Anda di halaman 1dari 30

Accelerat ing t he world's research.

Asuhan Keperawatan Lanjut Usia


Gangguan Sistem Respirasi (PPOK) di
Era Pandemi COVID-
Lilik Pranata

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

ASKEP LANSIA GANGGUAN PERNAPASAN


Rifka A L I Abdullah

LANSIA GERON
bima kart ama

Seminar
monic mit ha
ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA
GANGGUAN SISTEM RESPIRASI “PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF
KRONIK” DENGAN INTERVENSI “PURSHED LIP BREATHING”
DI ERA PANDEMI COVID-19

Oleh :
NOPITA SARI PANJAITAN
1935007

PEMBIMBING :
NS. LILIK PRANATA, S.KEP.,M.KES

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS
PALEMBANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan dengan judul Asuhan
Keperawatan Lanjut Usia Gangguan Sistem Respirasi “Penyakit Paru Obstruktif
Kronik” Dengan Intervensi “Purshed Lip Breathing” di Era Pandemi COVID-19.
Adapun tujuan dari penulisan Asuhan Keperawatan Gerontik ini adalah
sebagai laporan praktik profesi ners melalui perkuliahan daring dikarenakan
COVID-19. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Slamet Santoso Sarwono, MBA., DBA., selaku Rektor Universitas Katolik
Musi Charitas Palembang.
2. Maria Nur Aeni, S.K.M., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Katolik Musi Charitas Palembang.
3. Ns. Bangun Dwi Hardika, S.Kep., M.K.M., selaku Ketua Prodi Ilmu
Keperawatan dan Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Katolik Musi
Charitas Palembang.
4. Ns. Lilik Pranata, M.Kes., selaku Pembimbing pada Stase Keperawatan
Gerontik yang sabar membimbing, membantu, mendidik, meluangkan waktu,
tenaga serta pikiran untuk memberikan saran yang membangun kepada penulis
dalam menyelesaikan laporan Asuhan Keperawatan Gerontik ini.
5. Teman-teman angkatan 2019 Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Katolik Musi Charitas Palembang.
Dalam penyusunan Laporan Asuhan Keperawatan Gerontik ini, Penulis
menyadari masih terdapat banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun cara
penulisan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan dimasa mendatang.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga Laporan Asuhan Keperawatan
Gerontik ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya mahasiwa/i Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Katolik Musi Charitas Palembang.
Palembang, Juni 2020
Penulis

i
DAFTAR ISI
Cover Luar ....................................................................................................... i
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan ........................................................................... 3
C. Manfaat Penulisan ......................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5


A. Konsep Dasar Lanjut Usia............................................................. 5
1. Pengertian Lanjut Usia ............................................................. 5
2. Proses Menua............................................................................ 6
3. Batasan Lansia .......................................................................... 7
4. Perubahan Pada Lansia ............................................................. 8
5. Tugas Perkembangan Lansia .................................................... 9
6. Peran Perawat Gerontik ............................................................ 15

B. Korelasi Lansia dengan Penyakit Covid-19 .................................. 22


1. Korelasi..................................................................................... 22
2. Penatalaksanaan ........................................................................ 23

C. Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruksi Kronik ... 24


1. Pengertian PPOK ...................................................................... 24
2. pengkajian................................................................................. 25
3. Diagnosis .................................................................................. 25
4. Intervensi .................................................................................. 26
5. Implementasi ............................................................................ 27
6. Evaluasi .................................................................................... 27

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 28


A. Kesimpulan.................................................................................... 28
B. Saran .............................................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 29

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses menua (Aging Process) merupakan proses alamiah yang
berlanjut atau terus-menerus dimulai sejak lahir yang dialami oleh setiap
makhluk hidup (Muhith and Siyoto, 2016, p. 17). Menua atau menjadi tua
bukanlah suatu penyakit, melainkan proses berkurangnya daya tahan dalam
menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh (Azizah, 2011, p. 7).
Proses menua menyebabkan terjadinya perubahan struktural pada tubuh
salah satunya pada sistem respirasi yang berpengaruh terhadap jumlah aliran
udara yang mengalir dari dan kedalam paru, otot abdomen yang melemah
menurunkan usaha nafas saat inspirasi dan ekspirasi (Dewi, 2014, p. 38).
Pada lansia terjadi perubahan fisiologis pada sistem pernapasan
yang menyebabkan frekuensi pernapasannya menjadi meningkat.
Menurunnya kapasitas vital paru, recoil paru dan kekuatan otot dinding dada
yang menjadi penyebab meningkatnya frekuensi napas normal menjadi 16-
24 kali permenit (Miller, 2012). Kasus gangguan pernapasan yang paling
banyak ditemui pada lansia adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
dengan penyebab utama rokok dan polutan lainnya.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dapat menyebabkan batuk
disertai wheezing/mengi yang berkepanjangan. Wheezing merupakan bunyi
siulan bernada tinggi akibat aliran udara yang melalui saluran nafas yang
sempit, yang terjadi saat ekspirasi. Wheezing sering ditemukan saat latihan
pada pasien PPOK dan juga muncul ketika terbangun dipagi hari. Lansia
laki-laki lebih berisiko mengalami PPOK karena laki-laki sebanyak 64%
merupakan perokok sedangkan perempuan 4,5%. PPOK ini merupakan
salah satu gejala dari penyakit pernapasan yang tinggi di Indonesia
(Kemenkes RI, 2013, p. 96).

