan jumlah data yang digunakan tidak lebih dari 30. Uji nonparametrik
yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah uji Mann-Whitney U digunakan untuk
mengetahui pengaruh pelatihan komunikasi interpersonal melalui teknik homeroom dalam
bimbingan kelompok untuk meningkatkan keterbukaan diri siswa. Uji Mann-Whitney U
digunakan untuk mengetahui perbedaan mean pretest dan posttest antara kelompok kontrol
dengan kelompok eksperimen yang merupakan sampelindependent.
HASIL PENELITIAN
Data yang disajikan dalam penelitian ini merupakan data mengenai tingkat
22
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
keterbukaan diri subjek penelitian. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui serangkaian
kegiatan yang tersusun dalam prosedur pelaksanaan penelitian. Data yang dikumpulkan
pertama kali adalah data uji coba angket atau tryout angket. Tryout angket ditujukan kepada
53 siswa. Setelah
23
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
dilaksanakan Tryout angket, maka data tersebut diolah menggunakan bantuan aplikasi
pengolah data statistik dengan analisis Pearson Correlation Product Moment untuk
mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Hasil dari pengolahan tersebut diketahui bahwa
terdapat 34 item yang valid, sedangkan item yang tidak valid berjumlah 26 butir. Item yang
sudah valid yaitu berjumlah 34 item diketahui sudah mewakili keseluruhan indikator sehingga
34 item tersebut sudah bisa digunakan sebagai instrumen penelitian.
Data selanjutnya merupakan data pretest. Data pretest merupakan data keterbukaan
diri sebelum diberikan treatment. Data tersebut diperoleh dari hasil tabulasi angket
keterbukaan diri yang diberikan kepada siswa kelas VIII SMP tempat penelitian yang berjumlah
105 siswa. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa terdapat 22 siswa yang termasuk
dalam kategori memiliki keterbukaan diri rendah dikarenakan skornya berada di tingkat K1
yaitu antara 88 –
99. Dari hasil tersebut, subjek penelitian yang diambil adalah 20 siswa yang memiliki skor
terendah dengan pembagian 10 siswa dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan 10 siswa
lainnya dijadikan sebagai kelompok kontrol. Berikut disajikan deskripsi statistik skor pretest
antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 DeskripsiStatistik Skor Pretest KelompokEksperimen dan KelompokKontrol
Uji Eksperimen Kontrol
Mean 94.20 94.10
Median 95.50 95.50
Std. Deviation 3.393 3.381
Variance 11.511 11.433
Maximum 98 98
Kemudian data selanjutnya merupakan data posttest. Data posttest merupakan data
final yang diperoleh melalui angket keterbukaan diri siswa kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol sebagai subjek dalam penelitian ini. Berikut disajikan deskripsi statistik skor
posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 DeskripsiStatistik Skor Posttest KelompokEksperimen dan KelompokKontrol
Uji Eksper
Kontrol
imen
Mean 102.5
95.70
0
Median 102.0
97.00
0
Std. Deviation 4.577
3.713
Variance 20.94
13.789
4
Minimum 9687
Maximum 111
99
Sum 1025
957
24
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
942 94.2 1025 102.5 83 941 94.1 957 95.7 16
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa skor akumulasi pretest 942, posttest 1025, dan
gain skor 83 untuk kelompok eksperimen. Sedangkan skor akumulasi pada kelompok kontrol
yaitu untuk pretest 941, posttest 957, dan gain skor 16 untuk lebih jelasnya disajikan pada
Gambar 1.
25
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
PEMBAHASAN
Hasil analisis uji Mann-Whitney U yang menghasilkan nilai Z hitung yaitu -3,082
dengan signifikansi 0,001 nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05 maka terdapat
perbedaan yang signifikan antara kelompok yang diberi treatment yaitu kelompok eksperimen
dan kelompok yang tidak diberi treatment yaitu kelompok kontrol. Hal tersebut berarti bahwa
ada perubahan yang signifikan pada tingkat keterbukaan diri kelompok eksperimen setelah
diberitreatment.
