Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TETANUS

NEONATORUM

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Dokumentasi Keperawatan

Diampu oleh : Ibu.Ningning S,M.Kep

Disusun Oleh :
Danam Nanggala Arifin
P17320321011

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN


BANDUNG PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BOGOR
2022

Jl. Dr. Sumeru No. 116, Menteng, Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat 16111,
Indonesia

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan banyak
nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Bayi dengan Tetanus Neonartum” dengan baik.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritikan dan saran yang bersifat kontruktif dari pembaca
sangat diharapkan demi kesempurnaan dari Asuhan Keperawatan ini. Semoga segala budi baik
dari semua pihak diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat
pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan para mahasiswa dan pembaca.

Bogor, 25 Juli 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………………………………………….3

BAB I………………………………………………………………………………………………………………………………..4

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………………………………………4

1.2 Tujuan Studi Kasus .................................................................................................................. 5


1.2.1 Tujuan Umum ................................................................................................................. 5
1.2.2 Tujuan Khusus ................................................................................................................ 6
1.3 Manfaat Studi Kasus ............................................................................................................... 6
BAB III…………………………………………………………………………………………………………………………………………16

3.1 Pengkajian ............................................................................................................................. 16


3.1.1 Identitas ....................................................................................................................... 16
3.1.2 Keluhan Utama ........................................................................................................... 17
3.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang .................................................................................... 17
3.1.4 Riwayat Kesehatan yang lalu ..................................................................................... 17
3.1.5 Riwayat kesehatan keluarga dan genogram : .......................................................... 18
3.1.6 Riwayat ADL ............................................................................................................... 19
3.1.7 Pemeriksaan Fisik ....................................................................................................... 19
3.1.8 Pemeriksaan Sistematis .............................................................................................. 20
3.1.9 Data Sosial ................................................................................................................... 22
3.1.10 Data Spiritual .............................................................................................................. 22
3.1.11 Data Penunjang ........................................................................................................... 22
3.1.12 Analisa Data ................................................................................................................ 22
3.1.13 Diagnosa Keperawatan ..................................................................................................... 24
3.1.14 Implementasi dan Evaluasi ............................................................................................... 27
BAB IV ................................................................................................................................................. 34
KESIMPULAN ................................................................................................................................... 34
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 34
4.2 Saran ..................................................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 35

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih. Kematian tetanus sekitar
45 – 55 %, sedangkan pada tetanus neonatorum sekitar 80%. Terdapat hubungan
terbalik antara lamanya masa inkubasi dengan beratnya penyakit. Resiko kematian
sekitar 58 % pada masa inkubasi 2 – 10 hari, dan 17 – 35 % pada masa inkubasi 11 –
22 hari. Bila interval antara gejala pertama dengan timbulnya kejang cepat, prognosis
lebih buruk.
Berdasarkan hasil survey dilaksanakan oleh WHO di 15 negara di Asia, Timur
Tengah dan Afrika pada tahun 1978 –1982 menekankan bahwa penyakit Tetanus
Neonatorum banyak dijumpai daerah pedesaan negara berkembang termasuk Indonesia
yang memiliki angka Proporsi kematian Neonatal akibat penyakit Tetanus Neonatorum
mencapai 51 %. Pada kasus Tetanus Neonatorum yang tidak dirawat, hampir dapat
dipastikan CFR akan mendekati 100%, terutama pada kasus yang mempunyai masa
inkubasi kurang dari 7 hari.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas serta melihat peran dan fungsi perawat
sangatlah penting dalam hal memperbaiki derajat kesehatan khususnya masalah
Tetanus Neonatorum pada anak. Dalam hal pelaksanaan Asuhan Keperawatan meliputi
aspek promotif (memberikan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan status
kesehatan), preventif (pencegahan), kuratif (memberikan obat-obatan untuk mengobati
penyebab dasar), rehabilitatif (dokter, perawat dan peran serta keluarga dalam
perawatan pasien).

Tetanus Neonartum Penyakit ini menyerang seluruh dunia dengan angka


kesakitan dan kematian yang masih tinggi terutama dinegara berkembang. Di
Indonesia, angka insidensi tetanus didaerah perkotaan sekitar 6-7/1000 kelahiran hidup,
sedangkan didaerah pedesaaan angkanya lebih tinggi sekitar 2-3 kalinya yaitu 11-

4
23/1000 kelahiran hidup dengan jumlah kematian kira-kira 60.000 bayi setiap tahunnya.
Alasan yang paling mungkin adalah karena adanya perbedaan kemudahan menjagkau
fasilitas pelayanan kesehatan, tingkat pengetahuan, dan kesadaran masyarakat untuk
cepat merujuk anak ke puskesmas, serta kesulitan geografis antara perkotaan dan
pedesaan (Widoyono, 2008).

Menurut SKRT 1995, angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih cukup
tinggi yaitu 58/1000 kelahiran hidup. Tetanus menyumbang 50% kematian bayi baru
lahir dan sekitar 20% kematian bayi, serta merupakan urutan ke-5 penyakit penyebab
kematian nbayi di Indonesia. Karena kontribusinya yang besar pada AKB, maka
penyakit ini ,masih merupakan masalah besar bagi dunia kesehatan (Widoyono, 2008).

Menurut Ismoedijanto, pada survey di lima rumah sakit pusat/provinsi dikota


Jakarta, Bandung, Semarang, Makassar, dan Palembang selama tahun 1991-1996,
terdapat rata-rata 10-25 kasus per tahun per rumah sakit dengan angka kematian 7-23%.
Golongan umur yang paling sering menderita penyakit ini adalah bayi (26%), disusul
anak 5-9 Tahun (19%), anak balita (15%), dan usia lebih >10 tahun (12%) (Widoyono,
2008)

Eliminasi tetanus tercapai bila kasus tetanus neonatorum (TN)


perkabupaten/kota adalah <1/1000 bayi lahir hidup. WHO dan UNICEF mengajak
seluruh Negara anggotanya untuk mengeleminasi TN pada tahun 2000, tetapi masih
banyak Negara yang gagal. Oleh sebab itu, ajakan tersebut diulangi lagi untuk tahun
2005. Indonesia mencanangkan eliminasi TN pada akhir tahun 2003 (Widoyono, 2008).

1.2 Tujuan Studi Kasus


1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mendeskripsikan asuhan keperawatan pada By.Ny. S dengan
Tetanus Neonatorum

5
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat:
1) Melakukan Pengkajian Keperawatan pada By. Ny. S dengan Tetanus
Neonatorum
2) Menetapkan Diagnosa Keperawatan pada By. Ny. S dengan Tetanus
Neonatorum
3) Menyusun Intervensi Keperawatan pada By. Ny. S dengan Tetanus
Neonatorum
4) Melakukan Implementasi Keperawatan pada By. Ny. S dengan Tetanus
Neonaterum
5) Melakukan Evaluasi Keperawatan pada By. Ny. S dengan Tetanus
Neonatorum

1.3 Manfaat Studi Kasus


1. Manfaat Teoritis
Hasil studi Kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan
tambahan bagi pengembangan ilmu keperawatan khususnya bidang ilmu keperawatan
anak yang berkaitan pada asuhan keperawatan pada bayi dengan Tetanus Neonatorum
2. Manfaat Praktisi
1) Bagi Lahan Praktek
Sebagai masukan bagi perawat dalam memberikan Asuhan Keperawatan
khususnya pada bayi dengan Tetenus Neonatorum
2) Bagi Institusi
Sebagai acuan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada bayi
dengan Tetanus Neonatorum
3) Bagi Penulis
Menambah wawasan dalam bidang ilmu keperawatan anak tentang asuhan
keperawatan yang diberikan pada bayi dengan Tetanus Neonaterum

6
BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Definisi Penyakit


Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi
berusia 0-1bulan). Tetanus sendiri merupakan penyekit toksemia akut yang menyerang
susunan saraf pusat, oleh karena adanya tetanospasmin dari clostridium tetani. Tetanus
juga dikenal dengan nama lockjaw, karena salah satu gejala penyakit ini adalah mulut
yang sukar dibuka (seperti terkunci) (Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2006).

Tetanus Neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda
klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu secara
normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh dengan kesulitan
membuka mulut dan menetek di susul dengan kejang-kejang (WHO, 1989 )

Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih.Masih merupakan
masalah di indonesia dan di negara berkembang lain, meskipun beberapa tahun terakhir
kasusnya sudah jarang di indonesia. Angka kematian tetanus neonatorum tinggi dan
merupakan 45 – 75 % dari kematian seluruh penderita tetanus. Penyebab kematian
terutama akibat komplikasi antara lain radang paru dan sepsis, makin muda umur bayi
saat timbul gejala, makin tinggi pula angka kematian. (Maryunani, 2011).

2.2 Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana
kuman tersebut berkembang tanpa adanya oksigen. Tetanus pada bayi ini dapat
disebabkan karena tindakan pemotongan tali pusat yang kurang steril, untuk penyakit
ini masa inkubasinya antara 5 – 14 hari (Hidayat, 2008).
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri ini
berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga
pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan
beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau
bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita

7
tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. Pada negara belum
berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat
sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus
neonatorum .

2.3 Patofisiologi
Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit berubah menjadi
bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang anaerobit
ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan
oksigen jaringan akibat adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat
diionisasi. Secara intra aksonal toksin disalurkan ke sel syaraf yang memakan waktu
sesuai dengan panjang aksonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan
elektrik dan fungsi sel syaraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sum-
sum tulang belakang toksin menjalar dari sel syaraf lower motorneuron keluksinafs dari
spinal inhibitorineurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada
inhibitoritransmiter dan menimbulkan kekakuan (Aang,2011).

Clostridium Tetani dalam bentuk spora masuk kedalam tubuh melalui luka
potongan tali pusat, yaitu tali pusat yang dipotong menggunakan alat yang tidak steril
atau perawatan tali pusat yang tidak baik. Spora yang masuk dan berada di lingkungan
anaerobik berubah menjadi bentuk flex dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam
jaringan yang anaerobic ini terjadi penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan
turunan tekanan eflex jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium
yang dapat diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf yang memakan
waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum dapat perubahan
elekrik dan fungsi sel walaupun toxin telah terkumpul dalam sel. Dalam sumsum
belakang toxin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke letuk sinaps dan diteruskan
ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toxin menimbulkan
gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan. Eksotoksin
mencapai sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskular.
Kemudian menjadi terikat pada sel saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi
dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah
sangat mudah dinetralkan oleh arititoksin.

8
Pengangkutan toksin melaui saraf motorik:

a. Sinaps ganglion sumsum tulang belakang.


Eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan
koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan menjadi kaku.
b. Otak.
Toksin yang menempel pada cerebral ganglionsides diduga menyebabkan
kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus.
c. Saraf autonom.
Terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat berlebihan,
hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block atau takikardia.
Masa inkubasi 3 – 28 hari, dengan rata-rata 6 hari.

Kategori Tetanus Neonatorum Sedang Tetanus Neonatorum Berat


Umur bayi > 7 hari 0 – 7 hari
Frekuensi Kadang-kadang Sering
kejang
Bentuk Mulut mencucu, Mulut mencucu,
kejang
Trismus kadang, Trismus terus-menerus,

Kejang rangsang (+) Kejang rangsang (+)


Posisi badan Opistotonus kadang-kadang Selalu opistotonus
Kesadaran Masih sadar Masih sadar

9
2.4 Pathway
PATHWAY TETANUS NEONATURUM

Terpapar kuman clostridium

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Sumsum tulang belakang Otak Saraf otonom

Tonus otot Menempel pada Mengenai saraf

Cerebral Gangliosides Simpatis

Menjadi kaku Kekakuan & kejang khas Hipertermi

pada tetanus

Gangguan suhu

Hilangnya keseimbangan tonus otot

Kekakuan otot

Sistem pencernaan system pernapasan

Kedidak efektifan
Gangguan
Jalan napas
nutrisi

10
2.5 Gambaran Klinik
Gejala klinik pada tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang
primitifpun mampu mengenalinya sebagai “penyakit hari kedelapan”. Anak yang
semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai hari ketiga menunjukan gejala
klinik yang bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan kesulitan menetek, risus
sardonicus sampai opistotonus. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada
penderita anak atau dewasa, karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter,
sehingga rahang bawah tertarik dan mulut justru agak membuka dan kaku. Bentukan
mulut menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula kembali lemas
setelah kejang dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejang-kejang menjadi
makin sering dengan tanda-tanda klinik kegagalan nafas.

Kekakuan pada tetanus sangat khusus : fleksi pada tangan, ekstensi pada
tungkai namun fleksi plantar pada jari kaki tidak tampak sejelas pada penderita anak.
Kekakuan dimulai pada otot-otot setempat atau trismus kemudian menjalar ke seluruh
tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok
(flexi) pada siku dengan tangan dikepal keras keras. Hipertoni menjadi semakin tinggi,
sehingga bayi dapat diangkat bagaikan sepotong kayu. Leher yang kaku seringkali
menyebabkan kepala dalam posisi menengadah.

Gambaran Umum pada Tetanus:

a. Trismus (lock-jaw, clench teeth)


Adalah mengatupnya rahang dan terkuncinya dua baris gigi akibat kekakuan otot
mengunyah (masseter) sehingga penderita sukar membuka mulut. Untuk menilai
kemajuan dan kesembuhan secara klinik, lebar bukaan mulut diukur tiap hari.
Trismus pada neonati tidak sejelas pada anak, karena kekakuan pada leher lebih kuat
dan akan menarik mulut kebawah, sehingga mulut agak menganga. Keadaan ini
menyebabkan mulut “mecucu” seperti mulut ikan tetapi terdapat kekakuan mulut
sehingga bayi tidak dapat menetek.
b. Risus Sardonicus (Sardonic grin)
Terjadi akibat kekakuan otot-otot mimic dahi mengkerut mata agak tertutup
sudut mulut keluar dan kebawah manggambarkan wajah penuh ejekan sambil
menahan kesakitan atau emosi yang dalam.

11
c. Opisthotonus Kekakuan otot-otot yang menunjang tubuh : otot punggung, otot leher,
trunk muscle dan sebagainya. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh
melengkung seperti busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Secara klinik
dapat dikenali dengan mudahnya tangan pemeriksa masuk pada lengkungan busur
tersebut. Pada era sebelum diazepam, sering terjadi komplikasi compression fracture
pada tulang vertebra.
d. Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut seperti papan. Selain otot dinding
perut, otot penyangga rongga dada juga kaku, sehingga penderita merasakan
keterbatasan untuk bernafas atau batuk. Setelah hari kelima perlu diwaspadai
timbulnya perdarahan paru (pada eflexe) atau bronchopneumonia.
e. Bila kekakuan makin berat, akan timbul kejang-kejang umum, mula-mula hanya
terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara
kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya, lambat laun “masa istirahat” kejang
makin pendek sehingga anak jatuh dalam status convulsivus.

2.6 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejalanya meliputi :

a. Kejang sampai pada otot pernafasan


b. Leher kaku
c. Dinding abdomen keras
d. Mulut mencucu seperti mulut ikan.
e. Suhu tubuh dapat meningkat.
f. Kekakuan otot, disusul dengan kesulitan membuka mulut (trismus).
g. Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi
pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki).
h. Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lama makin sering
dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan
irama jantung dan akhirnya hipoksia yang berat.
i. Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang
menjadi berat.

12
Untuk memudahkannya tingkat berat penyakit dibagi :

1. Ringan : hanya trismus dan kejang local

2. Sedang : mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak
nyata, opistotonus dan kekauan otot yang menyeluruh. (Deslidel, 2011)

2.7 Penatalaksanaan

1.Medik

a. Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis dalam
perbandingan 4 : 1 selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk memasukan
obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering kejang atau
apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dalam
perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah dahulu).
Bila setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde, melalui
eflex diberikan tambahan protein dan kalium.

b. Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit,


kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam
dimasukan ke dalam cairan eflex dan diganti setiap 6 jam). Bila kejang masih
sering timbul, boleh ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena perlahan-
lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tembahan diazepam 5
mg/kgBB/hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15
mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinis membaik, diazepam diberikan peroral dan
diurunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia berat atau bila
makin berat, diazepam diberikan per oral dan setelah bilirubin turun boleh
diberikan secara intravena.
c. Antitetanus Serum 10.000 per hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan
IM. Perinfus diberikan 20.000 untuk sekaligus.
d. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari. Bila
pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya. Bila pungsi lumbal tidak
dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien meningitis
bakterialis.
e. Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/Betadine 10%.

13
f. Perhatikan jalan napas, eflexe, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.

2.Keperawatan
Pasien tetanus adalah pasien yang gawat, mudah kejang dan bila kejang
selalu disertai sianosis. Spasme pada otot pernapasan sering menyebabkan
pasien apnea. Spasme otot telan akan menyebabkan liur sering terkumpul
didalam mulut dan dapat menyebabkan aspirasi. Oleh karena itu, pasien perlu
dirawat dikamar yang tenang tetapi harus terang.
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan
pernapasan, kebutuhan nutrisi/cairan, dan kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit.
a. Bahaya terjadinya gangguan pernapasan
Masalah yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan
pernafasan, kebutuhan nutrisi/cairan dan kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit. Gangguan pernafasan yang sering timbul adalah apnea, yang
disebabkan adanya tenospasmin yang menyerang otot-otot pernafasan sehingga
otot tersebut tidak berfungsi. Adanya spasme pada otot faring menyebabkan
terkumpulnya liur di dalam rongga mulut sehingga memudahkan terjadinya
poneumonia aspirasi. Adanya lendir di tenggorokan juga menghalangi kelancaran
lalu lintas udara (pernafasan). Pasien tetanus neonatorum setiap kejang selalu
disertai sianosis terus-menerus. Tindakan yang perlu dilakukan :
a) Baringkan bayi dalam sikap kepala ekstensi dengan memberikan ganjal
dibawah bahunya.
b) Berikan O2 secara rumat karena bayi selalu sianosis (1 – 2 L/menit jika sedang
terjadi kejang, karena sianosis bertambah berat O2 berikan lebih tinggi dapat
sampai 4 L/menit, jika kejang telah berhenti turunkan lagi).
c) Pada saat kejang, pasangkan sudut lidah untuk mencegah lidah jatuh ke
belakang dan memudahkan penghisapan lendirnya.
d) Sering hisap lendir, yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas buatan
pada saat apnea dan sewaktu-waktu terlihat pada mulut bayi.
e) Observasi tanda vital setiap ½ jam .

f) Usahakan agar tempat tidur bayi dalam keadaan hangat.

b. Kebutuhan nutrisi/cairan

14
Akibat bayi tidak dapat menetek dan keadaan payah, untuk memenuhi
kebutuhan makanannya perlu diberi infus dengan cairan glukosa 10%. Tetapi
karena bayi juga sering sianosis maka cairan ditambahkan bikarbonas natrikus
11/2% dengan perbandingan 4:1. Bila keadaan membaik, kejang sudah berkurang
pemberian makanan dapat diberikan melaui sonde dan selanjutnya sejalan dengan
perbaikan bayi dapat diubah memakai dot secara bertahap.

c. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit

Kedua orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus peru diberi penjelasan
bahwa bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan
khusus, kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan tubuh si bayi dan ada
tidaknya obat yang diperlukan hal ini mengingat untuk tetanus neonatorum memerlukan
alat/otot yang biasanya di RS tidak selalu tersedia dan harganya cukup mahal (misalnya
mikrodruip). Selain itu yang perlu dijelaskan ialah jika ibu kelak hamil lagi agar meminta
suntikan pencegahan tetanus di puskesmas, atau bidan, dan minta pertolongan persalinan
pada dokter, bidan atau dukun terlatih yang telah ikut penataran Depkes. Kemudian perlu
diberitahukan pula cara pearawatan tali pusat yang baik. (Ngastiyah, 1997)

2.8 Komplikasi

. Tetanus yang tidak segera mendapatkan penanganan medis dapat


mengakibatkan terjadinya beberapa komplikasi kesehatan:

1. Gangguan pernapasan

Kejang otot yang parah juga dapat memengaruhi otot saluran pernapasan bagian
atas. Hal ini berpotensi mengganggu pernapasan penderita.

2. Retak atau patah tulang

Selain terganggunya pernapasan, kejang otot yang terjadi dalam jangka waktu
lama berpotensi menyebabkan tulang retak atau patah.

3. Infeksi nosokomial

Infeksi nosokomial adalah salah satu bentuk infeksi yang terjadi ketika
seseorang dirawat di rumah sakit dalam waktu yang lama. Infeksi yang mungkin
terjadi adalah ulkus dekubitus (salah satu jenis luka kronis), pneumonia, emboli
paru, dan infeksi akibat pemasangan alat-alat medis yang kurang steril.

15
4. Kematian

Kondisi gangguan pernapasan adalah penyebab utama dari tetanus yang


berujung pada kematian. Sistem pernapasan yang gagal berfungsi dengan
normal menyebabkan terjadinya kondisi henti jantung (cardiac arrest).

BAB III

TINJAUAN KASUS

Ny. S datang bersama bayinya dan mengatakan bahwa bayinya panas, tidak mau
menyusu dan mulut bayinya mencucu seperti mulut ikan disertai kejang. Bayi lahir aterm,
tidak ada kelainan dengan riwayat persalinan hamil pertama, lama persalinan 7 jam,
ditolong dukun, BBL: BB 2.7Kg, PB 49cm, normal. Ibu mengatakan anaknya telah
diimunisasi pada hari ke-2 setelah lahir dan tidak pernah ada keluarga yang menderita
penyakit menular ataupun penyakit keturunan. Pola kebutuhan bayi, ibunya mengatakan
sebelum sakit bayi minum ASI sebanyak 6-8x/hari, BAB 3x/hari, BAB 3 x/hari, BAK 5-
6 x/hari, 2 x/hari mandi kering, tidur 18-20 jam/hari, bayi aktif tampak bugar. Setelah
sakit bayi tidak mau menyusu dan rewel, BAB 1 x/hari, BAK 2-3 x/hari, 2 x/hari mandi
kering, tidur 5-6 jam/hari, bayi tampak lemah dan aktivitas terganggu.

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA By. Ny. S DENGAN TETANUS NEONATERUM DI RS. X

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
1. Klien
a. Nama : By. D
b. Tempat/Tanggal Lahir : Banyuwangi, 18 Juli 2022
c. Umur : 8 Hari
d. Jenis Kelamin : Laki-laki
e. Status Perkawinan : Belum Kawin
f. Pendidikan : Belum Sekolah
g. Agama : Islam

16
h. Pekerjaan :-
i. Alamat : Ds.Rogojampi RT03/10 Kec.Tegal Harjo Kab.
Banyuwangi
j. No.RM : 09872105
k. Diagnosa Medik : Tetanus Neonartum
l. Tanggal Masuk : 26 Juli 2022
m. Tanggal Pengkajian : 26 Juli 2022
n. Ruangan : PERINAL RS.X

2. Penanggung Jawab
a. Nama : Ny. S
b. Umur : 26 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
f. Alamat :Ds.Rogojampi RT03/10 Kec.Tegal Harjo Kab.
Banyuwangi
g. Hubungan Keluarga : Ibu Kandung

3.1.2 Keluhan Utama


Panas, tidak mau menyusu dan mulut bayinya mencucu

3.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang


Ibu mengatakan bayinya panas, kejang dan mulut bayi mencucu seperti
mulut ikan. anak tampak lemah dan gelisah, Kesadaran composmentis .Tanda-
tanda vital, Nadi: 165 x/mnt , Temp: 38,6C, RR : 58 x/mnt, PB/BB: 49 cm/2100
gr. Bayi lahir pada tanggal 18 Juli 2022 di bantu oleh dukun Beranak dengan
keadaan normal

3.1.4 Riwayat Kesehatan yang lalu


1. Penyakit yang pernah dialami
a. Kanak-kanak :-
b. Kecelakaan :-
c. Pernah Di rawat :-
Penyakit :-

17
Waktu :-
d. Operasi :-
2. Alergi : pasien mengatakan tidak ada alergi pada makanan maupun obat-obatan

Tipe Reaksi Tindakan

- - -

3. Prenatal
Ibu pasien mengatakan saat hamil tidak mengalami keluhan ,pemeriksaan kehamilan
dilakukan 2x di bidan desa jauh dari rumah, Tidak mengkonsumsi Obat obatanlain
hanya mengkonsumsi vitamin dari bidan Tidak ikut vaksin Tetanus.
4. Natal
Pasien Lahir secara spontan di rumah dibantu oleh dukun beranak Tradisional
5. Post Natal
Ibu pasien mengatakan pasien dilahirkan dalam keadaan sehat ,BB 2,600 Gram PB 49
CM,Tidak terdapat kelainan Konginental

3.1.5 Riwayat kesehatan keluarga dan genogram :


Ibu klien mengatakan keluarga mempunyai riwayat hipertensi.

Keterangan :

: Laki-laki

18
: Perempuan

: Pasien

: Tinggal Serumah

3.1.6 Riwayat ADL


• Nutrisi
▪ Sebelum sakit : bayi minum ASI sebanyak 6-8 x/hari
▪ Sesudah sakit : bayi tidak mau menyusui dan rewel
• Eliminasi
▪ Sebelum sakit : BAB 3 x/hari, BAK 5-6 x/hari
▪ Sesudah sakit : BAB 1 x/hari, BAK 2-3 x/hari
• Personal Hygiene
▪ Sebelum sakit : 2 x/hari mandi kering
▪ Sesudah sakit : 2 x/hari mandi kering
• Istirahat
▪ Sebelum sakit : tidur 18-20 jam/hari
▪ Sesudah sakit : tidur 5-6 jam/hari
• Aktivitas
▪ Sebelum sakit : bayi aktif tampak bugar
▪ Sesudah sakit : bayi tampak lemah dan aktivitas terganggu

3.1.7 Pemeriksaan Fisik


1) Keadaan Umum : Bayi tampak Lemah ,gelisah dan rewel
2) Tanda-Tanda Vital
– Nadi/ denyut jantung : 165x/ menit
– Suhu : 38,6 oC
– Pernafasan : 58 x/menit
3) Antropometri
– Panjang Badan : 49 cm
– Berat Lahir : 2600 gram
– Berat Sekarang : 2100 gram

19
– Lingkar dada : 27 cm
– Lingkar kepala : 30 cm
4) Reflek
– Reflek moro : baik
– Reflek grasping/menggenggam : lemah
– Reflek sucking/menghisap : lemah
– Reflek Babinski : baik
5) Keadaan umum :[ ] Ringan [ ✓ ] Sedang [ ] Berat

Tingkat Kesadaran

a. Kualitas : Composmentis
b. Kuantitas
Respon motorik :6
Respon verbal :5
Respon :4
Jumlah : 15

3.1.8 Pemeriksaan Sistematis


1. Kepala :

= Bentuk kepala simetris,rambut tipis, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan,
ketika di kaji tidak terdapat nyeri tekan,

a. Mata

= LengkapTampak simetris , sklera tidak ikterik, konjungtiva Tidak anemis, pupil


isokor

b. Hidung

= Bentuk hidung simetris, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan,

c. Telinga

= Bentuk telinga simetris, tidak ada lesi,Tidak ada kelainan

d. Mulut dan gigi

= mulut Mencucu seperti ikan , tidak ada lesi, mulut terlihat kering dan pucat

20
e. Leher

= Tidak ada lesi, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

2. Thorak dan fungsi pernapasan


• Inspeksi
Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi inter kosta,Menggunakan otot bantu
nafas
• Palpasi
Tidak ada benjolan
• Auskultasi
Tidak terdengar bunyi Ronchi dan Wheezing
• Perkusi
-
3. Pemeriksaan jantung
• Inspeksi
Bentuk dada simetris, tidak tampak ictus cordis
• Palpasi
Tidak ada benjolan
• Auskultasi
Terdengar bunyi jantung lup dup regular s1 s2
• Perkusi
-
4. Pemeriksaan Abdomen
• Inspeksi
Bentuk simetris, tidak ada lesi, Tali pusar Basah
• Palpasi
tidak ada benjolan
• Akultasi
Bising usus 28x/menit
• Perkusi
tympani
5. Kulit dan ekstremitas

= Warna kulit kuning langsat, teraba hangat,

21
Ekstremitas atas : Pergerakan terbatas tidak ada edema
Ekstremitas bawah : Pergerakan terbatas, tidak ada odema

6. Genitalia

= Keadaan genital bersih tidak kotor dan klien memakai pampers

3.1.9 Data Sosial


1) Yang merawat
Saat ini klien dirawat di ruang PRENAL Rs. x oleh bidan dan perawat. Sesekali
ibu klien menjenguk untuk pemberian ASI
2) Hubungan dengan keluarga
Ibu klien bisa mengunjungi, melihat, dan menyentuh bayi

3.1.10 Data Spiritual


Klien beragama islam, , Saat ini pasien sedang di do’akan oleh ibu dan ayahnya
ketika sehabis sholat wajib agar anak kesayangannya cepat sembuh.

3.1.11 Data Penunjang


Periksa lab : leukosit 5400 µl

3.1.12 Program terapi dan penatalaksanaan


1. Diazepam IV 2x2,5ml
2. Antitetanus serum 10.000 IM /Hari selama 2 hari
3. Infus NaCl dan glukosa 5% IV 70cc/kg BB

3.1.13 Analisa Data


NO Data senjang Penyebab Masalah keperawatan

1 DS: Tetanospasmin
Masuk keSSP
• Ibu mengatakan mulut
bayinya mencucu (seperti ikan)
Menghambat
pelepasan asetilkolin Pola Nafas tidak
DO: efektif
• Bayi menangis terus menerus dan
Spasme otot respirasi
rewel
• Bayi tampak gelisah Adanya
kekakuan otot rahang Ventilasi berkurang
• RR : 58 x/menit (Takipnea)
22
• Denyut jantung 165/menit
Kelelahan otot
respirasi

Gangguan Pola Nafas

2 DS:

• Ibu mengatakan Badan Bayinya Respon inflamasi


panas dan kejang

Aktivasi
hipotalamus
DO:
(thermoregulator) Hipertermi
• Bayi gelisah
• Badan terasa hangat
• Suhu Tubuh 38oC Demam
• Periksa Lab Leukosit 5400 µl

Hipertermi

3 DS: Tetanospasmin
Masuk keSSP
• Ibu mengatakan Bayinya tidak
mau menyusu dan rewel
Defisit Nutrisi
Menghambat
DO: pelepasan asetilkolin

• Keadaan umum lemah


• Reflek Menghisap Lemah Spasme otot rahang
• Bibir tampak pucat dan kering trismus
• BAB 1 x/hari, BAK 2-3 x/hari
• Berat badan saat dilakukan
Reflesk menghisap
pemeriksaan 2100 gram
tidak adekuat

Defisit Nutrisi

23
3.1.14 Diagnosa Keperawatan
(D 0005) Pola Nafas tidak efektif b.d Gangguan Sistem Respirasi (kelelahan
otot respirasi)

(D.0130) Hipertermia b.d reaksi inflamasi

(D0019) Defisit Nutrisi b.d Reflek menghisap tidak adekuat

Nama klien : By. D


Dx Medis : Tetanus Neonartum
Ruangan : PRENAL

No. Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Rencana Rasional


& Data Penunjang kriteria hasil
Tindakan

1 Selasa POLA NAFAS TIDAK STATUS MANAJEMEN


26 Juli EFEKTIF (D.0005) SIRKULASI JALAN NAPAS
2022 (L.02016) (I.01011)

DS:
Setelah Observasi Observasi
• Orang tua By. D dilakukan
mengatakan bahwa tindakan
mulut anaknya keperawatan 1. Monitor Pola 1. Untuk
mencucu seperti selama 2x24 Mengetahui pola
napas (frekuensi,
ikan jam kedalaman,usaha napas pada bayi
diharapkan napas)
2. Untuk
Pola napas Mengengkaji
DO: teratur dengan 2. Monitor Bunyi Adanya bunyi
Napas tambahan napas tambahan
kriteria hasil
• Bayi menangis sebagai (mis. Gurgling, pada bayi
Mengi,wheezing,
terus menerus dan berikut:
,ronkhi kering.
rewel
• Bayi tampak 1. Saturasi
gelisah Adanya oksigen Terapeutik Terapeutik
cukup
kekakuan otot meningkat 1. Berikan oksigen 1. Untuk mencegah
rahang (4) jika perlu turunnya saturasi
• RR : 58 x/menit 2. Tekanan
(Takipnea) Nadi

24
• Denyut jantung cukup oksigen pada
165/menit membaik tubuh bayi.
(4)

2 Selasa HIPERTERMIA TERMORE MANAJEMEN


26 Juli (D.0130) GULASI KEJANG (I.06193)
2022 NEONATUS
DS: (L.14135)
• Ibu mengatakan Observasi
Observasi
badan Bayinya
Setelah 1. Monitor
panas dan kejang 1. Mengetahui
Terjadinya kejang
dilakukan berulang durasi,efek
tindakan 2. Monitor kejang
keperawatan karakteristik 2. Mengetahui jenis
DO:
selama 2x24 kejang karakteristik
3. Monitor TTV kejang
jam
3. Mengetahui
diharapkan Perkembangan
• Bayi gelisah Suhu tubuh
• Badan terasa keadaan umum
bayi normal pasien
hangat dan
kemerahan kejang
• Suhu tubuh 38oC berkurang
Terapeutik Terapeutik
• Periksa lab dengan kriteria
Leukosit 5400 µl hasil sebagai 1. Pertahankan 1. Untuk
berikut : kepatenan jalan
• Denyut jantung menghindari lesi
nafas pada mulut bayi
165/menit 1. Suhu 2. Pasang akses IV
Tubuh 2. Untuk pemberian
Jika perlu obat melalui iv
Cukup
menurun
(4) Kolaborasi
2. Suhu Kolaborasi
Kulit 1. Kolaborasi
Cukup 1. Mengatasi gejala
pemberian kejang
Menurun antikonvulsan
(4) jika perlu
3. Frekuensi
Nadi
Cukup
Menurun
(4)

3 Selasa DEFISIT NUTRISI STATUS PEMANTAUAN


26 Juni (D.0019) NUTRISI NUTRISI (I.03123)
2021 (L.03030)
Observasi

25
DS: Observasi

Setelah 1. Identifikasi 1. Untuk mengetahui


dilakukan kemungkinan penghisapan bayi
• Bayinya tidak mau tindakan penyebab BB maksimal atau
menyusu dan kurang tidak maksimal
keperawatan
rewel selama 2x24
2. Monitor berat 2. Untuk
jam diharapkan badan mengetahui ada
keadekuatan atau tidaknya
DO: asupan nutrisi kenaikan berat
untuk badan
• Keadaan umum memenuhi
lemah kebutuhan
• Reflek Menghisap metabolism Terapeutik
lemah dengan kriteria Terapeutik
• Berat badan hasil sebagai 1. Berikan 1. Untuk
dibawah rentang perawatan mulut menghindari
berikut :
normal sebelum lesi pada mulut
• Berat badan : 2100 4. Kekuatan pemberian bayi
gr otot makan, jika perlu
• BAB 1x/hari menelan
BAK2-3x/hari (4) 2. Kolaborasi
5. Berat Pemberian cairan 2. Mencegah
badan glukosa IV terjadinya
cukup kekurangan nutrisi
meningkat
(4)
6. Bising
usus
cukup
membaik
(4)
7. Membran
mukosa
cukup
membaik
(4)

26
3.1.15 Implementasi dan Evaluasi
Nama klien : By. D
Dx medis : Tetanus Neonatorum
Ruangan : PRENAL

Hari Pertama

Tanggal & No Dx IMPLEMENTASI EVALUASI Paraf &


Jam Keperawatan nama

SELASA (D.0005) S: Danam


26 Juli 2022 POLA NAFAS O:
1. Memonitor Pola Napas
TIDAK • Pernafasan : 55x/menit
2. Memonitor Bunyi napas
(12.00 EFEKTIF 3. Berikan oksigen • SpO2 : 96% dengan
WIB) bantuan alat
• Suara napas
Bronkovesikuler bernada
Agak keras, terdengar lebih
panjang pada fase inspirasi
daripada ekspirasi dan
kedua fase bersambung.
• Pemberian oksigen Nasal
kanul Fraksi oksigen
2L/menit

A:
Masalah teratasi sebagian

P:
Intervensi dilanjutkan
1. Memonitor Pola Napas
2. Memonitor Bunyi Napas
3. Pemberian Oksigen

SELASA (D.0130) S: Danam


26 Juli 2022 HIPERTERMIA
O:
1. Monitor kejang berulang

27
(13.00 2. Monitor Karakteristik • Masih Terjadi kejang pada
WIB) kejang pasien intensitsas 1x
3. Monitor TTV • Kejang pada trismus
4. Pertahankan kepatenan • TTV : TD : 70/60
jalan napas
mmHg
5. Pasang Akses IV
6. Pemberian Antikonvulsan
N : 158 x/menit

RR : 55 x/menit

S : 38°C

• Kepatenan jalan nafas


terjaga Dengan
menggunakan Nasal kanul
• Pemasangan Akses IV
• Pemberian Antikonvulsan
Diazepam melalui IV 1,5 ml
A:

Masalah teratasi sebagian

P:

Intervensi dilanjutkan

1. Monitor Kejang berulang


2. Monitor Karakteristik
kejang
3. Monitor TTV

SELASA, (D.0019) S : bayi belum menyentuh berat Danam


26 Juli 2022 Defisit Nutrisi badan ideal

O:
1. Identifikasi kemungkinan
(13.00 penyebab BB kurang • Pembererian Asi kepada
WIB) 2. Monitor berat badan bayi belum Adekuat
3. Berikan perawatan mulut
• BB 2160 gr Masih di bawah
sebelum pemberian
normal
makan, jika perlu
• Kolaborasi perlu diberi infus
4. Berikan cairan glukosa IV
dengan cairan glukosa 5%.
Untuk Nutrisi
A:

28
Masalah teratasi sebagian

P:

Intervensi dilanjutkan

1. Monitor berat badan


2. Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,
jika perlu

29
Nama klien : By. D
Dx medis : Tetanus Neonatorum
Ruangan : PRENAL

Hari ke 2

Tanggal & No Dx IMPLEMENTASI EVALUASI Paraf &


Jam Keperawatan nama

RABU,27 (D.0005) S: Danam


Juli 2022 POLA NAFAS O:
1. Memonitor Pola Napas
2. Memonitor Bunyi napas •
TIDAK Pernafasan : 44x/menit

(09.00 EFEKTIF 3. Berikan oksigen • SpO2 : 99% dengan


WIB) bantuan alat
• Suara napas vesikuler
bernada rendah, Tidak
terdengar bunyi
weezing,Rhonchi,Stridor
• Pemberian oksigen Nasal
kanul Fraksi oksigen
3L/menit
• Napas sudah mulai Normal
A:
Masalah teratasi sebagian

P:
Intervensi dilanjutkan
1.Berikan oksigen

Rabu,27 (D.0130) S: Danam


Juli 2022 HIPERTERMIA O:
1. Monitor kejang berulang • Kejang sudah mulai
(12.00 2. Monitor Karakteristik berkurang
kejang
WIB) • Trismus sudah mulai
3. Monitor TTV
Berkurang
• TTV : TD : 70/60
mmHg

30
N : 150x/menit

RR : 44 x/menit

S : 36°C

• Suhu tubuh Normal

A:

Masalah teratasi sebagian

P:

Intervensi dilanjutkan

1. Monitor Kejang berulang


2. Monitor TTV

Rabu,27 (D.0019) S : bayi belum menyentuh berat Danam


Juli 2022 Defisit Nutrisi badan ideal

O:
1. Identifikasi kemungkinan
(13.00 penyebab BB kurang • pembererian asi kepada
WIB) 2. Monitor berat badan bayi belum Adekuat
3. Berikan perawatan mulut
• BB 2260 gr Masih di bawah
sebelum pemberian
normal
makan, jika perlu
• Pemberian infus dengan
4. Berikan cairan glukosa
cairan glukosa 5%.
IV
A:

Masalah teratasi sebagian

P:

Intervensi dilanjutkan

1. Monitor berat badan

31
3.1.16 CATATAN PERKEMBANGAN

TANGGAL NO DX PERKEMBANGAN PARAF

KAMIS, 28 1 S:- Danam


Juli 2022
(D.0005) O:

• Pernafasan : 43x/menit.
• Suhu : 36,6o C
• SpO2 : 100% dengan bantuan oksigen nasal
kanul.
• Fraksi O2 : 3L/menit.
• Bayi terlihat tidak sesak, nafas bayi
normal.

A:

Masalah teratasi Sebagian

P:

Intervensi dilanjutkan

I :.

• Pemberian oksigen

E:

Bayi tidak sesak tetapi perlu bantuan oksigen


nasal kanul

KAMIS, 28 2 S:- Danam


Juli 2022
(D.0130) O:

• TTV : TD : 70/60 mmHg

N : 144x/menit

RR : 44 x/menit

S : 36,2°C

32
A:

Masalah teratasi

P:

Intervensi dilanjutkan

I:

• Monitor TTV

E:

Suhu tubuh sudah Normal, Tidak ada kejang Tapi


perlu dilakuakan monitor

KAMIS, 28 3 S:- Danam


Juli 2022
(D.0019) O:

• Pemberian ASI belum adekuat


• BB meningkat 2200gr

A:

Masalah teratasi Sebagian

P:

Intervensi dilanjutkan

I:

• Monitor berat badan

E:

Berat badan belum mencapai normal

Belum optimalnya pemberian ASI

33
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih. Kematian tetanus sekitar
45 – 55 %, sedangkan pada tetanus neonatorum sekitar 80%. Terdapat hubungan
terbalik antara lamanya masa inkubasi dengan beratnya penyakit. Resiko kematian
sekitar 58 % pada masa inkubasi 2 – 10 hari, dan 17 – 35 % pada masa inkubasi 11 –
22 hari. Bila interval antara gejala pertama dengan timbulnya kejang cepat, prognosis
lebih buruk.

4.2 Saran
Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) Hal ini diharapkan rumah
sakit dapat dapat memberikan pelayanan kesehatan dan memperthankan hubungan
kerja sama antar tim kesehatan maupun klien. Sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan asuahn keperawatan yang optimal pada umumnya dan pasien Tetanuas
Neonatorum khususnya, diharapkan rumah sakit dapat menyediakan fasilitas serta
sarana dan prasarana yang mendukung kesembuhan pasien.

34
DAFTAR PUSTAKA

Nuzulul Haq. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Tetanus. Surabaya:Universitas Airlangga

Nurarif & Kusuma. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PRAKTIS Jilid 2. Jogjakarta:


Mediaction Publishing.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat.

35
36

Anda mungkin juga menyukai