1
2

Penduduk lansia di Indonesia menduduki peringkat ke -4 terbesar


setelah Cina, India dan Amerika Serikat (Muhith and Siyoto, 2016, p. 42).
Pada tahun 2017 mencapai 23,66 juta jiwa (9,03%), diprediksi tahun 2020
Indonesia memasuki ageing population ditandai dengan persentase lansia
yang akan mencapai 10% (Kemenkes, RI, 20) akan meningkat menjadi
27,08 juta jiwa dan pada tahun 2025 diprediksi mencapai 33,69 juta jiwa
(Kemenkes RI, 2013, p. 1). Provinsi Sumatera Selatan menduduki peringkat
ke 14 dengan jumlah penduduk mencapai 7,47% (Pusdatin, 2015, p. 3).
Pravalensi PPOK terus meningkat setiap tahunnya. Menurut
Permenkes RI, 2016 PPOK dialami pada usia >60 tahun yaitu sebanyak
1.809 lansia di Indonesia.PPOK yang terjadi pada lansia jika tidak mendapat
penanganan dengan tepat akan mempengaruhi pernapasan pada lansia yaitu
mengakibatkan perubahan fisiologi pernapasan pada lansia dan
mengakibatkan kerusakan pada alveolar sehingga menyebabkan gangguan
pada proses oksigenisasi anggota seluruh tubuh pada lansia. Penanganan
PPOK yang dialami lansia dapat dilakukan dengan terapi farmakologi
ataupun dengan non farmakologi (Potter and Perry, 2010, p. 245). Terapi
farmakologi adalah tindakan pemberian terapi nebulizer yang merupakan
pemberian obat secara langsung kedalam saluran nafas melalui penghisapan
untuk meningkatkan saturasi oksigen dalam darah dan penurunan frekuensi
pernapasan serta perubahan pola nafas dari rhonci/wheezing menjadi
vesikuler. Salah satu upaya pencegahan dan mengurangi gejala yang timbul
pada PPOK yaitu dengan pengobatan nonfarmakologis melalui edukasi dan
latihan pernapasan salah satunya yaitu Pursed Lip Breathing Exercise.
Teknik latihan pernapasan ini sangat mudah untuk dipraktekan khususnya
dalam keseharian pada lansia.
Teknik Pursed Lip Breathing terbukti efektif menurunkan frekuensi
pernapasan dan meningkatkan pemenuhan oksigen dalam tubuh, ini
dibuktikan dengan hasil penelitian Pamungkas, Ismonah and Arif (2016)
bahwa terdapat perbedaan efektivitas antara pursed lip breathing dan deep
breathing terhadap penurunan frekuensi pernafasan pada pasien PPOK.
3

studi lain yang dilakukan oleh Qamila et al (2019) dengan efektivitas teknik
pursed lips breathing pada pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
dilaporkan hasil penelitiannya teknik PLB efektif menurunkan frekuensi
pernapasan dan meningkatkan pemenuhan oksigenisasi dalam tubuh dan
dalam penelitiannya pemberian latihan dilakukan sebanyak 3x sehari setiap
pagi, siang, dan sore dengan waktu 6-30 menit selama 3 hari berturut-turut.
Berdasarkan uraian diatas lansia yang mengalami PPOK belum
melakukan teknik Pursed Lip Breathing untuk mengurangi gejala
pernapasan khususnya yang sering dialami oleh lansia adalah sesak napas.
Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada
lansia PPOK dengan melakukan intervensi pemberian edukasi dan latihan
pernapasan dengan melakukan teknik Pursed Lip Breathing.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan gerontik pada lansia dengan
gangguan sistem pernafasan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh dan
mengelompokkan data-data serta menganalisa data yang didapat
dari pengkajian pada lansia dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK).
b. Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada
lansia dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
c. Mampu menyusun perencanaan dan implementasi untuk mengatasi
masalah keperawatan yang timbul pada lansia dengan Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
d. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan pada lansia dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK).
4

