Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK KETERBATASAN KHUSUS

Disusun Oleh:

KELOMPOK 1

CHATARINA SENTOSA JEMALI C1814201007


DESI LESTARI C1814201009
MARGARETA SINTIA PS C1814201026
MARIA GRACE EVANTY NGAJANG C1814201027
MERSY C1814201032
MIA AYDI LAMBA C1814201033
SAKA AGUNG LAKSONO C1814201040
YHUDA FRANTINO RA’BA C1814201050

Program Studi S1 Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stella Maris Makassar
Tahun Ajaran 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan anugrah dari Tuhan yang sangat dinantikan kehadirannya,


namun tidak semua anak beruntung dengan mendapatkan kesempurnaan. Terdapat
beberapa anak yang istimewa, berbedadari yang lain yang harus mendapatkan perhatian
khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan khusus
yang berkaitan dengan kekhususanya.[ CITATION Aul10 \l 1033 ].Sama halnya dengan anak
yang normal, anak yang berkebutuhan khusus juga harus di perhatikan, pertumbuhan dan
perkembangan anak sangat penting bagi anak karena menentukan masa depannya.

Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul, status
sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai
kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. Dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk memperoleh
pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang
mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus. Anak dengan kebutuhan
khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat
(slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah
sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai
variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan Handicap. Menurut
World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai
berikut:

1. Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari


impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih
dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
2. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur
anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
3. Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau
disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada
individu.

Khususnya untuk anak yang mengalami gangguan kognitif seperti autism,


hiperaktif, down sindrom dan retardasi mental, membutuhkan perhatian yang lebih
terutama dari orang-orang sekitar, sehingga perawat perlu melibatkan lingkungan untuk
memberikan asuhan keperawatan pada anak. Untuk itu akan dibahas bagaimana asuhan
keperawatan pada anak yang berkebutuhan khusus.

B. Tujuan
1. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan autism.
2. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan hiperaktif.
3. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan down sindrom.
4. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan retardasi mental.
5. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
autism.
6. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
hiperaktif.
7. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami down
sindrom.
8. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
retardasi mental.
BAB II

PEMBAHASAN

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan khusus
yang berkaitan dengan kekhususanya.[ CITATION Aul10 \l 1033 ] . Anak yang memiliki
gangguan kognitif juga termasuk anak yang berkebutuhan khusus. Gangguan kognitif
adalah sebuah istilah umum yang mencakup setiap jenis kesulitan atau defisiensi
mental[ CITATION Don08 \l 1033 ].
Anak yang berkebutuhan khusus antara lain autisme, hiperaktif, down sindrom
dan retardasi mental. Penatalaksanaan terapi pada anak yang berkebutuhan khusus paling
efektif dilakukan pada usia sebelum lima tahun. Setelah lima tahun hasilnya berjalan
lebih lambat. Pada usia 5-7 tahun perkembangan otak melambat menjadi 25% dari usia
sebelum 5 tahun. Meski tidak secepat anak normal, kita harus member kesempatan pada
anak berkebutuhan khusus ini untuk berkembang, dia masih dapat menguasai beberapa
kemampuan seperti halnya anak normal yang lain.[ CITATION Mon06 \l 1033 ]
B. Klasifikasi
1. Autism

Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme
(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan
perkembangan dalam dunianya sendiri.

Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,


mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri.(Leo kanker handojo,2003).
Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang interaksi sosial, komunikasi,
perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan perkembangan terlambat
atau tidak normal. Autisme mulai tampak sejak lahir atau saat masih bayi (biasanya
sebelum usia 3 tahun).(PPDGJ III).
anak autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak
yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak autisme mempunyai
dunianya sendiri.

Jadi anak autisme merupakan satu kondisi anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur sebelum 3
tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya.

2. Hiperaktif

Sindroma hiperaktivitas merupakan istilah gangguan kekurangan perhatian


menandakan gangguan-gangguan sentral yang terdapat pada anak-anak, yang sampai
saat ini dicap sebagai menderita hiperaktivitas, hiperkinesis, kerusakan otak minimal
atau disfungsi serebral minimal. (Nelson, 1994) Hiperaktif menunjukkan adanya
suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan
sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya
atau impulsif. (Dr. Seto Mulyadi dalam bukunya “Mengatasi Problem Anak Sehari-
hari“) Hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal, disebabkan
disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. (Sani
Budiantini Hermawan, Psi.,)

Jadi yang dimaksud dengan hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada
seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh
perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak hatinya). Anak hiperaktif selalu
bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan yang disukai
oleh anak-anak lain seusia mereka, dikarenakan perhatian mereka suka beralih dari
satu fokus ke fokus yang lain. Mereka seakan-akan tanpa henti mencari sesuatu yang
menarik dan mengasikkan namun tidak kunjung datang.
3. Down syndrome

Down Syndrome adalah abnormalitas jumlah kromosom yang sering di


jumpai kebanyakan kasus (92,5%) nondisjunction pada 80% kasus kejadian
nondisjunction terjadi pada meosis ibu fase I. Hasil dari nondisjunction adalah tiga
kopi kromosom 21 (trimosom 21) berdasarkan nomenklatur standar sitogenik trisomi
21 dituliskan sebagai 47, XX, +21 (Marcdante & Kliegman, 2014).