Hasil analisis klinis dengan menggunakan lembar pengamatan menunjukkan adanya
26
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
perubahan sikap siswa yang awalnya kurang percaya diri, takut dalam mengemukakan
pendapat, dan cenderung tertutup tetapi setelah diberikan treatment sikap siswa berubah
menjadi
percayadiri,beranidalammengemukakanpendapat,danmenjaditerbuka,perubahantersebut
27
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
menunjukkan bahwa teknik homeroom mampu membuat siswa menjadi nyaman dan terbuka
dalam mengemukakan pendapat dan perasaannya karena diciptakan suatu situasi yang
menyenangkan seperti yang dipaparkan oleh Nurihsan (2005 : 25). Selain peran teknik
homeroom, komunikasi interpersonal yang diterapkan dalam penelitian eksperimen ini
memberikan peran dalam perubahan sikap siswa. Sesuai dengan teori mengenai komunikasi
interpersonal, Suranto (2011 : 5) menyatakan “Komunikasi interpersonal atau komunikasi
antarpribadi adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan antara pengirim pesan
dengan penerima baik secara langsung maupun tidak langsung”. Teori tersebut memberi
kontribusi pada komunikasi interpersonal yang pada pelaksanaannya menciptakan suatu
proses pengiriman dan penerimaan pesan atau informasi antar siswa yang berkomunikasi satu
sama lain.
Pertimbangan pemilihan teknik homeroom dalam penelitian eksperimen ini yaitu
berdasarkan teori Romlah (dalam Putri, 2013 : 92) menyatakan “Homeroom adalah teknik
penciptaan suasana kekeluargaan yang digunakan untuk mengadakan pertemuan dengan
sekelompok siswa di luar jam pelajaran dan dipimpin oleh guru atau konselor”. Teori tersebut
sejalan dengan cara meningkatkan keterbukaan diri yaitu dengan meningkatkan faktor
perasaan menyukai. Teknik homeroom merupakan teknik yang menciptakan suasana seperti
layaknya dengan keluarga sendiri sehingga membantu siswa mampu saling berbagi pendapat,
pemikiran, gagasan serta perasaan yang dialami oleh siswa dengan santai dan bebas, oleh
karena itu perasaan menyukai akan meningkat dengan sendirinya seiring dengan berjalannya
pelaksanaan homeroom tersebut. Teknik homeroom juga mampu meningkatkan motivasi
belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Nugroho (2015) yang menunjukkan bahwa
layanan bimbingan kelompok teknik homeroom dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
dilihat dari hasil pretest dan posttest pada kelompok eksperimen yang mengalami
peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa teknik homeroom efektif dalam meningkatkan
motivasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Rakit Kabupaten Banjarnegara.
Keterampilan komunikasi interpersonal yang diterapkan dalam penelitian ini
dipertimbangkan berdasarkan teori yang telah dipaparkan oleh Weaver (1978) (dalam
Suranto, 2011: 4) mendefinisikan “Interpersonal communication as a dyadic or small group
phenomenon which naturally entails communication about the self”. Pengertian tersebut
berarti bahwa komunikasi interpersonal merupakan interaksi diadik dua orang atau kelompok
kecil yang menunjukkan komunikasi tentang diri sendiri. Teori tersebut sejalan dengan salah
satu cara meningkatkan keterbukaan diri yaitu meningkatkan faktor efek diadik. Efek diadik
yaitu seseorang akan melakukan pengungkapan diri ketika orang lain mengungkapkan dirinya.
Hal tersebut menguatkan komunikasi interpersonal diterapkan dalam penelitian ini karena
komunikasi interpersonal terjadi secara dua arah sehingga saat seseorang mengungkapkan
diri maka orang lain akan mengungkapkan dirinya secara bergantian. Dengan menerapkan
komunikasi interpersonal, siswa saling membuka dirinya dengan siswa lain sehingga mereka
semakin terbuka dengan mengungkapkan perasaan, pemikiran, dan pengalaman mereka.
Komunikasi interpersonal berisi informasi-informasi atau pesan-pesan baik tentang pribadi diri
sendiri maupun pengetahuan lain yang mengakibatkan pertukaran dua arah sehingga siswa
saling melebur menjadi satu dan pada akhirnya membuat siswa saling terbuka satu sama lain
dan keterbukaan diri semakin meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa komunikasi
interpersonal memberikan kontribusi dalam meningkatkan keterbukaan dirisiswa.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
antara kelompok yang diberi treatment yaitu kelompok eksperimen dan kelompok yang tidak
diberi treatment yaitu kelompok kontrol. Hasil tersebut telah menjawab hipotesis dalam
penelitian ini yang sebelumnya telah disebutkan bahwa pemberian treatment berupa
28
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
pelatihan komunikasi interpersonal melalui teknik homeroom dalam bimbingan kelompok
efektif untuk meningkatkan keterbukaan diri siswa.
Berdasarkan hasil penelitian eksperimen yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan
bahwa pemberian treatment berupa pelatihan komunikasi interpersonal melalui teknik
29
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
homeroom dalam bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan keterbukaan diri subjek
penelitian. Hasil penelitian membuktikan bahwa seluruh subjek penelitian dalam kelompok
eksperimen yang berjumlah 10 siswa mengalami peningkatan keterbukaan diri.