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Lansia
Asuhan keperawatan gerontik ini dapat memberi informasi terkait
lansia dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Pada lansia
dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat memberikan
manajemen non farmakologi seperti Pursed Lip Breathing untuk
mengurangi gejala dan meningkatkan pemenuhan oksigen dalam tubuh
pada lansia dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
2. Pendidikan Keperawatan
Asuhan Keperawatan Gerontik ini memberikan informasi
pravalensi, konsep teori dan asuhan keperawatan terkait lansia yang
mengalami Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan juga Covid-19
dan diharapkan dapat menjadi bahan diskusi baik dalam proses belajar
mengajar ataupun diluarnya, guna pengembangan dalam melakukan
asuhan keperawatan gerontik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Lanjut Usia


1. Pengertian Lansia
Lansia merupakan tahap akhir perkembangan pada fase
kehidupan manusia, yang ditandai dengan kemunduran fisik, mental
dan sosial secara bertahap (Dewi, 2014, p. 4; Azizah, 2011, p. 1).
Menurut UU No. 13/ Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun.
2. Proses Menua
Proses menua adalah proses dari kemampuan jaringan yang
secara perlahan hilang untuk mengganti diri atau memperbaiki serta
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak mampu
bertahan terhadap penyakit (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Kemenkes RI, 2013, p. 12).
3. Batasan Lansia
Menurut World Health Organization (WHO), batasan usia
lansia sebagai berikut :
a. Middle age (usia pertengahan) : 45-59 tahun
b. Elderly (lanjut usia) : 60-74 tahun
c. Old (lanjut usia tua) : 75-90 tahun
d. Very old (usia sangat tua) : > 90 tahun

5
6

4. Perubahan Pada Lansia


Menurut Dewi, (2014, pp. 15–16) perubahan fisik pada sistem
respirasi atau pernafasan pada lansia adalah sebagai berikut :
a. Cavum Thorak
1) Seiring dengan proses kalsifikasi kartilago, cavum thorak
menjadi kaku.
2) Osteoporosis mengakibatkan postur tubuh bungkuk sehingga
menurunkan ekspansi paru dan membatasi pergerakan thorak.
Selain itu vertebrae thorakalis mengalami pemendekan.

b. Otot bantu Pernafasan


Otot abdomen melemah sehingga menurunkan usaha nafas baik
inspirasi maupun ekspirasi.

c. Perubahan Intrapulmonal
1) Daya recoil paru semakin menurun seiring pertambahan usia
2) Alveoli melebar dan menjadi lebih tipis, dan walaupun
jumlahnya konstan, jumlah alveoli-kapiler, menurunkan area
permukaan fungsional untuk terjadinya pertukaran gas.

Perubahan struktural pada sistem respirasi berpengaruh terhadap


jumlah aliran udara yang mengalir dari dan kedalam paru serta
pertukaran gas ditingkat alveolar. Penurunan daya elastisitas recoil
mengakibatkan volume residu meningkat sehingga basis paru terjadi
respirasi minimal yang menyebabkan peningkatan sisa udara dan
sekresi yang tertinggal diparu. Pola nafas lansia yang dalam, sekunder
akibat perubahan postur, berkontribusi terhadap penurunan aliran
udara. Penurunan kekuatan otot dada berkontirbusi terhadap
menurunnya kemampuan batuk efektif sehingga lansia semakin
berisiko mengalami pneumonia. Pola nafas dalam juga berpengaruh
7

terhadap pertukaran gas, saturasi oksigen menurun. Penurunan fungsi


ini juga menyebabkan penurunan toleransi saat beraktivitas.

5. Tugas Perkembangan Lansia


Lansia memerlukan kesiapan untuk menyesuaikan diri atau
beradaptasi terhadap perkembangan usia lanjut yang dipengaruhi
dengan proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Lansia pada
tahap tumbuh kembang sebelumnya apabila melakukan aktivitas
sehari-harinya dengan baik dan teratur serta mampu membina
hubungan serasi dengan orang-orang sekitarnya maka pada usia lanjut,
lansia tersebut akan tetap melakukan kegiatan yang biasa lansia lakukan
pada tahap perkembangan sebelumnya (Dewi, 2014, pp. 6–7).
Menurut Azizah (2011, pp. 2–3) terdapat tugas perkembangan
lansia yang harus dilaksanakan sebagai berikut.
a. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
Lansia akan mengalami perubahan fisik seiring terjadinya
penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi tubuh.
Penurunan fungsi tubuh yang terjadi pada lansia merupakan hal
yang normal dan bukanlah suatu penyakit. Lansia harus dapat
menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi yaitu
dengan cara mencegah penyakit dengan pola hidup sehat dalam
meningkatkan kesehatan pada lansia.

b. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan


pendapatan.
Lansia perlu menyesuaikan diri dan membuat perubahan
setelah berhenti bekerja atau pensiun dari pekerjaannya.
Hilangnya peran dalam bekerja pada lansia, dapat membuat lansia
mengalami ketergantungan sosial, kewibawaan, finansial dan
peran sosial yang dapat mengakibatkan stress bagi lansia.
Dampak dari pensiun ini lansia harus mengantisipasi dengan cara
8

memiliki rencana kedepan untuk berpartisipasi dalam konsultasi


atau aktivitas sukarela yaitu dengan mencari hobi atau minat baru
dan melanjutkan pendidikannya.
c. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan
Lansia menggantungkan hidupnya dari seorang yang
sangat berarti bagi dirinya. Kehilangan atau kematian pasangan,
anak, dan teman merupakan keadaan yang sulit diselesaikan bagi
lansia. Melalui proses berduka tersebut, dapat membantu lansia
untuk menyesuaikan diri terhadap kehilangan dan lingkungannya.
d. Menerima diri sendiri sebagai lanjut usia
Proses penuaan yang mengakibatkan terjadinya
penurunan fungsi tubuh pada lansia, membuat beberapa lansia
mengalami kesulitan untuk menerima diri sendiri. Lansia dapat
menyangkal penurunan fungsi tersebut dengan memperlihatkan
ketidakmampuannya sebagai koping yaitu dengan cara menolak
meminta bantuan dalam tugas yang menempatkan keamanan
lansia pada resiko yang besar.
e. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup
Beberapa masalah kesehatan mengharuskan lansia untuk
tinggal bersama keluarga atau temannya. Lansia dapat merubah
rencana kehidupannya. Perubahan rencana kehidupan bagi lansia
membutuhkan waktu yang lama untuk penyesuaian selama lansia
memerlukan bantuan dan dukungan profesional keperawatan
kesehatan dan keluarga.
f. Mendefinisikan ulang berhubungan dengan anak yang dewasa
Masalah keterbalikan peran, ketergantungan, konflik,
perasaan bersalah dan kehilangan memerlukan pengenalan dan
penetapan hubungan kembali bagi lansia dengan anak-anaknya
yang telah dewasa.
9

g. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup


Lansia yang pada tahap sebelumnya aktif secara sosial
sepanjang hidupnya merasa relatif mudah untuk bertemu dengan
orang baru dan mendapat minat baru. Lansia harus belajar dalam
menerima aktivitas dan minat baru untuk mempertahankan
kualitas hidupnya.

6. Peran Perawat Gerontik


Menurut Miller dalam Sunaryo et al. (2015, pp. 17–18)
Perawat gerontik melakukan peran dan fungsi dalam praktiknya
sebagai berikut:
a. Care Provider
Perawat berperan sebagai care provider diharapkan
mampu memberikan asuhan keperawatan kepada lansia yang
meliputi pengkajian, intervensi atau tindakan keperawatan,
pendidikan kesehatan dan menjalankan tindakan medis sesuai
dengan tugas yang telah diberikan.
b. Educator
Perawat yang berperan sebagai educator diharapkan
mampu memberikan pengetahuan dan pendidikan kesehatan
yang tepat terkait dengan tindakan medik kepada lansia untuk
membantu dalam meningkatkan kesehatannya.
c. Advocat
Perawat yang berperan sebagai advocat diharapkan
dapat menjadi penghubung antara lansia dan tim kesehatan lain
sebagai upaya dalam pemenuhan kebutuhan lansia yang
diberikan dalam pelayanan kesehatan serta melindungi hak
lansia dalam pelayanan kesehatan, hak privasi, hak informasi
atas penyakitnya dan hak untuk mendapat ganti rugi akibat
kelalaian.
10

d. Counselor
Perawat berperan sebagai counselor diharapkan mampu
sebagai pemberi konseling atau bimbingan tentang masalah
kesehatan yang dialaminya untuk mengidentifikasi perubahan
pola interaksi lansia terhadap keadaan sehat dan sakitnya.
e. Motivator
Perawat berperan sebagai motivator diharapkan mampu
memberikan motivasi kepada lansia.
f. Case manager
Perawat berperan sebagai case manager diharapkan
mampu mengkoordinasi atau mengatur aktivitas anggota tim
kesehatan lain, dalam memberikan perawatan pada lansia.
g. Consultant
Perawat berperan sebagai consultan diharapkan dapat
menjadi tempat untuk konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan dan sesuai
dengan tujuan pelayanan kesehatan.
h. Collaborator
Perawat sebagai collaborator diharapkan mampu
bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya dan keluarga dalam
menentukan rencana ataupun pelaksanaan asuhan keperawatan
untuk memberikan perawatan yang efektif serta memenuhi
kebutuhan bagi lansia.

