Disusun Oleh:
KELOMPOK 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul, status
sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai
kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. Dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk memperoleh
pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang
mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus. Anak dengan kebutuhan
khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat
(slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah
sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai
variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan Handicap. Menurut
World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai
berikut:
B. Tujuan
1. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan autism.
2. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan hiperaktif.
3. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan down sindrom.
4. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan retardasi mental.
5. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
autism.
6. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
hiperaktif.
7. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami down
sindrom.
8. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
retardasi mental.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan khusus
yang berkaitan dengan kekhususanya.[ CITATION Aul10 \l 1033 ] . Anak yang memiliki
gangguan kognitif juga termasuk anak yang berkebutuhan khusus. Gangguan kognitif
adalah sebuah istilah umum yang mencakup setiap jenis kesulitan atau defisiensi
mental[ CITATION Don08 \l 1033 ].
Anak yang berkebutuhan khusus antara lain autisme, hiperaktif, down sindrom
dan retardasi mental. Penatalaksanaan terapi pada anak yang berkebutuhan khusus paling
efektif dilakukan pada usia sebelum lima tahun. Setelah lima tahun hasilnya berjalan
lebih lambat. Pada usia 5-7 tahun perkembangan otak melambat menjadi 25% dari usia
sebelum 5 tahun. Meski tidak secepat anak normal, kita harus member kesempatan pada
anak berkebutuhan khusus ini untuk berkembang, dia masih dapat menguasai beberapa
kemampuan seperti halnya anak normal yang lain.[ CITATION Mon06 \l 1033 ]
B. Klasifikasi
1. Autism
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme
(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan
perkembangan dalam dunianya sendiri.
Jadi anak autisme merupakan satu kondisi anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur sebelum 3
tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya.
2. Hiperaktif
Jadi yang dimaksud dengan hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada
seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh
perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak hatinya). Anak hiperaktif selalu
bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan yang disukai
oleh anak-anak lain seusia mereka, dikarenakan perhatian mereka suka beralih dari
satu fokus ke fokus yang lain. Mereka seakan-akan tanpa henti mencari sesuatu yang
menarik dan mengasikkan namun tidak kunjung datang.
3. Down syndrome
Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 antara 800-900 bayi.
Mongolisma (Down syndrome) ditandai 0leh kelainan jiwa atau cacat mental mulai
dari yang sedang sampai berat. Tetapi hampir semua anak yang menderita kelainan
ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri ( Nurarif, 2015).
4. Retardasi mental
C. Etiologi
1. Autism
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak
naka autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul
kelainan tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh
para pakar, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan
makanan. Diyakinin bahwa gangguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri
baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh pakar dari banyak negara diketemukan
beberapa fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus
parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan
juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII.
Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar
berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel purkinya di otak
kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan
dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan impuls di otak.
Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut
hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terhadap agresi dan emosi
yang disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat
dalam makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan
kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-
anak yang menderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang
relatif tinggi.
Anak kurang dapat mengendalikan emosi, seringkali selalu agresif atau
sangat pasif. Hippocampus bertanggungjawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat.
Terjadilah kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang
aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor genetik dapat
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel-sel saraf dan sel otak, namun
diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti-bukti
yang konkrit masih sulit ditemukan.
2. Hiperaktif
a. Faktor neurologik
Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir
dengan masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan, distresfetal,
persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksimiagravidarum atau eklamsia
dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal. Di samping itu faktor-
faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang terlalu muda,
ibu yang merokok dan minum alkohol juga meninggikan insiden hiperaktif.
Terjadinya perkembangan otak yang lambat. Faktor etiologi dalam bidang
neuoralogi yang sampai kini banyak dianut adalah terjadinya disfungsi pada
salah satu neurotransmiter di otak yang bernama dopamin. Dopamin merupakan
zat aktif yang berguna untuk memelihara proses konsentrasi. Beberapa studi
menunjukkan terjadinya gangguan perfusi darah di daerah tertentu pada anak
hiperaktif, yaitu di daerah striatum, daerah orbital-prefrontal, daerah orbital-
limbik otak, khususnya sisi sebelah kanan.
b. Faktor toksik
Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet
memiliki potensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di samping
itu, kadar timah (lead) dalam serum darah anak yang meningkat, ibu yang
merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga dapat
melahirkan calon anak hiperaktif.
c. Faktor genetik
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada
keluarga dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan
saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga
terlihat pada anak kembar.