Down Syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan fisik dan mental


yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom yang gagal
memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Wiyani, 2014).

Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 antara 800-900 bayi.
Mongolisma (Down syndrome) ditandai 0leh kelainan jiwa atau cacat mental mulai
dari yang sedang sampai berat. Tetapi hampir semua anak yang menderita kelainan
ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri ( Nurarif, 2015).

Down syndrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling


banyak terjadi pada manusia.di perkirakan 20% anak dengan down sindrom di
lahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Syndrom down merupakan cacat
bawaan yang di sebabkan oleh adanya kelebihan kromosom x. Syndrom ini juga
disebut trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang normal. 95%
kasus syndrom down di sebabkan oleh kelebihan kromosom (Nurarif, 2015).

4. Retardasi mental

Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi


yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa
anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan,
tetapi gejala yang utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut
juga oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F.
Maramis, 2005: 386).

Retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki


kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO).
American Association on Mental Deficiency (AAMD) membuat definisi
retardasi mental yang kemudian direvisi oleh Rick Heber (1961) sebagai suatu
penurunan fungsi intelektual secara menyeluruh yang terjadi pada masa
perkembangan dan dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial.

C. Etiologi
1. Autism

Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak
naka autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul
kelainan tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh
para pakar, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan
makanan. Diyakinin bahwa gangguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri
baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.

Dari penelitian yang dilakukan oleh pakar dari banyak negara diketemukan
beberapa fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus
parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan
juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII.
Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar
berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel purkinya di otak
kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan
dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan impuls di otak.

Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut
hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terhadap agresi dan emosi
yang disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat
dalam makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan
kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-
anak yang menderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang
relatif tinggi.
Anak kurang dapat mengendalikan emosi, seringkali selalu agresif atau
sangat pasif. Hippocampus bertanggungjawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat.
Terjadilah kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang
aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor genetik dapat
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel-sel saraf dan sel otak, namun
diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti-bukti
yang konkrit masih sulit ditemukan.

2. Hiperaktif
a. Faktor neurologik
Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir
dengan masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan, distresfetal,
persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksimiagravidarum atau eklamsia
dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal. Di samping itu faktor-
faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang terlalu muda,
ibu yang merokok dan minum alkohol juga meninggikan insiden hiperaktif.
Terjadinya perkembangan otak yang lambat. Faktor etiologi dalam bidang
neuoralogi yang sampai kini banyak dianut adalah terjadinya disfungsi pada
salah satu neurotransmiter di otak yang bernama dopamin. Dopamin merupakan
zat aktif yang berguna untuk memelihara proses konsentrasi. Beberapa studi
menunjukkan terjadinya gangguan perfusi darah di daerah tertentu pada anak
hiperaktif, yaitu di daerah striatum, daerah orbital-prefrontal, daerah orbital-
limbik otak, khususnya sisi sebelah kanan.

b. Faktor toksik
Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet
memiliki potensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di samping
itu, kadar timah (lead) dalam serum darah anak yang meningkat, ibu yang
merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga dapat
melahirkan calon anak hiperaktif.
c. Faktor genetik
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada
keluarga dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan
saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga
terlihat pada anak kembar.

d. Faktor psikososial dan lingkungan


Pada anak hiperaktif sering ditemukan hubungan yang dianggap keliru
antara orang tua dengan anaknya.

3. Down syndrome
Menurut Soetjiningsih (2016) down syndrome pada anak terjadi karena kelainan
kromosom. Kelainan kromosom kemungkinan disebabkan oleh :
a. Faktor Genetik
Keluarga yang mempunyai anak dengan down syndrome memiliki
kemungkinan lebih besar keturunan berikutnya mengalami down syndrome
dibandingkan dengan keluarga yang tidak memiliki anak dengan down syndrome.
b. Usia Ibu Hamil
Usia ibu hamil yang diatas 35 tahun kemungkinan melahirkan anak
dengan down syndrome semakin besar karena berhubungan dengan perubahan
endokrin terutama hormone seks antara lain peningkatan sekresi androgen,
peningkatan kadar LH (Luteinizing Hormone) dan peningkatan kadar FSH
(Follicular Stimulating Hormone).
c. Radiasi
Ibu hamil yang terkena atau pernah terkena paparan radiasi terutama
diarea sekitar perut memiliki kemungkinan melahirkan anak dengan down
syndrome.
d. Autoimun
Autoimun tiroid pada ibu yang melahirkan anak down syndrome berbeda
dengan ibu yang melahirkan anak normal.
e. Umur Ayah
Kasus kelebihan kromosom 21 sekitar 20-30 % bersumber dari ayahnya.
4. Retardasi ental

Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal dan
postnatal. Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000 macam
penyebab terjadinya retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat dicegah.
Ditinjau dari penyebab secara langsung dapat digolongkan atas penyebab biologis
dan psikososial.
Penyebab retardasi mental tipe klinis atau biologikal dapat dibagi dalam:
a. Penyebab pranatal
1) Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme asam amino yaitu Phenyl Keton Uria (PKU),
Maple Syrup Urine Disease, gangguan siklus urea, histidiemia,
homosistinuria, Distrofia okulorenal Lowe, hiperprolinemia, tirosinosis dan
hiperlisinemia. Gangguan metabolisme lemak yaitu degenerasi
serebromakuler dan lekoensefalopati progresif. Gangguan metabolisme
karbohidrat yaitu galaktosemia dan glycogen storabe disease.
2) Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom muncul dibawah 5 persen kehamilan,
kebanyakan kehamilan yang memilki kelainan kromosom berakhri dengan
kasus keguguran hanya setenggah dari satu persen yang lahir memiliki
kelainan kromosom, dan akan meninggal segera setelah lahir. bayi yang
bertahan, kebanyakan akan memiliki kelainan down syndrome, atau trisomy
21. Manusia normal memiliki 46 kromosom (23 pasang). orang dengan
kelainan down syndrome memiliki 47 kromosom (23 pasang + 1 kromosom
pada kromosom ke 21).
3) Infeksi maternal selama kehamilan
yaitu infeksi TORCH dan Sifilis. Cytomegali inclusion body disease
merupakan penyakit infeksi virus yang paling sering menyebabkan retardasi
mental. Infeksi virus ringan atau subklinik pada ibu hamil dapat
menyebabkan kerusakan otak janin yang bersifat fatal. Penyakit Rubella
kongenital juga dapat menyebabkan defisit mental.
4) Komplikasi kehamilan
Meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada ibu hamil yang
tak terkontrol, malnutrisi, anoksia janin akibat plasenta previa dan solutio
plasenta serta penggunaan sitostatika selama hamil.
b. Penyebab perinatal
1) Prematuritas
Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi
menyebabkan meningkatnya keselamatan bayi dengan berat badan lahir
rendah sedangkan bayi-bayi tersebut mempunyai resiko besar untuk
mengalami kerusakan otak, sehingga akan didapatkan lebih banyak anak
dengan retardasi mental.
2) Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.
3) Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin
tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak.
4) Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.
c. Penyebab postnatal
1) Infeksi (meningitis, ensefalitis)
2) Trauma fisik
3) Kejang lama
4) Intoksikasi (timah hitam, merkuri)
D. Patofisiologi

1. Autism

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan
impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). sel saraf
terdapat dilapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus
selaput bernama mielin, terletak dibagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan
satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia 3 sampai 7 bulan. Pada trimester 3, pembentukan
sel saraf berhenti dan dimulai pembentukna akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut
sampai anak berusia 2 tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pertumbuhan otak
berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini
dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain
growth factors dan proses belajar anak.

Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson,


dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak
yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps.
Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya
akson, dendrit, dan sinaps.

Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses-proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.

Pada pemeriksaan darah pada bayi-bayi yang baru lahir, diketahui


pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan
neuropeptida otak yang merupakan zat kimia otak yang bertanggungjawab untuk
mengatur pertambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan
tak.

Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkna pertumbuhan


abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autis terjadi kondisi growth without
guidance, dimana bagina-bagian otak yang tumbuh dan mati secara tak berarturan.

Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf


lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada
autisme. Berkurangnya sel purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia,
dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya.
Pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel purkinye.yang jelas, peningkatan
brain derived neurotropic factors dan neurotrophin-4 menyebabkan kematina sel
purkinye.

Gangguan pada sel purkinye dapat terjadi secara sekunder dan primer. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel purkinye merupakan gangguan
primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkonsumsi makanan
yang mengandung logam berat.

Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan
yang dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut Kemper dan Bauman menemukan
berkurangnya ukuran sel neuron di hippocampus dan amigdala.

Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain,


kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng,
yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.

Adapun hal yang merusak atau menggangu perkembangan otak antara lain
alkohol, keracunan timah hitam, aliminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita
ibu pada masa kehamilan.

2. Hiperaktif

Kurang konsentrasi/gangguan hiperaktivitas ditandai dengan gangguan


konsentrasi, sifat impulsif, dan hiperaktivitas. Tidak terdapat bukti yang meyakinkan
tentang sesuatu mekanisme patofisiologi ataupun gangguan biokimiawi. Anak pria
yang hiperaktiv, yang berusia antara 6 – 9 tahun serta yang mempunyai IQ yang
sedang, yang telah memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan–
pengobatan stimulan, memperlihatkan derajat perangsangan yang rendah (a low level
of arousal) di dalam susunan syaraf pusat mereka, sebelum pengobatan tersebut
dilaksanakan, sebagaimana yang berhasil diukur dengan mempergunakan
elektroensefalografi, potensial–potensial yang diakibatkan secara auditorik serta sifat
penghantaran kulit. Anak pria ini mempunyai skor tinggi untuk kegelisahan,
mudahnya perhatian mereka dialihkan, lingkup perhatian mereka yang buruk serta
impulsivitas. Dengan 3 minggu pengobatan serta perawatan, maka angka–angka
laboratorik menjadi lebih mendekati normal serta penilaian yang diberikan oleh para
guru mereka memperlihatkan tingkah laku yang lebih baik.

3. Down syndrome

Menurut Soetjiningsih (2016) down syndrome disebabkan oleh kelainan pada


perkembangan kromosom. Kromosom merupakan serat khusus yang terdapat pada
setiap sel tubuh manusia dan mengandung bahan genetic yang menentukan sifat
seseorang. Pada bayi normal terdapat 46 kromosom (23 pasang) di mana kromosom
nomor 21 berjumlah 2 buah (sepasang). Bayi dengan down syndrome memiliki 47
kromosom karena kromosom 21 berjumlah 3 buah. Akibat dari ekstrakromosom
muncul fenotip dengan kode (21q22.3) yang bertanggung jawab atas gambaran wajah
khas, kelainan pada tangan dan retardasi mental. Anak dengan down syndrome lahir
semua perbedaan sudah terlihat dank arena memiliki sel otak yang lebih sedikit maka
anak dengan down syndrome lebih lambat dalam perkembangan kognitifnya.

4. Retardasi mental

Reardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari.


Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul
pada masa kanak-kanak ( sebelum usia 18 tahun ) yang ditandai dengan fungsi
kecerdasan di bawah normal ( IQ 70 – 75 atau kurang ) dan disertai keterbatasan-
keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif : berbicara dan berbahasa,
kemampuan/keterampilan merawat diri, kerumahtanggaan, ketrampilan sosial,
akademik fungsional, bersantai dan bekerja. Diagnosis retardasi mental ditetapkan
secara dini pada masa kanak-kanak.

E. Manifestasi klinis
1. Autism
a. Gangguan dalma komunikasi verbal dan nonverbal

Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau sama


sekali tidak dapat bicara.
b. Gangguan dalam bidang interaksi sosial

Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka.

c. Gangguan dalam bermain

Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan


sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan
mengamati dengan seksama dalam jangka waktu yang lama.

d. Gangguan perilaku

Dilihat dari gejala sering dianggap sebagai anak yang senang kerapian
harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya.

f. Gangguan perasaan dan emosi

Dapat dilihat dari perilaku tertawa sendiri, menangis atau marah tanpa
sebab nyata.

g. Gangguan dalam persepsi sensori

Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihatan), pendengaran,


sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat.

h. Intelegensi

Dengan ujian psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara


fungsional.

2. Hiperaktif

Ukuran objektif tidak memperlihatkan bahwa anak yang terkena gangguan ini
memperlihatkan aktifitas fisik yang lebih banyak, jika dibandingkan dengan anak–
anak kontrol yang normal, tetapi gerakan–gerakan yang mereka lakukan kelihatan
lebih kurang bertujuan serta mereka selalu gelisah dan resah. Mereka mempunyai
rentang perhatian yang pendek, mudah dialihkan serta bersifat impulsif dan mereka
cenderung untuk bertindak tanpa mempertimbangkan atau merenungkan akibat
tindakan tersebut. Mereka mempunyai toleransi yang rendah terhadap perasaan
frustasi dan secara emosional mereka adalah orang–orang yang labil serta mudah
terangsang. Suasana perasaan hati mereka cenderung untuk bersifat netral atau
pertenangan, mereka kerap kali berkelompok, tetapi secara sosial mereka bersikap
kaku.

Beberapa orang di antara mereka bersikap bermusuhan dan negatif, tetapi ciri
ini sering terjadi secara sekunder terhadap permasalahan–permasalahan psikososial
yang mereka alami. Beberapa orang lainnya sangat bergantung secara berlebih–
lebihan, namun yang lain lagi bersikap begitu bebas dan merdeka, sehingga kelihatan
sembrono. Kesulitan-kesulitan emosional dan tingkah laku lazim ditemukan dan
biasanya sekunder terhadap pengaruh sosial yang negatif dari tingkah laku mereka.
Anak-anak ini akan menerima celaan dan hukuman dari orang tua serta guru dan
pengasingan sosial oleh orang-orang yang sebaya dengan mereka. Secara kronik
mereka mengalami kegagalan di dalam tugas-tugas akademik mereka dan banyak
diantara mereka tidak cukup terkoordinasi serta cukup mampu mengendalikan diri
sendiri untuk dapat berhasil di dalam bidang olah raga. Mereka mempunyai gambaran
mengenai diri mereka sendiri yang buruk serta mempunyai rasa harga diri yang
rendah dan kerap kali mengalami depresi. Terdapat angka kejadian tinggi mengenai
ketidakmampuan belajar membaca matematika, mengeja serta tulis tangan. Prestasi
akademik mereka dapat tertinggal 1 – 2 tahun dan lebih sedikit daripada yang
sesunguhnya diharapkan dari kecerdasan mereka yang diukur.

3. Dwn syndrome
Menurut Soetjiningsih (2013), anak dengan Down syndrome seringkali
memeiliki berbagai kelainan mental dan malformasi karena ada bahan ekstragenetik
dari kromosom 21. Fenotipnya bervariasi, tetapi umumnya didapat gambaran
konstitusional yang cukup bagi klinis untuk menduga down syndrome seperti : derajat
gangguan mental bervariasi antara ringan (IQ=50-70), sedang (IQ=35-50), berat
(IQ=20-35). Terjadi pula peningkatan risiko kelainan jantung kongential sebesar 50%
dan <1% akan kehilangan pendengaran.
Adapun ciri fisik pada anak dengan down syndrome anatara lain brakisefali,
celah antara jari kaki pertama dan kedua, kulit berlebih di pangkal leher,
hiperfleksibilitas, telinga yang abnormal (letak rendah, terlipat, stenosis meatus),
protursi lidah akibat palatum kecil dan sempit, batang hidung datar, jari kelima
pendek dan bengkok kedalam, tangan pendek dan lebar, gemuk dan garis transversal
tunggal pada telapak tangan.
Beberapa bentuk kelainan pada anak dengan syndrom down :
a. Sutura sagitalis yang terpisah
b. Fisura parpebralis yang miring
c. Jarak yang lebar antara kaki
d. Fontanela palsu
e. “plantar crease” jari kaki I dan II
f. Hyperfleksibikit
g. Peningkatan jaringan sekitar leher
h. Bentuk palatum yang abnormal
i. Hidung hipoplastik
j. Kelemahan otot dan hipotonia
k. Bercak brushfield pada mata
l. Mulut terbuka dan lidah terjulur
m. Lekukan epikantus (lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada sudut mata
sebelah dalam.
n. Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
o. Jarak pupil yang lebar.
p. Oksiput yang datar.
q. Tangan dan kaki yang pendek serta lebar.
r. Bentuk/struktur telinga yang abnormal.
s. Kelainan mata, tanga, kaki, mulut, sindaktili
t. Mata sipit (Nurarif, 2015).
4. Retardasi mental

Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat
b. Tampak sejak lahir atau usia dini
c. Secara fisis tampak berkelainan/aneh
d. Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun postnatal
e. Tidak berhubungan dengan kelas sosial
Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokultural mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut :
a. Biasanya merupakan retardasi mental ringan
b. Diketahui pada usia sekolah
c. Tidak terdapat kelainan fisis maupun laboratorium
d. Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah)
e. Ada hubungan dengan kelas sosial
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Autism

Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi


bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral
maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa
instrumen screening yang sangat ini telah berkembang dapat digunakan untuk
mendiagnosa autisme :

a. Childhood autism rating scale (CARS)


b. The checklis for autism in toddlers (CHAT)
c. The autism screening quistionare
d. The screening test for autism in two years old
2. Hiperaktif

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan diagnosis


gangguan kekurangan perhatian. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan
memperlihatkan jumlah gelombang-gelombang lambat yang bertambah banyak pada
elektorensefalogram mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti tentang penyakit
neurologik atau epilepsi yang progresif, tetapi penemuan ini mempunyai makna yang
tidak pasti. Suatu EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat membantu di dalam
melakukan penilaian tentangketidakmampuan belajar pada anak itu.

3. Down syndrome
Pemeriksaan diagnostic digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan
syndrome down, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan
diagnosa ini, antara lain :
a. Pemeriksaan fisik penderita
b. Pemeriksaan kromosom
kariotip manusia biasa hadir sebagai 46 autosom+XX atau 46 autosom+XY,
menunjukan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina dan 46 kromosom
dengan aturan XY bagi jantan, tetapi pada sindrom down terjadi kelainan pada
kromosom ke 21 dengan bentuk trisomi atau translokasi kromosom 14 dan 22.
Kemungkinan terulang pada kasus (trisomi adalah sekitar 1% sedangkan
translokasi kromosom 5-15%).
c. Ultrasonography (didapatkan brachycepahalic, suture a dan fontela terlambat
menutup, tulang ileum dan sayapnya melebar)
d. ECG (terdapat kelainan jantung)
e. Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung bawaan
mungkin terdapat ASD atau VSD
f. Pemeriksaan darah (percutaneus umbilical blood sampling) salah satunya adalah
dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena
infeksi, sehingga penderita ini memperlukan monitoring serta pemberian terapi
pencegah infeksi yang adekuat.
g. Penentuan aspek keturunan
h. Dapat ditegakkan melalui pemeriksaan cairan amnion atau korion pada kehamilan
minimal 3 bulan, terutama kehamilan di usia diatas 35 tahun keatas (Nurarif,
2015).
4. Retardasi mental

Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita


retardasi mental,yaitu:
a.       Kromosom kariotipe
b.      EEG (Elektro Ensefalogram)
c.       CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
d.      Titer virus untuk infeksi congenital
e.       Serum asam urat (Uric acid serum)
f.       Laktat dan piruvat
g.      Plasma asam lemak rantai sangat panjang
h.      Serum seng (Zn)
i.        Logam berat dalam darah
j.        Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
k.      Serum asam amino atau asam organic
l. Plasma ammonia
m.    Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit:
n.      Urin mukopolisakarida

G. Penatalaksanaan
1. Autism
a. Penatalaksanaan medis : kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang
autis adalah serotonin 5-hydroxtryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau
penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30%-50% penyandnag autis mempunyai
kadar serotonin tinggi dalam darah. Kadar norepirefin, dopamin, serotin 5-HT
pada anak normal dalam keadaan stabil saling berhubungan. Akan tetapi, tidak
demikian pada penyandnag autis. Terapi psikofarmakologi tidak mengubah
riwayat keadaan atau perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi
perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri
sendiri, agresivitas dan gangguan tidur.
b. Penatalaksanaan keperawatan : bertujuan untuk terapi wicara, terapi okupasi, dan
terapi perilaku.
2. Hiperaktif
a. Keperawatan
1) Pengobatan serta perawatan yang harus dilaksanakan pada anak yang
mengalami gangguan hiperaktif ditujukan kepada keadaan sosial lingkungan
rumah dan ruangan kelas penderita serta kepada kebutuhan-kebutuhan
akademik dan psikososial anak yang bersangkutan, suatu penjelasan yang
terang mengenai keadaan anak tersebut haruslah diberikan kepada kedua
orang tuanya dan kepada anak itu sendiri.
2) Anak tersebut hendaklah mempunyai aturan yang berjalan secara teratur
menurut jadwal yang sudah ditetapkan dan mengikuti kegiatan rutinnya itu,
dan sebaiknya selalu diberikan kata-kata pujian.
3) Perangsangan yang berlebihan serta keletihan yang sangat hebat haruslah
dihindarakan, anak tersebut akan mempunyai saat-saat santai setelah
bermain terutama sekali setelah ia melakukan kegiatan fisik yang kuat dan
keras
4) Periode sebelum pergi tidur haruslah merupakan masa tenang, dengan cara
menghindarkan acara-acara televisi yang merangsang, permainan-permainan
yang keras dan jungkir balik.
5) Lingkungan di sekitar tempat tidur sebaiknya diatur sedemikian rupa,
barang-barang yang membahayakan dan mudah pecah dihindarkan.
6) Tehnik-tehnik perbaikan aktif yang lebih formal akan dapat membantu,
dengan memberikan hadiah kepada anak tersebut berupa bintang atau tanda
sehingga mereka dapat mencapai kemajuan dalam tingkah laku mereka.

b. Medis

1) Terapi farmakologi :
Farmakoterapi kerap kali diberikan kepada anak-anak yang mengalami
gangguan hiperaktif. Farmakologi yang sering digunakan adalah
dekstroamfetamin, metilfenidat, magnesium pemolin serta fenotiazin. obat
tersebut mempunyai pengaruh-pengaruh sampingan yang lebih sedikit.
Cara bekerja obat tersebut mungkin sekali adalah dengan mengadakan
modifikasi di dalam gangguan-gangguan fundamental pada rentang
perhatian, konsentrasi serta impulsivitas. Oleh karena respon yang akan
mereka berikan terhadap pengobatan tidak dapat diramalkan sebelumnya,
maka biasanya diperlukan suatu masa percobaan klinik, mungkin akan
dibutuhkan waktu 2-3 minggu dengan pemberian pengobatan setiap hari
untuk menentukan apakah akan terdapat pengaruh obat itu atau tidak.
2) Dosis:
Obat tersebut diberikan setelah makan pagi dan makan siang, agar hanya
memberikan pengaruh yang minimal kepada nafsu makan dan tidur
penderita.
a) Metilfenidat : dosis yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan usia
masing-masing anak akan tetapi berat badan tidak berpengaruh
terhadap dosis.pada awalnya mereka diberikan 5 mg pada saat
makan pagi serta pada waktu makan siang. Jika tidak ada respon
yang diberikan maka dosis di naikan dengan 2,5 mg dengan selang
waktu 3-5 hari. Bagi anak-anak yang berusia 8-9 tahun dosis yang
efektif adalah 15-20 mg/24 jam. Sementara itu anak yang berusia
lebuh lanjut akan memerlukan dosis sampai 40 mg/jam. Pengaruh
obat ini akan berlangsung selama 2-4 hari. Biasanya anak akan
bersifat rewel dan menangis. Jika pemakaian obat ini sudah
berlangsung lama dan dosis yang diberikan lebih dari 20 mg/jam
rata-rata mereka akan mengalami pengurangan 5 cm dari tinggi yang
diharapkan.
b) Dekstroamfetamin : dapat diberikan dalam bentuk yang dilepaskan
(showreleased) secara sedikit demi sedikit. Dosis awalnya adalah 10
mg dengan masa kerja selama 8-18 jam sehingga penderita hanya
membutuhkan satu dosis saja setiap hari, pada waktu sarapan pagi.
Dosisnya dalah kira sebesar setengah dosis metilfenidat, berkisar
antara 10-20 mg/jam
c) Magnesium pemolin : dianjurkan untuk memberikan dosis awal
sebesar 18,75 mg, untuk selanjutnya dinaikan dengan setengah
tablet/minggu. Akan dibutuhkan waktu selama 3-4 minggu untuk
menetapkan keefektifan obat tersebut. Efek samping dari obat
tersebut adalah berpengaruh terhadap fungsi hati, kegugupan serta
kejutan otot yang meningkat.
d) Fenotiazin : dapat menurunkan tingkah laku motorik anak yang
bersangkutan, efek samping : perasaan mengantuk, iritabilitas serta
distonia.
Secara umum efek samping dari pemakaian obat-obatan tersebut diatas adalah
anoreksia dan penurunan berat badan, nyeri perut bagian atas serta sukar tidur,
anak akan mudah menangis serta peka terhadap celaan ataupun hukuman, detak
jantung yang meningkat serta penekanan pertumbuhan. Jika terjadi hal demikian
maka pengurangan dosis atau penghentian pengguanaan obat-obatan perlu
dihentikan.

3. Down syndrome
Menurut Soetjiningsih (2013), perawatan anak down syndrome, kompleks karena
banyaknya masalah medis dan psikososial, baik yang timbul segera atau jangka
panjang. Manajemen kesehatan, lingkungan rumah, pendidikan, dan pelatihan
vokasional, sangat berpengaruh terhadap fungsi anak dan remaja down syndrome dan
membantu proses transisi ke masa dewasa.
Penanganan lebih lanjut selama masa anak-anak, dan perlu di bahas secara periodic
sesuai tahap perkembangan adalah :
a. Dukungan personal bagi keluarga
b. Dukungan finansialdan medisbagi anak dan keluarga
c. Antisipasi terhadap trauma pada setiap fase perkembangan
d. Pengaturan diet dan olahraga untuk mencegah obesitas
Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang
sama dengan anak yang normal. Tetapi terdapat beberapa keadaan dimana anak
dengan syndrome down memerlukan perhatian khusus yaitu dalam hal :
a. Pendengaran : sekitar 70-80% anak down syndrome dilaporkan terdapat
gangguan pendengaran sejak dini dan secara berkala oleh ahli THT
b. Penyakit jantung bawaan : 30-40% down syndrome disertai dengan penyakit
jantung bawaan yang memerlukan penanganan jangka panjang oleh ahli jantung
c. Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini karena sering mengalami gangguan
penglihatan atau katarak
d. Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi/prasekolah maupun
obesitas pada masa remaja atau setelah dewasa sehingga butuh kerja sama
dengan ahli gizi
e. Kelainan tulang : dapat terjadi dislokasi patella, subluksasio pangkal paha/
ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan
medulla spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti
tortikolis, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis
dan diperlukan konsultasi neurolugis
f. Lain-lain : aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan para ahli,
meliputi masalah imunologi, gangguan metabolisme atau kekacauan biokimiawi
4. Retardasi mental

Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada


penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun
orangnya pasti memiliki beban psiko-sosial yang tidak ringan jika anaknya menderita
retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang berat dan sangat berat. Oleh karena
itu agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar maka mereka perlu memiliki
kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka perlu mendapatkan
layanan konseling. Konseling dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan
agar orang tua penderita mampu mengatasi bebab psiko-sosial pada dirinya terlebih
dahulu.
Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesis
dari orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan pertumbuhan serta
perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
a. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
1) Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang
dimiliki dengan sebaik-baiknya.
2) Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.
3) Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan berkembang,
sehingga ketergantungan pada pihak lain menjadi berkurang atau bahkan
hilang.
Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih anak
normal antara lain karena perhatian penderita retardasi mental mudah
terinterupsi. Untuk mengikat perhatian mereka tindakan yang dapat dilakukan
adalah dengan merangsang indera.
b. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita
retardasi mental, yaitu:
1) Latihan di rumah: belajar makan sendiri,  membersihkan badan dan
berpakaian sendiri, dst.,
2) latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social,
3) Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin
penderita, dan
4) latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal
yang baik dan buruk secara moral.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan pertumbuhan dan perkembangan
2. Resiko cedera
3. Hambatan interaksi sosial
4. Defisit perawatan diri
5. Gangguan proses keluarga
B. Intervensi