B. Konsep Korelasi Lansia dengan Corona Virus Disease (COVID-19)


Pada lansia, seiring bertambahnya usia, dinding dada dan kekuatan
otot pernafasan akan menurun, hal ini menyebabkan sendi tulang iga kaku
dan mempengaruhi penurunan laju ekspirasi. Selain itu menurunnya sistem
imun pada lansia maka leukosit, antibody dan reflex batuk pun akan
menurun sehingga lansia akan sulit dalam bernapas. Lansia dengan riwayat
penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus, PPOK, kanker sangat rentan
11

terhadap infeksi khususnya infeksi yang disebabkan oleh adanya Corona


Virus Disease- 19 yang menjadi pandemi saat ini.
Menurut Kemenkes, RI (2020) tips bagi lansia dalam pencegahan
Covid-19, sebagai berikut:
a. Tidak melakukan perjalanan keluar rumah untuk sementara, tetaplah
berada dirumah/panti werda dengan melakukan kegiatan rutin.
b. Jauhi keramaian, perkumpulan, kegiatan sosial seperti rekreasi, pergi
berbelanja atau reuni, dll.
c. Tidak menerima kunjungan saudara atau cucu. Karena dapat saudara atau
cucu dapat menjadi sebagai carrier tanpa tanda apapun.
d. Jaga jarak (1 meter)

Penatalaksanaan PPOK Pada Lansia

Menurut penatalaksanaan PPOK, sebagai berikut:

a. Penatalaksanaan Non Farmakologis


1) Terapi komplementer (Pursed Lip Breathing)
Pursed Lip Breathing merupakan latihan pernapasan
melalui bibir yang dikerucutkan guna meningkatkan pola
pernapsan yang normal.
Menurut Qamila et al (2019) Pursed Lip Breathing efektif
menurunkan frekuensi pernapasan dan meningkatkan pemenuhan
oksigen dalam tubuh. Teknik Pursed Lip Breathing ini dilakukan
sebanyak 3x sehari setiap pagi, siang dan sore dengan waktu 6-30
menit secara berturut-turut. Pada saat inspirasi paru-paru
mengembang dan diafragma akan melengkung dan bergerak ke
bawah. Otot perut akan mengalami kontraksi saat ekspirasi.
Diafragma mengalami pergerakan keatas dan membantu proses
pengosongan udara dalam paru-paru, sehingga hal ini akan
membantu lansia dalam bernafas secara lebih efisien.
12

C. Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


1. Pengertian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan kondisi
patologis akibat terpajan pada iritan seperti asap rokok yang ditandai
dengan batuk dan nafas pendek. Paru-paru mengalami hiperinflasi dan
diafragma menjadi datar sehingga lansia menggunakan otot abdomen
dan otot intercostalis unutk bernafas. Penggunaan otot bantu nafas
membutuhkan energi lebih banyak dibandingkan penggunaan
diafragma (Dewi, 2014, p. 86). Menurut Black and Hawks (2014, p.
287) PPOK merupakan terganggunya pergerakan udara masuk dan
keluar paru.
Menurut (Mufidaturrohmah, 2017) Lansia dengan PPOK
memiliki dada dengan bentuk barrel cheset. Hal ini terjadi karena
adanya retensi volume udara didalam paru-paru karena rusaknya
dinding alveoli. Bila ini terjadi, maka darah fungsional paru akan
menjadi berkurang sehingga lansia akan memiliki postur kifosis. Ketika
lansia mengalami PPOK maka lansia harus melakukan penyesuaian
dalam gaya hidup, kebiasaan dan pekerjaan. Tujuan utama perawatan
lansia dengan PPOK adalah mencegah komplikasi. Klien maupun
keluarga harus memiliki pengetahuan tentang proses penyakit dan
bagaimana merawt diri. Pendidikan kesehatan yang harus diberikan
meliputi :
1. Cara mencegah infeksi dengan diet seimbang, keseimbangan
aktivitas dan istirahat, mencegah penularan infeksi, dan pemberian
imunisasi influenza.
2. Bagaimana cara mengenali tanda-tanda infeksi, seperti batuk yang
meningkat, perubahan konsistensi sputum dan penurunan toleransi
aktivitas.
3. Instruksi medikasi mandiri, seperti cara penggunaan oksigen, tujuan
pengobatan dan efe samping yang mungkin timbul.
13

4. Bagaimana mematuhi jadwal medikasi dan obat apa saja yang harus
dihindari seperti supressan batuk.
5. Jelaskan pentingnya hidrasi yang adekuat (2000 ml/hari) kecuali
dikontraindikasikan, seperti pada kondisi gagal jantung.
6. Bagaimana cara mengatasi obstruksi pernaasan
7. Bagaimana cara mengembangkan dukungan kelompok.

Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

A. Pengkajian Keperawatan
Pada lansia perlu dilakukan observasi pada kedalaman napas,
penggunaan otot bantu napas (klavicula, cuping hidung, retraksi dinding
dada) dan frekuensi napas (Miller, 2012). Pemeriksaan diagnostic rontgen
paru dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi atau seberapa luas
permukaan paru yang terganggu.
Pengkajian Fisik
Menurut (Dewi, 2014, pp. 37–38) Perubahan yang terjadi pada otot
dan organ pernafasan menyebabkan lansia menjadi lebih rentan mengalami
gangguan pernafasan. Sementara tanda dan gejala dari gangguan pernafasan
yang Nampak tidak sejelas pada individu yang lebih muda. Oleh karena itu
pemeriksaan sistem respirasi harus lebih sering dilakukan terutama pada
lansia yang rentan mengalami gangguan pernafasan akibat penyakit maupun
cedera. Lansia dengan mobilitas terbatas ataupun lansia dengan kondisi
bedrest lebih beresiko mengalami gangguan pernafasan dan komplikasinya.
Pengkajian pada sistem respirasi harus menanyakan riwayat
pengobatan (baik obat yang diresepkan, obat bebas maupun obat herbal
yang dikonsumsi), dan kaji riwayat merokok serta pemajanan terhadap
polutan selama hidup. Pengkajian lain yang dilkakuan meliputi pemeriksaan
tanda-tanda kesulitan bernafas, penurunan energy unutk melakukan aktifitas
sehari-hari, batuk yang sering dan produksi secret berlebih. Pemeriksaan
fisik yang dilakukan meliputi observasi postur dan usaha untuk bernafas
14

serta mengauskultasi suara nafas. Protocol pemeriksaan lain meliputi


pemeriksaan darah dan pemeriksaan fungsi paru, pencitraan paru da
pemeriksaan sputum. Hasil pemeriksaan ini sangat membantu perawat
dalam melaukan pengkajian total sistem respirasi.
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan pola nafas adalah diagnosis yang paling sering ditemui
paa lansia dengan keluhan pernapasan baik pada kondisi fisiologis maupun
patologis. Dikeluarga masalah pernapasan dapat diberikan diagnosis
gangguan perilaku kesehatan beresiko dan ketidakefektifan gangguan
perilaku kesehatan berisiko dan ketidakefektifan manajemen kesehatan
(Herdman & Kamitsuru, 2018).
C. Intervensi Keperawatan
Perawat dapat memberikan latihan pernapasan dengan pursed lip
breathing untuk meningkatkan asupan oksigen dan kapasitas paru. Selain
itu batuk efektif, suction, fisioterapi dada, manajemen jalan napas dan
pemberian oksigen merupakan intervensi keperawatan yang dapat diberikan
pada lansia dengan masalah pernapasan (Bulechek, 2013).
Diagnosis
Luaran Intervensi
No Keperawatan
1 Gangguan Pertukaran Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x Manajemen Asam-Basa (Alkalosis Respiratorik)
Gas b.d Perubahan 24 jam maka Pertukaran Gas meningkat dengan Monitor
membran alveolus- kriteria hasil/ indikator : a. Identifikasi penyebab terjadinya alkalosis respiratorik
kapiler 1. Dyspnea dari sedang (3) menjadi cukup menurun (mis: hiperventilasi, ansietas, sepsis, demam,
(4). overventilasi mekanik).
DS : 2. Gelisah dari sedang (3) menjadi cukup menurun b. Monitor terjdinya hiperventilasi
- Pasien mengeluh (4). c. Monitor intake dan output cairan
sesak napas 3. PCO2 dari cukup memburuk (2) menjadi cukup d. Monitor gejala perburukan (dyspnea, peningkatan
membaik (4). ansietas)
DO : 4. Pola napas dari cukup memburuk (2) menjadi e. Monitor hasil analisa gas darah.
- Frekuensi napas : cukup membaik (4).
27 x/mnt Teraupetik
- Ph : 7,47 (SLKI DPP PPNI, 2018, p. 94) a. Pertahankan kepatenan jalan napas
(meningkat) b. Pertahankan posisi untuk ventilasi adekuat
PaCO2 : 32 Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x c. Pertahankan akses intravena
mmHg 24 jam maka Keseimbangan Asam-Basa d. Anjurkan istirahat ditempat tidur
(menurun) meningkat dengan kriteria hasil/ indikator : e. Pertahankan hidrasi sesuai dengan kebutuhan
(Alkalosis 1. Frekuensi napas dari sedang (3) menjadi cukup f. Berikan oksigen dengan RM
Respiratorik membaik (4). g. Hindari koreksi PCO2 dalam waktu terlalu cepat karena
terkompensasi 2. pH dari sedang (3) menjadi cukup membaik (4). dapat terjadi asidosis metabolik
sebagian) 3. CO2 dari cukup memburuk (2) menjadi cukup
BE +3. membaik (4). Edukasi
- Retraksi dinding 4. HCO3 dari cukup memburuk (2) menjadi cukup a. Jelaskan penyebab dan mekanisme terjadinya alkalosis
dada membaik (4). respiratorik
- Gelisah b. Ajarkan latihan napas
- Batuk berdahak (SLKI DPP PPNI, 2018, p. 40)
Diagnosis
Luaran Intervensi
No Keperawatan
- Retraksi dinding Kolaborasi
dada a. Kolaborasi pemberian sedatif

(SDKI DPP PPNI, (SIKI DPP PPNI, 2018, p. 154)


2017, p. 22)

Pemantauan Respirasi
Monitor
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
b. Monitor pola napas
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
f. Auskultasi bunyi napas
g. Monitor saturasi oksigen dan nilai AGD

Teraupetik
a. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan
Diagnosis
Luaran Intervensi
No Keperawatan
(SIKI DPP PPNI, 2018, pp. 247)

Terapi Oksigen
Monitor
a. Monitor kecepatan aliran oksigen dan posisi alat terapi
oksigen
b. Monitor efektifitas terapi oksigen (oksimetri, analisa
gas darah)
c. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
d. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
oksigen
e. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
atelectasis dan tanda tanda hipoventilasi

Teraupetik
a. Pertahankan kepatenan jalan napas
b. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
c. Berikan oksigen tambahan

Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
b. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan atau
tidur.
Diagnosis
Luaran Intervensi
No Keperawatan
(SIKI DPP PPNI, 2018, pp. 431)

Dukungan Ventilasi
Monitor
a. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
b. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status
pernapasan
c. Monitor status respirasi dan oksigenasi (frekuensi dan
kedalaman napas, penggunaan otot bantu napas, bunyi
napas tambahan, saturasi oksigen)

Teraupetik
a. Pertahankan kepatenan jalan napas
b. Berikan posisi semi fowler atau fowler
c. Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
d. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan

Edukasi
a. Ajarkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam
b. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
c. Ajarkan teknik batuk efektif

(SIKI DPP PPNI, 2018, pp. 49)


Diagnosis
Luaran Intervensi
No Keperawatan
3 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x Manajemen Jalan Napas
napas b.d Hambatan 24 jam maka Pola Napas membaik dengan kriteria Monitor
upaya napas, hasil : a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
Kecemasan 1. Dyspnea dari sedang (3) menjadi cukup menurun napas)
DS : (4). b. Monitor bunyi napas tambahan
- Pasien mengeluh 2. Frekuensi napas dari sedang (3) menjadi cukup c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
sesak napas membaik (4).
3. Kedalaman napas dari sedang (3) menjadi cukup Teraupetik
DO : membaik (4). a. Pertahankan kepatenan jalan napas
- Frekuensi napas : b. Posisikan semi fowler atau fowler
27x/mnt (SLKI DPP PPNI, 2018, p. 95) c. Berikan minum hangat
- Retraksi dinding d. Lakukan latihan pernafasan (Purshed Lip Breathing)
dada Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x atau fisioterapi dada
- Gelisah 24 jam maka Tingkat Ansietas menurunt dengan e. Berikan oksigen
- Batuk berdahak kriteria hasil :
- Retraksi dinding 1. Perilaku gelisah dari sedang (3) menjadi menurun Edukasi
dada (5). a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
2. Frekuensi pernapasan dari sedang (3) menjadi b. Ajarkan teknik batuk efektif
cukup menurun (4).
(SDKI DPP PPNI, Kolaborasi
2017, p. 26) (SLKI DPP PPNI, 2018, p. 132) d. Kolaborasi pemberian bronkodilator

(SIKI DPP PPNI, 2018, pp. 186–187)

Manajemen Ventilasi Mekanik


Diagnosis
Luaran Intervensi
No Keperawatan
Monitor
a. Periksa indikasi ventilator mekanik (kelelahan otot
napas)
b. Monitor efek ventilator terhadap status oksigenasi
c. Monitor kriteria perlunya penyapihan ventilator
d. Monitor gejala peningkatan pernapasan

Teraupetik
a. Atur posisi kepala 45-60° untuk mencegah aspirasi
b. Reposisi pasien setiap 2 jam
c. Dokumentasikan respon terhadap ventilator
d. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitive.

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemilihan mode ventilator
b. Kolaborasi penggunaan PEEP untuk meminimalkan
hipoventilasi alveolus.