3. Down syndrome
Menurut Soetjiningsih (2016) down syndrome pada anak terjadi karena kelainan
kromosom. Kelainan kromosom kemungkinan disebabkan oleh :
a. Faktor Genetik
Keluarga yang mempunyai anak dengan down syndrome memiliki
kemungkinan lebih besar keturunan berikutnya mengalami down syndrome
dibandingkan dengan keluarga yang tidak memiliki anak dengan down syndrome.
b. Usia Ibu Hamil
Usia ibu hamil yang diatas 35 tahun kemungkinan melahirkan anak
dengan down syndrome semakin besar karena berhubungan dengan perubahan
endokrin terutama hormone seks antara lain peningkatan sekresi androgen,
peningkatan kadar LH (Luteinizing Hormone) dan peningkatan kadar FSH
(Follicular Stimulating Hormone).
c. Radiasi
Ibu hamil yang terkena atau pernah terkena paparan radiasi terutama
diarea sekitar perut memiliki kemungkinan melahirkan anak dengan down
syndrome.
d. Autoimun
Autoimun tiroid pada ibu yang melahirkan anak down syndrome berbeda
dengan ibu yang melahirkan anak normal.
e. Umur Ayah
Kasus kelebihan kromosom 21 sekitar 20-30 % bersumber dari ayahnya.
4. Retardasi ental
Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal dan
postnatal. Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000 macam
penyebab terjadinya retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat dicegah.
Ditinjau dari penyebab secara langsung dapat digolongkan atas penyebab biologis
dan psikososial.
Penyebab retardasi mental tipe klinis atau biologikal dapat dibagi dalam:
a. Penyebab pranatal
1) Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme asam amino yaitu Phenyl Keton Uria (PKU),
Maple Syrup Urine Disease, gangguan siklus urea, histidiemia,
homosistinuria, Distrofia okulorenal Lowe, hiperprolinemia, tirosinosis dan
hiperlisinemia. Gangguan metabolisme lemak yaitu degenerasi
serebromakuler dan lekoensefalopati progresif. Gangguan metabolisme
karbohidrat yaitu galaktosemia dan glycogen storabe disease.
2) Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom muncul dibawah 5 persen kehamilan,
kebanyakan kehamilan yang memilki kelainan kromosom berakhri dengan
kasus keguguran hanya setenggah dari satu persen yang lahir memiliki
kelainan kromosom, dan akan meninggal segera setelah lahir. bayi yang
bertahan, kebanyakan akan memiliki kelainan down syndrome, atau trisomy
21. Manusia normal memiliki 46 kromosom (23 pasang). orang dengan
kelainan down syndrome memiliki 47 kromosom (23 pasang + 1 kromosom
pada kromosom ke 21).
3) Infeksi maternal selama kehamilan
yaitu infeksi TORCH dan Sifilis. Cytomegali inclusion body disease
merupakan penyakit infeksi virus yang paling sering menyebabkan retardasi
mental. Infeksi virus ringan atau subklinik pada ibu hamil dapat
menyebabkan kerusakan otak janin yang bersifat fatal. Penyakit Rubella
kongenital juga dapat menyebabkan defisit mental.
4) Komplikasi kehamilan
Meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada ibu hamil yang
tak terkontrol, malnutrisi, anoksia janin akibat plasenta previa dan solutio
plasenta serta penggunaan sitostatika selama hamil.
b. Penyebab perinatal
1) Prematuritas
Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi
menyebabkan meningkatnya keselamatan bayi dengan berat badan lahir
rendah sedangkan bayi-bayi tersebut mempunyai resiko besar untuk
mengalami kerusakan otak, sehingga akan didapatkan lebih banyak anak
dengan retardasi mental.
2) Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.
3) Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin
tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak.
4) Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.
c. Penyebab postnatal
1) Infeksi (meningitis, ensefalitis)
2) Trauma fisik
3) Kejang lama
4) Intoksikasi (timah hitam, merkuri)
D. Patofisiologi
1. Autism
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan
impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). sel saraf
terdapat dilapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus
selaput bernama mielin, terletak dibagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan
satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia 3 sampai 7 bulan. Pada trimester 3, pembentukan
sel saraf berhenti dan dimulai pembentukna akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut
sampai anak berusia 2 tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pertumbuhan otak
berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini
dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain
growth factors dan proses belajar anak.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses-proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Gangguan pada sel purkinye dapat terjadi secara sekunder dan primer. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel purkinye merupakan gangguan
primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkonsumsi makanan
yang mengandung logam berat.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan
yang dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut Kemper dan Bauman menemukan
berkurangnya ukuran sel neuron di hippocampus dan amigdala.
Adapun hal yang merusak atau menggangu perkembangan otak antara lain
alkohol, keracunan timah hitam, aliminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita
ibu pada masa kehamilan.
2. Hiperaktif
3. Down syndrome
4. Retardasi mental
E. Manifestasi klinis
1. Autism
a. Gangguan dalma komunikasi verbal dan nonverbal
d. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagai anak yang senang kerapian
harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya.
Dapat dilihat dari perilaku tertawa sendiri, menangis atau marah tanpa
sebab nyata.
h. Intelegensi
2. Hiperaktif
Ukuran objektif tidak memperlihatkan bahwa anak yang terkena gangguan ini
memperlihatkan aktifitas fisik yang lebih banyak, jika dibandingkan dengan anak–
anak kontrol yang normal, tetapi gerakan–gerakan yang mereka lakukan kelihatan
lebih kurang bertujuan serta mereka selalu gelisah dan resah. Mereka mempunyai
rentang perhatian yang pendek, mudah dialihkan serta bersifat impulsif dan mereka
cenderung untuk bertindak tanpa mempertimbangkan atau merenungkan akibat
tindakan tersebut. Mereka mempunyai toleransi yang rendah terhadap perasaan
frustasi dan secara emosional mereka adalah orang–orang yang labil serta mudah
terangsang. Suasana perasaan hati mereka cenderung untuk bersifat netral atau
pertenangan, mereka kerap kali berkelompok, tetapi secara sosial mereka bersikap
kaku.
Beberapa orang di antara mereka bersikap bermusuhan dan negatif, tetapi ciri
ini sering terjadi secara sekunder terhadap permasalahan–permasalahan psikososial
yang mereka alami. Beberapa orang lainnya sangat bergantung secara berlebih–
lebihan, namun yang lain lagi bersikap begitu bebas dan merdeka, sehingga kelihatan
sembrono. Kesulitan-kesulitan emosional dan tingkah laku lazim ditemukan dan
biasanya sekunder terhadap pengaruh sosial yang negatif dari tingkah laku mereka.
Anak-anak ini akan menerima celaan dan hukuman dari orang tua serta guru dan
pengasingan sosial oleh orang-orang yang sebaya dengan mereka. Secara kronik
mereka mengalami kegagalan di dalam tugas-tugas akademik mereka dan banyak
diantara mereka tidak cukup terkoordinasi serta cukup mampu mengendalikan diri
sendiri untuk dapat berhasil di dalam bidang olah raga. Mereka mempunyai gambaran
mengenai diri mereka sendiri yang buruk serta mempunyai rasa harga diri yang
rendah dan kerap kali mengalami depresi. Terdapat angka kejadian tinggi mengenai
ketidakmampuan belajar membaca matematika, mengeja serta tulis tangan. Prestasi
akademik mereka dapat tertinggal 1 – 2 tahun dan lebih sedikit daripada yang
sesunguhnya diharapkan dari kecerdasan mereka yang diukur.
3. Dwn syndrome
Menurut Soetjiningsih (2013), anak dengan Down syndrome seringkali
memeiliki berbagai kelainan mental dan malformasi karena ada bahan ekstragenetik
dari kromosom 21. Fenotipnya bervariasi, tetapi umumnya didapat gambaran
konstitusional yang cukup bagi klinis untuk menduga down syndrome seperti : derajat
gangguan mental bervariasi antara ringan (IQ=50-70), sedang (IQ=35-50), berat
(IQ=20-35). Terjadi pula peningkatan risiko kelainan jantung kongential sebesar 50%
dan <1% akan kehilangan pendengaran.
Adapun ciri fisik pada anak dengan down syndrome anatara lain brakisefali,
celah antara jari kaki pertama dan kedua, kulit berlebih di pangkal leher,
hiperfleksibilitas, telinga yang abnormal (letak rendah, terlipat, stenosis meatus),
protursi lidah akibat palatum kecil dan sempit, batang hidung datar, jari kelima
pendek dan bengkok kedalam, tangan pendek dan lebar, gemuk dan garis transversal
tunggal pada telapak tangan.
Beberapa bentuk kelainan pada anak dengan syndrom down :
a. Sutura sagitalis yang terpisah
b. Fisura parpebralis yang miring
c. Jarak yang lebar antara kaki
d. Fontanela palsu
e. “plantar crease” jari kaki I dan II
f. Hyperfleksibikit
g. Peningkatan jaringan sekitar leher
h. Bentuk palatum yang abnormal
i. Hidung hipoplastik
j. Kelemahan otot dan hipotonia
k. Bercak brushfield pada mata
l. Mulut terbuka dan lidah terjulur
m. Lekukan epikantus (lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada sudut mata
sebelah dalam.
n. Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
o. Jarak pupil yang lebar.
p. Oksiput yang datar.
q. Tangan dan kaki yang pendek serta lebar.
r. Bentuk/struktur telinga yang abnormal.
s. Kelainan mata, tanga, kaki, mulut, sindaktili
t. Mata sipit (Nurarif, 2015).
4. Retardasi mental
Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat
b. Tampak sejak lahir atau usia dini
c. Secara fisis tampak berkelainan/aneh
d. Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun postnatal
e. Tidak berhubungan dengan kelas sosial
Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokultural mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut :
a. Biasanya merupakan retardasi mental ringan
b. Diketahui pada usia sekolah
c. Tidak terdapat kelainan fisis maupun laboratorium
d. Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah)
e. Ada hubungan dengan kelas sosial
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Autism
3. Down syndrome
Pemeriksaan diagnostic digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan
syndrome down, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan
diagnosa ini, antara lain :
a. Pemeriksaan fisik penderita
b. Pemeriksaan kromosom
kariotip manusia biasa hadir sebagai 46 autosom+XX atau 46 autosom+XY,
menunjukan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina dan 46 kromosom
dengan aturan XY bagi jantan, tetapi pada sindrom down terjadi kelainan pada
kromosom ke 21 dengan bentuk trisomi atau translokasi kromosom 14 dan 22.
Kemungkinan terulang pada kasus (trisomi adalah sekitar 1% sedangkan
translokasi kromosom 5-15%).
c. Ultrasonography (didapatkan brachycepahalic, suture a dan fontela terlambat
menutup, tulang ileum dan sayapnya melebar)
d. ECG (terdapat kelainan jantung)
e. Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung bawaan
mungkin terdapat ASD atau VSD
f. Pemeriksaan darah (percutaneus umbilical blood sampling) salah satunya adalah
dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena
infeksi, sehingga penderita ini memperlukan monitoring serta pemberian terapi
pencegah infeksi yang adekuat.
g. Penentuan aspek keturunan
h. Dapat ditegakkan melalui pemeriksaan cairan amnion atau korion pada kehamilan
minimal 3 bulan, terutama kehamilan di usia diatas 35 tahun keatas (Nurarif,
2015).
4. Retardasi mental
G. Penatalaksanaan
1. Autism
a. Penatalaksanaan medis : kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang
autis adalah serotonin 5-hydroxtryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau
penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30%-50% penyandnag autis mempunyai
kadar serotonin tinggi dalam darah. Kadar norepirefin, dopamin, serotin 5-HT
pada anak normal dalam keadaan stabil saling berhubungan. Akan tetapi, tidak
demikian pada penyandnag autis. Terapi psikofarmakologi tidak mengubah
riwayat keadaan atau perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi
perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri
sendiri, agresivitas dan gangguan tidur.
b. Penatalaksanaan keperawatan : bertujuan untuk terapi wicara, terapi okupasi, dan
terapi perilaku.