Berdasarkan simpulan diatas, dapat dirumuskan beberapa saran berikut. Guru BK dapat
menggunakan teknik bimbingan yang lebih bervariasi seperti homeroom sebagai salah satu
alternatif dalam pemecahan berbagai permasalahan siswa. Teknik homeroom juga dapat dijadikan
wadah Guru BK dalam mengenal lebih jauh keseluruhan siswa. Bagi peneliti selanjutnya disarankan
untuk menerapkan penelitian ini dalam subjek yang lebih luas, sehingga hasilnya datap
digeneralisasikan. Dimungkinkan juga untuk menambahkan sumber lain serta menetapkan teknik
yang berbeda sehingga hasil penelitian akan menjadi semakin variatif.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2005). ManajemenPenelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta
Group Vs Out-Group di dalamkelas pada Siswa Kelas X SMA Swasta Taman Siswa dan MAN
Al-Ikhlas Kecamatan Bah Jambi KabupatenSimalungun. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian dan PKM, 5 (1) : 14.
Nurihsan, A.J. (2005). Strategi LayananBimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Refika Aditama
Prayitno. (1995). LayananBimbingan dan KonselingKelompok (Dasar dan Profil). Jakarta : Ghalia
Indonesia
30
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
Efikasi Diri SebagaiPelatih Pada Mahasiswa. Jakarta Pusat :Kementrian Agama Republik Indonesia,
DirektoratJenderal Pendidikan Islam, Direktorat Pendidikan Tinggi Islam.
Tubbs, S.L., & Moss, S. (2008). Human Communication : Principles and Contexts. New York : McGraw-
Hill
31
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
*rosma.karinna@gmail.com
Abstrak
Nyeri sebagai salah saturespon yang muncul pada pasien post operasidapatmenimbulkandampak yang
tidakadekuat pada pasiensepertipenyembuhanluka yang lama, ketidakpuasanpasien, rawatinap yang
lebih lama, dan meningkatnyabiayaperawatan. Pasien post operasidenganindikasiperawatan di ruang
ICU
seringkalimendapatkanbantuanpernafasandenganventilasimekanikkarenamasihdalampengaruhobatanes
tesiatauterjadidistrespernafasan. Pasiendenganventilasimekanikrentanterhadapfaktor-faktor yang
menimbulkanstres, karenapasientidakdapatmenyesuaikanpernafasandenganventilasimekanik. Kondisi
post operasi juga dapatmenimbulkanreaksiemosionalsehinggamenyebabkanperubahansecarafisik dan
psikologis, sertamencetuskanketidaknyamanan pada pasien. Tujuan
penelitianiniadalahmengeksplorasimanajemennyeri pada pasien post operasidenganventilasimekanik di
ICU, yang dilakukan pada perawat ICU denganindepth interview. Tema yang
dihasilkandalampenelitianiniyaitu : (1) Komponenpengkajiannyeri yang adekuatdilakukanperawat pada
pasien post operasidenganventilasimekanik, (2) Tindakan yang dilakukanperawatdalammanajemennyeri
pada pasien post operasidenganventilasimekanik, (3) Evaluasi dan re-evaluasinyeri yang
dilakukanperawat pada pasien post operasidenganventilasimekanik. Kesimpulan yang
didapatkandalampenelitianiniadalahmanajemennyeri pada pasien post
operasidenganventilasimekanikdilakukandenganmelakukanpengkajiansesuaidenganstandar,
intervensimanajemennyerilebihdominandilakukandenganpemberianterapifarmakologi, evaluasi dan re-
evaluasidilakukansetelahpemberianterapifarmakologi dan nonfarmakologi.
Abstract
Explore study pain management in postoperative patients with mechanical ventilation. Pain as one of
the responses that appears in postoperative patients can cause inadequate effects on patients such as
32
Sastama, G.D.,dkk. (2017). Keefektifan Homeroom untukMeningkatkanKeterbukaan Diri Siswa
SMP. CONSILIUM: Jurnal Program Studi Bimbingan dan Konseling, Vol 5 (1) 2017
long wound healing, patient dissatisfaction, longer hospitalizations, and increased maintenance costs.
Postoperative patients with indications of treatment in the ICU often get respiratory assistance with
mechanical ventilation because they are still under the influence of anesthesia or respiratory distress.
Patients with mechanical ventilation are susceptible to stressful factors, because patients cannot adjust
breathing with mechanical ventilation. Postoperative conditions can also cause emotional reactions that
cause physical and psychological changes, and trigger discomfort in patients. The purpose of this study
was to explore pain management in postoperative patients with mechanical ventilation in the ICU, which
was performed on ICU nurses by indepth interview. The themes produced in this study are: (1) Adequate
pain assessment components are carried out by nurses in postoperative patients with mechanical
ventilation, (2) Actions taken by nurses in pain management in postoperative patients with mechanical
ventilation, (3) Evaluation and re evaluation of pain performed by nurses in postoperative patients with
mechanical ventilation. The conclusion obtained in this study is pain management in postoperative
patients with mechanical ventilation is carried out by conducting studies in accordance with the
standards, pain management interventions are more predominantly carried out by pharmacological
therapy, evaluation and re-evaluation are carried out after administration of pharmacological and non-
pharmacological therapies.
Keywords: pain; pain management; post operation; mechanical ventilation, intensive care unit
191
33
JurnalPerawat Indonesia, Volume 3 No 2, Hal 191-196, November 2019
PersatuanPerawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
192
JurnalPerawat Indonesia, Volume 3 No 2, Hal 191-196, November 2019
PersatuanPerawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
perawat dalam manajemen nyeri pada pasien kolaborasi pemberian terapi farmakologi.
post operasi dengan ventilasi mekanik, (3) Hal ini didasarkan pada pernyataan
evaluasi dan re-assessment nyeri yang partisipan sebagai berikut:
dilakukan perawat pada pasien post operasi “Manajemennyeri pada pasienpost
dengan ventilasi mekanik. operasidenganventilasimekanikseringdil
1. Tema 1 : komponen pengkajian nyeri
akukandengankolaborasipemberiantera
yang adekuat dilakukan perawat pada
pasien post operasi dengan ventilasi pifarmakologi,
mekanik. sedangkantindakanmandiriperawatdeng
Komponen pengkajian nyeri yang anterapi non farmakologi
dilakukanperawat pada pasienpost
operasi dengan ventilasi belummaksimaldilakukan.”(P1)
mekanikdilakukan sesuai
dengan SPO
ataupanduan yang berlaku di
rumahsakitkhususnya ICU. Hal
inididasarkan pada
pernyataanpartisipansebagaiberikut :
“Pengkajiannyeri pada
pasiendenganventilasi mekanik
dilakukan
denganmenggunakan CPOT
sesuai denganSPO
yangada.”(P2)
“Pasiendenganventilasimekaniktidakma
mpu
mengkomunikasikankebutuhannya,
sehinggapengkajiannyeridilakukandeng
anmenggunakanCPOT yang
terdiridaribeberapaparameter
sesuaidenganpanduanyang ada.”(P4)
“Pengkajiannyeridilakukandenganmeng
gunakan CPOT
denganmenilaiperilakupasiensesuaiden
ganindikatorpenilaian.” (P5)
“Manajemennyeri di ICU
lebihdominandilakukandenganpemberi
anobatanalgetikatausedasisesuaideng
anadvisdokter. Selama ini,
implementasimandiri yang
sudahdilakukan perawat
denganmenggunakanteknikrelaksasina
fasdalam dan
distraksidenganmendengarkanmurotta
l.”(P5)
195
JurnalPerawat Indonesia, Volume 3 No 2, Hal 191-196, November 2019
PersatuanPerawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
yang tepat untuk menentukan rencana (2013). Clinical practice guidelines for
keperawatan dan tindakan kolaboratif the management of pain, agitation, and
multidisiplin (Herr et al, 2006). delirium in adult ICU
Evaluasi nyeri secara berkala penting patients.CritCareMed,41,263–
dilakukan dengan frekuensi re- assessment 306.
sesuai dengan kebutuhan pasien. Perawat
melakukan evaluasi ulang nyeri dengan Bouza, C., Garcia, E., Diaz, M., et al. (2007).
interval 8 jam untuk nyeri ringan dan tidak Unplanned extubation in orally
nyeri, 2 jam untuk nyeri sedang, dan setiap intubated medical patients in the
jam untuk nyeri berat (Barr et al., 2013). intensive care unit: a prospective cohort
Manajemen nyeri yang dilakukan study. Heart & Lung J Acute Crit Car,
dengan tepat dapat meningkatkan kualitas 36(4), 270–6.
penangana nyeri sehingga dapat menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas nyeri yang Cade, C.H. (2008). Clinical tools for the
tidak tertangani sehingga dapat menurunkan assessment of pain in sedated
waktu perawatan pada pasien post operasi critically ill adults. Nurs Critical
(Sadikin, 2015). Care,13(6):288– 9.doi:10.1111/j.1478-
5153.2008.00294.x.
Simpulan dan Saran
Pasien dengan ventilasi mekanik Coyer ,F.M., Wheeler, MK., Wetzig, SM., &
rentan terhadap faktor-faktor yang Couchman, BA. (2007). Nursing care of
menimbulkan stres, salah satunya adalah the mechanically ventilated patient:
ketidaknyamanan yang disebabkan karena What does the evidence say. Part two.
pasien tidak dapat menyesuaikan pernafasan Intensive Crit Care Nurs, 23(2):71–80.
dengan ventilasi mekanik. Kondisi pasca
pembedahan merupakan faktor yang dapat Chacko, J., Raju, H., Singh, M., et al. (2007)
menimbulkan ketidaknyamanan karena nyeri Critical incidents in a multidisciplinary
akibat trauma jaringan, dimana kondisi intensive care unit. Anaesth Intens Care,
tersebut mempengaruhi fungsi fisik, psikis, 35(3), 382–6.
dan emosional pada individu, dan dapat
menyebabkan respon stres. De Lassence, A., Alberti, C., Azoulay, É., et al.
Manajemen nyeri pada pasien post (2002). Impact of unplanned extubation
operasi dengan ventilasi mekanik dipengaruhi and reintubation after weaning on
oleh beberapa faktor antara lain komponen nosocomial pneumonia risk in the
pengkajian nyeri yang adekuat dilakukan intensive care unita prospective
perawat pada pasien post operasi dengan multicenter study. J Am Soc Anesthe,
ventilasi mekanik, tindakan yang dilakukan 97(1), 148–56.
perawat dalam manajemen nyeri pada pasien
post operasi dengan ventilasi mekanik, dan Gelinas, C., Fillion, L., Puntillo, K., Viens, C.,
evaluasi dan re-assessment nyeri yang Fortier M., & City Q. (2006). Validation
dilakukan perawat pada pasien post operasi of the Critical Care Pain. American
dengan ventilasimekanik. Journal of Critical Care,15(4):18–20.
196
JurnalPerawat Indonesia, Volume 3 No 2, Hal 191-196, November 2019
PersatuanPerawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
63-81). Philadephia: Lippincott Williams &Wilkins.
Good, M. (2004). Pain : a balance between analgesia and side effect. Philadelphia: Williams & Wilkins.
Herr, K., Coyne, P., Key, T., Manworren, R., McCaffery, M., & Merkel, S. (2006). Pain assessment in the
nonverbal patient: Position statement with clinical practice recomendations. Pain
Management Nursing, 7,44–52.
Kelly, D., Jacqueline. (2010). The effect of music on postoperative pain and anxiety. Pain Management
Nursing, 11(1), 15-25.
doi:10.1016/j.pmn.2008.12.002.
Kohne, K.M., Hardcastleb, T. (2018). Unplanned extubations in a level one trauma ICU.
Southern African Journal of Anaesthesia
and Analgesia, 24(4), 103–108.
doi.org/10.1080/22201181.2018.148 0192.
Krinsley, J.S., Barone, J.E. (2005). The drive to survive: unplanned extubation in the ICU. (2005). Chest J,
128(2), 560–6.
Mofredj, A., Alaya, S., Tassaioust, K., et al. (2016). Music therapy, a review of the potential therapeutic
benefits for the critically ill. Journal of Critical Care, 35,195–199.
Rachmawati, I.N. (2008). Teori analisis nyeri :keseimbangan antara analgesik dan efek samping. J
Keperawatan Indones, 12(2), 129-
136.
doi:http://dx.doi.org/10.7454/jki.v12i 2.211.
Rahu, M., & Grap, M. (2010). Facial expression and pain in the critically ill non-Communicative patient:
state
JurnalPerawat Indonesia, Volume 3 No 2, Hal 191-196, November 2019
PersatuanPerawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
of science review. Intensive Critical Care Nursing, 26:343–52.
Sadikin RDH. Asessment nyeri. Bandung: RSUP Dr. Hasan Sadikin; 2015.
Swieboda, P., Filip, R., Prystupa, A., et al. (2013). Assessment of pain: types, mechanism and
treatment. Ann Agric Environ Med, 1(1), 2-7.
doi:10.1017/CBO9781107415324.0
Wong, H.L.C., Lopez, N.V., & Molassiotis, A. (2001). Effects of music therapy on anxiety in ventilator-
dependent patients. Hear Lung J Acute Crit Care, 30(5), 376- 387.
doi:10.1067/mhl.2001.118302.