(SIKI DPP PPNI, 2018, pp. 231)


D. Implementasi Keperawatan
1. Edukasi dan motivasi untuk berhenti merokok
2. Farmakoterapi : Bronkodilator, steroid, mukolitik, antioksidan
3. Terapi Non Farmakologis : Latihan fisik, Latihan Pernapasan (Purshed
Lips Breathing)
4. Terapi oksigen
5. Nutrisi
6. Pembedahan pada PPOK berat

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari kondisi ini adalah frekuensi napas
dalam batas normal dan tidak adanya suara napas abnormal (wheezing,
cracles, ronchi).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PPOK merupakan terganggunya pergerakan udara masuk dan keluar
paru (Black and Hawks, 2014, p. 287). Lansia dapat melakukan pencegahan dan
mengurangi gejala yang timbul dengan melakukan latihan pernafasan yaitu
dengan melakukan teknik Pursed Lip Breathing. Teknik Pursed Lip Breathing
merupakan salah satu pengobatan nonfarmakologi yang dapat dilakukan oleh
lansia. Lansia dengan gangguan pernapasan dapat mempengaruhi adanya
penyakit covid-19 yang terjadi saat ini, oleh karena itu perlu dilakukan
pencegahan dengan menerapakan PHBS yaitu diantaranya dengan rajin mencuci
tangan, menggunakan masker, menerapkan Physical distancing serta tetap
dirumah saja.

B. Saran
Bagi Lansia setelah mengetahui dan memahami terkait PPOK
diharapkan dapat menerapkan teknik Pursed Lip Breathing ini untuk
mengurangi gejala dan meningkatkan pemenuhan oksigen dalam tubuh pada
lansia dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Bagi pendidikan dan penelitian keperawatan diharapkan asuhan
keperawatan gerontik ini dapat memberikan informasi terkait konsep teori dan
asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) dan juga Covid-19 dan diharapkan dapat menjadi bahan diskusi
baik dalam proses belajar mengajar ataupun diluarnya, guna pengembangan
dalam melakukan asuhan keperawatan gerontik serta penerapan sebagai
intervensi mandiri perawat.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2011) Keperawatan Lanjut Usia. 1st edn. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) RISKESDAS.

Barbour, K. E. et al. (2016) ‘Pravalence of Severe Joint Pain Among Adults With Doctor-
Diagnosed Arthritis- United States, 2002-2014’, Morbity and Mortality Weekly Report. United
States, Vol 65/ No. doi: 10.15585/mmwr.mm6539a2.

Black, J. M. and Hawks, J. H. (2014) Keperawatan Medikal Bedah. 8 Buku 1. Edited by A.


Suslia and P. P. Lestari. Singapore: Elsevier.

Dewi, S. R. (2014) Buku Ajar Keperawatan Gerontik. 1st edn. Yogyakarta: DEEPUBLISH.

Kemenkes RI (2013) Riset Kesehatan Dasar. Available at: https://www.depkes.go.id


(Accessed: 9 April 2019).

Mufidaturrohmah (2017) Dasar-Dasar Keperawatan (Buku Referensi Ilmu Dasar


Keperawatan). Yogyakarta: Gava Media.

Muhith, A. and Siyoto, S. (2016) Pendidikan Keperawatan Gerontik. Edited by P. Christian.


Yogyakarta: ANDI.

Nurmayanti et al. (2019) ‘Pengaruh Fisioterapi Dada, Batuk Efektif dan Nebulizer Terhadap
Peningkatan Saturasi Oksigen Dalam Darah Pada Pasien PPOK’, Jurnal Keperawatan
Silampari, Vol 3 No (.

Pamungkas, R., Ismonah and Arif, S. (2016) ‘Efektivitas Pursed Lip Breathing dan Deep
Breathing Terhadap Penurunan Frekuensi Pernafasan Pada Pasien PPOK Di RSUD Ambarawa’,
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol :, No.

Potter, P. A. and Perry, A. G. (2010) Fundamental Keperawatan. 7th edn. Jakarta: Salemba
Medika.

Pusdatin (2015) Pusat Data dan Informasi.

Qamila, B. et al. (2019) ‘Efektivitas Teknik Pursed Lips Breathing Pada Pasien Penyakit Paru
Obstruksi Kronik (PPOK)’, Jurnal Kesehatan, Vol 12, No.

RI, K. (2020) Hindari Lansia dari COVID-19. Available at:


http://www.padk.kemkes.go.id/article/read/2020/04/23/21/hindari-lansia-dari-covid-19.html.

Riskesdas (2018) Prevalensi Penyakit Sendi Menurut Provinsi 2013-2018.

Sunaryo et al. (2016) Asuhan Keperawatan Gerontik. 1st edn. Edited by P. Christian.
Yogyakarta: CV. Andi Offset.

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Keperawatan-
Gerontik-Komprehensif.pdf
https://www.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-info-datin.html
https://www.kemkes.go.id/article/view/20012900002/Kesiapsiagaan-menghadapi-Infeksi-
Novel-Coronavirus.html
https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/COVID-
19/TENTANG%20NOVEL%20CORONAVIRUS.pdf
https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-lansia.pdf
http://yankes.kemkes.go.id/read-masalah-kesehatan-pada-lansia-4884.html
https://www.kemkes.go.id/article/view/19070500004/indonesia-masuki-periode-aging-
population.html

Anda mungkin juga menyukai