Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Pap smear  merupakan suatu metode untuk pemeriksaan sel cairan dinding leher rahim
dengan menggunakan mikroskop, yang dilakukan secara cepat, tidak sakit, serta hasil
yang akurat. Pap smear merupakan cara yang mudah, aman dan untuk mendeteksi kanker
serviks melalui pemeriksaan getah atau lendir di dinding vagina.
Pemeriksaan pap smear merupakan cara yang mudah, murah, sederhana, aman, dan
akurat untuk mendeteksi pertumbuhan sel-sel yang akan menjadi kanker, untuk
mengetahui normal atau tidaknya sel-sel di serviks, mengetahui tingkat berapa keganasan
kanker serviks, dan mendeteksi infeksi-infeksi disebabkan oleh virus urogenital dan
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.

2.2     Rumusan Masalah

1. Pap Smear dan


2. IVA
BAB II
PEMABAHASAN

2.1 Pap Smear


2.2.1 Definisi Pap Smear
Pap smear  merupakan suatu metode untuk pemeriksaan sel cairan dinding leher
rahim dengan menggunakan mikroskop, yang dilakukan secara cepat, tidak sakit,
serta hasil yang akurat. (Wijaya, 2010)
Pap smear merupakan cara yang mudah, aman dan untuk mendeteksi kanker
serviks melalui pemeriksaan getah atau lendir di dinding vagina. Sedangkan
samadi, 2010 mengatakan Pap smear merupakan salah satu deteksi dini terhadap
kanker serviks, yang prinsipnya mengambil sel epitel yang ada di leher rahim
yang kemudian dilihat kenormalannya.

2.2.2 Tujuan Pemeriksaan Pap Smear


Tujuan dari deteksi dini kanker servik atau pemeriksaan Pap Smear ini
adalah untuk menemukan adanya kelainan pada mulut leher rahim. Meskipun
kanker tergolong penyakit mematikan, namun sebagian besar dokter ahli kanker
menyebutkan bahwa dari seluruh jenis kanker, kanker servik termasuk yang
paling bisa dicegah dan diobati apabila terdeteksi sejak awal. Oleh karena itu,
dengan mendeteksi kanker servik sejak dini diharapkan dapat mengurangi jumlah
penderita kanker serviks (Wijaya, 2010).
Beberapa tujuan dari pemeriksaan Pap Smear yang dikemukakan oleh
Sukaca, 2009 yaitu
1. Untuk mendeteksi pertumbuhan sel-sel yang akan menjadi kanker.
2. Untuk mengetahui normal atau tidaknya sel-sel di serviks
3. Untuk mendeteksi perubahan prakanker pada serviks
4. Untuk mendeteksi infeksi-infeksi disebabkan oleh virus urogenital dan
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
5. Untuk mengetahui dan mendeteksi sel abnormal yang terdapat hanya pada
lapisan luar dari serviks dan tidak menginvasi bagian dalam.
6. Untuk mengetahui tingkat berapa keganasan kanker serviks

    2.2.3 Wanita yang diajurkan Pap smear


Wanita Usia Subur (WUS) merupakan masa terpenting bagi wanita dan
berlangsung kira-kira 33 tahun dimana organ reproduksinya berfungsi dengan
baik antara umur 17-45 tahun. Wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
Pap Smear ke dokter, baik bagi mereka yang telah melakukan pertama kali
berhubungan seksual maupun yang sudah sering melakukan hubungan seksual
(sudah menikah). Begitupun bagi mereka yang sama sekali yang belum pernah
berhubungna seksual. Karena pemeriksaan Pap Smear ini dapat mendeteksi
samapai 90% kasus kanker servik secara akurat dengan biaya yang tidak terlalu
mahal, dan sangat efektif untuk menurunkan angka kematian pada wanita yang
menderita kanker serviks.
Kehamilan juga tidak mencegah seorang wanita untuk  melakukan pemeriksaan
Pap Smear karena prosedur Pap Smear dapat dilakukan secara aman selama
kehamilan. Sehingga, wanita hamil juga dapat menjalani test ini. Pemeriksaan Pap
Smear tidak direkomendasikan bagi wanita yang telah melakukan histerektomi
(dengan pengangkatan serviks) untuk kondisi yang jinak. Wanita yang pernah
melakukan histerektomi tetapi tanpa pengangkatan (histerektomi subtotal),
sebaiknya melanjutkan skrining sebagaimana halnya wanita yang tidak melakukan
histeretomi (wijaya, 2010).
Wanita yang dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear sebagai
berikut:
1. Wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum namun aktivitas
seksualnya tinggi.
2. Wanita yang berganti-ganti pasangan seksual atau pernah menderita HPV
(Human Papilloma Virus) atau kutil kelamin.
3. Wanita yang berusia diatas 35 tahun.
4. Sesering mugkin jika hasil pap smear menunjukkan abnormal
5. Sesering mugkin setelah penilaian dan pengobatan prakanker maupun kanker
serviks.
6. Wanita yang mengunakan pil KB (sukaca, 2009).

2.2.4 Waktu untuk Melakukan Pap Smear


Pemeriksaan Pap Smear dapat dilakukan kapan saja kecuali pada saat haid karena
darah atau sel dari dalam rahim dapat mengganggu keakuratan hasil pap smear,
namun waktu yang tepat untuk melakukan Pap Smear adalah satu atau dua
minggu setelah berakhir masa menstruasi.
Untuk wanita yang sudah menopause biasa melakukan pemeriksaan pap smear
kapan saja ( Dianada, 2008 ), Adapun waktu untuk melakukan Pap Smear secara
teratur yang dikemukan oleh Sukaca, 2009 yaitu :
1. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum
menikah namun aktivitas seksualnya sangat tinggi.
2. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berganti-ganti pasangan seksual atau
pernah menderita infeksi HPV (Human Papilloma Virus) atau kutil kelamin.
3. Setiap tahun untuk wanita yang berumur diatas 35 tahun.
4. Setiap tahun untuk wanita yang mengunakan pil KB.
5. Setiap 2-3 tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun atau untuk wanita
yang telah menjalani histerektomi bukan karena kanker, jika 3 kali berturut-
turut hasil pap smear menunjukan negative.
6. Setahun sekali bagi wanita yang berumur 40-60 tahun.
7. Sesudah 2x pap tes hasilnya negative dengan interval 3 tahun dengan catatan
bahwa wanita yang resiko tinggi harus lebih sering menjalakan pap tes .
8. Sering mungkin jika hasil pap smear menunjukan abnormal sesering mungkin
setelah penilain dan pengobatan prakanker maupun kanker serviks.
2.2.5 Syarat Pengambilan Pap Smear
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan Pap Smear
adalah sebagai berikut :
1. Waktu pengambilan minimal 2 minggu setelah menstruasi dimulai dan
sebelum menstruasi berikutnya.
2. Berikan informasi sejujurnya kepada petugas kesehatan tentang riwayat
kesehatan dan penyakit yang pernah diderita
3. Hubungan intim tidak boleh dilakukan dalam 24 jam sebelum pengambilan
bahan pemeriksaan.
4. Pembilasan vagina dengan macam-macam cairan kimia tidak boleh
dikerjakan dalam 24 jam sebelumnya.
5. Hindari pemakaian obat-obatan yang dimasukkan ke dalam vagina 48 jam
sebelum pemeriksaan.
6. Bila anda sedang minum obat tertentu, informasikan kepada petugas
kesehatan, karena ada beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi
hasil analisis sel.

2.2.6 Kendala Pap Smear (Romauli dan Vindari. 2011)


Dilakukan diatas hanya 5% perempuan di Indonesia yang bersedia melakukan
pemeriksaan pap smear banyak kendala. Hal tersebut terjadi antara lain:
1.      Kurangnya tenaga terlatih untuk pengambilan sediaan.
2.      Tidak tersedianya peralatan dan bahan untuk pengambilan sediaan.
3.      Tidak tersedianya sarana pengiriman sediaan.
4.      Tidak tersedianya laboratorium pemprosesan sediaan serta tenaga ahli
sitologi.
2.2.7 SOP Pap Smear
Tanggal Ditetapkan oleh :
Terbit Direktur Utama
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
......................
............
Pengertian Pap Smear merupakan cara yang digunakan untuk
pemeriksaan dini atau deteksi dini terhadap adanya
indikasi keganasan pada sistem reproduksi yaitu organ
serviks (mulut rahim) wanita.
Tujuan Untuk mengetahui ada atau tidaknya sel abnormal
pada mulut rahim (serviks)

Kebijakan Sebagai tindakan preventif terhadap penyakit kanker


serviks pada wanita.
Prosedur Persiapan Alat :
- Handscoon steril
- Handscoon bersih
- Underpad
- Objek Glass
- Pot 200 cc
- Alkohol 96%
- Spatula Wooden
- Brush
- Spekulum (cocor bebek)
- Korentang
- Kapas Cebok
- Kassa
- Gel
- Selimut
- Lampu Sorot
- Kom bersih
Prosedur Tindakan :
- Berikan penjelasan kepada pasien tentang
tujuan dan manfaat dilakukannya tindakan pap
smear.
- Pastikan pasien melakukan persyaratan yang
harus dilakukan sebelum pemeriksaan pap
smear, seperti : tidak melakukan coitus selama
3 hari dan tidak sedang dalam kondisi infeksi
atau keputihan.
- Lakukan persetujuan dilakukannya tindakan
pap smear dengan inform concern yang tersedia
di instansi RS.
- Setelah itu, arahkan pasien untuk dilakukan
tindakan di meja Gyn.

- Tutup vitrage untuk menjaga privasi pasien.


- Beritahu pasien untuk membuka pakaian dalam
bagian bawah kemudian berikan selimut agar
menutupi area vitalnya. Anjurkan pasien untuk
berbaring di meja Gyn.
- Berikan underpad sebagai alas untuk di area
bokong.
- Posisikan pasien litotomi atau trendenburg
sambil mengatur posisi bokong pasien agak
turun ke ujung bawah meja Gyn.
- Setelah posisi pasien nyaman, kemudian
nyalakan lampu sorot ke arah organ vagina
pasien.
- Dekatkan alat-alat yang akan digunakan oleh
psycian atau dokter yang akan melakukan
tindakan pap smear.
- Cucilah tangan terlebih dahulu sebelum
melakukan tindakan. Gunakan handscoon steril
kemudian sterilkan area luar vagina sebelum
dilakukan pap smear dengan kapas cebok.
- Bantu dokter untuk membuka alat steril, ambil
alat dengan bantuan korentang agar menjaga
sterilitas alat yang digunakan.
- Ambil spekulum sesuai ukuran dengan
korentang kemudian berikan gel sebagai
pelumas untuk lebih mudah membuka rongga
vagina.
- Setelah terbuka dan terlihat mulut rahim, fiksasi
spekulum.
- Ambil objek glass sebagai media untuk
mengambil secret serviks yaitu berupa
Apusan/ekto menggunakan spatula wooden dan
Sikatan/endo dengan menggunakan brush.
- Hasil pengambilan secret diatas permukaan
objek glass di rendam dalam kom kecil bersih
dengan liquid alkohol 96% selama ± 5 menit.
- Setelah selesai, tarik perlahan spekulum yang
digunakan dan bersihkan area vagina dengan
selembar kassa steril. Buka handscoon dan cuci
tangan setelah tindakan selesai.
- Matikan lampu sorot kemudian rapikan kembali
alat-alat yang digunakan.
- Bantu pasien untuk merapikan diri setelah
pemeriksaan.
- Berikan pengantar pemeriksaan histologi pada
dokter yang memeriksa agar mengisi
keterangan bahwa pasien tersebut telah
dilakukan tindakan pap smear dan sebagai
pengajuan permohonan agar dilakukan
pemeriksaan laboratorium atas sampel pap
smear.
- Pasang handscoon bersih untuk mengambil
hasil rendaman secret kemudian pindahkan ke
dalam pot ukuran 200 cc kemudian tutup dan
beri label (nama, usia, no RM, dan tanggal)
- Pemeriksaan pap smear dan pengantar
laboratoriumnya di bawa ke laboratorium.
- Infokan ke pasien jangka waktu kapan hasil
pemeriksaan tersebut dapat diketahui hasilnya.

Unit Terkait Dokter /psycian spesialis Obgyn, bidan / perawat,


petugas laboratorium.
2. 9 Faktor Resiko
Dari hasil penelitian mutakhir diketahui bahwa penyebab kanker serviks adalah
sebagai berikut :
1.    Infeksi Human Papilloma Virus (HPV)
Lebih dari 90% kasus kondiloma serviks, semua NIS, dan kanker serviks
mengandung DNA virus HPV. Dari 70 tipe HPV yang diketahui saat ini, ada 16
tipe HPV yang erat kaitannya dengan 2.9kejadian kanker serviks. Virus ini
ditularkan melalui hubngan seksual. Wanita yang beresiko terkena penyakit akibat
hubungan seksual juga beresiko terinfeksi virus ini sehingga mempunyai resiko
terkena kanker serviks.
2.    Prilaku Seksual
Berdasarkan penelitian, risiko kenker serviks meningkat lebih dari 10 kali bila
berhubungan dengan 6 atau lebih mitra seks, atau bila hubungan seks pertama
dibawah umur 15 tahun. Risiko juga meningkat bila berhhubungan seks dengan
laki-laki berisiko tinggi ( laki-laki yang berhubungan seks dengan banyak wanita),
atau laki-laki yang mengidap penyakit “jengger ayam” (kondiloma akuminatum)
di zakarnya (penis).
3.   Rokok Sigaret
Wanita merokok mempunyai risiko 2 kali lipat terhadap kanker serviks
dibandingkan degan wanita bukan terkandug nikotin dan zat lainnya yang terdapat
didalam rokok. Zat-zat tersebut dapat menurunkan daya tahan serviks dan
menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks sehingga timbul kanker serviks,
disamping merupakan kokarsinogen infeksi virus.
4.   Trauma Kronis Pada Serviks
Trauma ini terjadi karena persalinan yang berulang kali (banyak anak), adanya
infeksi, dan iritasi menahun.
5.    Kontrasepsi Oral dapa Meningkatkan risiko
1, 5-2, 5 kali bila diminum dalam jangka panjang, yaitu lebih dari 4 tahun.
6.   Defisiensi Zat Gizi
Beberapa penelitian dapat menyimpulkan bahwa dfisiensi asam folat dapat
meningkatkan risiko terjadinya NIS 1 da NIA 2, serta mungkin juga
meningkatkan risiko terkena kanker serviks pada wanita yang rendah konsumsi
beta karoten dan vitamin (A, C, dan E).

2.2 IVA
2.2.1 Definisi IVA
IVA merupakan salah satu cara deteksi dini kanker serviks yang mempunyai
kelebihan yaitu kesederhanaan teknik dan kemampuan memberikan hasil yang
segera. IVA bisa dilakukan oleh semua tenaga kesehatan, yang telah mendapatkan
pelatihan (Depkes RI, 2007). Metode ini sudah dikenalkan sejak tahun 1925 oleh
Hans Hinselman dari Jerman tetapi baru diterapkan tahun 2005. IVA adalah
pemeriksaan serviks secara visual menggunakan asam cuka dengan mata telanjang
untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam cuka 3-5% (Depkes RI,
2007). Perubahan warna pada serviks dapat 12 menunjukkan serviks normal
(merah homogen) atau lesi pra kanker (bercak putih). Dalam waktu sekitar 60
detik sudah dapat dilihat jika ada kelainan, yaitu munculnya plak putih pada
serviks. Tujuannya adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia
sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim. IVA tidak
direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah zona transisional
seringkali terletak di kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan
inspekulo (Rasjidi, 2008).

Data terkini menunjukkan bahwa pemeriksaan visual serviks menggunakan asam


asetat (IVA) paling tidak sama efektifnya dengan Test Pap dalam mendeteksi
penyakit dan bisa dilakukan dengan lebih sedikit logistik dan hambatan tekhnis.
IVA dapat mengidentifikasi lesi derajat tinggi pada 78% perempuan yang
didiagnosa memiliki lesi derajat tinggi dengan menggunakan kolposkopi 3,5 kali
lebih banyak daripada jumlah perempuan yang teridentifikasi dengan mengunakan
Tes Pap (Depkes RI, 2009). Nilai sensitifitas IVA lebih baik, walaupun memiliki
spesifisitas yang lebih rendah. IVA merupakan praktek yang dianjurkan untuk
fasilitas dengan sumber daya rendah dibandingkan dengan penapisan lain dengan
beberapa alasan antara lain karena aman, murah, mudah dilakukan, kinerja tes
sama dengan tes lain, dapat dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan,
memberikan hasil yang segera sehingga dapat diambil keputusan segera untuk
penatalaksanaannya, peralatan mudah didapat, dan tidak bersifat invasif serta
efektif mengidentifikasikan berbagai lesi prakanker (EmiliaO et al, 2010).

2.2.2 Sasaran IVA


Depkes RI, 2007 mengindikasikan skrining deteksi dini kanker serviks
dilakukan pada kelompok berikut ini :
a. Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah
menjalani tes sebelumnya, atau pernah menjalani tes 3 tahun sebelumnya
atau lebih.
b. Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes
sebelumnya.
c. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan
pasca sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda
dan gejala abnormal lainnya.
d. Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada serviksnya.

Sedangkan untuk interval skrining, (Depkes RI, 2007) merekomendasikan :


a. Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka
sebaiknya dilakukan pada perempuan antara usia 35 – 45 tahun.
b. Untuk perempuan usia 25- 45 tahun, bila sumber daya memungkinkan,
skrining hendaknya dilakukan tiap 3 tahun sekali.
c. Untuk usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali.
d. Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, perempuan
usia diatas 65 tahun, tidak perlu menjalani skrining.
e. Interval pemeriksaan IVA adalah 5 tahun sekali. Jika hasil pemeriksaan
negatif maka dilakukan ulangan 5 tahun dan jika hasilnya positif maka
dilakukan ulangan 1 tahun kemudian Menurut Yayasan Kanker Indonesia
(YKI) Jatim (2012),

Adapun syaratsyarat untuk dilakukannya tes IVA, antara lain:


a. Sudah pernah melakukan pengaruh seksual
b. Tidak sedang datang bulan/haid
c. Tidak sedang hamil
d. 24 jam sebelumnya tidak melakukan pengaruh seksual

2.2.3 Peralatan dan Bahan Pemeriksaan IVA


Pemeriksaan IVA dapat dilakukan dimana saja yang mempunyai sarana seperti
antara lain meja periksa ginekologi dan kursi, sumber cahaya / lampu yang
memadai agar cukup menyinari vagina dan serviks, speculum/cocor bebek, rak
atau nampan wadah alat yang telah didesinfeksi tingkat tinggi sebagai tempat
untuk meletakkan alat dan bahan yang akan dipakai, sarana pencegahan infeksi
berupa tiga ember plastik berisi larutan klorin, larutan sabun dan air bersih bila
tidak ada wastafel (Depkes RI, 2010).

Persiapan bahan antara lain kapas lidi atau forcep untuk memegang kapas, sarung
tangan periksa untuk sekali pakai, spatula kayu yang masih baru, larutan asam
asetat 3-5 % (cuka putih dapat digunakan), dan larutan klorin 0,5 % untuk
dekontaminasi alat dan sarung tangan serta formulir
cacatan untuk mencatat temuan (Depkes RI, 2007). Adapun tindakan pemeriksaan
IVA, yakni (Rasjidi I, 2008):
a. Yakinkan pasien telah memahami dan menandatangani informed concent
b. Pemeriksaan menggunakan speculum untuk memeriksa secara umum
meliputi dinding vagina, serviks, dan fornik.
c. Posisikan klien dalam posisi litotomi (berbaring dengan dengkul ditekuk dan
kaki melebar)
d. Pasang cocor bebek/speculum yang sudah disterilisasi dengan air hangat.
Masukkan ke vagina secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat rahim.
e. Siapkan penerangan lampu 100 watt untuk memeriksa menampakkan serviks
untuk mengenali tiga hal yaitu curiga kanker, curiga infeksi, serviks normal
dengan daerah transformasi yang dapat atau tidak dapat ditampakkan.
f. Bila terdapat banyak cairan di leher rahim, dipakai kapas steril basah untuk
menyerapnya.
g. Pulas serviks dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam asetat 3-5%
secara merata. Pemberian asam asetat akan mempengaruhi epitel normal,
bahkan akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler. Cairan
ekstraseluler ini bersifat hipertonik akan menarik cairan dari intraseluler
sehingga membran akan kolaps dan jarak antar sel akan semakin dekat.
h. Setelah minimal 1 menit, sebagai akibatnya, jika permukaan epitel mendapat
sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar
sehingga permukaan epitel abnormal akan berwarna putih, yang disebut epitel
putih/acetowhite (Nuranna et al, 2008).

Temuan asesmen hasil pemeriksaan IVA harus dicatat sesuai kategori yang telah
baku sebagaimana terangkum dalam uraian berikut ini (Depkes RI, 2007 dan
Nuranna et al, 2008):
1. Hasil Tes-positif : Bila diketemukan adanya Plak putih yang tebal berbatas
tegas atau epitelacetowhite (bercak putih), terlihat menebal dibanding dengan
sekitarnya, seperti leukoplasia, terdapat pada zona transisional, menjorok
kearah endoserviks dan ektoserviks
2. Positif 1(+): Samar, transparan, tidak jelas, terdapat lesi bercak putih yang
ireguler pada serviks. Lesi bercak putih yang tegas, membentuk sudut
(angular), geographic acetowhite lessions yang terletak jauh dari sambungan
skuamos.
3. Positif 2 (++): Lesi achetowhite yang buram, padat dan berbatas jelas sampai
ke sambungan skuamokolumnar. Lesi acetowhite yang luas, circumorificial,
berbatas tegas, tebal dan padat. Pertumbuhan pada serviks menjadi
acetowhite.
4. Hasil tes-negatif:
a. Permukaan polos dan halus, berwarna merah jambu
b. Bila area bercak putih yang berada jauh dari zona transformasi. Area
bercak putih halus atau pucat tanpa batas jelas.
c. Bercak bergaris-garis seperti bercak putih.
d. Bercak putih berbentuk garis yang terlihat pada batas endocerviks.
e. Tak ada lesi bercak putih (acetowhite lession)
f. Bercak putih pada polip endoservikal atau kista nabothi.
g. Garis putih mirip lesi acetowhite pada sambungan skuamokolumnar.

5. Normal:
a. Titik-titik berwarna putih pucat di area endoserviks, merupakan epitel
kolumnar yang berbentuk anggur yang terpulas asam asetat
b. Licin, merah muda, bentuk porsio normal.

6. Infeksi:
a. Servisitis (inflamsi, hiperemisis)
b. Banyak fluor, ektropion, polip.

7. Kanker:
2.2.4. Kelebihan IVA
Adapun kelebihan dari metode IVA, antara lain:
a) Mudah, praktis, sederhana, dan murah
b) Sensitivitas dan sensitifitas cukup tinggi
c) Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dan
dapat dilakukan oleh bidan ataupun tenaga medis terlatih

2.3 Teori Perilaku Lawrence Green


Teori pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini yaitu Teori Perilaku Lawrence Green
(1980). Menurut Teori Lawrence L. Green dalan Notoatmodjo (2003), perilaku
dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu, faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor
penguat.

2.3.1 Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor predisposisi adalah faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku


atau tindakan pada diri seseorang atau masyarakat. Faktor ini antara lain
pengetahuan, pendidikan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan persepsi
yang berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok untuk bertindak
(Notoatmodjo, 2012). Berikut faktor predisposisi yang berhubungan dengan
perilaku kesehatan :

1. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar
masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara
(mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau
tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh
pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui
proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2005).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang


terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2012).

3. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dilakukan oleh seseorang


untuk memperoleh penghasilan guna melangsungkan kehidupannya. Pekerjaan
disini berhubungan erat dengan sumber mata pencaharian dan finansial. Apabila
seseorang memiliki pekerjaan yang layak dengan dengan penghasilan yang cukup
maka akan terpenuhi kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan terhadap pelayanan
kesehatan.

2.3.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor pendukung adalah kemampuan/keahlian dan sumber-sumber yang


diperlukan untuk menciptakan atau memunculkan perilaku kesehatan yang
terwujud dalam lingkungan fisik tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas
atau sarana-sarana kesehatan misalnya ketersediaan sarana pelayanan kesehatan
dan prasarana atau fasilitas-fasilitas, personalia, sekolah-sekolah, klinik maupun
sumber-sumber sejenis. Faktor-faktor pendukung juga berkaitan dengan
aksesibilitas berbagai sumber daya, biaya, jarak, sarana transportasi yang ada dan
waktu pemakaian sarana kesehatan (Notoatmodjo, 2012). Berikut faktor
pendukung yang berhubungan dengan perilaku kesehatan sebagai berikut:

1. Keterjangkauan Jarak ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Jarak dengan fasilitas kesehatan juga berkontribusi terhadap terciptanya
suatu perilaku kesehatan pada masyarakat. Pengetahuan dan sikap yang
baik belum menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan faktor
lain yaitu jauh dekatnya dengan fasilitas kesehatan. Jarak fasilitas
kesehatan yang jauh dari pemukiman penduduk akan mengurangi
pemanfaatan pelayanan kesehatan, dan sebaliknya jarak yang relatif lebih
dekat akan meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

2.3.3 Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap dan


perilaku secara umum seperti sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas
lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat
(Notoatmodjo, 2012). Berikut faktor pendorong yang berhubungan dengan
perilaku kesehatan sebagai berikut :

1. Dukungan Petugas Kesehatan


Perilaku pemanfaatan fasilitas atau produk kesehatan juga sangat dipengaruhi
oleh petugas kesehatan. Seseorang yang sudah mengetahui manfaat kesehatan dan
ingin memanfaatkannya dapat terhalang karena sikap dan tindakan petugas
kesehatan yang tidak ramah dan memotivasi individu yang akan memanfaatkan
fasilitas kesehatan.
2. Dukungan Suami/ Keluarga
Dukungan yang diberikan oleh suami/keluarga dapat membangkitkan rasa percaya
diri untuk membuat keputusan. Dukungan yang diberikan antara lain berupa
motivasi untuk menggunakan metode IVA. Sikap suai/keluarga yang 21 paling
baik menyangkut tujuan memberikan izin untuk melakukan pemeriksaan deteksi
dini kaker serviks dengan metode IVA Dalam kaitan ini dukungan suami/keluarga
merupakan pengaruh yang positip. Bentuk dukungan tersebut juga didasari
pemikiran suami/keluarga yang merasa IVA sebagai alat yang efektif untuk
deteksi dini kanker serviks. Sedangkan sikap suami/keluarga yang menyatakan
tidak mendukung istri mengikuti program KB karena kemungkinan pengetahuan
dari suami/keluarga yang kurang terhadap pemeriksaan deteksi dini kanker serviks
terutama belum begitu paham dengan metode IVA, keuntungan dan kerugian
IVA.

2.4 Variabel – Variabel yang Berpengaruh Terhadap Pemaanfaatan Pemeriksaan IVA


2.4.1 Pengetahuan
Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) merupakan hasil dari tahu dan terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebelum orang menghadapi perilaku
baru, di dalam diri seseorang terjadi proses berurutan yakni : Awareness
(kesadaran) yaitu di mana seseorang menyadari terlebih dahulu terhadap stimulus.
Interest (merasa tertarik) yaitu di mana seseorang tertarik terhadap objek atau
stimulus tersebut bagi dirinya. Trail yaitu seseorang mulai mencoba melakukan
sesuatu sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan yaitu domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang.

Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh


pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakuan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari pengetahuan.
Pengetahuan tertentu tentang kesehatan penting sebelum suatu tindakan kesehatan
pribadi terjadi, tetapi tindakan kesehatan yang diharapkan mungkin tidak akan
terjadi kecuali seseorang mendapat isyarat yang cukup kuatuntuk memotivasinya
bertindak atas dasar pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan merupakan
faktor yang penting namun tidak memadai dalam perubahan perilaku kesehatan
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks penting diketahui oleh
masyarakat khususnya wanita untuk meningkatkan kesadaran dan merangsang
terbentuknya perilaku kesehatan yang diharapkan dalam hal ini perilaku
pemafaatan deteksi dini kanker serviks. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
(Sakanti&Anggiasih, 2007) bahwa orang yang berpengetahuan baik, sebanyak
85,71% melakukan pemeriksaan pap smears.

2.4.2 Sikap
Sikap (attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak senang atau
perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu. Sesuatu itu
biasa benda, kejadian, situasi, orang-orang atau kelompok. Kalau yang timbul
terhadap sesuatu itu adalah perasaan senang, maka disebut sikap positif,
sedangkan kalau perasaan tak senang maka disebut sikap negatif. Kalau tidak
timbul apa-apa, berarti sikap netral (Wirawan, 2009). ` Sikap adalah perasaan
mendukung maupun perasaan tidak mendukung pada suatu objek. Secara umum,
sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespons (secara positif
atau negatif) terhadap orang, objek, atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu
penilaian emosional/efektif (senang, benci, sedih, dan sebagainya) di samping
komponen kognitif (pengetahuan tentang objek itu) serta aspek konatif
(kecenderungan bertindak). Selain bersifat positif atau negatif, sikap memiliki
tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Sikap tidak sama dengan perilaku, perilaku
tidak selalu mencerminkan sikap. Sikap seseorang dapat berubah dengan
diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut, melalui persuasi serta
tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 2012).

Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu
mencerminkan sikap seseorang, sebab seringkali terjadi bahwa seseorang
memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya (Sarwono, 1997).
Dalam hal ini, sikap positif wanita terhadap pentingnya deteksi dini kanker
serviks, belum tentu akan diikuti dengan perilaku yang positif yaitu melakukan
deteksi dini kanker serviks. Penelitian yang dilakukan oleh Purba, Evy M, 2011
menyebutkan bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna antara sikap ibu dengan
pemanfaatan papsmears pada PUS yaitu sebanyak 65,3% atau P value sebesar
0,154.

2.4.3 Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan


Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana
pendukung. Seperti halnya pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dengan 24
metode IVA tentulah memerlukan sarana dan prasarana seperti Puskesmas, tenaga
kesehatan terlatih, alat-alat pemeriksaan dan lain-lain. Fasilitas ini pada
hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan
(Green, 2005). Sedangkan di wilayah Puskesmas Prembun yang mulai tahun 2007
telah dijadikan puskesmas percontohan pelayanan pemeriksaan IVA, maka sarana
dan prasarananya telah disiapkan/disediakan untuk menunjang kegiatan tersebut.
Keterjangkauan mencapai tempat layanan tersebut, sangat mendukung seseorang
untuk melakukan tindakan. Hasil penelitian yang dilakukan Taboo (2009)
menunjukkan keterjangkauan pelayanan kesehatan puskesmas dan jaringannya
terkait dengan sumberdaya, letak geografis serta sosial budaya masyarakat.

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Rohmawati (2010) menyatakan bahwa ada
pengaruh yang bermakna antara kemudahan akses atau akes terhadap pelayanan
kesehatan ke tempat layanan pemeriksaan IVA (Puskesmas), yang sesuai dengan
teori determinan perilaku dari Green 2005, bahwa jarak, ketersediaan transportasi
sebagai faktor pemungkin yang memungkinkan seseorang untuk melaksanakan
suatu motivasi.

2.4.4 Dukungan Suami/ Keluarga


Tentukan perilaku kesehatan masyarakat tersebut (Green, 2005). Informasi dapat
diterima melalui petugas langsung dalam bentuk penyuluhan, pendidikan
kesehatan, dari perangkat desa melalui siaran dikelompok-kelompok dasawisma
atau yang lain, melalui media massa, leaflet, siaran televisi dan lainlain. 25 Dalam
hal ini perilaku pemanfaatan deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA pada
WPUS juga dipengaruhi apakah wanita tersebut sudah pernah mendapat informasi
tentang hal tersebut atau belum. Tak beda menurut Rohmawati (2011)
keterpaparan individu t erhadap informasi kesehatan akan mendorong terjadinya
perilaku kesehatan.
Susanti (2002) mengatakan bahwa sebelum seorang individu mencari pelayanan
kesehatan yang profesional, ia biasanya mencari nasehat dari keluarga dan teman-
temannya. Peran keluarga sebagai kelompok kecil yang terdiri individu-individu
yang mempunyai pengaruh satu sama lain, saling tergantung merupakan sebuah
lingkungan sosial, dimana secara efektif keluarga memberi perasaan aman, secara
ekonomi keluarga berfungsi untuk mengadakan sumbersumber ekonomi yang
memadai untuk menunjang proses perawatan, secara sosial keluarga
menumbuhkan rasa percaya diri, memberi umpan balik, membantu memecahkan
masalah, sehinga tampak bahwa peran dari keluarga sangat penting untuk setiap
aspek perawatan kesehatan.

2.4.5 Dukungan Petugas Kesehatan


Menurut WHO (1984) dalam Bascommetro (2009) apabila seseorang itu penting
untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuatannya cenderung untuk dicontoh.
Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut kelompok referensi
(reference group) antara lain; guru, alim ulama, kepala adat (suku), kepala desa
dan sebagainya. Petugas kesehatan (Bidan di Desa) sebagai salah satu orang yang
berpengaruh dan dianggap penting oleh masyarakat sangat berperan dalam
terjadinya perilaku kesehatan pada masyarakat. Peran petugas kesehatan disini
adalah memberikan pengetahuan tentang kanker serviks dan pentingnya deteksi
dini, serta memberikan motivasi kepada wanita yang sudah menikah untuk
melakukan deteksi dini kanker serviks.
Factor dari tenaga kesehatan itu sebagai pendorong atau penguat dari individu
untuk berperilaku. Hal ini dikarenakan petugas tersebut ahli dibidangnya sehingga
dijadikan tempat untuk bertanya dan pemberi input/masukan untuk pemanfaatan
pelayanan kesehatan.

2.4.6 Dukungan Kader/ PKK


Kader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan untuk
masyarakat, yang bertugas membantu kelancaran pelayanan kesehatan. Ada
beberapa macam kader yang dibentuk sesuai dengan keperluan menggerakkan
partisipasi masyarakat atau sasarannya dalam program pelayanan kesehatan. Salah
satunya adalah kader promosi kesehatan. Kader promosi kesehatan adalah kader
yang bertugas membantu petugas puskesmas melakukan penyuluhan kesehatan
secara perorangan maupun dalam kelompok masyarakat. Sebagai kader harus bisa
memberi contoh dan bisa menyampaikan pesan-pesan kesehatan yang di dapat
melalui pertemuan-pertemuan rutin dan pelatihan- pelatihan kesehatan di tingkat
desa, puskesmas maupun dinas kesehatan. Peran aktif dari kader dapat
mempengaruhi ingin atau tidaknya seseorang untuk melakukan pemeriksaan
deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA.

2.4.7 Gebyar IVA


Melihat cakupan angka kematiaan akibat kanker leher rahim yang semakin
meningkat, maka Pemerintah Kabupaten Badung melakukan tindakan pencegahan
yaitu dengan memberikan sosialisasi pemeriksaan gratis kanker leher rahim
dengan metode IVA. Pemerintah Kabupaten Badung mengadakan gebyar IVA
atau kampanye gratis pemeriksaan IVA yang diadakan di Puskesmas Mengwi 1
pada bulan November 2015. Dengan diadakannya gebyar IVA, diharapkan dapat
menurunkan angka kematian akibat kanker leher rahim. Dalam hal ini perilaku
pemanfaatan pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA
pada WPUS juga dipengaruhi oleh apakah masyarakat mengetahui atau tidak
adanya gebyar IVA yang dilakukan oleh Puskesmas Mengwi I. Menurut
penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Anonim, 2010, upaya sosialisasi IVA
melalui pemeriksaan IVA secara gratis belumlah optimal. Hal ini dikarenakan
masih banyaknya daerah yang dicapai belum merata

2.4.8 SOP IVA

PEMERIKSAAN IVA

No. :
Dokumen
SOP No.Revisi :
Tanggalterbi :
t
Halaman :

Pemerintah
Kabupaten ...................

PENGERTIAN 1. IVA (Insveksi visual dengan asam asetat) adalah


pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dengan cara
mengoleskan larutan asam asetat 3-5% pada serviks dan
seluruh SSK untuk Melihat Apakah terjadi perubahan sel-sel
abnormal(lesi pra kanker / lesi acetowhite)
2. SSK (sambungan skuamo kolummar adalah garis pertemuan
sel-sel skuamosa dan sel-sel kolummar tipis yang ada pada
permukaan serviks pertemuan ini merupakan zona
transformasi yaitu area paling rentan terhadap perubahan
abnormal sel.
3. Acetowhite adalah daerah dalam zonatransformasi yang
berubah menjadi putih ketika diolesi larutan asam asetat 3-
5%
TUJUAN Sebagai acuan dalam melaksanakan pemeriksaan IVA di unit
KIA
KEBIJAKAN SK Kepala Puskesmas Nomor.......
REFERENSI 1. Tapan Erik, 2005, Kanker, Antioksidan, Terapi, Elex Media
Komputindo , Jakarta
2. Departemen Kesehatan RI, 2007, Buku Pegangan Peserta
Pelatihan Pencegahan kanker leher rahim dan kanker
Payudara, JNPK-KR, Jakarta.
3. Departemen Kesehatan RI, Buku Acuan Pencegahan kanker
leher rahim dan kanker Payudara, JNPK-KR, Jakarta.
PERSIAPAN ALAT 1. Meja gynekologi
2. Selimut
3. Meja dan alat tulis
4. Kursi
5. Troli
6. Status Pasien
7. Spekulum cocor bebek
8. Asam asetat
9. Lidi kapas
10. Lampu sorot
11. Sarung tangan steril
12. Larutan klorin 0,5 %
PROSEDUR 1. Petugas menyambut pasien dengan ramah
2. Petugas menjelaskan prosedur pemeriksaan dan menjelaskan
hal yang mungkin terjadi selama pemriksaan: rasa kurang
nayaman, sedikit nyeri, sedikit menggangu privasi pasien
3. Petugas membuat persetujuan tindakan yang akan dilakukan
4. Petugas meminta pasien untuk mengosongkan kandung
kemih membersihkan genetalia dan melepas pakaian dalam
5. Petugas menanggapi reaksi pasien
6. Petugas memposisikan pasien sesuai dengan prosedur
pemeriksaan
Petugas menjaga privasi pasien
PENATALAKSANAAN
1. Petugas memposisikan litotomi pasien di meja gynekologi
kemudian pakaikan selimut
2. Pasien menghidupkan lampu sorot, arahkan pada bagian
yang akan diperiksa
3. Petugas mencuci tangan di air mengalir dan mengeringkan
dengan handuk
4. Petugas memakai sarung tangan steril
5. Petugas memasang spekulum dan menyesuaikannya
sehingga seluruh leher rahim dapat terlihat
6. Petugas memeriksa leher rahim apakah curiga kanker
serviks, servisitis, ada luka atau ada kelainan lainnya
7. Petugas membersihkan cairan, darah atau mukosa
menggunakan lidi kapas dari leher rahim. Kemudian
membuang lidi kapas ke tempat sampah medis
8. Petugas mengidentifikasi ostium uteri, ssk dan zona
transformasi
9. Petugas mencelupkan lidi kapas ke dalam larutan asam
asetat lalu mengoleskan pada leher rahim.Kemudian
membuang lidi kapas ke tempat sampah medis
10. Petugas menunggu minimal 1 menit agar asam asetat
terserap dan tampak perubahan warna putih yang disebut
lesi white
11. Petugas memeriksa SSK dengan teliti, memeriksa apakah
leher rahim mudah berdarah, mencari apakah terdapat plek
putih yang tebal dan meninggi atau lesi white
12. Bila perlu petugas mengoleskan kembali asam asetat atau
usap leher rahim dengan lidi kapas untuk menghilangkan
mukosa, darah atau detris membuang lidi kapas ke tempat
sampah medis
13. Bila pemeriksaan visual telah selesai petugas
membersihkan sisa cairan asam asetat dari leher rahim dan
vagina mengunakan lidi kapas baru untuk, dan kemudian
membuang lidi kapas ke tempat sampah medis
14. Petugas melepaskan spekulum dan melakukan
dekontaminasi dengan merendam spekulum dan sarung
tangan dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.
15. Petugas meminta pasien untuk duduk, turun dari meja
periksa dan berpakaian
16. Petugas mencuci tangan dengan air mengalir dan
mengeringkan dengan handuk
17. Petugas mencatat hasil tes IVA dan temuan lain dalam
rekam medis pasien.
UNIT TERKAIT Unit KIA
BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan dari makalah ini ialah Pap smear  merupakan suatu
metode untuk pemeriksaan sel cairan dinding leher rahim dengan menggunakan
mikroskop, yang dilakukan secara cepat, tidak sakit, serta hasil yang akurat (Wijaya,
2010). Pap smear merupakan cara yang mudah, aman dan untuk mendeteksi kanker serviks
melalui pemeriksaan getah atau lendir di dinding vagina (Dianada, 2008).
Tujuan dari deteksi dini kanker servik atau pemeriksaan Pap Smear ini adalah untuk
menemukan adanya kelainan pada mulut leher rahim.Beberapa faktor yang diduga
meningkatkan kejadian kanker serviks yaitu meliputi usia, status sosial ekonomi,
pengetahuan, dan pendidikan. Hal ini juga merupakan factor dominan dalam pemeriksaan
deteksi dini kanker serviks ( Dianada, 2007 ).

3.2     Saran

Adapun saran yang dapat dikemukakan oleh penulis ialah sebaiknya seorang wanita yang
telah menikah  harus melakukan Pap Smear sedini mungkin. Agar bila terdapat gejala-
gejala kanker dapat diketahui sejak dini Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

Anda mungkin juga menyukai