MAKALAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah
Pediatric Nursing yang diampu oleh Ns. Heni Kristiana S.kep,M.kep
Disusun Oleh :
1. Rahmania Dian Dhini (13.1251)
2. Ria Andini Saputri (13.1255)
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Tujuan
a. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan autism.
b. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan hiperaktif.
c. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan down sindrom.
d. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan retardasi mental.
e. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
autism.
f. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
hiperaktif.
g. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
down sindrom.
h. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
down retardasi mental.
BAB II
A. Definisi
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan
khusus yang berkaitan dengan kekhususanya.[ CITATION Aul10 \l 1033 ]. Anak yang
memiliki gangguan kognitif juga termasuk anak yang berkebutuhan khusus. Gangguan
kognitif adalah sebuah istilah umum yang mencakup setiap jenis kesulitan atau
defisiensi mental[ CITATION Don08 \l 1033 ].
Anak yang berkebutuhan khusus antara lain autisme, hiperaktif, down sindrom
dan retardasi mental. Penatalaksanaan terapi pada anak yang berkebutuhan khusus
paling efektif dilakukan pada usia sebelum lima tahun. Setelah lima tahun hasilnya
berjalan lebih lambat. Pada usia 5-7 tahun perkembangan otak melambat menjadi 25%
dari usia sebelum 5 tahun. Meski tidak secepat anak normal, kita harus member
kesempatan pada anak berkebutuhan khusus ini untuk berkembang, dia masih dapat
menguasai beberapa kemampuan seperti halnya anak normal yang lain.[ CITATION
Mon06 \l 1033 ]
a. Penyebab Autisme
Beberapa tahun yang lalu, penyebab autisme masih merupkan suatu misteri,
oeh karena itu banyak hipotesis yang berkembang mengenai penyebab autisme.
Salah satu hipotesis yang kemudian mendapat tanggapan yang luas adalah teori
“ibu yang dingin”. Menurut teori ini dikatakan bahwa anak masuk ke dalam dunianya
sendiri oleh karena merasa ditolak oleh ibu yang dingin. Teori ini banyak yang
menentang karena banyak ibu yang bersifat hangat tetap mempunyai anak yang
menunjukkan ciri - ciri autisme. Teori tersebut tidak memberi gambaran secara pasti,
sehingga hal ini mengakibatkan penanganan yang diberikan kurang tepat bahkan
tidak jarang berlawanan dan berakibat kurang menguntungan bagi pekembangan
individu autisme. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang
kedokteran akhir-akhir ini telah menginformasikan individu dengan gangguan
autisme mengalami kelainan neurobiologis pada susunan saraf pusat. Kelainan ini
berupa pertumbuhan sel otak yang tidak sempurna pada beberapa bagian otak.
Gangguan pertumbuhan sel otak ini, terjadi selama kehamilan, terutama kemahilan
muda dimana sel-sel otak sedang dibentuk.
Pemeriksaan dengan alat khusus yang disebut Magnetic Resonance Imaging
(MRI) pada otak ditemukan adanya kerusakan yang khas di dalam otak pada daerah
apa yang disebut dengan limbik sistem (pusat emosi). Pada umumnya individu
autisme tidak dapat mengendalikan emosinya, sering agresif terhadap orang lain
dan diri sendiri, atau sangat pasif seolah -olah tidak mempunyai emosi. Selain itu
muncul pula perilaku yang berulang - ulang (stereotipik) dan hiperaktivitas. Kedua
peilaku tersebut erat kaitannya dengan adanya gangguan pada daerah limbik sistem
di otak.
Terdapat beberapa dugaan yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada otak
yang menimbulkan gangguan autisme di antaranya adanya pertumbuhan jamur
Candida yang berlebihan di dalam usus. Akibat terlalu banyak jamur , maka sekresi
enzim ke dalam usus berkurang. Kekurangan enzim menyebabkan makanan tak
dapat dicerna dengan sempurna. Beberapa protein jika tidak dicerna secara
sempurna akan menjadi “racun” bagi tubuh. Protein biasanya suatu rantai yang
terdiri dari 20 asam amino. Bila pencernaan baik, maka rantai tersebut seluruhnya
dapat diputus dan ke - 20 asam amino tersebut akan diserap oleh tubuh. Namun bila
pencernaan kurang baik, maka masih ada beberapa asam amino yang rantainya
belum terputus. Rangkaian yang terdiri dari beberapa asam amino disebut peptida.
Oleh karena adanya kebocoran usus, maka peptida tersebut diserap melalui dinding
usus, masuk ke dalam aliran darah, menembus ke dalam otak. Di dalam otak
peptide tersebut ditangkap oleh reseptor oploid, dan ia berfungsi seperti opium atau
morfin. Melimpahnya zat-zat yang bekerja seperti opium ini ke dalam otak
menyebabkan terganggunya kerja susunan saraf pusat. Yang terganggu biasanya
seperti persepsi, kognisi (kecerdasan), emosi, dan perilaku. Dimana gejalanya mirip
dengan gejala yang ada pada individu autisme. Tentu masih terdapat dugaan-
dugaan lain yang menimbulkan keruskan pada otak seperti adanya timbal , mercury
atau zat beracun lainnya yang termakan bersama makanan yang dikonsumsi ibu
hamil, yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan otak janin yang dikandungnya.
Apapun yang melatarbelakangi penyebab gangguan pada individu autisme, yang
jelas bukan karena ibu yang frigit (ibu yang tidak memberi kehangatan kasih
sayang), seperti yang dianut dahulu, akan tetapi gangguan pada autisme terjadi erat
kaitannya dengan gangguan pada otak.
b. Karakteristik autisme
Karakteristik gangguan autisme pada sebagian individu sudah mulai muncul
sejak bayi. Kciri yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan reaksi
yang sangat minim terhadap ibunya atau pengasuhnya.Ciri ini semakin jelas dengan
bertambahnya umur. Pada sebagian kecil lainnya dari individu penyandang autisme,
perkembangannya sudah terjadi secara “.relatif normal”. Pada saat bayi sudah
menatap, mengoceh, dan cukup menunjukkan reaksi pada orang lain, tetap
kemudian pada suatu saat sebelum usia 3 tahun ia berhenti berkembang dan terjadi
kemunduran. Ia mulai menolak tatap mata, berhenti mengoceh, dan tidak bereaksi
terhdap orang lain.
Oleh karena itu kemudian diketahui bahwa seseorang baru dikatakan
mengalami gangguan autisme , jika ia memiliki gangguan perkembangan dalam tiga
aspek yaitu kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang
kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas disertai
gerakan - gerakan berulang tanpa tujuan Ciri-ciri tersebut harus sudah terlihat
sebelum anak berumur 3 tahun. Mengingat bahwa tiga aspek gangguan perkemb
angan di atas terwujud dalam berbagai bentuk yang berbeda, dapat disimpulkan
bahwa autism sesungguhnya adalah sekumpulan gejala/ciri yang melatar-belakangi
berbagai factor yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama lain dan unik karena
tidak sama untuk masing-masing anak. Dengan demikian, maka sering ditemukan
ciri-ciri yang tumpang tindih dengan beberapa gangguan perkembangan lain.
Gradasi manifestasi gangguan juga sangat lebar antara yang berat hingga yang
ringan. Di satu sisi ada individu yang memiliki semua gejala, dan di sisi lain ada
individu yang memiliki sedikit gejala.
Adapun tanda-tanda awal autism anak usia 0-5 tahun menurut Harris (1989) sebagai
berikut:
1. Bayi lahir – usia 6 bulan
a. Anak “ terlalu tenang atau baik”
b. Mudah terangsang (irritable) banyak menangis terutama malam, susah
ditenangkan
c. Jarang menyodorkan kedua tangan untuk minta diangkat
d. Jarang mengoceh
e. Jarang menunjukkan senyuman social
f. Jarang menunjukkan kontak mata
g. Perkembangan gerakan kasar tampak normal
c. Pertimbangan Keperawatan
Intervensi terapeutik untuk anak penderita autism merupaka wilayah khusus yang
melibatkan profesioal terlatih. Meskipun tidak ada penyembuhan utuk autism,
berbagai terapi telah digunakan. Hasil yang paling menjanjikan adalah melalui
program modifikasi perilaku yang dilakukan secara intensif dan terstruktur. Secara
umum, tujuan penanganan adalah meningkatkan penguatan positif, enigkatkan
kesadaran social terhadap orang lain, mengajari keterampilan komunikasi verbal,
dan mengurangi perilaku yag tidak dapat diterima. Memberikan rutinitas terstruktur
untuk diikuti anak merupakan kunci dalam penatalaksanaan autism.
Apabila anak ini di rawat di rumah sakit, orang tua sangat penting merencanakan
asuhan dan idealnya harus tinggal bersama anak sesering mungkin. Perawat harus
memahami bahwa tidak semua anak penderita autism sama dan bahwa mereka
akan memerlukan pengkajian dan penatalaksanaan individual. Mengurangi stimulasi
dengan menggunakan ruang pribadi, menghindari distraksi suara dan visual yang
berlebihan, dan mendorong orag tua untuk membawakan barang-barang yang
sangat enting bagi anak dapat mengurangi gangguan akibat rawat inap. Karea
kontak fisik sering menjengkelkan anak ini maka menggendong dan kontak mata
perlu dibatasi untuk menghindaari ledakan perilaku. Harus hati-hati saat melakukan
prosedur, member obat, atau member makan anak, karea mereka susah makan
sampai kelaparan sendiri atau melakukan muntah untuk meghidari makan anak atau
mengulum makanan, menelan semua benda yang bisa atau tidak bisa dimakan,
seperti thermometer.
Mereka perlu diperkenalkan dengan situasi baru secara perlahan, kunjungan
pemberi asuhan dibuat singkat jika mugkin. Karena anak ini mengalami kesulitan
mengatur perilaku dan mengarahkan kembali energy mereka, maka segala sesuatu
yang harus dikerjakan mereka perlu diperintah secara langsung. Komunikasi harus
sesuai dengan tingkat perkembangan anak, singkat dan konkret. Hanya satu
permintaan diberikan pada satu kesempatan, seperti “duduk di tempat tidur”.
Orang tua memerlukan ahli untuk konsultasi dini dalam riwayat penyakitnya dan
harus dirujuk ke Autism Society of America (ASA). ASA menyediakan informasi
mengenai edukasi, program dan teknik penanganan, serta fasilitas seperti berkemah
dan rumah kelompok. Ada juga kelompok sibling yang dinamakan SHARE
(SiblingsHelping Persons with Autism Through Resources and Energy).
Sumber daya yang sangat membantu lainnya adalah departemen kesehatan mental
local dan nasional serta hendaya (desabilitas) perkembangan; organisasi ini
menyediakan program penting untuk anak autistic dan program dalam sekolah
seluruh wilayah Amerika Serikat. Ketika anak mendekati masa dewasa dan orang
tua menjadi semakin tua, keluarga mungkin memerlukan bantuan untuk mencari
fasilitas penempatan jangka panjang.
c. Manifestasi Klinis
Ukuran objektif tidak memperlihatkan bahwa anak yang terkena gangguan
ini memperlihatkan aktivitas fisik yang lebih banyak, juka dibandingkan dengna
anak-anak kotrol yang normal, tetapi gerakan-gerakan yang mereka lakukan
kelihatan lebih kurang bertujuan serta mereka selalu gelisah dan resah. Mereka
mempunyai rentang perhatian yang pendek, mudah dialihkan serta bersifat
impulsive dan mereka cenderung untuk bertindak tanpa mempertimbangkan atau
merenungkan akibat tindakan tersebut. Mereka mempunyai toleransi yang
rendah terhadap perasaan frustasi dan secara emosional mereka adalah orang-
orang yang labil serta mudah terangsang. Suasana perasaan hati mereka
cenderung untuk bersifat netral atau pertenangan, mereka kerap kali
berkelompok, tetapi secara social mereka bersikap kaku. Beberapa orang di
antara mereka bersikap bermusuhan dan negative, tetepi ciri ini sering terjadi
secara sekunder terhadap permasalahan-permasalahan psikososial yang
mereka alami. Beberapa orang lainnya sangat bergantung secara berlebih-
lebihan, namun yang lain lagi bersikap begitu bebas dan merdeka, sehingga
kelihatan sembrono.
Kesulitan-kesulitan emosional dan tingkah laku lazim ditemukan dan
biasanya sekunder terhadap pengaruh social yang negative dari tingkah laku
mereka. Anak-anak ini akan menerima celaan dan hukuman dari orang tua serta
guru dan pengasingan social oleh orang-orang yang sebaya dengan mereka.
Secara kronik mereka mengalami kegagalan di dalam tugas-tugas akademik
mereka dan banyak diantara mereka tidak cukup terkoordinasi serta cukup
mampu mengendalikan diri sediri untuk dapat berhasil di dalam bidang olahraga.
Mereka mempunyai gambaran mengenai diri mereka sendiri yang buruk serta
mempunyai rasa harga diri yang rendah dan kerap kali mengalami depresi.
Terdapat angka kejadian tinggi mengenai ketidakmampuan belajar membaca
matematika, mengeja serta tulis tangan. Prestasi akademik mereka dapat
tertinggal 1-2 tahun dan lebih sedikit daripada yang sesungguhnya diharapkan
dari kecerdasan mereka yang diukur.
d. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan diagnosis
gangguan kekurangan perhatian. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan
memperlihatkan jumlah gelombang-gelombang lambat yang bertambah banyak
pada elektroensefalogram mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti tentang
penyakit neurologic ata epilepsy yang progresif, tetapi penemuan ini mempunyai
makna yang tidak pasti. Suatu EEG yang dianalisis oleh computer akan dapat
membantu di dalam melakukan penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada
anak itu.
e. Komplikasi
1. Diagnosis sekuder, gangguan konduksi, depresi dan penyakit ansietas.
2. Pencapaian akademik kurag, gagal di sekolah, sulit membaca dan
mengerjakan aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi)
3. Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kaliakibat perilaku agresif
dan kata-kata yang diungkapkan)
f. Penatalaksanaan Medis
Rencana pengobatan bagi anak dengan gangguan ini terdiri atas
penggunaan psikostimulan, modifikasi perilaku, pendidikan orang tua, dan
konseling keluarga. Orang tua mungkin mengutarakan kekhawatirannya tentang
penggunaan obat. Resiko dan keuntungan dari obat harus dijelaskan pada orang
tua, termasuk pencegahan skolastik dan gangguan social yang terus menurus
karena penggunaan obat-obat psikostimulan. Ratting scale conners dapat
digunakan sebagai dasar pengobatan dan untuk memantau efektifitas dari
pengobatan.
Psikostimulan-metilfenidat (ritalin), amfetamin sulfat (benzedrine), dan
dekstroamfetamin sulfat (dexedrine)- dapat memperbaiki rentang perhatian dan
konsentrasi anak dengan meningkatkan efek paradoksikal pada kebanyakan
anak dan sebagian orang dewasa yang menderita gangguan ini.
1. Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya
peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan
syndrome.
2. Radiasi
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan
anak dengan syndrome down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum
terjadi konsepsi.
3. Infeksi dan Kelainan Kehamilan
4. Autoimun dan Kelainan Endokrin pada Ibu
Terutama autoimun tiroid atau atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.
5. Umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapatperubahanhormonal
yang dapat menyebabkan “non disjunction” pada kromosom. Perubahan
endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar
hidroepiandrosteron, menurunnya konsentransi estradiolsistemik,
perubahan konsentrasi reseptor hormone dan peningkatan kadar LH dan
FSH secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause. Selain itu kelainan
kehamilan juga berpengaruh
6. Umur Ayah
Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi
nucleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus.
c. Manifestasi Klinis
Berat badan waktu lahirdari bayi dengan syndrome down umumnya
kurang dari normal.
Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :
1. Sutura Sagitalis Yang Terpisah
2. Fisura Palpebralis Yang Miring
3. Jarak yang lebar antara kaki
4. Fontanela Palsu
5. “Plantar Crease”
6. Hyperfleksibilitas
7. Peningkatan Jaringan Sekitar Leher
8. Bentuk Palatum Yang Abnormal
9. Hidung Hipoplastik
10. Kelainan otot dan hipotonia
11. Bercak Brushfield pada Mata
12. Mulut terbuka dan lidah terjulur
13. Lekukan epikantus (Lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada sudut mata
sebelah dalam
14. Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
15. Jarak pupil yang lebar
16. Oksiput yang datar
17. Tangan dan kaki yang pendek serta lebar
18. Bentuk / struktur telinga yang abnormal
19. Kelainan mata , tangan, kaki, mulut, sindaktili
20. Mata sipit
d. Patofisiologi
Factor penyebab: Abnormalitas kromosom
genetic, umur, radiasi, infeksi, toksik (kelebihan kromosom x)
Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
f. Discharge Planning
1. Konseling genetic maupun amniosentesis pada kehamilan
yangdicurigaiakan sangat membantu mengurangi angka kejadian syndrome
down
2. Dengan biologi molekuler, misalnya dengan “gene targeting” atau yang
dikenal sebagai “homologous recombination” sebuah gen yang dapat di
nonaktifkan
3. Pencegahan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui
amniocentesis bagiibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan, ibu
hamil pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau hamil diatas usia
40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena
mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi
4. Fisioterapi pada down sindrom adalahmembantuanak belajar untuk
menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate
ways).[ CITATION NAN13 \l 1033 ]
4.Konsep Dasar Retardasi Mental
Retardasi Mental menerangkan keadaan fungsi intelektual umum bertara
subnormal yang dimulai dalam masa perkembangan individu dan yang
berhubungan dengan terbatasnya kemampuan belajar maupun penyesuaian diri
proses pendewasaan individu tersebut atau kedua –duanya (Nelson,2000). Angka
kejadian pada retardasi mental ini cukup banyak terutama di Negara yang sedang
berkembang dan merupakan dilemma atau penyebab kecemasan keluarga,
masyarakat, dan Negara. Diperkirakan kejadian retardasi mental berat di Negara
yang sedang berkembangsekitar 0,3% dari seluruh populasi dan dan hamper 3%
mempunyai IQ dibawah 70. Sebagai sumber daya tentunya mereka tidak bisa
dimanfaatkan karena 0,1 % dari kelompok anak ini memerlukan perawatan,
bimbingan, serta pengawasan sepanjang hidupnya (Swaiman dalam Tumbang
Anak, Soetjiningsih, 1994)dalam (Muttaqin,2008).
Hasil penelitian Triman Prasedio (1980) mengemukakan angka prevalensi
retardasi mental di Indonesia adalah 3 % hasil penelitian ini diperkirakan suatu
angka yang tinggi. Sebagai perbandingan di Prancis angka Prevalensinya adalah
1,5-8,6% dan di Inggris 1-8% (laporan WHOyang dikutip Triman Prasedio).
Statistik menunjukkan bahwa di Indonesia didapatkan 10-30 dari 1000 penderita
yang mengalami tuna grahita, terdapat 1.750.000-5.250.000 jiwa menderita tuna
grahita. Melalui data demologi dilaporkan bahwa 34,39% pengunjung Pukesmas
berusia 5-15 tahun menunjukkan gangguan mental emosional.
Pengertian retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai intelegensi
yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan
beradaptasi terhadap tuntutan masyarakatatas kemampuan yang dianggap normal
(Soetjiningsih, 1994)dalam (Muttaqin,2008).
Anak tidakmampu belajardan beradaptasi karena intelegensinya rendah,
biasanya IQ di bawah 70. Retardasi mental memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Fungsi intelektual umum di bawah normal (umumnya dibawah 70)
2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial.
3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan, yaitu di bawah usia 18 tahun.
a. Etiologi
Secara garis besarnya faktor penyebab dapat dibagi empat golongan, yaitu
(Soetjiningsih, 1994)dalam (Muttaqin,2008):
1. Faktor genetic
a. Akibat kelainan jumlah kromosom, misalnya trisomi 21 atau dikenal
dengan syndrome down.
b. Kelainan bentuk kromosom
2. Faktor Prenatal
Dimaksudkan adalah keadaan tertentu yang telah diketahui ada sebelum
atau pada saat kelahiran, tetapi tidak dapat dipastikan sebabnya.
3. Faktor Perinatal
a. Proses kelahiran yang lama misalnya placenta previa, rupture tali
umbilicus
b. Posisi janin abnormal seperti letak bokong atau melintang, anomaly
uterus, dan kelainan bentuk jalan lahir.
c. Kecelakaan pada waktu lahir dan distress fatal
4. Faktor pascanatal
a. Akibat infeksi (meningitis, ensefalitis, meningoencefalitis, dan infeksi).
b. Trauma kapitis dan tumor otak.
c. Kelainantulang tengkorak
d. Kelainan endokrin dan metabolic, keracunan pada otak, serta faktor
sosio- budaya.[ CITATION Ari081 \l 1033 ]
b. Gambaran Klinis
Anak yang retardasi mental dapat dikenali dari tanda sebagi berikut :
1. Penampilan fisik tidak seimbang misalnya kepala terlalu besar atau terlalu
kecil, mulut melongo, mata sipit/mongoloid, badan bungkuk.
2. Kecerdasan terbatas
3. Tidak dapat mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain sesuai usia
4. Arah minat sangat terbatas pada hal-hal yang terbatas dan sederhana saja
5. Perkembangan bahasa / bicara lambat
6. Tidak ada perhatian terhadap lingkungannya (pandangan kosong) dan
perhatiannya labil, sering berpindah-pindah
7. Koordinasi gerakan kurang , gerakan kurang terkendali.
8. Daya ingatnya lemah, emosi sangat miskin dan terbatas, apatis, dan acuh
tak acuh terhadap sekitarnya.
9. Sering kali ngiler.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang
melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak sesuai
dengan kelompok seusianya.
8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan kesadaran, tanda-tanda vital
(perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi jaringan).
Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan
pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar. Ubun-ubun normal : besarrata atau
sedikit cekung sampai anak usia 18 bulan.
Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah anemis,
penurunan penglihatan (visus).
Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran, hyperemia), adakah
pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan,
bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok) yang
dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
Thorak, bentuk simetris, gerakan
Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi ,wheezing).
Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia minor pada
perempuan.
Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek memegang, sensibilitas,
tonus, dan motorik.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan pada anak down sindrom meliputi:
1. Radiologi
2. Pemeriksaan EEG
3. Pemeriksaan CT scan
4. Thoraks AP/PA
5. Laboratorium : SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum protein,IgG,
IgM.
6. Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis
7. Program terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan infeksi penyerta.
10. Intervensi
1. Tujuan: Peningkatan perkembangan anak sesuai tingkatannya, keluarga dan
anak mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya
ketidakmampuan, keluarga mampu mendapatsumber sumber sarana komunitas,
status nutrisi seimbang, berat badan normal.
Rencana:
a. Peningkatan perkembangan anak dan remaja
a) Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak.
b) Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi
perkembangan anak yang optimal.
c) Berikan instruksiberulang dan sederhana
d) Berikan reinforcement positifatas hasil yang dicapai anak
e) Doronganak melakukan perawatan sendiri
f) Manajemen perilakuanak yang sulit
g) Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
h) Ciptakan lingkungan yang aman
b. Manajemen nutrisi
a) Kaji keadekuatan asupan nutrisi (misalnya kalori zat gizi).
b) Tentukan makanan yang disukai anak
c) Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan
c. Nutrition theraphy
a) Menyelesaikan penilaian gizi
b) memantau kesesuaian perintah diet, untuk memenuhi kebutuhan
gizi sehari-hari
c) kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah,jenis nutrisi yang sesuai
d) pilih suplemen yang sesuai
e) dorong pasien memakan makanan semisoft jika air liur kurang
2. Tujuan: klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, mendeskripsikan proses
penularan penyakit ,faktor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya, menunjukkan kemampuan untuk mencegah infeksi, jumlah
leukosit dalam batas normal, menunjukan perilaku hidup sehat
Rencana:
Infection control
a) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
b) Pertahankan teknik isolasi
c) Batasi pengunjung bila perlu
d) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
meninggalkan pasien
e) Gunakan sabun untuk cuci tangan
f) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
g) Pertahankan lingkungan aseptic
h) Tingkatkan intake nutrisi
i) Dorong masukan cairan
j) Dorong istirahat
3. Tujuan: adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tinggi badan , mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti
Rencana:
Nutrition managemen
a) Kaji adanya alergi makanan
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin-c
d) Berikan substansi gula
e) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
f) Berikan makanan yang terpilih
g) Ajarkan pasien membuatcatatan makanan
h) Beri informasi tentang kebutuhan nutrisi
i) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang diperlukan
j) Monitoring BB dan intake makanan.
4. Tujuan: Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan, pasien dan keluarga mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan secara benar
Rencana :
a) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
b) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat
c) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyaki,
dengan cara yang tepat
d) Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
e) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
f) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
g) Hindari jaminan yang kosong
h) Sediakanbagikeluarga atau SO informasi tantang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
i) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan dating dan atau proses
pengontrolan penyakit
j) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
k) Dukung pasien untuk mengeksplorasiatau mendapatkan second
opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
l) Rujuk pasien pada grup atau agensidi komunitas local, dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
m) Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas local, dengan cara
yang tepat
n) Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberik perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.
11. Implementasi
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan keadaan
pasien.
12. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk interpretasi tingkat
perkembangan anak yang sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
b. Nama orang tua
c. Alamat
d. Umur
e. Pendidikan
f. Agama
g. Pekerjaan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang
melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak sesuai
dengan kelompok seusianya.
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya
yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali, perawatan antenatal,
kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang pernah diminum serta
kebiasaan selama hamil.
b. Natal
c.Pascanatal
8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan kesadaran, tanda-tanda vital
(perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi jaringan).
Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan
pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar. Ubun-ubun normal : besarrata atau
sedikit cekung sampai anak usia 18 bulan.
Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah anemis,
penurunan penglihatan (visus).
Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran, hyperemia), adakah
pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan,
bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok) yang
dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
Thorak, bentuk simetris, gerakan
Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi ,wheezing).
Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia minor pada
perempuan.
Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek memegang, sensibilitas,
tonus, dan motorik.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan pada anak retardasi mental meliputi:
a. Radiologi
b. Pemeriksaan EEG
c. Pemeriksaan CT scan
d. Thoraks AP/PA
e. Laboratorium : SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum
protein,IgG, IgM.
f. Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis
g. Program terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan infeksi
penyerta.
5. Implementasi
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan keadaan
pasien.
6. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERAKTIVITAS
A. Pengkajian
a. Pengkajian anak yang mengalami Attention Deficyt Hiperactivity Disorder (ADHD)
antara lain:
1. Pengkajian riwayat penyakit
a) Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami masalah
saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai anak berusia
todler atau masuk sekolah atau daycare.
b) Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan yang utama,
seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku overaktif atau bahkan
perilaku yang membahayakan di rumah.
c) Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu menghadapi
perilaku anak.
d) Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk mendisplinkan
anak atau mengubah perilaku anak dansemua itu sebagian besar tidak berhasil.
2. Penampilan umum dan perilaku motorik
a) Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat dan bergoyang-goyang
saat mencoba melakukannya.
b) Anak mungkin lari mengelilingi ruang dari satu benda ke benda lain dengan
sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
c) Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat melakukan
suatu percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan
berakhir dan gagal memberikan perhatian pada apa yang telah dikatakan.
d) Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke topik yang
lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tingkat perkembangannya
3. Mood dan afek
a) Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau tempertantrum.
b) Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
c) Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak memiliki
sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
d) Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan perlawanan dan
kemarahan.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan pada anak dengan gangguan hiperaktif
mencakup :
a. Rambut yang halus
b. Telinga yang salah bentuk
c. Lipatan-lipatan epikantus
d. Langit-langit yang melengkung tinggi serta
e. Kerutan-kerutan telapak tangan yang hanya tunggal saja
f. Terdapat gangguan keseimbangan, astereognosis, disdiadokhokinesis serta
permasalahan-permasalahan di dalam koordinasi motorik yang halus.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan dapat menegakan diagnosis gangguan
hiperaktif. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah
gelombang lambat yang bertambah banyak pada elektroensefalogram (EEG).
Suatu EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat membantu di dalam melakukan
penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada anak.
2. Alat-alat berikut ini dapat untuk mengidentifikasi anak-anak dengan gangguan ini.
a. Bebas dari distraksibilitas (aritmatika, rentang anka, dan pengkodean)
b. Daftar periksa gangguan (misal: Copeland symptom checklist for attention. Defisit
Disorders, attention Deficit Disorders Evaluation Scale)
3. Wechsler Intelligence Scale for Children, edisi 3 (WISC_III) juga sering digunakan,
sering terlihat kesulitan meniru rancangan.
d. Diagnosa
3. Resiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan
gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.
e. Intervensi
NOC : Konsentrasi
Tujuan : Pasien dapat berkonsentrasi secara penuh terhadap obyek atau benda- benda
disekitarnya
Kriteria Hasil :
4) Indikator skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
5. Kolaborasi medis dalam pemberian terapi obat stimulan untuk anak dengan
gangguan pusat konsentrasi.
3. Resiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan
gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.
Tujuan : Orang tua mampu menghadapi kemungkinan resiko yang terjadi terhadap anak
dengan hiperaktivitas.
Kriteria Hasil :
2) Mengidentifikasi factor-faktor resiko dirinya yang dapat mengarah menjadi orang tua
yang tidak efektif.
4) Indikator skala :
1. Tidak sama sekali
2. Sedikit
3. Sedang
4. Kuat
5. Adekuat total
1. Berikan informasi kepada orang tua tentang bagaimana cara mengatasi perilaku
anak yang hiperaktif
2. Ajarkan pada orang tua tentang tahapan penting perkembangan normal dan perilaku
anak.
3. Bantu orang tua dalam mengimplementasikan program perilaku anak yang positif.
4. Bantu keluarga dalam membuat perubahan dalam lingkungan rumah yang dapat
menurunkan perilaku negative anak.
Kriteria Hasil :
3) Orang tua akan memilih permainan, memberi perawatan dan kontak social
lingkungannya dengan baik.
4) Indikator skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
2. Berikan materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk
mencegah cedera.
5. Ajarkan kepada pasien untuk berhati-hati dengan alat permainannya dan intruksikan
kepada keluarga untuk memilih permainan yang sesuai dan tidak menimbulkan
cedera.
Kriteria Hasil:
1) Anak akan mencapai tahapan dalam perkembangan yaitu tidak mengalami
keterlambatan 25 % atau lebih area sosial/perilaku pengaturan diri atau kognitif ,
bahasa, keterampilan motorik halus dan motorik kasar.
2) Indikator skala :
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
2. Berikan aktivitas bermain yang sesuai, dukung beraktivitas dengan anak lain.
3. Kaji adanya faktor resiko pada saat prenatal dan pasca natal.
6. Ajarkan kepada orang tua tentang hal-hal penting dalam perkembangan anak.
f. Evaluasi
A. Pengkajian
2) Cedera otak
2) Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
3) Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
5) Keterbatasan Kongnitif.
B. Pemeriksaan fisik
c. Terdapat Ekolalia.
e. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
f. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
C. Diagnosa Keperawatan
b. Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan ransangan sensori
tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan mengungkapkan
perasaan.
Intervensi: :
b. Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan ransangan sensori
tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan mengungkapkan
perasaan.
Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada orang lain.
Intervensi :
Intervensi :
2) Alihkan prilaku menyakiti diri yang terjadi akibat respon dari peningkatan
kecemasan.
Intervensi :
2) Anjurkan orang tua untuk membawa anak ke tempat terapi yang berkwalitas baik
serta melakukan secara konsisten.
3) Berikan motivasi kepada orang tua agar dapat menerima kondisi anaknya yang
spesial.
4) Anjurkan orang tua untuk mengikuti perkumpulan orang tua dengan anak autis,
seperti kegiatan Autis Awareness Festifal.
DAFTAR PUSTAKA
Fadhli, A. (2010). Buku pintar kesehatan anak. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Anggrek.
Wong, D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba
Medika.