2. Hiperaktif
a. Keperawatan
1) Pengobatan serta perawatan yang harus dilaksanakan pada anak yang
mengalami gangguan hiperaktif ditujukan kepada keadaan sosial lingkungan
rumah dan ruangan kelas penderita serta kepada kebutuhan-kebutuhan
akademik dan psikososial anak yang bersangkutan, suatu penjelasan yang
terang mengenai keadaan anak tersebut haruslah diberikan kepada kedua
orang tuanya dan kepada anak itu sendiri.
2) Anak tersebut hendaklah mempunyai aturan yang berjalan secara teratur
menurut jadwal yang sudah ditetapkan dan mengikuti kegiatan rutinnya itu,
dan sebaiknya selalu diberikan kata-kata pujian.
3) Perangsangan yang berlebihan serta keletihan yang sangat hebat haruslah
dihindarakan, anak tersebut akan mempunyai saat-saat santai setelah
bermain terutama sekali setelah ia melakukan kegiatan fisik yang kuat dan
keras
4) Periode sebelum pergi tidur haruslah merupakan masa tenang, dengan cara
menghindarkan acara-acara televisi yang merangsang, permainan-permainan
yang keras dan jungkir balik.
5) Lingkungan di sekitar tempat tidur sebaiknya diatur sedemikian rupa,
barang-barang yang membahayakan dan mudah pecah dihindarkan.
6) Tehnik-tehnik perbaikan aktif yang lebih formal akan dapat membantu,
dengan memberikan hadiah kepada anak tersebut berupa bintang atau tanda
sehingga mereka dapat mencapai kemajuan dalam tingkah laku mereka.
b. Medis
1) Terapi farmakologi :
Farmakoterapi kerap kali diberikan kepada anak-anak yang mengalami
gangguan hiperaktif. Farmakologi yang sering digunakan adalah
dekstroamfetamin, metilfenidat, magnesium pemolin serta fenotiazin. obat
tersebut mempunyai pengaruh-pengaruh sampingan yang lebih sedikit.
Cara bekerja obat tersebut mungkin sekali adalah dengan mengadakan
modifikasi di dalam gangguan-gangguan fundamental pada rentang
perhatian, konsentrasi serta impulsivitas. Oleh karena respon yang akan
mereka berikan terhadap pengobatan tidak dapat diramalkan sebelumnya,
maka biasanya diperlukan suatu masa percobaan klinik, mungkin akan
dibutuhkan waktu 2-3 minggu dengan pemberian pengobatan setiap hari
untuk menentukan apakah akan terdapat pengaruh obat itu atau tidak.
2) Dosis:
Obat tersebut diberikan setelah makan pagi dan makan siang, agar hanya
memberikan pengaruh yang minimal kepada nafsu makan dan tidur
penderita.
a) Metilfenidat : dosis yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan usia
masing-masing anak akan tetapi berat badan tidak berpengaruh
terhadap dosis.pada awalnya mereka diberikan 5 mg pada saat
makan pagi serta pada waktu makan siang. Jika tidak ada respon
yang diberikan maka dosis di naikan dengan 2,5 mg dengan selang
waktu 3-5 hari. Bagi anak-anak yang berusia 8-9 tahun dosis yang
efektif adalah 15-20 mg/24 jam. Sementara itu anak yang berusia
lebuh lanjut akan memerlukan dosis sampai 40 mg/jam. Pengaruh
obat ini akan berlangsung selama 2-4 hari. Biasanya anak akan
bersifat rewel dan menangis. Jika pemakaian obat ini sudah
berlangsung lama dan dosis yang diberikan lebih dari 20 mg/jam
rata-rata mereka akan mengalami pengurangan 5 cm dari tinggi yang
diharapkan.
b) Dekstroamfetamin : dapat diberikan dalam bentuk yang dilepaskan
(showreleased) secara sedikit demi sedikit. Dosis awalnya adalah 10
mg dengan masa kerja selama 8-18 jam sehingga penderita hanya
membutuhkan satu dosis saja setiap hari, pada waktu sarapan pagi.
Dosisnya dalah kira sebesar setengah dosis metilfenidat, berkisar
antara 10-20 mg/jam
c) Magnesium pemolin : dianjurkan untuk memberikan dosis awal
sebesar 18,75 mg, untuk selanjutnya dinaikan dengan setengah
tablet/minggu. Akan dibutuhkan waktu selama 3-4 minggu untuk
menetapkan keefektifan obat tersebut. Efek samping dari obat
tersebut adalah berpengaruh terhadap fungsi hati, kegugupan serta
kejutan otot yang meningkat.
d) Fenotiazin : dapat menurunkan tingkah laku motorik anak yang
bersangkutan, efek samping : perasaan mengantuk, iritabilitas serta
distonia.
Secara umum efek samping dari pemakaian obat-obatan tersebut diatas adalah
anoreksia dan penurunan berat badan, nyeri perut bagian atas serta sukar tidur,
anak akan mudah menangis serta peka terhadap celaan ataupun hukuman, detak
jantung yang meningkat serta penekanan pertumbuhan. Jika terjadi hal demikian
maka pengurangan dosis atau penghentian pengguanaan obat-obatan perlu
dihentikan.
3. Down syndrome
Menurut Soetjiningsih (2013), perawatan anak down syndrome, kompleks karena
banyaknya masalah medis dan psikososial, baik yang timbul segera atau jangka
panjang. Manajemen kesehatan, lingkungan rumah, pendidikan, dan pelatihan
vokasional, sangat berpengaruh terhadap fungsi anak dan remaja down syndrome dan
membantu proses transisi ke masa dewasa.
Penanganan lebih lanjut selama masa anak-anak, dan perlu di bahas secara periodic
sesuai tahap perkembangan adalah :
a. Dukungan personal bagi keluarga
b. Dukungan finansialdan medisbagi anak dan keluarga
c. Antisipasi terhadap trauma pada setiap fase perkembangan
d. Pengaturan diet dan olahraga untuk mencegah obesitas
Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang
sama dengan anak yang normal. Tetapi terdapat beberapa keadaan dimana anak
dengan syndrome down memerlukan perhatian khusus yaitu dalam hal :
a. Pendengaran : sekitar 70-80% anak down syndrome dilaporkan terdapat
gangguan pendengaran sejak dini dan secara berkala oleh ahli THT
b. Penyakit jantung bawaan : 30-40% down syndrome disertai dengan penyakit
jantung bawaan yang memerlukan penanganan jangka panjang oleh ahli jantung
c. Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini karena sering mengalami gangguan
penglihatan atau katarak
d. Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi/prasekolah maupun
obesitas pada masa remaja atau setelah dewasa sehingga butuh kerja sama
dengan ahli gizi
e. Kelainan tulang : dapat terjadi dislokasi patella, subluksasio pangkal paha/
ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan
medulla spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti
tortikolis, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis
dan diperlukan konsultasi neurolugis
f. Lain-lain : aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan para ahli,
meliputi masalah imunologi, gangguan metabolisme atau kekacauan biokimiawi
4. Retardasi mental
A. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan pertumbuhan dan perkembangan
2. Resiko cedera
3. Hambatan interaksi sosial
4. Defisit perawatan diri
5. Gangguan proses keluarga
B. Intervensi
Teraupeutik
- Sediakan
pencahayaan yang
memadahi
- Gunakan alas
lantai jika beresiko
mengalami cedera
serius
- Gunakan
pengaman tempat
tidur sesuai dengan
kebijakan fasilitas
pelayanan
kesehatan
Edukasi
- Jelaskan alsan
intervensi
pencegahan jatuh
ke pasien dan
keluarga
Fadhli, A. (2010). Buku pintar kesehatan anak. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Anggrek.
Monika, & Waruwu, F. E. (2006). Jurnal Provitae Volume 2 ,Nomor 2. Anak Berkebutuhan
Khusus: Bagaimana Mengenal dan Menanganinya , 15.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Wong, D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika.