NEONATORUM
Disusun Oleh :
Danam Nanggala Arifin
P17320321011
Jl. Dr. Sumeru No. 116, Menteng, Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat 16111,
Indonesia
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan banyak
nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Bayi dengan Tetanus Neonartum” dengan baik.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritikan dan saran yang bersifat kontruktif dari pembaca
sangat diharapkan demi kesempurnaan dari Asuhan Keperawatan ini. Semoga segala budi baik
dari semua pihak diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat
pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan para mahasiswa dan pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB I………………………………………………………………………………………………………………………………..4
3
BAB I
PENDAHULUAN
Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih. Kematian tetanus sekitar
45 – 55 %, sedangkan pada tetanus neonatorum sekitar 80%. Terdapat hubungan
terbalik antara lamanya masa inkubasi dengan beratnya penyakit. Resiko kematian
sekitar 58 % pada masa inkubasi 2 – 10 hari, dan 17 – 35 % pada masa inkubasi 11 –
22 hari. Bila interval antara gejala pertama dengan timbulnya kejang cepat, prognosis
lebih buruk.
Berdasarkan hasil survey dilaksanakan oleh WHO di 15 negara di Asia, Timur
Tengah dan Afrika pada tahun 1978 –1982 menekankan bahwa penyakit Tetanus
Neonatorum banyak dijumpai daerah pedesaan negara berkembang termasuk Indonesia
yang memiliki angka Proporsi kematian Neonatal akibat penyakit Tetanus Neonatorum
mencapai 51 %. Pada kasus Tetanus Neonatorum yang tidak dirawat, hampir dapat
dipastikan CFR akan mendekati 100%, terutama pada kasus yang mempunyai masa
inkubasi kurang dari 7 hari.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas serta melihat peran dan fungsi perawat
sangatlah penting dalam hal memperbaiki derajat kesehatan khususnya masalah
Tetanus Neonatorum pada anak. Dalam hal pelaksanaan Asuhan Keperawatan meliputi
aspek promotif (memberikan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan status
kesehatan), preventif (pencegahan), kuratif (memberikan obat-obatan untuk mengobati
penyebab dasar), rehabilitatif (dokter, perawat dan peran serta keluarga dalam
perawatan pasien).
4
23/1000 kelahiran hidup dengan jumlah kematian kira-kira 60.000 bayi setiap tahunnya.
Alasan yang paling mungkin adalah karena adanya perbedaan kemudahan menjagkau
fasilitas pelayanan kesehatan, tingkat pengetahuan, dan kesadaran masyarakat untuk
cepat merujuk anak ke puskesmas, serta kesulitan geografis antara perkotaan dan
pedesaan (Widoyono, 2008).
Menurut SKRT 1995, angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih cukup
tinggi yaitu 58/1000 kelahiran hidup. Tetanus menyumbang 50% kematian bayi baru
lahir dan sekitar 20% kematian bayi, serta merupakan urutan ke-5 penyakit penyebab
kematian nbayi di Indonesia. Karena kontribusinya yang besar pada AKB, maka
penyakit ini ,masih merupakan masalah besar bagi dunia kesehatan (Widoyono, 2008).
5
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat:
1) Melakukan Pengkajian Keperawatan pada By. Ny. S dengan Tetanus
Neonatorum
2) Menetapkan Diagnosa Keperawatan pada By. Ny. S dengan Tetanus
Neonatorum
3) Menyusun Intervensi Keperawatan pada By. Ny. S dengan Tetanus
Neonatorum
4) Melakukan Implementasi Keperawatan pada By. Ny. S dengan Tetanus
Neonaterum
5) Melakukan Evaluasi Keperawatan pada By. Ny. S dengan Tetanus
Neonatorum
6
BAB II
Tetanus Neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda
klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu secara
normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh dengan kesulitan
membuka mulut dan menetek di susul dengan kejang-kejang (WHO, 1989 )
Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih.Masih merupakan
masalah di indonesia dan di negara berkembang lain, meskipun beberapa tahun terakhir
kasusnya sudah jarang di indonesia. Angka kematian tetanus neonatorum tinggi dan
merupakan 45 – 75 % dari kematian seluruh penderita tetanus. Penyebab kematian
terutama akibat komplikasi antara lain radang paru dan sepsis, makin muda umur bayi
saat timbul gejala, makin tinggi pula angka kematian. (Maryunani, 2011).
2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana
kuman tersebut berkembang tanpa adanya oksigen. Tetanus pada bayi ini dapat
disebabkan karena tindakan pemotongan tali pusat yang kurang steril, untuk penyakit
ini masa inkubasinya antara 5 – 14 hari (Hidayat, 2008).
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri ini
berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga
pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan
beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau
bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita
7
tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. Pada negara belum
berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat
sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus
neonatorum .
2.3 Patofisiologi
Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit berubah menjadi
bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang anaerobit
ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan
oksigen jaringan akibat adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat
diionisasi. Secara intra aksonal toksin disalurkan ke sel syaraf yang memakan waktu
sesuai dengan panjang aksonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan
elektrik dan fungsi sel syaraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sum-
sum tulang belakang toksin menjalar dari sel syaraf lower motorneuron keluksinafs dari
spinal inhibitorineurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada
inhibitoritransmiter dan menimbulkan kekakuan (Aang,2011).
Clostridium Tetani dalam bentuk spora masuk kedalam tubuh melalui luka
potongan tali pusat, yaitu tali pusat yang dipotong menggunakan alat yang tidak steril
atau perawatan tali pusat yang tidak baik. Spora yang masuk dan berada di lingkungan
anaerobik berubah menjadi bentuk flex dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam
jaringan yang anaerobic ini terjadi penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan
turunan tekanan eflex jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium
yang dapat diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf yang memakan
waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum dapat perubahan
elekrik dan fungsi sel walaupun toxin telah terkumpul dalam sel. Dalam sumsum
belakang toxin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke letuk sinaps dan diteruskan
ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toxin menimbulkan
gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan. Eksotoksin
mencapai sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskular.
Kemudian menjadi terikat pada sel saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi
dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah
sangat mudah dinetralkan oleh arititoksin.
8
Pengangkutan toksin melaui saraf motorik:
9
2.4 Pathway
PATHWAY TETANUS NEONATURUM
Eksotoksin
pada tetanus
Gangguan suhu
Kekakuan otot
Kedidak efektifan
Gangguan
Jalan napas
nutrisi
10
2.5 Gambaran Klinik
Gejala klinik pada tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang
primitifpun mampu mengenalinya sebagai “penyakit hari kedelapan”. Anak yang
semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai hari ketiga menunjukan gejala
klinik yang bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan kesulitan menetek, risus
sardonicus sampai opistotonus. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada
penderita anak atau dewasa, karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter,
sehingga rahang bawah tertarik dan mulut justru agak membuka dan kaku. Bentukan
mulut menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula kembali lemas
setelah kejang dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejang-kejang menjadi
makin sering dengan tanda-tanda klinik kegagalan nafas.
Kekakuan pada tetanus sangat khusus : fleksi pada tangan, ekstensi pada
tungkai namun fleksi plantar pada jari kaki tidak tampak sejelas pada penderita anak.
Kekakuan dimulai pada otot-otot setempat atau trismus kemudian menjalar ke seluruh
tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok
(flexi) pada siku dengan tangan dikepal keras keras. Hipertoni menjadi semakin tinggi,
sehingga bayi dapat diangkat bagaikan sepotong kayu. Leher yang kaku seringkali
menyebabkan kepala dalam posisi menengadah.
11
c. Opisthotonus Kekakuan otot-otot yang menunjang tubuh : otot punggung, otot leher,
trunk muscle dan sebagainya. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh
melengkung seperti busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Secara klinik
dapat dikenali dengan mudahnya tangan pemeriksa masuk pada lengkungan busur
tersebut. Pada era sebelum diazepam, sering terjadi komplikasi compression fracture
pada tulang vertebra.
d. Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut seperti papan. Selain otot dinding
perut, otot penyangga rongga dada juga kaku, sehingga penderita merasakan
keterbatasan untuk bernafas atau batuk. Setelah hari kelima perlu diwaspadai
timbulnya perdarahan paru (pada eflexe) atau bronchopneumonia.
e. Bila kekakuan makin berat, akan timbul kejang-kejang umum, mula-mula hanya
terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara
kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya, lambat laun “masa istirahat” kejang
makin pendek sehingga anak jatuh dalam status convulsivus.
12
Untuk memudahkannya tingkat berat penyakit dibagi :
2. Sedang : mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak
nyata, opistotonus dan kekauan otot yang menyeluruh. (Deslidel, 2011)
2.7 Penatalaksanaan
1.Medik
a. Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis dalam
perbandingan 4 : 1 selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk memasukan
obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering kejang atau
apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dalam
perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah dahulu).
Bila setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde, melalui
eflex diberikan tambahan protein dan kalium.
13
f. Perhatikan jalan napas, eflexe, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.
2.Keperawatan
Pasien tetanus adalah pasien yang gawat, mudah kejang dan bila kejang
selalu disertai sianosis. Spasme pada otot pernapasan sering menyebabkan
pasien apnea. Spasme otot telan akan menyebabkan liur sering terkumpul
didalam mulut dan dapat menyebabkan aspirasi. Oleh karena itu, pasien perlu
dirawat dikamar yang tenang tetapi harus terang.
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan
pernapasan, kebutuhan nutrisi/cairan, dan kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit.
a. Bahaya terjadinya gangguan pernapasan
Masalah yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan
pernafasan, kebutuhan nutrisi/cairan dan kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit. Gangguan pernafasan yang sering timbul adalah apnea, yang
disebabkan adanya tenospasmin yang menyerang otot-otot pernafasan sehingga
otot tersebut tidak berfungsi. Adanya spasme pada otot faring menyebabkan
terkumpulnya liur di dalam rongga mulut sehingga memudahkan terjadinya
poneumonia aspirasi. Adanya lendir di tenggorokan juga menghalangi kelancaran
lalu lintas udara (pernafasan). Pasien tetanus neonatorum setiap kejang selalu
disertai sianosis terus-menerus. Tindakan yang perlu dilakukan :
a) Baringkan bayi dalam sikap kepala ekstensi dengan memberikan ganjal
dibawah bahunya.
b) Berikan O2 secara rumat karena bayi selalu sianosis (1 – 2 L/menit jika sedang
terjadi kejang, karena sianosis bertambah berat O2 berikan lebih tinggi dapat
sampai 4 L/menit, jika kejang telah berhenti turunkan lagi).
c) Pada saat kejang, pasangkan sudut lidah untuk mencegah lidah jatuh ke
belakang dan memudahkan penghisapan lendirnya.
d) Sering hisap lendir, yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas buatan
pada saat apnea dan sewaktu-waktu terlihat pada mulut bayi.
e) Observasi tanda vital setiap ½ jam .
b. Kebutuhan nutrisi/cairan
14
Akibat bayi tidak dapat menetek dan keadaan payah, untuk memenuhi
kebutuhan makanannya perlu diberi infus dengan cairan glukosa 10%. Tetapi
karena bayi juga sering sianosis maka cairan ditambahkan bikarbonas natrikus
11/2% dengan perbandingan 4:1. Bila keadaan membaik, kejang sudah berkurang
pemberian makanan dapat diberikan melaui sonde dan selanjutnya sejalan dengan
perbaikan bayi dapat diubah memakai dot secara bertahap.
Kedua orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus peru diberi penjelasan
bahwa bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan
khusus, kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan tubuh si bayi dan ada
tidaknya obat yang diperlukan hal ini mengingat untuk tetanus neonatorum memerlukan
alat/otot yang biasanya di RS tidak selalu tersedia dan harganya cukup mahal (misalnya
mikrodruip). Selain itu yang perlu dijelaskan ialah jika ibu kelak hamil lagi agar meminta
suntikan pencegahan tetanus di puskesmas, atau bidan, dan minta pertolongan persalinan
pada dokter, bidan atau dukun terlatih yang telah ikut penataran Depkes. Kemudian perlu
diberitahukan pula cara pearawatan tali pusat yang baik. (Ngastiyah, 1997)
2.8 Komplikasi
1. Gangguan pernapasan
Kejang otot yang parah juga dapat memengaruhi otot saluran pernapasan bagian
atas. Hal ini berpotensi mengganggu pernapasan penderita.
Selain terganggunya pernapasan, kejang otot yang terjadi dalam jangka waktu
lama berpotensi menyebabkan tulang retak atau patah.
3. Infeksi nosokomial
Infeksi nosokomial adalah salah satu bentuk infeksi yang terjadi ketika
seseorang dirawat di rumah sakit dalam waktu yang lama. Infeksi yang mungkin
terjadi adalah ulkus dekubitus (salah satu jenis luka kronis), pneumonia, emboli
paru, dan infeksi akibat pemasangan alat-alat medis yang kurang steril.
15
4. Kematian
BAB III
TINJAUAN KASUS
Ny. S datang bersama bayinya dan mengatakan bahwa bayinya panas, tidak mau
menyusu dan mulut bayinya mencucu seperti mulut ikan disertai kejang. Bayi lahir aterm,
tidak ada kelainan dengan riwayat persalinan hamil pertama, lama persalinan 7 jam,
ditolong dukun, BBL: BB 2.7Kg, PB 49cm, normal. Ibu mengatakan anaknya telah
diimunisasi pada hari ke-2 setelah lahir dan tidak pernah ada keluarga yang menderita
penyakit menular ataupun penyakit keturunan. Pola kebutuhan bayi, ibunya mengatakan
sebelum sakit bayi minum ASI sebanyak 6-8x/hari, BAB 3x/hari, BAB 3 x/hari, BAK 5-
6 x/hari, 2 x/hari mandi kering, tidur 18-20 jam/hari, bayi aktif tampak bugar. Setelah
sakit bayi tidak mau menyusu dan rewel, BAB 1 x/hari, BAK 2-3 x/hari, 2 x/hari mandi
kering, tidur 5-6 jam/hari, bayi tampak lemah dan aktivitas terganggu.
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
1. Klien
a. Nama : By. D
b. Tempat/Tanggal Lahir : Banyuwangi, 18 Juli 2022
c. Umur : 8 Hari
d. Jenis Kelamin : Laki-laki
e. Status Perkawinan : Belum Kawin
f. Pendidikan : Belum Sekolah
g. Agama : Islam
16
h. Pekerjaan :-
i. Alamat : Ds.Rogojampi RT03/10 Kec.Tegal Harjo Kab.
Banyuwangi
j. No.RM : 09872105
k. Diagnosa Medik : Tetanus Neonartum
l. Tanggal Masuk : 26 Juli 2022
m. Tanggal Pengkajian : 26 Juli 2022
n. Ruangan : PERINAL RS.X
2. Penanggung Jawab
a. Nama : Ny. S
b. Umur : 26 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
f. Alamat :Ds.Rogojampi RT03/10 Kec.Tegal Harjo Kab.
Banyuwangi
g. Hubungan Keluarga : Ibu Kandung
17
Waktu :-
d. Operasi :-
2. Alergi : pasien mengatakan tidak ada alergi pada makanan maupun obat-obatan
- - -
3. Prenatal
Ibu pasien mengatakan saat hamil tidak mengalami keluhan ,pemeriksaan kehamilan
dilakukan 2x di bidan desa jauh dari rumah, Tidak mengkonsumsi Obat obatanlain
hanya mengkonsumsi vitamin dari bidan Tidak ikut vaksin Tetanus.
4. Natal
Pasien Lahir secara spontan di rumah dibantu oleh dukun beranak Tradisional
5. Post Natal
Ibu pasien mengatakan pasien dilahirkan dalam keadaan sehat ,BB 2,600 Gram PB 49
CM,Tidak terdapat kelainan Konginental
Keterangan :
: Laki-laki
18
: Perempuan
: Pasien
: Tinggal Serumah
19
– Lingkar dada : 27 cm
– Lingkar kepala : 30 cm
4) Reflek
– Reflek moro : baik
– Reflek grasping/menggenggam : lemah
– Reflek sucking/menghisap : lemah
– Reflek Babinski : baik
5) Keadaan umum :[ ] Ringan [ ✓ ] Sedang [ ] Berat
Tingkat Kesadaran
a. Kualitas : Composmentis
b. Kuantitas
Respon motorik :6
Respon verbal :5
Respon :4
Jumlah : 15
= Bentuk kepala simetris,rambut tipis, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan,
ketika di kaji tidak terdapat nyeri tekan,
a. Mata
b. Hidung
c. Telinga
= mulut Mencucu seperti ikan , tidak ada lesi, mulut terlihat kering dan pucat
20
e. Leher
21
Ekstremitas atas : Pergerakan terbatas tidak ada edema
Ekstremitas bawah : Pergerakan terbatas, tidak ada odema
6. Genitalia
1 DS: Tetanospasmin
Masuk keSSP
• Ibu mengatakan mulut
bayinya mencucu (seperti ikan)
Menghambat
pelepasan asetilkolin Pola Nafas tidak
DO: efektif
• Bayi menangis terus menerus dan
Spasme otot respirasi
rewel
• Bayi tampak gelisah Adanya
kekakuan otot rahang Ventilasi berkurang
• RR : 58 x/menit (Takipnea)
22
• Denyut jantung 165/menit
Kelelahan otot
respirasi
2 DS:
Aktivasi
hipotalamus
DO:
(thermoregulator) Hipertermi
• Bayi gelisah
• Badan terasa hangat
• Suhu Tubuh 38oC Demam
• Periksa Lab Leukosit 5400 µl
Hipertermi
3 DS: Tetanospasmin
Masuk keSSP
• Ibu mengatakan Bayinya tidak
mau menyusu dan rewel
Defisit Nutrisi
Menghambat
DO: pelepasan asetilkolin
Defisit Nutrisi
23
3.1.14 Diagnosa Keperawatan
(D 0005) Pola Nafas tidak efektif b.d Gangguan Sistem Respirasi (kelelahan
otot respirasi)
DS:
Setelah Observasi Observasi
• Orang tua By. D dilakukan
mengatakan bahwa tindakan
mulut anaknya keperawatan 1. Monitor Pola 1. Untuk
mencucu seperti selama 2x24 Mengetahui pola
napas (frekuensi,
ikan jam kedalaman,usaha napas pada bayi
diharapkan napas)
2. Untuk
Pola napas Mengengkaji
DO: teratur dengan 2. Monitor Bunyi Adanya bunyi
Napas tambahan napas tambahan
kriteria hasil
• Bayi menangis sebagai (mis. Gurgling, pada bayi
Mengi,wheezing,
terus menerus dan berikut:
,ronkhi kering.
rewel
• Bayi tampak 1. Saturasi
gelisah Adanya oksigen Terapeutik Terapeutik
cukup
kekakuan otot meningkat 1. Berikan oksigen 1. Untuk mencegah
rahang (4) jika perlu turunnya saturasi
• RR : 58 x/menit 2. Tekanan
(Takipnea) Nadi
24
• Denyut jantung cukup oksigen pada
165/menit membaik tubuh bayi.
(4)
25
DS: Observasi
26
3.1.15 Implementasi dan Evaluasi
Nama klien : By. D
Dx medis : Tetanus Neonatorum
Ruangan : PRENAL
Hari Pertama
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
1. Memonitor Pola Napas
2. Memonitor Bunyi Napas
3. Pemberian Oksigen
27
(13.00 2. Monitor Karakteristik • Masih Terjadi kejang pada
WIB) kejang pasien intensitsas 1x
3. Monitor TTV • Kejang pada trismus
4. Pertahankan kepatenan • TTV : TD : 70/60
jalan napas
mmHg
5. Pasang Akses IV
6. Pemberian Antikonvulsan
N : 158 x/menit
RR : 55 x/menit
S : 38°C
P:
Intervensi dilanjutkan
O:
1. Identifikasi kemungkinan
(13.00 penyebab BB kurang • Pembererian Asi kepada
WIB) 2. Monitor berat badan bayi belum Adekuat
3. Berikan perawatan mulut
• BB 2160 gr Masih di bawah
sebelum pemberian
normal
makan, jika perlu
• Kolaborasi perlu diberi infus
4. Berikan cairan glukosa IV
dengan cairan glukosa 5%.
Untuk Nutrisi
A:
28
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
29
Nama klien : By. D
Dx medis : Tetanus Neonatorum
Ruangan : PRENAL
Hari ke 2
P:
Intervensi dilanjutkan
1.Berikan oksigen
30
N : 150x/menit
RR : 44 x/menit
S : 36°C
A:
P:
Intervensi dilanjutkan
O:
1. Identifikasi kemungkinan
(13.00 penyebab BB kurang • pembererian asi kepada
WIB) 2. Monitor berat badan bayi belum Adekuat
3. Berikan perawatan mulut
• BB 2260 gr Masih di bawah
sebelum pemberian
normal
makan, jika perlu
• Pemberian infus dengan
4. Berikan cairan glukosa
cairan glukosa 5%.
IV
A:
P:
Intervensi dilanjutkan
31
3.1.16 CATATAN PERKEMBANGAN
• Pernafasan : 43x/menit.
• Suhu : 36,6o C
• SpO2 : 100% dengan bantuan oksigen nasal
kanul.
• Fraksi O2 : 3L/menit.
• Bayi terlihat tidak sesak, nafas bayi
normal.
A:
P:
Intervensi dilanjutkan
I :.
• Pemberian oksigen
E:
N : 144x/menit
RR : 44 x/menit
S : 36,2°C
32
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
I:
• Monitor TTV
E:
A:
P:
Intervensi dilanjutkan
I:
E:
33
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih. Kematian tetanus sekitar
45 – 55 %, sedangkan pada tetanus neonatorum sekitar 80%. Terdapat hubungan
terbalik antara lamanya masa inkubasi dengan beratnya penyakit. Resiko kematian
sekitar 58 % pada masa inkubasi 2 – 10 hari, dan 17 – 35 % pada masa inkubasi 11 –
22 hari. Bila interval antara gejala pertama dengan timbulnya kejang cepat, prognosis
lebih buruk.
4.2 Saran
Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) Hal ini diharapkan rumah
sakit dapat dapat memberikan pelayanan kesehatan dan memperthankan hubungan
kerja sama antar tim kesehatan maupun klien. Sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan asuahn keperawatan yang optimal pada umumnya dan pasien Tetanuas
Neonatorum khususnya, diharapkan rumah sakit dapat menyediakan fasilitas serta
sarana dan prasarana yang mendukung kesembuhan pasien.
34
DAFTAR PUSTAKA
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat.
35
36