Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

“MEMAHAMI ISU PSYCHOLOGICAL, EMOTIONAL DAN SOCIAL PADA


PASIEN DAN KELUARGANYA YANG MENGALAMI SAKIT TERMINAL”

Oleh:
NAMA KELOMPOK 5 :
1. Dewa Nyoman Agus Suarbawa (193213010)
2. Ni Nyoman Ayu Krisna sari (193213037)
3. Ni Putu Cintya Dewi (193213038)
4. Ni Putu Indah Ulandari (193213041)
5. Ni Putu Rahayu Kurnianingsih (193213042)
6. Ni Putu Yulia Ari Santini (193213043)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


STIKES WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Memahami isu psychological, emotional dan social pada pasien dan keluarganya yang
mengalami sakit terminal” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “Keperawatan Menjelang Ajal
dan Paliatif”. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen, selaku Pembina mata kuliah
Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari,
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 1 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1


1.1.Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
1.3.Tujuan .......................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3


2.1.Metode pengkajian psikosial pada pasien dengan permasalahan penyakit terminal
dalam setting keperawatan palliative ........................................................................... 3
2.2.Dampak sakit terminal terhadap permasalahan psikologis, sosial dan emosional
pasien dan keluarganya ................................................................................................ 5
2.3.Dampak permasalahan psikologis, sosial dan emosional pasien dan keluarganya
terhadap respon nyeri dan symtom lainnya ................................................................ 5
2.4.Peran petugas kesehatan lainnya dalam tim multidisipliner ........................................ 7
2.5.Cara melakukan pengkajian pada pasien dari latar belakang berbagai budaya ........... 10

BAB III ............................................................................................................................... 15


3.1. Kesimpulan ................................................................................................................ 15
3.2. Saran .......................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan
baik pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru
obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke, Parkinson, gagal jantung/heart failure, penyakit
genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan paliatif,
disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Namun saat ini,
pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit
yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan
tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang
terbaik bagi pasien dan keluarganya.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami
berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan
aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi
kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu
penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya
dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan
pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif. Masyarakat menganggap
perawatan paliatif hanya untuk pasien dalam kondisi terminal yang akan segera meninggal.
Namun konsep baru perawatan paliatif menekankan pentingnya integrasi perawatan
paliatif lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan baik.
Perawatan paliatif adalah pelayanan kesehatan yang bersifat holistik dan
terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa setiap pasien
berhak mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya. Ditinjau dari besarnya
kebutuhan dari pasien, jumlah dokter yang mampu memberikan pelayanan perawatan
paliatif juga masih terbatas. Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia
masih belum merata sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang
bermutu, komprehensif dan holistik, maka diperlukan kebijakan perawatan paliatif di
Indonesia yang memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan untuk
menyelenggarakan pelayanan perawatan paliatif.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Metode pengkajian psikosial pada pasien dengan permasalahan penyakit
terminal dalam setting keperawatan palliative?
2. Apa Dampak sakit terminal terhadap permasalahan psikologis, sosial dan emosional
pasien dan keluarganya?
3. Apa Dampak permasalahan psikologis, sosial dan emosional pasien dan keluarganya
terhadap respon nyeri dan symtom lainnya ?
4. Bagaimana Peran petugas kesehatan lainnya dalam tim multidisipliner?
5. Bagaimana Cara melakukan pengkajian pada pasien dari latar belakang berbagai
budaya?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui Metode pengkajian psikosial pada pasien dengan permasalahan penyakit
terminal dalam setting keperawatan palliative?
2. Mengetahui Dampak sakit terminal terhadap permasalahan psikologis, sosial dan
emosional pasien dan keluarganya?
3. Mengetahui Dampak permasalahan psikologis, sosial dan emosional pasien dan
keluarganya terhadap respon nyeri dan symtom lainnya ?
4. Mengetahui Peran petugas kesehatan lainnya dalam tim multidisipliner?
5. Mengetahui Cara melakukan pengkajian pada pasien dari latar belakang berbagai

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Metode pengkajian psikosial pada pasien dengan permasalahan penyakit terminal
dalam setting keperawatan palliative
Pengkajian Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan
pendekatan holistik yaitu suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya
pada penyakit dan aspek pengobatan dan penyembuhan saja akan tetapi juga aspek
psikososial lainnya. Salah satu metode untuk membantu perawat dalam mengkaji data
psikososial pada klien terminal yaitu dengan menggunakan metode ―PERSON.
Personal Strenghat yaitu kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya hidup,
kegiatannya atau pekerjaan contoh yang positif: bekerja ditempat yang menyenangkan
bertanggung jawab penuh dan nyaman dan bekerja dengan siapa saja dalam kegiatan
sehari-hari. Contoh yang negative seperti kecewa dalam pengalaman hidup, bekerja
dengan siapa saja dalam kegiatan sehari-hari.
Emotional Reaction yaitu reaksi emosional yang ditunjukkan dengan klien. Contoh
yang positif seperti binggung tetapi mampu memfokuskan keadaan sedangkan contoh
yang negative seperti tidak berespon (menarik diri). Respon to Stress yaitu respon klien
terhadap situasi saat ini atau dimasa lalu. Contoh yang positif seperti memahami masalah
secara langsung dan mencari informasi, menggunakan perasaannya dengan sehat
misalnya: latihan dan olah raga. Sedangkan contoh yang negative seperti menyangkal
masalah dan pemakaian alkohol. Support System yaitu: keluarga atau orang lain yang
berarti. contoh yang positif mencari dukungan keluarga, aktif di lembaga masyarakat
sedangkan contoh yang negatif seperti tidak mempunyai dukungan keluarga. Optimum
Health Goal yaitu: alasan untuk menjadi lebih baik (motivasi) Contoh yang positif:
menjadi orang tua, melihat hidup sebagai pengalaman positif sedangkan contoh yang
negative seperti memandang hidup sebagai masalah yang terkuat dan berfikiran tidak
mungkin mendapatkan yang terbaik. Nexsus yaitu: bagian dari bahasa tubuh mengontrol
seseorang mempunyai penyakit atau mempunyai gejala yang serius.Contoh yang positif
seperti melibatkan diri dalam perawatan dan pengobatan sedangkan coontoh yang negative
seperti tidak berusaha melibatkan diri dalam perawatan serta menunda keputusan.
Pengkajian yang perlu diperhatikan pasien dengan penyakit terminal menggunakan
pendekatan meliputi.

3
Faktor predisposisi Yaitu faktor yang mempengaruhi respon psikologis klien pada
penyakit terminal, sistem pendekatan bagi klien. Klas Kerud telah mengklasifikasikan
pengkajian yang dilakukan yaitu: riwayat psikosisial, termasuk hubunganhubungan
interpersonal, penyalahgunaan zat, perawatan psikiatri sebelumnya, banyaknya distress
yang dialami dan respon terhadap krisis, kemampuan koping, sosial support sistem
termasuk sumber-sumber yang ada dan dibutuhkan support tambahan, ingkat
perkembangan, fase penyakit cepat terdiagnosa, pengobatan dan post pengobatan, identitas
kepercayaan diri, pendekatan nilai-nilai dan filosofi hidup, adanya reaksi sedih dan
kehilangan, pengetahuan klien tentang penyakit, pengalaman masa lalu dengan penyakit,
persepsi dan wawasan hidup respon klien terhadap penyakit terminal, persepsi terhadap
dirinya, sikap, keluarga, lingkungan, tersedianya fasilitas kesehatan dan beratnya
perjalanan penyakit dan kapasitas individu untuk membuat psikosial kembali dalam
penderitaan.
Fokus sosiokultural Pasien mengekpresikannya sesuai dengan tahap
perkembangan, pola kultur atau latar belakang budaya terhadap kesehatan, penyakit,
penderitaan dan kematian yang dikomunikasikan baik secara verbal maupun non verbal.
Faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi klien terminal, yaitu: prognosa akhir
penyakit yang menyebabkan kematian, faktor transisi dari arti kehidupan menuju kematian
support dari keluarga dan orang terdekat, hilangnya harga diri, karena kebutuhan tidak
terpenuhi sehingga klien menarik diri, cepat tersinggung dan tidak ada semangat hidup.
Selain itu etiologi dari penyakit terminal dapat merupakan faktor predisposisi, diantaranya
penyakit kanker, enyakit akibat infeksi yang parah/ kronis, Congestif Renal Failure (CRF),
stroke multiple sklerosis, akibat kecelakaan yang fatal Faktor perilaku Bila klien
terdiagnosa penyakit terminal maka klien akan mengalami krisis dan keadaan ini
mengakibatkan keadaan mental klien tersinggung sehingga secara langsung dapat
menganggu fungsi fisik/penurunan daya tahan tubuh.
Respon terhadap diagnose Biasanya terjadi pada klien yang terdiagnosa penyakit
terminal adalah shock atau tidak percaya perubahan konsep diri klien terancam, ekspresi
klien dapat berupa emosi kesedihan dan kemarahan. Isolasi sosial Pada klien terminal
merupakan pengalaman yang sering dialami, klien kehilangan kontak dengan orang lain
dan tidak tahu dengan pasti bagaimana pendapat orang terhadap dirinya. Mekanis koping
Denial Adalah mekanisme koping yang berhubungan dengan penyakit fisik yang berfungsi
pelindung kien untuk memahami penyakit secara bertahap, tahapan tersebut adalah: tahap
awal (initial stage) yaitu tahap menghadapi ancaman terhadap kehilangan ―saya harus
4
meninggal karena penyakit ini‖, tahap kronik (kronik stage). Persetujuan dengan proses
penyakit ―aku menyadari dengan sakit akan meninggal tetapi tidak sekarang‖ dan tahap
akhir (finansial stage) yaitu menerima kehilangan ―saya akan meninggal‖ kedamaian
dalam kematiannya sesuai dengan kepercayaan. Regresi Mekanisme klien untuk menerima
ketergantungan terhadap fungsi perannya. Mekanisme ini juga dapat memecahkan
masalah pada peran sakit klien dalam masa penyembuhan. Kompensasi Suatu tindakan
dimana klien tidak mampu mengatasi keterbatasannya karena penyakit yang dialami.

2.2. Dampak sakit terminal terhadap permasalahan psikologis, sosial dan emosional
pasien dan keluarganya
Penyakit yang dialami individu akan memberikan pengaruh besar dalam emosi,
penampilan dan perilaku social individu. Dilain pihak, spek psikologos dan social juga
akan memberikan pengaruh terhadap kesehatan fisik pasien. System biologis, psikologis,
dan social dapat berkaitan, maka pasien dengan penyakit terminal termasuk pasien kanker
stadium lanjut, tidak hanya menghadapi masalah psikologis dan social. Pasien dengan
penyakit terminal, biasanya semakin tidak bisa menunjukan dirinya secara ekspresif.
Mereka mungkin menjadi sulit untuk mempertahankan control biologis dan fungsi
sosialnya. Mereka mungkin menjadi semakin mengeluarkan air liur, ekspresi bentuk
mukanya berubah, gemetaran.pasien dapat juga menjadi sering mengalami kesakitan,
muntah, mengalami keterkejutan karena perubahan penampillan yang drastis disebabkan
kerontokan rambut atau penurunan berat badan, dan stress karena pengobatan sehingga
dapat mengalami ketidakmampuan untuk berkosentrasi

2.3. Dampak permasalahan psikologis, sosial dan emosional pasien dan keluarganya
terhadap respon nyeri dan symtom lainnya
1. Dampak sosial
Ancaman terhadap konsep diri yang terjadi karena menurunnya fungsi mental
dan fisik pasien dapat juga mengancam interaksi sosial pasien. Meskipun pasien
penyakit terminal sering menginginkan dan membutuhkan untuk dijenguk, namun
pasien mungkin juga mengalami ketakutan bahwa kemunduran mental dan fisiknya
akan membuat orang-orang yang menjenguknya ménjadi kaget dan merasa tidak
enak.

5
Konsekuensi mengenai interaksi sosial yang tidak menyenangkan ini dapat
membuat pasien mulai menarik diri dari kehidupan sosialnya, dengan cara membatasi
orang-orang yang mengunjunginya hanya kepada beberapa orang anggota keluarga
saja. Ada beberapa alasan mengapa pasien menarik diri selain mengenai karena
kemunduran khawatir terhadap fisiknya:pandangan orang lain
1) Beberapa alasan penarikan diri dari "dunia sosial" .merupakan hal yang
normal dan menggambarkan suatu proses kehilangan. Situasi tersebut dapat
méhimbulkan kesulitan komunikasi menjadi lebih buruk karena sulit bagi
pasien untuk mengekspresikan perasaannya kepada orang lain sementara
pasien juga harus mempersiapkan diri untuk meninggalkan mereka.
2) Penarikan diri dapat juga disebabkan ketakutan karena akan membuat orang
Iain depresi melihat dan memikirkan keadaan pasien. Pasien juga dapat merasa
bersalah karena telah menyita waktu, tenaga dan biaya yang dimiliki
keluarganya untuk proses pengobatannya.
3) Penyebab Iain penarikan diri dapat disebabkan karena pasien merasakan
kepanikan mengenai kematian yang akan segera datang dan kemarahan
terhadap kehidupan sehingga pasien ingin menyendiri.
2. Dampak Psikologis dan Dampak emosional
Pada kondisi terminal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik.
Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran,
nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, dan nyeri. Perawat harus
mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin mengalami
berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum terjadi kematian. Perawat harus
tanggap terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut
menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan
diri. Seseorang yang menghadapi kondisi terminal akan menjalani hidup yang
merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu
terjadi.
Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi
lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang
menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan,
kehilangan orang yang dicintai. Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat
kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian
sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan.
6
Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan
kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan
yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup.

2.4. Peran petugas kesehatan lainnya dalam tim multidisipliner


1. Pemberi Asuhan Keperawatan
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan
kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan
pada kebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya untuk mengembalikan
kesehatan emosi, spiritual dan sosial. Pemberi asuhan memberikan bantuan kepada
klien dan keluarga klien dengan menggunakan energy dan waktu yang minimal. Selain
itu, dalam perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat memberikan
perawatan dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan
melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan
sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan
dilaksanakan tindakan yang tepat dan sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia,
kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan
keperawatannya dilakukan dari yang sederhana sampai yang kompleks.
2. Pembuat Keputusan Klinis
Membuat keputusan klinis adalah inti pada praktik keperawatan. Untuk
memberikan perawatan yang efektif, perawat menggunakan keahliannya berfikir kritis
melalui proses keperawatan. Sebelum mengambil tindakan keperawatan, baik dalam
pengkajian kondisi klien, pemberian perawatan, dan mengevaluasi hasil, perawat
menyusun rencana tindakan dengan menetapkan pendekatan terbaik bagi klien. Perawat
membuat keputusan sendiri atau berkolaborasi dengan klien dan keluarga. Dalam setiap
situasi seperti ini, perawat bekerja sama, dan berkonsultasi dengan pemberi perawatan
kesehatan professional lainnya (Keeling dan Ramos,1995).
3. Pelindung dan Advokat Klien
Sebagai pelindung, perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman
bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan serta
melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan
diagnostic atau pengobatan. Contoh dari peran perawat sebagai pelindung adalah
memastikan bahwa klien tidak memiliki alergi terhadap obat dan memberikan imunisasi
7
melawat penyakit di komunitas. Sedangkan peran perawat sebagai advokat, perawat
melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum, serta membantu klien dalam
menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan. Contohnya, perawat memberikan informasi
tambahan bagi klien yang sedang berusaha untuk memutuskan tindakan yang terbaik
baginya. Selain itu, perawat juga melindungi hak-hak klien melalui cara-cara yang
umum dengan menolak aturan atau tindakan yang mungkin membahayakan kesehatan
klien atau menentang hak-hak klien. Peran ini juga dilakukan perawat dalam membantu
klien dan keluarga dalam menginterpetasikan berbagai informasi dari pemberi
pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas
informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri
dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
4. Manager Kasus
Dalam perannya sebagai manager kasus, perawat mengkoordinasi aktivitas
anggota tim kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi dan ahli terapi fisik, ketika mengatur
kelompok yang memberikan perawatan pada klien. Berkembangnya model praktik
memberikan perawat kesempatan untuk membuat pilihan jalur karier yang ingin
ditempuhnya.
Dengan berbagai tempat kerja, perawat dapat memilih antara peran sebagai
manajer asuhan keperawatan atau sebagai perawat asosiat yang melaksanakan
keputusan manajer (Manthey, 1990). Sebagai manajer, perawat mengkoordinasikan dan
mendelegasikan tanggung jawab asuhan dan mengawasi tenaga kesehatan lainnya.
5. Rehabilitator
Rehabilitasi adalah proses dimana individu kembali ke tingkat fungsi maksimal
setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan lainnya.
Seringkali klien mengalami gangguan fisik dan emosi yang mengubah kehidupan
mereka. Disini, perawat berperan sebagai rehabilitator dengan membantu klien
beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadaan tersebut.
6. Pemberi Kenyamanan
Perawat klien sebagai seorang manusia, karena asuhan keperawatan harus
ditujukan pada manusia secara utuh bukan sekedar fisiknya saja, maka memberikan
kenyamanan dan dukungan emosi seringkali memberikan kekuatan bagi klien sebagai
individu yang memiliki perasaan dan kebutuhan yang unik. Dalam memberi
8
kenyamanan, sebaiknya perawat membantu klien untuk mencapai tujuan yang
terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya.
7. Komunikator
Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antar sesama
perawat dan profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunitas. Dalam
memberikan perawatan yang efektif dan membuat keputusan dengan klien dan keluarga
tidak mungkin dilakukan tanpa komunikasi yang jelas. Kualitas komunikasi merupakan
factor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga dan komunitas.
8. Penyuluh
Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data-data
tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri,
menilai apakah klien memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan
dalam pembelajaran. Perawat menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber yang lain misalnya
keluarga dalam pengajaran yang direncanakannya.
9. Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar
pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
10. Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga
terjadi perubahab perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
11. Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien
tehadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
12. Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian
pelayanan keperawatan.

9
2.5. Cara melakukan pengkajian pada pasien dari latar belakang berbagai budaya
Pengkajian Keperawatan Transkultural
Langkah awal dari proses keperawatan adalah mencari informasi tentang
pasien, informasi mencakup biopasikososiocultural dan spiritual. Data yang merupakan
hasil dan pencarian informasi bisa diperoleh melalui pasien sendiri berdasarkan
wawancara, respon verbal dan non verbal, keluarga dan orang lain yang terkait.
Pengkajian bidang transkultural dilakukan oleh seorang perawat profesional.
Perawat transkultural menggunakan banyak cara dalam memahami untuk mecoba
menyesuaikan pengalaman, interpretasi, dan harapan yang berbeda dalam budaya.
Semua kelompok budaya meemiliki sistem waktu dalam keyakinan dan praktek
kesehatan sehingga perawat dapat menginterpretasikan harapan antar kelompok.
Wawancara kultural yang sensitif diperlukan untuk mengetahui siapa klien mereka.
Keperawatan, untuk memberikan asuhan yang kongruent secara kultural,
memeperhatikan hubungan antara diri sendiri dan orang lain, anatara penyakit
psikologis dan fenomena tertentu seperti kemiskinan, penderitaan, kekerasan, penyakit
kronis, dan penuaan, anatara budaya perawatan dan kejiwaan, dan dari klien, dan antara
etika keperawatan dan ketentuan asuhan yang sesuai. Ketika perawat dan klien berasal
dari latar belakang budaya yang berbeda, diagnosis akurat, keterampilan khusus dan
memerlukan banyak waktu (Benner, Tanner & Chesia, 1996; Lipson & Streiger, 1996;
Westermeyer, 1987 dalam Leininger 2000).
Wawancara dalam pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan,
ada beberapa jenis pengakajian dalam proses keperawatan transkultural, diantaranya
dari Purnell, Giger, dan Davidhizar, Leahy dan Kizilay, Andrews dan Boyle dan
sebagainya, tetapi yang paling komprehensif dan sering digunakan adalah dari
Leininger. Sunrise model yang sudah dijelaskan dibab sebelumnya merupakan prinsip
proses keperawatan mulai tahap pengkajian sampai rencana tindakan keperawatan.
Ketika perawat akan melakukan pengkajian pada pasien dengan berbagai
variasi latar belakang budaya, perawat harus mengevaluasi kesiapan dirinya dalam hal
nilai budaya, kepercayaan dan perilaku, komunikasi dan kesiapan dalam mengkaji pada
pasien dengan latar belakang budaya berbeda.

10
Menurut Leiniger dan Mc Farland (2002) beberapa tujuan dari pengkajian
transkultural adalah :
1. Mencari budaya pasien, pola kesehatan dihubungkan dengan pandangan,
gaya hidup, nilai budaya, kepercayaan dan faktor sosial,
2. Mendapatkan informasi budaya secara keseluruhan sebagai dasar pembuatan
keputudan dan tindakan,
3. Mencari pola dan spesifikasi budaya, arti dan nilai yang dapat digunakan
untuk membedakan kepetusan tindakan keperawatan bahwa nilai dan gaya
hidup pasien dapat dibantu secara profesional,
4. Mencari area yang berpotensi menjadi konflik budaya, kelalaian dan
perbedaan nilai antara pasien dan tenaga kesehatan,
5. Mengidentifikasi secara keseluruhan dan spesifik pola keperawatan budaya
yang sesuai untuk pasien,
6. Mengidentifikasi perbandingan informasi keperawatan budaya diantara
pasien yang berbeda atau yang sama untuk dapat digunakan sebagai
pembelajaran dan penelitian,
7. Mengidentifikasi dua persamaan atau perbedaan pasien dalam pemberian
kualitas perawatan,
8. Menggunakan teori dan pendekatan riset untuk mengartikan dan menjelaskan
praktik untuk kesesuaian keperawatan dan area baru dari pengetahuan
keperawatan transkultural.
Tujuan pengkajian tersebut mengambarkan bahwa pengkajian transkultural sangat
penting dilakukan, suatu contoh perbedaan budaya yang digambarkan dalam hasil survei
tentang pengkajian keperawatan transkultural dilakukan oleh Pratiwi Nety, Tambunan dan
Daryo (2002), kelompok ini mengkaji proses keperawatan kemudian menganalisis dalam
perspektik kultural. Adapun hasil penelitiannya adalah dalam pengkajian yang terdiri dari
identitas pasien dan keluarga, riwayat peyakit, keluhan pasien yang merupakan data fokus dan
keluhan utama. Pada identitas pasien didapatkan bahwa ketika pasien dirawat dirumah sakit
ada perbedaan kebiasaan antar suku dalam memanggil nama, misalnya pada masyarakat jawa
atau sunda yang menjalani rawat inap di rumah sakit, kelompok masyarakat ini akan
memanggil tidak dengan nama aslinya, misalnya nama alias atau nama suaminya. Nama alias
yang sering dipakai misalnya thole, ujang dan sebagainya. Sedangkan suku yang mempunyai
marga ad kelompok tertentu yang memanggil nama marganya. Hasil penelitian tersebut

11
menunjukkan bahwa penting didalam pengkajian keperawatan adanya nama alias
yatranskultural Leininger yaitung harus dikaji secra formal.
Andrews dan Boyle (2003) menjelaskan beberapa faktor yang perlu dan penting
diperhatikan ketika pengkajian terhadap pasien, hubungan perawat dan pasien tersebut bisa
menggunakan sunrise model sebagai prinsip dalam melakukan pengkajian. Pengkajian
dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Leninger’s Sunrise Model” dalam teori
keperawatan Leininger yaitu:
1. Faktor Teknologi
Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan manusia untuk
memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan.
Berkaitan dengan pemanfaatan teknologi kesehatan maka perawat perlu
mengkaji berupa : persepsi klien tentang penggunaan dan pemanafatan teknologi
untuk mengatasi permasalahan kesehtaan saat ini, alasan mencari bantuan
kesehatan, persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehtaan. Alasan klien tidak mau operasi dan klien memilih pengobatan alternatif.
Klien mengikuti tes laboraturium darah dan memahami makna hasil tes tersebut.
2. Faktor Agama Dan Falsafah Hidup
Agama adalah suatu sistem simbol yang mengakibatkan pandangan dan
motivasi yang amat realistis bagi para pemeluknya. Sifat realistis merupakan ciri
khusus agama. Agama menyediakan motivasi kuat sekali untuk menempatkan
kebenarannya diatas segalanya, bahkan diatas kehidupan sendiri.
Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti : agama yang di anut, kebiasaan
agam yang berdampak positif terhadap kesehatan, berikhtiar sembuh tanpa
mengenal putus asa, mempunyai konsep diri yang utuh, status pernikahan, persepsi
klien terhadap kesehatan dan cara beradaptasi terhadap situasinya saat ini, cara
pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan penularan kepada
orang lain.
3. Faktor Sosial Dan Keterikatan Kekeluargaan
Pada faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nam
lengkap dan nama panggilan dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir,
jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota
keluarga, kebiasaan yang dilakukan rutin oleh keluarga misalnya arisan keluarga,

12
kegiatan yang dilakukan bersama masyarakat misalnya : ikut kelompok olahraga
atau pengajian.
4. Faktor Nilai-Nilai Budaya Dan Gaya Hidup
Nilai adalah konsep-konsep abstrak didalam diri manusia, mengenai apa yang
dianggap baik apa yang dianggap buruk. Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang
dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk.
Norma adalah aturan sosial atau patokan prilaku yang dianggap pantas. Norma-
norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada
penganut budaya terkait.
Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup
adalah : posisi dan jabatan misalnya ketua adat atau direktur, bahasa yang
digunakan, bahasa non verbal yang ditunjukkan klien, kebiasaan membersihkan
diri, kebiasaan makan, makan pantang berkaitan dengan kondisi sakit, saran
hiburan yang biasa dimanfaatkan dan persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas
sehari-hari, misalnya sakit apabila sudah tergeletak dan tidak dapat pergi kesekolah
atau ke kantor.
5. Faktor Kebijakan Dan Peraturan Rumah Sakit Yang Berlaku
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dan kelompok dalam asuhan keperawatan
transkultural (Andrew & Boyle, 1995), seperti peraturan dan jam berkunjung, klien
harus memakai baju seragam, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, hak
dan kewajiban klien yang harus dikontrakkan oleh rumah sakit, cara pembayaran
untuk klien yang dirawat.
6. Faktor Ekonomi
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. sumber ekonomi yang
pada umumnya dimanfaatkan klien antara lain : asuransi, biaya kantor, tabungan
dan patungan antar anggota keluarga. Faktor ekonomi yang perlu dikaji oleh
perawat antara lain seperti pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, kebiasaan
menabung dan jumlah tabungan dalam sebulan. Faktor ekonimi dapat ikut
menentukan pasien atau keluarganya dirawat di ruang yang sesuai dengan daya
embannya.

13
7. Faktor Pendidikan
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh
jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Didalam menempuh pendidikan formal
tersebut terjadi suatu proses eksperimental. Suatu proses menghadapi dan
menyelesaikan masalah yang dimulai dari keluarga dan selanjutnya dilanjutkan
kepada pendidikan diluar keluarga (Leininger, 1984). Semakin tinggi pendidikan
klien maka keyakinannya harus didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan
dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya.
Perawat perlu mengkaji latar belakang pendidikan klien meliputi tingkat
pendidikan klien dan keluarga, jenis pendidikannya, serta kemampuan klien belajar
secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
Sebelum mengkaji 7 komponen diatas dalam pengkajian transkutural perlu dikaji
data demografi klien yang meliputi nama lengkap, nama panggilan, nama keluarga,
alamat, lama tinggal di tempat ini, jenis kelamin, tempat lahir, diagnosa medis, No.
Registrasi. Data tersebut perlu dikaji untuk mengetahui data umum dari klien.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan
meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain,
memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai
akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang kehilangan/berduka. Palliative care
ini bertujuan mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya, meningkatkan
kualitas hidup, dan memberikan pengaruh positif selama sakit, membantu pasien hidup
seaktif mungkin sampai saat meninggalnya, menjawab kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan membantu
keluarga agar tabah selama pasien sakit serta disaat sedih.

3.2 Saran
1. Bagi Perawat
a. Perawat dapat belajar secara mandiri untuk meningkatkan pengetahuannya
tentang perawatan paliatif melalui media telekomunikasi yang dimilikinya,
seperti handphone (HP).
b. Perawat dapat meningkatkan kemampuannya dalam tehnik berkomunikasi
terhadap pasien dengan cara memperhatikan dan mendengarkan pasien,
menafsirkan dan mengingat apa yang telah disampaikan oleh pasien,
mengevaluasi pernyataan pasien kemudian memberi respon kepada pasien.
2. Bagi Perawat Manajemen Keperawatan Rumah Sakit

Rumah Sakit diharapkan senantiasa mengadakan atau mengikutsertakan


perawat dalam pelatihan, seminar, diskusi, ataupun work shop tentang perawatan
paliatif secara rutin untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan perawat
sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan khususnya
perawatan paliatif.

15
3. Bagi Keperawatan

Dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyusun kebijakan pengembangan


pelayanan perawatan paliatif, sehingga perawatan paliatif dapat ditingkatkan
diseluruh tingkat layanan kesehatan, agar penatalaksanaan pasien terminal menjadi
lebih efektif dan efisien serta pelayanan paripurna dapat terwujud sesuai dengan
pedoman perawatan paliatif yang sudah ditetapkan.

16
DAFTAR PUSTAKA
Arum.2019. "Makalah Kebijakan Nasional Terkait Perawatan Paliatif".
https://www.scribd.com/document/403680330/ KELOMPOK-1-MAKALAH-
KEBIJAKAN-NASIONAL-TERKAIT-PERAWATAN-PALIATIF-docx. Diakses
pada tanggal 25 Februari 2021
Adhisty K. “Pelayanan Paliatif pada Pasien Kanker di RSUP Dr. Sardjito”. Yogyakarta.
Perpustkaan Pus UGM. 2016
Aselmahuka. Perawatan Paliatif [Internet]. 2008 [cited 2016 Jan 1]. Available from:
http://rumahkanker.com/paliatif/perawatanpaliatif/ 24-perawatan-paliatif-apa-sih
Nendra et al. “Buku penanganan paliatif care HIV-AIDS”. Jakarta: Lembaga kesehatan
nahdatul ulama; 2011.
.

17

Anda mungkin juga menyukai