Anda di halaman 1dari 30

M A KA L A H

KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN POLA


ELIMINASI

DISUSUN OLEH
:

1. Chatarina Sentosa Jemali C1814201007

2. Coleta Antonia P.J.K C1814201008

3. Gloriani Sendana

4. Maria Grace E.N C1814201027

5. Mariana Dina C1814201029

6. Melyani Paressa C1814201031

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR TAHUN


2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa atas segala karunia yang telah di berikan kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaiakn tugas makalah Keperawatan
Gerontik

Makalah ini sengaja disusun guna melengkapi tugas


Keperawatan Bencana, selanjutnya makalah ini dapat menjadi
pedoman atau dapat dipelajari dengan mudah oleh mahasiswa
,maka kami menyusun makalah ini agar dapat lebih mempermudah
pembaca dalam memahami tentang materi ini.

Makassar,29 Oktober
2021

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ....................................................................


B. TUJUAN PENULISAN
C. BATASAN PENULISAN ....................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIK ....................................................................


B. ASUHAN KEPERAWATAN ....................................................................

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ....................................................................
B. SARAN ....................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses menua merupakan proses yang terus menerus secara
alamiah dan dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh semua makhluk
hidup.

Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama
cepatnya, adakalanya orang belum tergolong lanjut usia tetapi kekurangan-
kekurangan yang menyolok dan hal tersebut bisa terjadi karena beberapa
faktor antara lain lansia yang bekerja, lansia yang malnutrisi dan lain-lain.

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses


berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
tubuh maupun dari luar tubuh. Walaupun demikian harus diakui bahwa ada
berbagai gangguan yang sering menghinggapi kaum lansia. Proses menua
sudah mulai berlangsung sejak mencapai usia dewasa, misalnya terjadinya
kehilangan jaringan otot, susunan syaraf dan jaringan lain sehingga tubuh
akan mengalami gangguan misalnya penurunan fungsi pencernaan/GI
tract.

Pada fungsi pencernaan pada manula mengalami penurunan pada


susunan syaraf, penurunan fungsi absorbsi, penurunan fungsi peristaltik
usus, penurunan fungsi pengecap sehingga banyak mengalami gangguan
seperti diare, konstipasi, gizi buruk dan lain-lain pada lansia.

Dan pada makalah ini kelompok lebih cenderung membahas pada


gangguan Eliminasi pada lansia seperti Inkontinensia urine, konstipasi
karena banyak terjadi atau dialami oleh para manula.

B. Tujuan Penulisan
Mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan asuhan
keperawatan lansia secara nyata dalam pemenuhan kebutuhan Eliminasi
pada lansia.

C. Batasan Penulisan
Pada pembuatan makalah ini kelompok membatasi pada
pembahasan kebutuhan Eliminasi pada lansia menggunakan tinjauan teori
tentang pemenuhan kebutuhan Eliminasi pada lansia
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN ELIMNASI
1. Pengertian
Merupakan proses pembuangan “waste product” (sisa metabolisme) dari
urine dan faeces.

a. Gangguan Eliminasi Urin


Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang
individu mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi
urine. Biasanya orang yang mengalami gangguan eliminasi urin
akan dilakukan kateterisasi urine, yaitu tindakan memasukan
selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan
tujuan mengeluarkan urine.
b. Gangguan Eliminasi Fekal
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang
individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada
usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses
kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya
dilakukan huknah, baik huknah tinggi maupun huknah rendah.
Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon
desenden dengan menggunakan kanul rekti.

2. Etiologi
a. Gangguan Eliminasi Urin
1) Intake cairan
2) Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan
sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi
meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan,
akibatnya output urine lebih banyak.
3) Aktivitas
4) Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang
baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus
otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan
kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus
menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah
merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang
lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal
ini disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh
5) Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur
urethra
6) Infeksi
7) Kehamilan
8) Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
9) Trauma sumsum tulang belakang
10)Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih,
urethra.
11)Umur
12)Penggunaan obat-obatan

b. Gangguan Eliminasi Fekal

1) Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:


Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar
volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak
bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan
pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang
teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat
mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada
waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu,
respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktivitas peristaltik di colon.
2) Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika
pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine,
muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan
untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon.
Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan
feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan
memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga
meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme
3) Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-
penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa
jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa
orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik
dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa
memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi
4) Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.
Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak
peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum
dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses
mengeras
5) Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap
eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti
dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur
pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa
obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat
yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses.
Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-
obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan
aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare
6) Usia; Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya
sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3
tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang
dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya
adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos
colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan
mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot
perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan
lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol
terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses
defekasi.

7) Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada


spinal cord dan tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan
stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi
kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika
dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya,
klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami
fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ani

3. Proses Eliminasi
a. Pada eliminasi bowel
1.) Sistem digestif (GIT) bertambah lambat sehingga menyebabkan
sekresi cairan digestif dan peristaltik lamban sehingga terjadi
penurunan kemampuan untuk mengkonsumsi makanan tertentu.
2.) Pada lansia banyak makanan yang tidak tercerna dan kadang-
kadang tak cukup cairan untuk mencerna sehingga timbul
konstipasi. Konstipasi dapat juga terjadi karena tidak
mengkonsumsi makanan yang memadai/kurang melakukan
latihan fisik.
3.) Tidak memadainya konsumsi makanan juga sebagai akibat dari
penurunan respon terhadap tanda-tanda internal terhadap lapar
dan haus, perubahan pada gigi (karena sakit/trauma) sehingga
sulit untuk mengunyah.
4.) Keadaan sakit, misalnya : stroke akan menimbulkan kesulitan
untuk mengunyah/menelan.
5.) Kadang lupa dalam konsumsi makanan.
6.) Penggunaan laksatif yang berlebihan dapat menurunakan
penyerapan vitamin-vitamin tertentu yang larut dalam lemak (A,
D, E, K).
7.) Pada umumnya keluhan seperti kembung, perasaan tidak enak
biasanya akibat makanan yang kurang bisa dicernakan akibat :
a.) Menurunnya fungsi kelenjar pencernaan.
b.) Menurunnya toleransi terhadap makanan berlemak.
8.) Konstipasi dapat terjadi karena kurangnya kadar selulosa,
kurangnya nafsu makan akibat gigi sudah lepas.

b. Eliminasi urine
Terdapat sejumlah alasan terjadinya inkontinensia, baik yang
disebabkan oleh semua faktor diatas maupun masalah klinis yang
berhubungan. Alasan utama pada lansia adalah adanya
“ketidakstabilan kandung kemih”. Beberapa kerusakan persyarafan
mengakibatkan seseorang tidak mampu mencegah kontraksi otot
kandung kemih secara efektif (otot detrusor) dan mungkin juga
dipersulit oleh masalah lain, seperti keterbatasan gerak/konfusi.
Keinginan untuk miksi datang cepat dan sangat mendesak pada
seseorang sehingga penderita tidak sampai pergi ke toilet, akibatnya
terjadi inkontinensia, kejadian yang sama mungkin dialami pada saat
tidur.
Pada wanita, kelemahan otot spingter pada outlet sampai
kandung kemih seringkali disebabkan oleh kelahiran multipel sehinga
pengeluaran urine dari kandung kemih tidak mampu dicegah selama
masa peningkatan tekanan pada kandung kemih. Adanya tekanan di
dalam abdomen seperti bersin, batuk, atau saat latihan juga
merupakan faktor konstribusi.
Pembesaran kelenjar prostat pada pria adalah penyebab yang
paling umum terjadinya obstruksi aliran urine dari kandung kemih.
Kondisi ini menyebabkan inkontinensia karena adanya mekanisme
overflow, namun inkontinensia ini dapat juga di sebabkan oleh
adanya obstruksi yang berakibat konstipasi dan juga adanya massa
maligna (cancer) dalam pelvis yang dialami oleh pria dan wanita.
Akibat dari obstruksi, tonus kandung kemih akan menghilang
sehingga disebut kandung kemih atonik. Kandung kemih yang
kondisinya penuh gagal berkotraksi akan tetapi kemudian
menyebabkan overflow, sehingga terjadi inkontinensia.

4. Faktor Predisposisi/ Faktor Pencetus


a. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.
b. Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon
awal untuk berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak tertahan
di kandung kemih. Begitu pula dengan feses menjadi mengeras
karena terlalu lama di rectum dan terjadi reabsorbsi cairan.
c. Gaya hidup.
d. Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal
eliminasi urine dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar
mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi dan defekasi. Praktek
eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
e. Stress psikologi
f. Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya
frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitif
untuk keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang
diproduksi.
g. Tingkat perkembangan.
h. Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih.
Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena
adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering berkemih. Pada
usia tua terjadi penurunan tonus otot kandung kemih dan penurunan
gerakan peristaltik intestinal.
i. Kondisi Patologis.
j. Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter).
k. Obat-obatan, diuretiik dapat meningkatkan output urine. Analgetik
dapat terjadi retensi urine.

5. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi


a. Masalah-masalah dalam eliminasi urin :
1) Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih
dan ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan
diri.
2) Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau
permanen otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya
urine dari kandung kemih.
3) Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada
malam hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih
dalam semalam.
4) Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
5) Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
6) Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,
seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
7) Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine

b. Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan yaitu:


1) Konstipasi, merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya
frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras,
dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum.
Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama,
sehingga banyak air diserap.
2) Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga
tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan.
Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
3) Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat.
Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang
menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses
menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan
BAB.
4) Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol
BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak.
Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal.
Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan
BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung
pada perawat.
5) Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding
usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-
hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan
makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di
usus yang menghasilkan CO2.
6) Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum
(bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang
keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun.
Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah
teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien
merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh
pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien
mengalami konstipasi.

6. Tanda da Gejala
a. Tanda Gangguan Eliminasi urin
1) Retensi Urin
o Ketidak nyamanan daerah pubis.
o Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
o Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
o Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
o Ketidaksanggupan untuk berkemih
2) Inkontinensia urin
 pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di
WC
 pasien sering mengompol

b. Tanda Gangguan Eliminasi Fekal


1) Konstipasi
 Menurunnya frekuensi BAB
 Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
 Nyeri rektum
2) Impaction
 Tidak BAB
 anoreksia
 Kembung/kram
 nyeri rektum
3) Diare
 BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
 Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
 Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang
menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
 feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
4) Inkontinensia Fekal
 Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
 BAB encer dan jumlahnya banyak
 Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma
spinal cord dan tumor spingter anal eksternal
5) Flatulens
 Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
 Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan
kram.
 Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
6) Hemoroid
 pembengkakan vena pada dinding rectum
 perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
 merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
 nyeri

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan USG
b. Pemeriksaan foto rontgen
c. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

B. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses pemecahan masalah


yang mengarahkan perawat dalam memberikan asuhan. Pengkajian
merupakan langkah pertama dalam proses ini yaitu meliputi pengumpulan
dan analisa data dan menghasilkan diagnosa keperawatan. Pengkajian
yang berfokus pada keperawatan sangat penting untuk menetukan
diagnosa keperawatan yang dapat menentukan intervensi dan
implementasi keperawatan.

1. Pengkajian
a Eliminasi urine
1.) Urine. Warna : Normal kuning jernih. Bau : Normal aromatik
amonia.
Pada overhidrasi  hampir tidak berwarna

Pada dehidrasi  orange-kecoklatan.

2.) Jumlah urine bervariasi tergantung intake. Normal 1 x BAK


250-400 ml.
3.) Distensi kandung kemih  inkontinensia (tidak dapat menahan
BAK)
4.) Frekuensi BAK, tekanan dan desakan.
5.) Kondisi-kondisi tertentu misalnya :
a.) Disuria, keadaan nyeri waktu BAK.
b.) Nokturia, keadaan BAK sering pada malam hari.
c.) Enurisis, keadaan sadar BAK (umumnya pada anak-anak).
d.) Polyurie, peningkatan jumlah BAK baik frekuensi maupun
volume.
e.) Oliguri, penurunan jumlah BAK frekuensi/jumlahnya.
f.) Anuri, produksi urine <100 /hari.
g.) Retensio, ketidakmampuan mengosongkan bladder,
misalnya : karena obstruksi saluran urethra.
b Eliminasi bowel
1.) Status gizi
2.) Pemasukan diit
3.) Anorexia, tidak dicerna, mual dan muntah.
4.) Mengunyah dan menelan.
5.) Keadaan gigi, rahang dan rongga mulut
6.) Auskultasi bising usus.
7.) Palpasi apakah perut kembung, fecal.
8.) Konstipasi, sudah berapa hari tidak BAB.
9.) Keadaan diare.

2. Intervensi
a. Eliminasi Urine
1.) Cukupkan cairan masuk 2000-3000
ml/hari.
2.) Cegah terjadinya inkontinensia :
a) Jelaskan dan dorong klien untuk BAK tiap 2 jam.
b) Pertahankan penerangan dikamar mandi untuk
mencegah jatuh.
c) Observasi jumlah urin
d) Batasi cairan terutama waktu menjelang tidur.
b. Eliminasi Bowel
1.) Berikan sikap fowler waktu makan
2.) Pertahankan keasaman lambung.
3.) Berikan makanan yang tidak membentuk gas
4.) Cukup cairan
3. Untuk mencegah sembelit/konstipasi.
a. Awasi kecukupan cairan dalam diit.
b. Dorong untuk melakukan aktivitas
c. Fasilitasi gerak usus dalam mencerna.
d. Berikan kebebasan dan gerak posisi tubuh normal
e. Berikan kecukupan konsumsi serat.
f. Ajarkan latihan kegel.
g. Ajarkan latihan perut.
h. Atur waktu makan dan minum.
i. Atur jumlah makan dan minum.
j. Berikan laxatif jika perlu.

DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. DIARE ( D. 0020 )
 Defenisi : Pengeluaran feses yang sering, lunak dan tidak
berbentuk.
 Penyebab :
a) Fisiologis
1) Inflamasi gastrointestinal
2) Iritasi gastrointestinal
3) Proses infeksi
4) Malabsorpsi
b) Psikologis
1) Kecemasan
2) Tingkat stress tinggi
c) Situasional
1) Terpapar kontaminan
2) Terpapar toksin
3) Penyalahgunaan laksatif
4) Penyalahgunaan zat
5) Program pengobatan ( agen tiroid, analgesic,
pelunak feses, ferosulfat, antasida, cimetidine, dan
antibiotic )
6) Perubahan air dan makanan
7) Bakteri pada air
 Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif : -
b) Objektif :
1) Defekasi lebih dari tiga kali dalam 24 jam
2) Feses lembek atau cair
 Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif :
1) Urgency
2) Nyeri/ kram abdomen
b) Objektif :
1) Frekuensi peristaltic meningkat
2) Bising usus hiperaktif

NO. SDKI SLKI SIKI


1. DIARE Setelah dilakukan MANAJEMEN DIARE (I.
tindakan keperawatan 03101)
selama … x… OBSERVASI
diharapkan, Eliminasi 1) Identifikasi penyebab
Fekal ( L. 04033 ) diare ( mis. Inflamasi
membaik. Dengan gastrointestinal, iritasi
kriteria hasil : gastrointestinal, proses
1) Control infeksi, malabsorpsi,
pengeluaran ansietas, stress, efek
feses meningkat obat-obatan, pemberian
2) Keluhan defekasi botol susu)
lama dan sulit 2) Identifikasi riwayat
menurun pemberian makanan
3) Mengejan saat 3) Identifikasi gejala
defekasi invaginasi (mis.
menurun Tangisan keras,
4) Konsistensi feses kepucatan pada bayi)
membaik 4) Monitor warna, volume,
5) Frekuensi frekuensi, dan
defekasi konsistensi tinja
membaik 5) Monitor tanda dan
6) Peristaltic usus gejala hypolovemia
membaik (mis. Takikardia,nadi
teraba lemah, tekanan
darah turun, turgor kulit
turun, mukosa kulit
kering, CRT melambat,
BB menurun)
6) Monitor iritasi dan
ulserasi kulit di daerah
perianal
7) Monitor jumlah
pengeluaran diare
8) Monitor keamanan
pengeluaran diare
9) Monitor keamanan
penyiapan makanan

TERAPEUTIK
1) Berikan asupan cairan
oral (mis. Larutam
garam gula, oralit,
pedialyte, renalyte)
2) Pasang jalur intravena
3) Berikan cairan intravena
(mis. RL, Ringer
asetat), jika perlu
4) Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan
darah lengkap dan
elektrolit
5) Ambil sampel feses
untuk kultur, jika perlu

EDUKASI
1) Anjurkan makanan porsi
kecil dan sering secara
bertahap
2) Anjurkan menghindari
makanan berbentuk
gas, pedas dan
mengandung laktosa
3) Anjurkan melanjutkan
pemberian ASI

KOLABORASI
1) Kolaborasi pemberian
obat antimotilitas (mis.
Papaverin, ekstak
belladonna,
mebeverine)
2) Kolaborasi pemberian
obat pengeras feses
(mis. Atapulgit, smektit,
kaolin-pektin)

PEMANTAUAN CAIRAN ( I.
03121)
OBSERVASI
1) Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
2) Monitor frekuensi napas
3) Monitor tekanan darah
4) Monitor berat badan
5) Monitor waktu pengisian
kapiler
6) Monitor elastisitas atau
turgor kulit
7) Monitor jumlah, warna
dan berat jenis urine
8) Minitor kadar albumin
dan protein total
9) Monitor hasil
pemeriksaan serum
(mis. osmolaritas
serum, hematokrit,
natrium, kalium, BUN)
10)Monitor intake-output
cairan
11)Identifikasi tanda-tanda
hypovolemia (mis.
Frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba
lemah, TD menurun,
tekanan nadi
menyempit, turgor kulit
menurun, membrane
mukosa kering, volume
urin menurun,
hematocrit meningkat,
haus, lemah,
konsentrasi urine
meningkat, berat badan
menurun dalam waktu
singkat)
12)Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia (mis.
Dyspnea, edema
perifer, edema
anasarka, JVP
meningkat, CVP
meningkat, reflex
hepatojugular positif,
berat badan menurun
dalam waktu singkat)
13)Identifikasi factor risiko
ketidakseimbangan
cairan (mis. Prosedur
pembedahan mayor,
trauma/perdarahan,
luka bakar, apheresis,
obstruksi intestinal,
peradangan pancreas,
penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi
intestinal

TERAPEUTIK
1) Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil
pemantauan

EDUKASI
1) Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.

2. KONSTISIPASI ( D. 0049 )
 Defenisi : Penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran
feses sulit dan tidak tuntas serta feses kering dan banyak.
 Penyebab :
a) Fisiologis
1) Penurunan motilitas gastrointestinal
2) Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi
3) Ketidakcukupan diet
4) Ketidakcukupan asupan serat
5) Ketidakcukupan asupan cairan
6) Aganglionik (mis. Penyakit hisprung)
7) Kelemahan otot abdomen
b) Psikologis
1) Konfusi
2) Depresi
3) Gangguan emosional
c) Situasional
1) Perubahan kebiasaan makan (mis. Jenis makanan,
jadwal makan)
2) Ketidakadekuatan toileting
3) Aktivitas fisik harian kurang dari yang di anjurkan
4) Penyalahgunaan laksatif
5) Efek agen farmakologis
6) Ketidakteraturan menahan dorongan defekasi
7) Kebiasaan menahan dorongan defekasi
8) Perubahan lingkungan
 Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif
1) Defekasi kurang dari 2 kali seminggu
2) Pengeluaran feses lama dan sulit
b) Objektif
1) Feses keras
2) Peristaltic usus menurun
 Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif :
1) Mengejan saat defekasi
b) Objektif :
1) Distensi abdomen
2) Kelemahan umum
3) Teraba massa pada rektal

No. SDKI SLKI SIKI


2. KONSTISIPASI Setelah dilakukan MANAJEMEN
tindakan keperawatan ELEKTROLIT FEKAL
selama … x … OBSERVASI
diharapkan, fungsi 1) Identifikasi masalah
gastrointestinal ( L. usus dan
03019 ) Membaik. penggunaan obat
Dengan kriteria hasil : pencahar
1) Toleransi 2) Identifikasi
terhadap pengobatan yang
makanan berefek pada
meningkatk kondisi
2) Nafsu makan gastrointestinal
meningkat 3) Monitor buang air
3) Mual menurun besar (mis. Warna,
4) Muntah menurun frekuensi,
5) Dispnesia konsistensi, volume )
menurun 4) Monitor tanda dan
6) Nyeri abdomen gejala diare,
menurun konstisipasi, atau
7) Distensi impaksi
abdomen
menurun TERAPEUTIK
8) Regurgitasi 1) Berikan air hangat
menurun setelah makan
9) Jumlah residu 2) Jadwalkan waktu
cairan lambung defekasi bersama
saat aspirasi pasien
menurun 3) Sediakan makanan
10)Frekuensi BAB tinggi serat
membaik
11)Konsistensi feses EDUKASI
membaik 1) Jelaskan makanan
12)Peristaltic usus yang membantu
membaik meningkatkan
keteraturan
peristaltic usus
2) Anjurkan mencatat
warna, frekuensi,
konsistensi, volume
feses
3) Anjurkan
meningkatkan
aktivitas fisik, sesuai
toleransi.
4) Anjurkan
pengurangan
asupan makanan
yang meningkatkan
pembentukan gas
5) Anjurkan
mengomsumsi
makanan yang
mengandung tinggi
serat
6) Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan, jika
tidak ada
kontraindikasi.

KOLABORASI
1) Kolaborasi
pemberian obat
supositoria anal, jika
perlu.

MANAJEMEN
KONSTISIPASI
OBSERVASI
1) Periksa tanda dan
gejala konstisipasi
2) Periksa pergerakan
usus, karakteristik
feses ( konsistensi,
bentuk, volume, dan
warna.
3) Identifikasi factor
risiko konstisipasi
(mis. Obat-obatan,
tirah baring, dan diet
rendah serat)
4) Monitor tanda dan
gejala rupture usus
dan/atau peritonitis.

TERAPEUTIK
1) Anjurkan diet tinggi
serat
2) Lakukan masase
abdomen, jika perlu.
3) Lakukan evakuasi
feses secara
manual, jika perlu.
4) Berikan enema, atau
irigasi, jika perlu.

EDUKASI
1) Jelaskan etiologi
masalah dan alasan
tindakan
2) Anjurkan
peningkatan asupan
cairan, jika tidak ada
kontraindikasi.
3) Latih buang air
besar secara teratur
4) Ajarkan cara
mengatasi
konstisipasi/impaksi

KOLABORASI
1) Konsultasi dengan
tim medis tentang
penurunan /
peningkatan
frekuensi suara usus
2) Kolaborasi
penggunaan obat
pencahar, jika perlu.
3. INKONTINENSIA ALVI / FEKAL ( D. 0041)
 Defenisi : Perubahan kebiasaan buang air besar dari pola normal
yang di tandai dengan pengeluaran feses secara involunter ( tidak
disadari )
 Penyebab :
1) Kerusakan susunan saraf motoric bawah
2) Penurunan tonus otot
3) Gangguan kognitif
4) Penyalahgunaan laksatif
5) Kehilangan fungsi pengendalian sfingter rectum
6) Pascaoperasi pulltrough dan penutupan kolosomi
7) Ketidakmampuan mencapai kamar kecil
8) Diare kronis
9) Stress berlebihan
 Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif :
1) Tidak mampu mengontrol pengeluaran feses
2) Tidak mampu menunda defekasi
b) Objektif
1) Feses keluar sedikit-sedikit dan sering
 Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif : -
b) Objektif :
1) Bau feses
2) Kulit perianal kemerahan

NO SDKI SLKI SIKI


.
3. INKONTINENSI Setelah dilakukan LATIHAN ELIMINASI FEKAL
A ALVI/ FEKAL tindakan keperawatan OBSERVASI
selama … x … , 1) Monitor peristaltic
diharapkan usus secara teratur
Kontinensia Fekal
( L.04035 ) Membaik. TERAPEUTIK
Dengan kriteria hasil : 1) Anjurkan waktu yang
1) Pengontrolan konsisten untuk buang
pengeluaran air besar
feses 2) Berikan privasi,
meningkat kenyamanan, dan
2) Defekasi posisi yang
membaik meningkatkan proses
3) Frekuensi defekasi
buang air besar 3) Gunakan enema
membaik rendah, jika perlu.
4) Anjurkan dilatasi rektal
digital, jika perlu.
5) Ubah program latihan
eliminasi fekal, jika
perlu.

EDUKASI
1) Anjurkan
mengkomsumsi
makanan tertentu,
sesuai program atau
hasil konsultasi
2) Anjurkan asupan
cairan yang adekuat
sesuai kebutuhan
3) Anjurkan olahraga
sesuai toleransi

KOLABORASI
1) Kolaborasi
penggunaan
supositori, jika perlu.
PERAWATAN
INKONTINENSIA FEKAL ( I.
04162 )
OBSERVASI
1) Identifikasi penyebab
inkontinesia fekal baik
fisik maupun
psikologis (mis.
Gangguan saraf
motoric bawah,
penurunan tonus otot,
gangguan sfingter
rectum, diare kronis,
gangguan kognitif,
stress berlebihan )
2) Identifikasi perubahan
frekuensi defekasi dan
konsistensi feses
3) Monitor kondisi kulit
perianal
4) Monitor keadekuatan
evakuasi feses
5) Monitor diet dan
kebutuhan cairan
6) Monitor efek samping
pemberian obat

TERAPEUTIK
1) Bersihkan daerah
perianal dengan
sabun dan air
2) Jaga kebersihan
tempat tidur dan
pakaian
3) Laksanakan program
latihan usus (bowel
training), jika perlu
4) Jadwalkan BAB di
tempat tidur, jika perlu
5) Berikan celana
pelindung/pembalut/po
pok, sesuai
kebutuhan.
6) Hindari makanan yang
menyebabkan diare.

EDUKASI
1) Jelaskan defenisi,
jenis inkontinensia,
penyebab
inkontinensia fekal
2) Anjurkan mencatat
karakteristik feses

KOLABORASI
1) Kolaborasi pemberian
obat diare (mis.
Loperamide, atropine)

4. INKONTINENSIA URIN BERLANJUT (D.0042)


Defenisi : Pengeluaran urin tidak terkendali dan terus menerus tanpa
distensi atau perasaan penuh pada kandung kemih
Penyebab :
a) Neuropati arkus refleks
b) Disfungsi neurologis
c) Kerusakan refleks kontraksi detrusor
d) Trauma
e) Kerusakan medulla spinalis
f) Kelainan anatomis (mis: fistula)

Gejala dan tanda mayor :

Subjektif :

a) Keluarnya urin konstan tanpa distensi


b) Nocturia lebih dari 2 kali sepanjang tidur

Objektif :

(Tidak tersedia)

Gejala dan tanda minor :

Subjektif :

a) Berkemih tanpa sadar


b) Tidak sadar inkontinensia urin

Objektif :

(Tidak tersedia)

Kondisi klinis terkait :

a) Cedera kepala
b) Trauma
c) Tumor
d) Infeksi medulla spinalis
e) Fistula saluran kemih

No SDKI SLKI SIKI


.
1. Inkontinensia Urin Setelah dilakukan Kateterisasi Urine (I.04148)
Berlanjut (D. 0042) Tindakan keperawatan … Observasi :
x…. diharapkan a) Periksa kondisi pasien (m
kontinensia fekal kesadaran, tanda-tanda vi
membaik (L. 04035) daerah perineal, diste
dengan kriteria hasil : kandung kemih, inkontinen
a) Pengontrolan urine, refleks berkemih)
pengeluaran feses Terapeutik :
meningkat a) Siapkan peralatan, baha
b) Defekasi membaik bahan dan ruang
c) Frekuensi buang air Tindakan
besar membaik b) Siapkan pasien; bebask
d) Kondisi kulit perineal pakian bawah dan posisik
membaik dorsal rekumben (un
Wanita) dan supine (un
pria)
c) Pasang sarung tangan
d) Bersihkan daerah perin
atau preposium deng
cairan NaCl atau aquades
e) Sambungkan kateter u
dengan urin bag
f) Isi balon dengan NaCl
sesuai dengan anjur
pabrik
g) Fiksasi selang kateter dia
simpisis atau dipaha
h) Pastikan kantung u
ditempatkan lebih rend
dari kandung kemih
i) Berikan label wa
pemasangan
Edukasi :
a) Jelaskan tujuan d
prosedur pemasang
kateter urin
b) Anjurkan menarik nap
saat insersi selang kateter
Perawatan inkontinensia urin
04163)
Observasi :
a) Identifikasi penyeb
inkontinensia urin (m
disfungsi neurolog
gangguan medulla spina
gangguan refleks destrus
obat-obatan, usia, Riwa
operasi, gangguan fun
kognitif)
b) Identifikasi perasaan d
persepsi pasien terhad
inkontinensia urin ya
dialaminya
c) Monitor keefektifan ob
pembedahan dan ter
modalitas berkemih
d) Monitor kebiasaan BAK
Terapeutik :
a) Bersihkan genital dan k
sekitar secara rutin
b) Berikan pujian a
keberhasilan menceg
inkontinensia
c) Buat jadwal konsumsi ob
obat diuretic
d) Ambil samep urin un
pemeriksaan urin lengk
atau kultur
Edukasi :
a) Jelaskan defenisi, je
inkontinensia penyeb
inkontinensia urin
b) Jelaskan progr
penanganan inkontinen
urin
c) Jelaskan jenis pakaian d
lingkungan yang menduku
proses berkemih
d) Anjurkan membat
konsumsi cairan 2-3 j
menjelang tidur
e) Ajarkan memantau cair
keluar dan masuk serta p
eliminasi urin
f) Anjurkan minum minim
1500 cc/hari, jika tid
kontraindikasi
g) Anjurkan mengindari ko
minuman bersoda, the d
cokelat
h) Anjurkan konsumsi bu
dan sayur un
menghindari konstipasi
Kolaborasi
a) Rujuk ke ahli inkontinens
jika perlu

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Faktor usia juga mempengaruhi terjadinya gangguan pila elimansi pada
lansia karena terjadi penurunan kemampuan peristaltik usus dalam
mencerna makanan.Intake cairan dan konsumsi gizi makanan yang tidak
seimbang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pola
eliminasi.Untuk mengatasi masalah gangguan pola eliminasi pada lansi
dilakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang
pentingnya konsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang. Pada
lansia juga dianjurkan untuk meningkatkan masukan cairan secara
bertahap.
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Kholifah, Siti Nur. 2016. Keperawatan Gerontik. Jakarta: KEMENKES RI.


Rijal, C. 2016. Urinary Incontinence in Women Living in Nursing Homes:
Prevalence and Risk Factors. Indonesian Journal of Obstetrics and
Gynecology, 2(4), 193–198. https://doi.org/10.32771/inajog.v2i4.406

Samosir, Nova Relida dan Yulia Tetra Ilona. 2019. Pengaruh Pemberian
Senam Kegel Untuk Menurunkan Derajat Inkontinensia Urin Pada Lansia.

Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 2 nomor 01, Februari


2019.http://jurnal.univrab.ac.id/index.php/jif/article/view/1228.

Sri Wahyuni, Nurul.adila. 2013. Buku Ajar KeperawatanGerontik. Yogyakarta:


Nuha Medika. PERKINA, P. K. I. 2019. Panduan tata laksana inkontinensia urin
pada dewasa. 1–35. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai