Disusun Oleh :
Kelompok IV
2021/2022
Jl. Cut Mutia No. 88A – Kel. Sepanjang Jaya – Bekasi, Telp. (021) 82431375-77
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya kami
bisa menyelesaikan naskah ini, yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Terhadap
Perubahan Psikologis Sosial Dan Spiritual” dan semoga roleplay ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi kita semua.
Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….2
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 3
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………………….........54
4.2 Saran………………………………………………………………………….…......54
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….…...55
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Permasalahan yang dihadapi lansia memerlukan pemecahan sebagai upaya untuk
menyesuaikan diri atau beradaptasi terhadap masalah dan tekanan yang menimpa mereka.
Konsep untuk memecahkan masalah ini disebut dengan mekanisme koping. Koping
dilakukan untuk menyeimbangkan emosi individu dalam situasi yang penuh tekanan.
Koping merupakan reaksi terhadap tekanan yang dibutuhkan lansia untuk memecahkan,
mengurangi, dan menggantikan kondisi yang penuh tekanan.
Dukungan sosial bagi lansia sangat diperlukan selama lansia masih mampu
memahami makna dukungan sosial tersebut sebagai penyokong atau penopang
kehidupannya. Sehingga meskipun ia telah menerima dukungan sosial tetapi masih saja
menunjukkan adanya ketidakpuasan, yang ditampilkan dengan perilaku yang maladaptif
seperti, kecewa, kesal dan perilaku menyimpang lainnya. Dukungan sosial dari keluarga
merupakan segala bentuk perilaku dan sikap positif yang diberikan keluarga kepada salah
satu anggota keluarga yang lansia. Dukungan keluarga memegang peranan penting dalam
menentukan bagaimana mekanisme koping yang akan ditunjukkan oleh lansia. Adanya
dukungan dari keluarga dapat membantu lansia menghadapi masalahnya. Dari
permasalahan tersebut penyusun akan membahas dalam makalah ini dengan batasan
pengertian Sosial, peran sosial lansia, dan asuhan keperawatan terkait masalah sosial
lansia.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
6
masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat
menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial,
yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada
orang lain.
b. Penurunan fungsi dan potensi seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti : gangguan jantung, gangguan
metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya
prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu
makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi,
golongan steroid, tranquilizer.
c. Perubahan aspek psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi
dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik
(konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti
gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang
cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, terdapat perubahan
tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut :
1. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini
tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa
lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada
dirinya.
3. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini
biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga
selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan
hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana,
apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya.
7
5. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang
lain atau cenderung membuat susah dirinya.
d. Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan
ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari
tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun
sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,
kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun
lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada
point tiga di atas.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi
masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk
menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif.
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya
sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang
selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam
menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah
pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan
sebagainya.
C. Perubahan Psikologis Yang Sering Muncul
a. Depresi
1. Pengertian
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu rnakan, psikomotor, konsentrasi,
keielahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.
2. Penyebab depresi pada lanjut usia
Depresi pada lansia merupakan permasalahan kesehatan jiwa (mental
health) yang serius dan kompleks, tidak hanya dikarenakanaging process
tetapi juga faktor lain yang saling terkait. Sehingga dalam mencari penyebab
depresi pada lansia harus dengan multiple approach. Ada 5 pendekatan yang
dapat menjelaskan terjadinya depresi pada lansia yaitu :
8
- Pendekatan psikodinamik
Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan mencintai dan
dicintai, rasa aman dan terlindung, keinginan untuk dihargai, dihormati
dan lain-lain. Seseorang yang kehilangan akan kebutuhan afeksional
tersebut (loss of love object) dapat jatuh dari kesedihan yang dalam.
Sebagai contoh seorang kehilangan orang yang dicintai (terhadap suami
atau istri yang meninggal), kehilangan pekerjaan/jabatan dan sejenisnya
akan dan menyebabkan orang itu mengalami kesedihan yang mendalam,
kekecewaan yang diikuti oleh rasa sesal, bersalah dan seterusnya, yang
pada gilirannya orang akan jatuh dalam depresi.
- Pendekatan perilaku belajar
Salah satu hipotesis untuk menjelaskan depresi pada lansia adalah
individu yang kurang menerima hadiah (reward) atau penghargaan dan
hukuman (punishment) yang lebih banyak dibandingkan individu yang
tidak. Dampak dari kurangnya hadiah dan hukuman yang lebih banyak
ini mengakibatkan lansia merasakan kehidupan yang kurang
menyenangkan, kecenderungan memiliki self-esteem yang kurang dan
mengembangkan self-concept yang rendah. Hadiah dan hukuman
bersumber dari lingkungan (orang-orang dan peristiwa sekitar) dan dari
diri sendiri.
- Pendekatan kognitif
Seseorang yang mengalami depresikarena memiliki kemapanan
kognitif negatif (negative cognitive sets) untuk menginterpretasikan diri
sendiri, dunia dan masa depan mereka. Masalah utam pada lansia yang
depresi adalah kurangnya rasa percaya diri (self-confidence) akibat
persepsi diri yang negative. Negative cognitive sets digunakan individu
secara otomatis dan tidak menyadari adanya distorsi pemikiran dan
adanya interpretasi alternative yang lebih positif, sehingga menyebabkan
tingkat aktifitas berkurang karena merasa tidak ada alasan berusaha.
- Pendekatan humanistik – eksitensial
Teori humanistic dan eksistensial berpendapat bahwa depresi terjadi
karena adanya ketidakcocokan antara reality self dan ideal self. Individu
yang menyadari jurang yang dalam antara reality self dan ideal self dan
tidak dapat dijangkau, sehingga menyerah dalam kesedihan dan tidak
9
berusaha mencapai aktualisasi diri. Menyerah merupakan factor yang
penting terjadinya depresi. Individu merasa tidak ada lagi pilihan dan
berhenti hidup sebagai seeorang yang real. Pada lansia yang gagal untuk
bereksistensi diri menyadari bahwa mereka tidak mau berada pada
kondisinya sekarang yang mengalami perubahan dan kurang mampu
menyesuaikan diri, sehingga kehidupan fisik mereka segera berakhir.
Kegagalan bereksistensi ini merupakan suatu kematian simbolis sebagai
seseorang yang real.
- Pendekatan fisiologis
Teori fisiologis menerangkan bahwa depresi terjadi karena aktivitas
neurologis yang rendah (neurotransmiter norepinefrin dan serotonin)
pada sinaps-sinaps otak yang berfungsi mengatur kesenangan.
Neurotransmitter ini memainkan peranan penting dalam fungsi
hypothalamus, seperti mengontrol tidur, selera makan, seks dan tingkah
laku motor sehingga seringkali seseorang yang mengalami depresi
disertai dengan keluhan-keluhan tersebut.
b. Berduka cita
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan. Periode duka cita merupakan suatu periode yang sangat rawan bagi
seorang penderita lanjut usia. Meninggalnya pasangan hidup, seorang teman
dekat atau bahkan seekor hewan yang sangat disanyangi bias mendadak
memutuskan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang lansia, yang
selanjutnya akan memicu terjadinya gangguan fisik dn kesehatannya.
Periode 2 tahun pertama setelah ditinggal mati pasangan hidup atau teman
dekat tersebut merupakan periode yang sangat rawan. Pada periode ini orang
tersebut justru harus dibiarkan untuk dapat mengekspresikan dukacita tersebut.
Sering diawali dengan perasaan kosong, kemudian diikuti dengan menangis dan
kemudian suatu periode depresi. Depresi akibat duka-cita pada usia lanjut
biasanya tidak bersifat self limiting. Dokter atau petugas kesehatan harus
memberi kesempatan pada episode tersebut berlalu. Diperlukan pendamping yang
dengan penuh empati mendengarkan keluhan, memberikan hiburan dimana perlu
dan tidak membiarkan tiap episode berkepanjangan dan berjalan terlalu berat.
Apabila upaya diatas tidak berhasil, bahkan timbul depresi berat, konsultasi
10
psikiatrik mungkin diperlukan, dengan kemungkinan diberikan obat anti
depresan.
c. Kesepian
Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seseorang lanjut usia pada
saat meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya sendiri
saat itu juga mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnya menderita
berbagai penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik,
terutama gangguan pendengaran.
11
B. Peran Sosial Lansia Di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan
kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya
dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang
bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain
dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung
diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis
bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung
karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat
umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara
karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan
pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali
menjadi terlantar.
C. Pengaruh Masalah Sosial Budaya Pada Lansia
Hubungan antara faktor sosial budaya dan pelayanan kesehatan pada lansia
sangatlah penting untuk di pelajari khususnya bagi tenaga kesehatan. Bila suatu
informasi kesehatan yang baru akan di perkenalkan kepada masyarakat haruslah di
barengi dengan mengetahui terlebih dahulu tentang latar belakang sosial budaya yang
dianut di dalam masyarakat tersebut. Sikap budaya terhadap warga usia lanjut
mempunyai implikasi yang dalam terhadap kesejahteraan fisik maupun mental
mereka. Pada masyarakat tradisional warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan
yang terhormat, sebagai Pinisepuh atau Ketua Adat dengan tugas sosial tertentu
sesuai adat istiadatnya, sehingga warga usia lanjut dalam masyarakat ini masih terus
memperlihatkan perhatian dan partisipasinya dalam masalah - masalah
kemasyarakatan. Hal ini secara tidak langsung berpengurah kondusif bagi
pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental mereka.
12
Permasalahan sosial budaya lansia secara umum yaitu masih besarnya jumlah
lansia yang berada di bawah garis kemiskinan, makin melemahnya nilai kekerabatan
sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan
dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara
fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil, akhirnya kelompok masyarakat
industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan
menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien yang
secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lansia, masih rendahnya kuantitas
tenaga professional dalam pelayanan lansia dan masih terbatasnya sarana pelayanan
pembinaan kesejahteraan lansia, serta belum membudayanya dan melembaganya
kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia .
D. Perubahan Peran Diri Pada Lansia
Orang lansia diharapkan untuk mengurangi peran aktifnya dalam urusan
masyarakat dan sosial. Demikian juga dengan dunia usaha dan profesionalisme. Hal
ini mengakibatkan pengurangan jumlah kegiatan yang dapat dilakukan oleh lansia,
dan karenanya perlu mengubah beberapa peran yang masih dilakukannya. Karena
sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum lansia, pujian yang mereka
hasilkan dihubungkan dengan peran usia tua bukan dengan keberhasilan mereka.
Perasaan tidak berguna dan tidak diperlukan lagi bagi lansia menumbuhkan perasaan
rendah diri dan kemarahan, yaitu suatu perasaan yang tidak menunjang proses
penyesuaian sosial seseorang.
a. Peran dalam keluarga
Kehidupan dalam keluarga pada usia lanjut yang merupakan hal yang paling
serius adalah keharusan untuk melakukan perubahan peran. Mereka semakin sulit
dari tahun ketahun. Semakin radikal perubahan tersebut dan semakin radikal
perubahan tersebut dan semakin berkurang prestise peran tersebut, maka semakin
besar pula penolakan terhadap perubahan. Pria atau wanita yang telah terbiasa
dengan peran sebagai kepala keluarga akan menemukan kesulitan untuk hidup
bergantung dirumah anaknya. Seperti juga halnya dengan pria yang memperoleh
kedudukan dan prestise serta tanggung jawab dalam dunia kerjanya, merasa akan
sulit menghadapi fakta sebagai pembantu istrinya apabila sudah pensiun. Peran
ini dirasakan akan menghilangkan otoritas dan kejantanannya.
13
b. Peran dalam sosial ekonomi
Walaupun mereka sudah mempersiapkan diri untuk pensiun, tetapi lansia
menghadapi masalah yang oleh Erikson disebut krisis identitas (identity crisis),
yang tidak sama dengan krisis identitas yang dihadapi dimasa dewasanya, pada
waktu mereka kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak dan kadang-
kadang sebagai orang dewasa. Krisis identitas yang menimpa orang setelah
pensiun adalah sebagai akibat untuk melakukan perubahan peran yang drastis dari
seseorang yang sibuk dan penuh optimis, menjadi seorang pengngangur yang
tidak menentu. Dan lebih lebih lanjut lagi bahwa perubahan terhadap kebiasaan
dan pola yang sudah mantap yang telah dilakukan sepanjang hidup yang pernah
dialaminya, sering mengakibatkan perasaan yang traumatik bagi lansia.
c. Peran dalam sosial masyarakat
Sebagian besar tugas perkembangan usia lanjut lebih banyak berkaitan dengan
kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Orang tua
diharapkan untuk menyesuaiakan diri dengan menurunkan kekuatan, dan
menurunnya kesehatan secara bertahap. Hal ini sering diartikan sebagai perbaikan
dan perubahan peran yang pernah dilakukan didalam maupun diluar rumah.
Mereka juga diharapkan untuk mencari kegiatan untuk menganti tugas-tugas
terdahulu yang menghabiskan sebagian besar waktu dikala masih muda dahulu.
Bagi beberapa lansia berkewajiban mengikuti rapat yang meyangkut kegiatan
sosial dan kewajiban sebagai warga negara sangat sulit dilakukan karena
kesehatan dan pendapatan yang menurun setelah mereka pensiun. Akibat dari
menurunnya kesehatan dan pendapatan, maka mereka perlu menjadwalkan dan
menyusun kembali pola hidup yang sesuai dengan keadaan saat itu, yang berbeda
dengan masa lalu.
E. Masalah Yang Sering Muncul
a. Harga diri rendah
Merupakan semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan tentang dirinya dan
mempengaruhi orang lain. Tanda dan gejala harga diri rendah yaitu
mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimis,
penurunan produktifitas, penolakan terhadap kemampuan diri.
14
b. Ansietas
Kecemasan adalah sebuah reaksi singkat alami terhadap kejadian yang
membuat stres, namun kecemasan bisa berlanjut menjadi kondisi kesehatan
mental jika individu tersebut tidak berdaya dan tidak mampu berhenti
mengkhawatirkan situasi atau kejadian sepele, yang berakibat pada terganggunya
aktivitas pada kehidupan sehari-hari. Beberapa gejala umum adalah :
- Gejala fisik
Serangan panik, muka memerah dan dingin, jantung berdebar kencang,
berkeringat, mual, gemetar, dada tercekat, dan gelisah.
- Gejala psikologis
Ketakutan yang berlebihan, khawatir, sulit untuk berkonsentrasi, terlalu
banyak berpikir, dan selalu berpikir akan ada bencana.
- Perilaku
Menghindari masalah yang membuat individu merasa cemas, menarik diri
dari kegiatan yang sebelumnya disukai.
15
B. Karakteristik Spiritualitas
a. Hubungan dengan diri sendiri (kekuatan dalam atau/dan self-reliance)
- Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya).
- Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa depan,
ketenangan pikiran, harmoni/keselarasan dengan diri sendiri).
b. Hubungan dengan alam harmonis
- Mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, dan iklim.
- Berkomunikasi dengan alam (bertanam dan berjalan kaki), mengabadikan,
dan melindungi alam.
c. Hubungan dengan orang lain (harmonis/suportif)
- Berbagi waktu, pengetahuan, dan sumber secara timbal balik.
- Mengasuh anak, orangtua, dan orang sakit.
- Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat, dan lain-lain).
Bila tidak harmonis akan terjadi :
- Konflik dengan orang lain.
- Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
d. Hubungan dengan ketuhanan (Agamis atau tidak agamis)
- Sembahyang/berdoa/meditasi.
- Perlengkapan keagamaan.
- Bersatu dengan alam.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Spiritual
a. Tahap perkembangan
Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus
memiliki beberapa kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai mengerti spiritual
dan menggali suatu hubungan dengan yang Maha Kuasa. Hal ini bukan berarti
bahwa spiritual tidak memiliki makna bagi seseorang.
b. Peranan keluarga penting dalam perkembangan spiritual individu
Tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan agama, tapi
individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku
keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan dunia
pertama dimana individu mempunyai pandangan, pengalaman tehadap dunia
yang diwarnai oleh pengalaman dengan keluarganya.
16
c. Latar belakang etnik dan budaya
Sikap serta keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan
sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan
spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama,
termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai
bentuk kegiatan keagamaan.
d. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi
Spiritual sesorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang
mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut. Peristiwa dalam kehidupan
seseorang dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia
menguji imannya.
e. Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual seseorang. Krisis
sering dialami ketika seseorang menghadi penyakit, penderitaan, proses
spenuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada pasien dengan
penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan
dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat
fiskal dan emosional.
f. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu
merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial.
Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain tidak dapat menghadiri
acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan
keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat
diinginkan.
g. Isu moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan
untuk menunjukan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang menolak
intervensi pengobatan.
17
D. Perkembangan Spiritual Pada Lansia
Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk
kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti
nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena
pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara, sahabat)
menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang
lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan,
berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat menerima
kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan.
E. Penyesuaian- Penyesuaian Pada Lanjut Usia
a. Penyesuaian terhadap masalah kesehatan
Setelah orang memasuki lanjut usia umumnya mulai dihinggapi adanya
kondisi fisik yang bersifat patologis berganda, misalnya tenaga berkurang, kulit
makin keriput, gigi mulai rontok, tulang makin rapuh, dan lain-lain. Adapun
perubahan fisik yang dialami meliputi seluruh sistem tubuh yakni sistem
pendengaran, penglihatan, persarafan, dan sistem tubuh lainya.
b. Penyesuaian pekerjan dan masa pension
Sikap kerja sangat penting bagi semua tingkat usia terutama usia lanjut karena
sikap kerja ini tidak hanya kualitas kerja yang mereka lakukan tetapi juga
sikapnya terhadap masa pensiun yang akan dating. Masa pensiun seringkali
dianggap sebagai suatu kondisi yang tidak menyenangkan sehingga menjelang
masa tiba mereka merasa cemas pada kehidupan yang akan dihadapinya. Oleh
karena itu, sebagian lanjut usia umumnya kurang menikmati masa tua dengan
hidup santai, namun sebaliknya mengalami masalah kejiwaan maupun fisik.
c. Penyesuaian terhadap berbagai perubahan dalam keluarga
Penyesuaian yang dihadapi lanjut usia diantaranya hubungan dengan
pasangan, perubahan perlaku, seksual dan sikap sosialnya, dan status ekonomi.
Khususnya aspek sosial pada lanjut usia yang pada umumnya mengalami
penurunan fungsi tubuh sering menimbulkan keterasingan. Dari segi ekonomi,
pendapatan yang diperoleh lanjut usia akan berkurang karena tidak memiliki
pekerjaan lagi. Selain itu, lanjut usia akan merasa sulit untuk menyesuaikan diri
dengan permasalahan keuangan karena menyadari kecilnya kesempatan untuk
memecahkan masalah tersebut.
18
d. Penyesuaian terhadap hilangnya pasangan dan orang yang dicintai
Penyesuaian utama yang harus dilakukan oleh lanjut usia adalah penyesuaian
yang dilakukan karena kehilangan pasangan hidup. Kehilangan tersebut dapat
disebabkan oleh kematian atau penceraian. Kondisi ini mengakibatkan gangguan
emosional dimana lanjut usia akan merasa sedih akibat kehilangan orang yang
dicintainya.
F. Masalah Yang Sering Muncul
a. Distress spiritual
1. Definisi
Distress spiritual adalah hambatan kemampuan untuk mengalami dan
mengintegrasikan makna dan tujuan dalam hidup melalui hubungan dengan diri
sendiri, orang lain, musik, seni, buku, alam, ataupun dengan Tuhan Yang Maha
Esa.
2. Hubungan dengan diri sendiri
- Marah.
- Rasa bersalah.
- Koping buruk.
- Mengekspresikan kurangnya : penerimaan, semangat memaafkan diri
sendiri, harapan, cinta.
- Makna dan tujuan hidup.
- Kedamaian dan ketentraman.
3. Hubungan dengan orang lain
- Mengungkapkan pengasingan.
- Menolak interaksi dengan orang terdekat.
- Menolak interaksi dengan pembimbing spiritual.
4. Hubungan dengan seni, musik, buku, alam
- Tidak tertarik pada alam.
- Tidak tertarik membaca literature keagamaan.
- Ketidakmampuan mengekspresikan status kreativitas yang dahulu
(Bernyanyi, dan mendengarkan music serta menulis).
5. Hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa
- Mengungkapkan di tinggalkan.
- Mengungkapkan marah terhadap Tuhan.
- Mengungkapkan keputusasaan.
19
- Mengungkapkan penderitaan.
- Ketidakmampuan mengintropeksi diri atau menilik diri.
- Ketidakmampuan mengalami transendensi diri.
- Ketidakmampuan berpartisipasi dalam aktifitas keagamaan.
- Ketidakmampuan berdoa.
- Meminta berteman dengan pembimbing spiritual.
- Perubahan mendadak pada praktik spiritual.
b. Risiko distress spiritual
1. Definisi
Risiko distress spiritual adalah berisiko terhadap hambatan
kemampuan untuk mengalami dan megintrasikan makna dan tujuan dan tujuan
dalam hidup melalui hubungan diri sendiri, orang lain, seni, musik, buku,
alam, ataupun dengan Tuhan yang Maha Esa.
2. Faktor risiko
- Perkembangan : Perubahan hidup.
- Lingkungan : Perubahan lingkungan, dan bencana alam.
- Fisik : Penyakit kronik, penyakit fisik, dan penyalahgunaan zat.
- Psikososial : Ansietas, kendala untuk mengalami cinta, perubahan pada
ritual keagamaan, perubahan pada praktik spiritual, konflik budaya, depresi,
ketidakmampuan untuk memaafkan, kehilangan, harga diri rendah, konflik
ras, pemisahan dari sistem dukungan, stres.
20
BAB III
TINJAUAN KASUS
21
3.2 Langkah-Langkah Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Usia : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. Rekam Medis : 123
Tanggal Pengkajian : Rabu, 07-Mei-2021
Diagnosa Medis : Hipertiroidisme
b. Penanggung Jawab
Nama : Tn. A
Usia : 68 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Hubungan Dengan Klien : Suami Pasien
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Didapatkan hasil pengkajian pasien, pada tanggal 07-Mei-2021 pukul
10.00 WIB, bahwa pasien bernama Ny.A (65 tahun) sedang dalam
pemulihan Hipertiroidisme yang sudah kategori kronis. Keluarga
mengatakan bahwa ada benjolan di leher Ny.A dan semenjak itu
emosional menjadi tidak terkontrol, keluarga juga mengatakan pasien
selalu menghindari melihat atau menyentuh benjolannya dan menjadikan
Ny.A selalu tidak mau bersosialisasi.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Didapatkan hasil pemeriksaan fisik bahwa pasien nampak nodul tiroid,
nampak sering menangis, nampak putus asa, nampak insomnia, nampak
anoreksia dan BB turun drastic. Adapun hasil pemeriksaan TTV, Suhu
, , Nadi menit , Napas menit, dan TD
mmHg.
22
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan bahwa dirinya belum pernah mengalami gejala
penyakit ini sebelumnya, namun mempunyai riwayat hipertensi dan kini
masih dalam tahap obat resep dokter.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada salah satu keluarga yang mengalami
gejala atau penyakit yang sama dengan pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran Umum : Compos Mentis
b. Tanda Tanda Vital
Suhu : 36,6◦C
N : 88x/menit
RR : 22x/menit
TD : 160/90mmHg
c. BB/TB : 50.0 Kg / 150.1 Cm
d. Data Diagnostik
SDM : 3,5 X 106ml
Hb : 10,5 g/I
Ht : 35 %
e. Head To Toe
Kepala
Inspeksi : Mesocepal, (+) alopesia, lensa keruh dan terdapat uban.
Palpasi : Tidak ada edema dan terdapat nyeri tekan.
Mata
Inspeksi : Simetris, konjungtiva anemis, dan sclera ikterik.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Muka
Inspeksi : Simetris, keriput, dan hyperpigmentasi.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Hidung
Inspeksi : Simetris, tidak ada polip dan tidak ada secret.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan sinusitis.
23
Telinga
Inspeksi : Simetris, dan terdapat serumen.
Palpasi : Tidak ada edema dan nyeri tekan.
Mulut
Inspeksi : Mukosa mulut kering, pucat, dan (+) bruxism.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan (stomatitis).
Leher
Inspeksi : Nampak nodul tiroid dan nampak hyperpigmentasi.
Palpasi : Pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugulari.
Thoraks (Dada)
Inspeksi : Normochest, dan retraksi (-).
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi : Suara resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler pada seluruh lapang paru.
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 midclavikula sinistra.
Perkusi : Pekak.
Auskultasi : Irama jantung teratur.
Abdomen
Inspeksi : Nampak asites dikuadran kanan atas.
Auskultasi : BU (+) normal.
Palpasi : Hepar dan limpe tidak teraba.
Perkusi : Tympani.
Ektemitas
Ektermitas atas
- Inspeksi :
Simetris, turgor kulit buruk dan kriput, capillary refile <2 detik dan
akral hangat.
- Palpasi :
Tidak ada edema, dan terdapat nyeri tekan.
24
Ekstremitas bawah
- Inspeksi :
Simetris, turgor kulit buruk dan keriput, serta terdapat kelemahan
otot.
- Palpasi :
Tidak ada edema, dan terdapat nyeri tekan.
f. Pemeriksaan Kelamin
Genetalia :
Bersih, tidak ada kelainan pada genetalia, personal hygiene baik.
Anus :
Anus pasien bersih, dan tidak ada bercak–bercak di sekitarnya.
g. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Otot pasien lemah, sedikit merasa nyeri tangan sebelah kanan karena
dipasang infus.
25
Pertanyaan tahap II
- Keluhan lebih dari 3 bulan/lebih dari 1 kali dalam 1 bulan?
Tidak.
- Ada masalah atau banyak pikiran?
Klien sering memikirkan keadaan cucu dan anak-anaknya.
- Ada gangguan/masalah dengan keluarga klien?
Tidak.
- Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter?
Tidak menggunakan obat.
- Cenderung mengurung diri?
Klien cenderung mengurung diri (lebih suka di kamar daripada di
luar).
b. Psikososial
Kondisi psikososialnya buruk (klien tidak bersahabat), akan tetapi
klien cenderung menyendiri dan menarik diri. Orang yang terdekat dengan
klien adalah anak-anak klien dan isteri klien. Personal hygiene klien
nampak kurang diperhatikan oleh dirinya sendiri maupun oleh
keluarganya.
c. Ritual dan Ibadah (Spiritual)
Pasien selama hidup tidak pernah melakukan ibadah, tapi Ny.A
semenjak sakit bertaubat dan melakukan ibadah sholat dan berdzikir.
Tidak ada nilai- nilai yang berkesehatan pada klien dilihat dari aktivitas
agama yang di lakukan klien.
26
dan satu fungsi yang lain.
E. Mandiri kecuali mandi, berpakaian,
ke toilet, dan salah satu fungsi yang lain.
F. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet,
berpindah dan salah satu fungsi yang lain.
G. Ketergantungan semua fungsi di atas.
H. Lain-lain.
b. Bartel Indeks
Dengan Keterangan
No. Kriteria Mandiri
Bantuan
Frekuensi : 3x sehari.
Frekuensi : Sering.
27
9. Mengenakan pakaian 5 Dipakaikan oleh perawat.
Total Score : 70
Klien Ketergantungan Sebagian.
Jadi bartel indeks klien, termasuk kategori :
- Mandiri : 130.
- Ketergantungan sebagian : 65-125.
- Ketergantungan total : < 60.
28
X 9 Sebutkan nama ibu anda ?.
1. Orientasi 5 3 o Tanggal
o Hari
o Bulan
29
Sebutkan nama 3 objek oleh pemeriksa
masing-masing 1 detik kemudian minta klien
untuk menyebutkan ulang ketiga objek
2. Registrasi 3 3 tersebut ?
o Objek .....
o Objek .....
o Objek .....
Minta klien untuk memulai angka 100
dikurangi 7 sampai 5 kali/tingkat
o 93
Perhatian dan
3. 5 5 o 86
kalkulasi
o 79
o 72
o 65
Minta klien untuk mengingat objek pada
nomor 2 (registrasi) dan nilai 1 poin untuk
4. Mengingat 3 3 jawaban benar untuk masing-masing objek
30
Minta klien untuk mengikuti perintah yang
terdiri dari 3 langkah :
“ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan
taruh dilantai”
Total Nilai 30 23
Total Score :
- Aspek kognitif dan fungsi mental baik : jika total skor > 23.
- Kerusakan aspek fungsi mental ringan : jika total skor 18-22.
- Terdapat kerusakan aspek fungsi : jika total skor < 17 mental berat.
31
8. Pengkajian Status Mental Gerontik
Nilai 1 : Jika klien menunjukkan kondisi di bawah ini
Nilai 0 : Jika klien tidak menunjukkan kondisi di bawah ini
32
keluhan vertigo, pusing atau keadaan tidak
stabil. 0
Gaya berjalan dan Minta klien untuk Ragu-ragu tersandung, memegang objek untuk
gerak berjalan ke tempat dukungan.
yang ditentukan 1
33
Berbalik Berhenti sebelum berbalik, jalan sempoyongan,
bergoyang, memegang obyek untuk dukungan. 1
Total Score : 11
- 0-5 : Resiko jatuh rendah.
- 6-10 : Resiko jatuh sedang.
- 11-15 : Resiko jatuh tinggi.
34
I. Data Fokus
35
b. Ektemitas
Ektermitas atas
- Inspeksi :
Simetris, turgor kulit buruk dan kriput,
capillary refile <2 detik dan akral hangat.
- Palpasi :
Tidak ada edema, dan terdapat nyeri tekan.
Ekstremitas bawah
- Inspeksi :
Simetris, turgor kulit buruk dan keriput,
serta terdapat kelemahan otot.
- Palpasi :
Tidak ada edema, dan terdapat nyeri tekan.
c. Leher
- Inspeksi :
Nampak nodul tiroid dan nampak
hyperpigmentasi.
- Palpasi :
Pembesaran kelenjar tiroid dan vena
jugulari.
15. Psikologis social dan spiritual
- Pengalaman dan emosi
Pasien merasa banyak berbuat dosa selama
hidupnya, pasien merasa bahwa Allah SWT
memberikan sakit karena ia merasa berlumuran
dosa dan pasien takut menghadapi
kematiaannya serta pasien merasa takut
terhadap apa yang akan ia hadapi.
Masalah emosisonal klien : (+)
- Psikososial
Kondisi psikososialnya buruk (klien tidak
bersahabat), akan tetapi klien cenderung
menyendiri dan menarik diri. Orang yang
terdekat dengan klien adalah anak-anak klien
36
dan isteri klien. Personal hygiene klien nampak
kurang diperhatikan oleh dirinya sendiri
maupun oleh keluarganya.
- Ritual dan ibadah (spiritual)
Pasien selama hidup tidak pernah melakukan
ibadah, tapi Ny.A semenjak sakit bertaubat dan
melakukan ibadah sholat dan berdzikir. Tidak
ada nilai- nilai yang berkesehatan pada klien
dilihat dari aktivitas agama yang di lakukan
klien.
37
II. Analisa Data
DO :
1. Nampak nodul tiroid.
2. Nampak kontak mata kurang.
3. Nampak perilaku pasif.
4. Nampak menghindari/menyentuh bagian leher.
5. Nampak focus berlebihan pada perubahan tubuh (proses tua).
6. Hasil TTV
Suhu : ,
Nadi : 88 x/menit
Napas : 22 x/menit
TD : 160/90mmHg
7. Pemeriksaan fisik
a. Muka
- Inspeksi :
Simetris, keriput, dan hyperpigmentasi.
- Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan.
38
b. Ektemitas
Ektermitas atas
- Inspeksi :
Simetris, turgor kulit buruk dan kriput, capillary refile
<2 detik dan akral hangat.
- Palpasi :
Tidak ada edema, dan terdapat nyeri tekan.
Ekstremitas bawah
- Inspeksi :
Simetris, turgor kulit buruk dan keriput, serta
terdapat kelemahan otot.
- Palpasi :
Tidak ada edema, dan terdapat nyeri tekan.
c. Leher
- Inspeksi :
Nampak nodul tiroid dan nampak hyperpigmentasi.
- Palpasi :
Pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugulari.
8. Psikologis social dan spiritual
- Psikososial
Kondisi psikososialnya buruk (klien tidak bersahabat),
akan tetapi klien cenderung menyendiri dan menarik diri.
Orang yang terdekat dengan klien adalah anak-anak klien
dan isteri klien. Personal hygiene klien nampak kurang
diperhatikan oleh dirinya sendiri maupun oleh
keluarganya.
39
DS : Kondisi Penyakit Distress Spiritual
1. Pasien mengeluh bahwa hidupnya tidak merasa tenang. Kronis
2. Pasien mengatakan bahwa Allah SWT memberikan sakit
karena ia merasa berlumuran dosa dan merasa takut
menghadapi kematian.
3. Pasien mengeluh tidak dapat menerima masa tuanya.
4. Keluarga mengatakan Ny.A emosionalnya menjadi tidak
terkontrol.
DO:
1. Nampak sering menangis.
2. Nampak merasa bersalah pada Tuhan.
3. Nampak menolak berinteraksi dengan orang terdekat.
4. Psikologis social dan spiritual
- Ritual dan ibadah (spiritual)
Pasien selama hidup tidak pernah melakukan ibadah, tapi
Ny.A semenjak sakit bertaubat dan melakukan ibadah
sholat dan berdzikir. Tidak ada nilai- nilai yang
berkesehatan pada klien dilihat dari aktivitas agama yang
di lakukan klien.
- Pengalaman dan emosi
Pasien merasa banyak berbuat dosa selama hidupnya,
pasien merasa bahwa Allah SWT memberikan sakit
karena ia merasa berlumuran dosa dan pasien takut
menghadapi kematiaannya serta pasien merasa takut
terhadap apa yang akan ia hadapi.
40
DS : Perasaan Kurang Risiko Harga Diri
1. Keluarga mengatakan bahwa anak-anaknya sibuk bekerja Didukung Orang Rendah Kronis
sehingga pasien tidak ada yang menjaga. Lain
2. Pasien mengatakan benci ketika anak-anaknya tidak bisa
menemaninya.
3. Pasien mengeluh tidak dapat menerima masa tuanya.
DO :
1. Nampak putus asa.
2. Nampak insomnia.
3. Nampak anoreksia.
4. BB turun drastic.
5. Nampak focus berlebihan pada perubahan tubuh (proses tua).
41
B. Diagnosa Keperawatan
42
C. Intervensi Keperawatan
43
Distress Tujuan : Mandiri
spiritual b.d Setelah dilakukan proses suatu 1. Beri ketenangan, penerimaan, dan dukungan
kondisi asuhan keperawatan selama 7x24 saat stress.
penyakit kronis jam diharapkan terjalin hubungan 2. Memfasilitasi perkembangan sikap positif
d.d merasa positif dengan Tuhan. pada situasi tertentu.
bersalah. Kriteria hasil : 3. Gunakan teknik klarifikasi nilai untuk
1. Mampu mengontrol membantu pasien mengklarifikasi keyakinan
kecemasan. dan nilai yang ia yakini.
2. Mampu mengontrol tingkat 4. Jaga privasi dan beri waktu kepada pasien
depresi dan level stress. untuk mengamati praktik keagamaan.
3. Penerimaan atau kesiapan 5. Terbuka terhadap ungkapan pasien tentang
menghadapi kematian. kesepian dan ketidakberdayaan.
4. Mampu beradaptasi terhadap 6. Buat perubahan yang diperlukan pasien
ketidakmampuan fisik. (dukungan keluarga atau orang terdekat).
5. Psikososial penyesuaian : 7. Beri jaminan kepada pasien bahwa perawat
- Menunjukkan harapan arti selalu ada untuk mendukung pasien saat pasien
hidup. merasakan penderitaan.
- Terlibat dalam lingkungan
social. Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan tokoh agama (sesuai agama
dan keyakinan pasien).
44
2. Penyesuaian psikososial Kolaborasi
Respon psikososial adaptif a. Conselling
individu terhadap perubahan Menggunakan proses pertolangan interaktif
bermakna dalam hidup. yang berfokus pada kebutuhan, masalah, atau
3. Mengungkapkan penerimaan perasaan dan orang terdekat untuk
diri komunikasi terbuka. meningkatkan atau mendukung koping dan
pemecahan masalah.
45
D. Implementasi Keperawatan
2. Monitor frekuensi S:
mengkritik dirinya. -
O:
Pasien nampak tidak mengkritik atau menyangkal lagi.
3. Dorong klien S:
mengungkapkan Pasien mengatakan sudah mulai tenang dengan
perasaannya. situasional.
O:
Nampak tidak menarik diri dan berbicara jelas.
4. Jelaskan tentang S:
pengobatan, -
perawatan, kemajuan O:
dan prognosis Pemeriksaan fisik
penyakit. a. Ektemitas
Ektermitas atas
- Inspeksi :
Simetris, turgor kulit lembab dan kriput,
capillary refile <2 detik dan akral hangat.
46
- Palpasi :
Tidak ada edema, dan terdapat nyeri tekan.
Ekstremitas bawah
- Inspeksi :
Simetris, turgor kulit lembab dan keriput,
serta kekuatan otot membaik.
- Palpasi :
Tidak ada edema, dan terdapat nyeri tekan.
b. Leher
- Inspeksi :
Nampak nodul tiroid mengecil dan nampak
hyperpigmentasi.
- Palpasi :
Pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugulari.
6. Fasilitasi lingkungan S:
dan kegiatan yang Pasien mengatakan senang dengan kegiatan kelompok
akan meningkatkan sesama dengan usianya.
harga diri. O:
- Pasien nampak rajin mengikuti kegiatan yang
disediakan.
- Nampak pasien antusias.
7. Kolaborasi dengan S:
dokter dalam -
pemberian obat sesuai O:
indikasi pasien. Pasien menerima obat sesuai indikasi.
47
8. Kolaborasi dengan S:
tim ahli gizi dalam Pasien mengatakan nafsu makan meningkat.
pemberian makanan. O:
Nutrisi nampak meningkat.
Elastisitas <3 detik.
BB tampak meningkat.
Nampak menghabiskan makanan 1 porsi.
2. Memfasilitasi S:
perkembangan sikap Pasien mengatakan senang dengan kegiatan kelompok
positif pada situasi sesama dengan usianya.
tertentu. O:
- Pasien nampak rajin mengikuti kegiatan yang
disediakan.
- Nampak pasien antusias.
S:
3. Gunakan teknik Pasien mengatakan sudah tidak takut lagi dan
klarifikasi nilai untuk menerima ajalnya.
membantu pasien Nampak rasa bersalah berkurang.
mengklarifikasi O:
keyakinan dan nilai Pasien mengungkapkan bahwa penyakit adalah
yang ia yakini. tantangan terhadap keyakinan.
Pasien mampu menjelaskan nilai kehidupan.
48
4. Jaga privasi dan beri S:
waktu kepada pasien -
untuk mengamati O:
praktik keagamaan. Pasien nampak rajin beribadah.
5. Terbuka terhadap S:
ungkapan pasien Pasien mengatakan sudah mau berkomunikasi dengan
tentang kesepian dan orang lain.
ketidakberdayaan. O:
Pasien nampak aktif.
Nampak membuka interaksi dengan orang lain.
Pasien nampak tenang dan ceria.
S:
6. Buat perubahan yang
Keluarga mengatakan sudah menyadari betapa penting
diperlukan pasien
menemani orangtuanya dimasa tua.
(dukungan keluarga
O:
atau orang terdekat).
Keluarga nampak menemani.
Pasien mulai mampu menjawab pertanyaan
perawat/keluarga.
S:
7. Beri jaminan kepada
-
pasien bahwa perawat
O:
selalu ada untuk
Perawat menjalin trust dengan pasien dan keluarga.
mendukung pasien
Pasien nampak nyaman.
saat pasien
merasakan
penderitaan.
S:
8. Kolaborasi dengan
-
tokoh agama (sesuai
O:
agama dan keyakinan
Tokoh agama didatangkan dan keluarga dilibatkan.
pasien)
49
Risiko harga diri rendah 1. Kaji alasan-alasan S:
kronis d.d perasaan dalam menyalahkan Pasien mengatakan mulai memahami tentang
kurang didukung orang diri sendiri. penyakitnya dan rasa takutnya mulai berkurang.
lain. O:
Muka nampak tidak pucat.
Gelisah nampak berkurang.
2. Tunjukkan rasa S:
percaya diri terhadap -
kemampuan pasien. O:
Rasa percaya diri meningkat.
3. Ajarkan keterampilan S:
perilaku yang positif Pasien mengatakan sudah mau berkomunikasi dengan
melalui bermain orang lain.
peran, model peran O:
dan diskusi. Pasien nampak aktif.
Nampak membuka interaksi dengan orang lain.
4. Conselling S:
Menggunakan proses -
pertolangan interaktif O:
yang berfokus pada Perawat melakukan sesuai instruksi.
kebutuhan, masalah,
atau perasaan dan
orang terdekat untuk
meningkatkan atau
mendukung koping
dan pemecahan
masalah.
50
E. Evaluasi Keperawatan
51
- Palpasi :
Tidak ada edema, dan terdapat nyeri tekan.
Ekstremitas bawah
- Inspeksi :
Simetris, turgor kulit lembab dan keriput, serta kekuatan otot membaik.
- Palpasi :
Tidak ada edema, dan terdapat nyeri tekan.
c. Leher
- Inspeksi :
Nampak nodul tiroid mengecil dan nampak hyperpigmentasi.
- Palpasi :
Pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugulari.
A:
Masalah teratasi.
P:
Lanjutkan intervensi.
Distress spiritual b.d S:
kondisi penyakit Pasien nampak percaya adanya Tuhan dan kebaikannya.
kronis d.d merasa Pasien mengatakan sekarang rajin beribadah terutama melaksanakan sholat 5
bersalah. waktu.
Pasien mengatakan senang dengan kegiatan kelompok sesama dengan usianya.
Pasien mengatakan sudah tidak takut lagi dan menerima ajalnya.
Nampak rasa bersalah berkurang.
Pasien mengatakan sudah mau berkomunikasi dengan orang lain.
Keluarga mengatakan sudah menyadari betapa penting menemani orangtuanya
dimasa tua.
O:
Nampak ansietas berkurang.
Pasien kooperatif.
Pasien nampak rajin mengikuti kegiatan yang disediakan.
Nampak pasien antusias.
52
Pasien mengungkapkan bahwa penyakit adalah tantangan terhadap keyakinan.
Pasien mampu menjelaskan nilai kehidupan.
Pasien nampak rajin beribadah.
Pasien nampak aktif.
Nampak membuka interaksi dengan orang lain.
Pasien nampak tenang dan ceria.
Pasien mulai mampu menjawab pertanyaan perawat/keluarga.
Pasien nampak nyaman.
A:
Masalah teratasi.
P:
Lanjutkan intervensi.
Risiko harga diri S:
rendah kronis d.d Pasien mengatakan mulai memahami tentang penyakitnya dan rasa takutnya
perasaan kurang mulai berkurang.
didukung orang lain. Pasien mengatakan sudah mau berkomunikasi dengan orang lain.
O:
Muka nampak tidak pucat.
Gelisah nampak berkurang.
Rasa percaya diri meningkat.
Pasien nampak aktif.
Nampak membuka interaksi dengan orang lain.
A:
Masalah teratasi.
P:
Lanjutkan intervensi.
53
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Meningkatnya jumlah lansia membutuhkan penanganan yang serius karena
secara alamiah lansia itu mengalami kemunduran baik dari fisik, biologis, maupun
mentalnya. Hal ini tidak terlepas dari masalah ekonomi, sosial dan budaya sehingga
perlu adanya peran serta dan dukungan dari keluarga dalam penanganannya. Selain
penyakit degeneratif, masalah psikologis merupakan faktor penting yang dapat
mempengaruhi kehidupan lansia, diantaranya adalah kesepian, keterasingan dari
lingkungan, ketidakberdayaan, ketergantungan, kurang percaya diri, keterlantaran
terutama bagi lansia yang miskin serta kurangnya dukungan dari anggota keluarga.
Hal tersebut dapat mengakibatkan depresi yang dapat menghilangkan kebahagiaan,
hasrat, harapan, ketenangan pikiran dan kemampuan untuk merasakan ketenangan
hidup, hubungan yang bersahabat dan bahkan menghilangkan keinginan menikmati
kehidupan sehari-hari. Sedangkan pada perubahan sosial antara lain terjadinya
penurunan aktivitas, peran dan partisipasi social.
4.2 Saran
1. Untuk Perawat
Saran yang perlu di sampaikan kepada perawat, yaitu harus
mendokumentasikan setiap tindakan yang telah di lakukan. Serta menambah ilmu
pengetahuan tentang berbagai macam penyakit, dalam khusus nya pada kasus
“Perubahan Psikologis Sosial Dan Spiritual Pada Lansia” agar perawat dapat
melakukan implementasi sesuai dengan kebutuhan klien.
2. Untuk Penulis
Kami memahami segala kekurangan yang ada pada karya tulis kami sehingga
kami sangat meng harapkan kritik dan masukan yang membangun guna dalam
penulisan karya tulis selanjutnya kami dapat membuat kaya tulis dengan lebih
baik lagi.
54
DAFTAR PUSTAKA
Abdul., Muhith (2015). Pendidikan Keperawatan Gerontik : Teori dan Aplikasi. Penerbit
Andi 2015
55