No SDKI SLKI SIKI


1 Gangguan tumbuh Status perkembangan Perawatan perkembangan
kembang - Keterampilan/ Observasi
perilaku sesuai usia - Identifikasi
mengingkat pencapaian
- Kemampuan perkembangan
melakukan perawatan anak
diri meningkat Teraupetik
- Respon sosial - Pertahankan
meningkat lingkungan yang
mendukung
perkembangan
optimal
- Motivasi anak
berinteraksi
dengan anak lain
- Dukung anak
mengekspresikan
diri melalui
penghargaan
positif atau upan
balik atas usahanya
Edukasih
- Jelaskan orangtua
dan/pengasuh
tentang milestone
perkembangan dan
perilaku anak
- Anjurkan orang tua
berinteraksi
dengan anaknya
Kolaborasih
- Rujuk untuk
konseling, bila
perlu.
2 Resiko cedera Tingkat cedera Pencegahan cedera
- Ketegagan otot Observasi
menurun - Iddentifikasi area
- Gangguan mobelitas lingkungan yang
menurun berpotensi
menyebebkan
cedera

Teraupeutik
- Sediakan
pencahayaan yang
memadahi
- Gunakan alas
lantai jika beresiko
mengalami cedera
serius
- Gunakan
pengaman tempat
tidur sesuai dengan
kebijakan fasilitas
pelayanan
kesehatan
Edukasi
- Jelaskan alsan
intervensi
pencegahan jatuh
ke pasien dan
keluarga

3 Hambatan Interksi Interaksi sosial Modifikasi perilaku


Sosial - Perasaan nyaman keterampilan social
dengan situasi social Observasi:
meningkat - Identifikasi
- Persaan mudah penyebab
menerima atau kurangnya
mengkomunikasikan keterampilan social
perasaan - Identifikasi focus
- Responsive pada pelatihan
orang lain keterampilan social
- Perasaan tertasik pada Terapeutik:
orang lain - Motivasi untuk
- Minat melakukan berlatih
kontak emosi keterampilan social
- Beri umpan balik
positif (mis.pujian
atau penghargaan)
terhadap
kemampuan
asosialisasi
- Libatkan keluarga
selama latihan
keterampilan
social, jika perlu
Edukasi
- Jelasakn tujuan
melatih
keterampilan social
- Jelaskan respond
an konsekuensi
keterampilan social
- Anjuran
mengungkapkan
perasaan akibat
masalah yang
dialami
- Anjurkan
mengevaluasi
pencapaian setiap
interaksi
- Edukasi keluarga
untuk dukungan
keterampilan social
- Latih keterampilan
social secara
bertahap
Promosi sosialisasi
Observasi:
- Identifikasi
kemampuan
melakukan
interaksi dengan
orang lain
- Identifikasi
hambatan
melakukan
interaksi dengan
orang lain
Terapeutik:
- Motivasi
meningkatkan
keterlibatan dalam
suatu hubungan
- Motivasi kesabaran
dalam
mengembangkan
suatu hubungan
- Motivasi
berpartisipasi
dalam aktivitas
baru dan kegiatan
kelompok
- Motivasi
berinteraksi diluar
lingkungan
(mis.jalan-jalan,
ketoko buku)
- Diskusikan
kekuatan dan
keterbatasan dalam
4 Defisit perawatan diri Perawatan diri Dukungan perawatan diri
- Kemampuan mandi Onservasi
meningkat - Monitor tingkat
- Kemampuan kemandirian
mengenakan pakian - Identifikasih
meningkat kebutuhan alat
- Kemampuan makan bantu kebersihan
meningkat diri, berpakian,
- Verbalisasi keinginan berhias, dan makan
melakukan perawatan Terapeutik
diri - Sediakan
- Mempertahankan lingkungan yang
kebersihan mulut terapeutik ( mis,
suasanan hangat,
rileks, privasi )
- Dampingi dalam
melakukan
perawatan diri
samapi mandiri
- Siapkan keperluan
pribadi ( misl:
parfum, sikat gigi,
dan sabun mandi )
Edukasih
- Anjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
sesuai kemampuan
5 Gangguan proses Proses keluarga Dukung koping keluarga
keluarga - Adaptasi keluarga Observasi
terhadap situasi - Identifikasi proses
menurun emosional terhadap
- Kemampuan keluarga kondisi saat ini
berkomunikasih - Idetifikasih beban
secara terbuka di prognosis secara
antara anggota psikologis
keluarga meningkat Terpeutik
- Aktivitas mendukung - Dengarkan
pertumbuhan anggota masalah, perasaan,
keluarga meningkat dan pertanyaan
keluarga
Bersikap sebagai
pengganti keluarga untuk
menenangkan pasien dan/
jika keluarga idak dapat
memberikan perawatan
DAFTAR PUSTAKA

Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3.Jakarta.EGC

Yupi, Supartini.2004.Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta.EGC

PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defini dan Indikator Diagnostik.Edisi


I.DPP PPNI.Jakarta

Fadhli, A. (2010). Buku pintar kesehatan anak. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Anggrek.

Monika, & Waruwu, F. E. (2006). Jurnal Provitae Volume 2 ,Nomor 2. Anak Berkebutuhan
Khusus: Bagaimana Mengenal dan Menanganinya , 15.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.

Wong, D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.

Betz, Cecily L. Buku saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai