Anda di halaman 1dari 17

Makalah Keperawatan Paliatif

Isu Psychological,Emotional Dan Social Pada Pasien Dan Keluarganya Yang


Mengalami Sakit Terminal

Disusun Oleh Kelompok 1 :

1. Anak Agung Gde Weda Pratama (193213005)

2. Ayu Novita Sari Tampubolon (193213008)

3. Febriyani Falentien Fairnap (193213011)

4. I Komang Febiana (193213016)

5. Kadek Ayu Ulan Sudariyanthini (193213020)

6. Ni Putu Eka Cintya Parwita (193213040)

7. Putu Riska Pramudita Dewi (193213049)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.Adapun tujuan
dari penulisan dari makalah ini adalah untuk menambah wawasan tentang “Isu
Psychological,Emotional dan Social Pada Pasien Dan Keluarganya Yang Mengalami Sakit
Terminal ” bagi para pembaca dan juga bagi penyusun.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns.Desak Made Ari Dwi Jayanti, S.Kep., M.Fis
selaku dosen mata kuliah keperawatan paliatif yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.Saya menyadari, makalah yang
saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 3 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................................................ ii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ....................................................................................................................... 1
1.2 RUMUS MASALAH ........................................................................................................................ 2
1.3 TUJUAN ............................................................................................................................................ 2
BAB II .......................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 3
2.1 PENGKAJIAN PSIKOLOGIS DAN EMOSIONAL ..................................................................... 3
2.2 DAMPAK PSIKOLOGIS, SOSIAL DAN EMOSIONAL ............................................................ 3
2.3 DAMPAK PSIKOLOGIS, SOCIAL DAN EMOSIONAL TERHADAP RESPON NYERI ..... 4
2.4 PERAN PETUGAS KESEHATAN LAINNYA DALAM TIM MULTIDISIPLINER............... 5
2.5 CARA MELAKUKAN PENGKAJIAN PADA LATAR BELAKANG BERBAGAI BUDAYA
.................................................................................................................................................................. 8
BAB III....................................................................................................................................................... 13
PENUTUP.................................................................................................................................................. 13
3.1 KESIMPULAN ............................................................................................................................... 13
3.2 SARAN ............................................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian.
Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan
untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan penyakit
terminal ini mengarah kearah kematian. Agama dan keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan
dan dukungan dalam penyakit fisik yang serius Profesional kesehatan memberikan perawatan
medis menyadari pentingnya pasien dalam memenuhi 'kebutuhan spiritual dan keagamaan serta
pentingnya Psychoonkologi (Fitria, 2010).

Pada tahun 2014 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan perawatan paliatif untuk
diintegrasikan sebagai elemen penting dari kontinum perawatan kesehatan (Meier, D. E dkk.
2017). Sebagian besar penyedia layanan kesehatan kurang pengetahuan tentang dan keterampilan
dalam manajemen rasa sakit dan gejala, komunikasi, dan koordinasi perawatan, dan baik
masyarakat dan profesional kesehatan hanya samar-samar menyadari manfaat palliative care,
bagaimana dan kapan harus mengaksesnya. Kurangnya dukungan kebijakan untuk palliative care
berkontribusi pada penderitaan pasien terminal yang dapat dicegah (Meier, D. E dkk. 2017).
Palliative care berarti mengoptimalkan perawatan pasien dan keluarga untuk meningkatkan
kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan mengobati penderitaan. Palliative care
meliputi seluruh rangkaian penyakit melibatkan penanganan fisik, kebutuhan intelektual,
emosional, sosial dan spiritual untuk memfasilitasi otonomi pasien, dan pilihan dalam kehidupan
(Ferrell, 2015).

Pengetahuan dan sikap perawat mengenai perawatan paliatif sangat diperlukan dalam
mengkaji dan mengevaluasi keluhan pasien. Perawat dengan anggota tim berbagai keilmuan dapat
mengembangkan dan mengimplementasikan rencana perawatan secara menyeluruh untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien (Maulida, dkk, 2017). Pasien dengan penyakit terminal
biasanya menginginkan perawatan kesehatan di tempat mereka tinggal yaitu di rumah bukan di
rumah sakit (Dhiliwal, S.R., dan Muckaden, M., 2015). Penelitian yang dilakukan Michael (2014)
yang meyimpulkan bahwa ada hubungan perawatan palliatif dengan kualitas hidup pasien kanker
dari hasil penelitian yang di survey 883 pasien memiliki kualitas hidup dengan peningkatan terapi

1
paliatif untuk pasien yang terdiagnosa kanker. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kualitas
hidup pada pasien terminal setelah diberikan perawatan paliatif. Berdasarkan hal ini peneliti
tertarik untuk menggali pentingnya perawatan paliatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien terminal.

1.2 RUMUS MASALAH


1. Bagaimana pengkajian psikologis dan emosional?

2. Bagaimana dampak psikologis, sosial dan emosional?

3. Bagaimana dampak psikologis, social dan emosional terhadap respon nyeri?

4. Apa peran petugas kesehatan lainnya dalam tim multidisipliner?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengkajian psikologis dan emosional

2. Untuk mengetahui dampak psikologis, sosial dan emosional

3. Untuk mengetahui dampak psikologis, social dan emosional terhadap respon nyeri

4. Untuk mengetahui peran petugas kesehatan lainnya dalam tim multidisipliner

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGKAJIAN PSIKOLOGIS DAN EMOSIONAL
Pasien penyakit terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi,
perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul pada
pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi produktif dalam
hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi atau barrier komunikasi.
Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, dan harus bisa
mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis
lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan
harapan. Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.

Perubahan Sosial pada pasien penyakit terminal biasanya mulai merasa hidup sendiri, terisolasi
akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian
sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai
jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian,
atau mengalami penderitaan sepanjang hidup. Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien
selama kondisi terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah
tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya.
Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa
mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga pasien mendapatkan dukungan sosial bisa dari
teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.

2.2 DAMPAK PSIKOLOGIS, SOSIAL DAN EMOSIONAL


Pada stadium terminal, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah
fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami
gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya.
Maka kebutuhan pasien pada stadium terminal suatu penyakit tidak hanya pemenuhan atau
pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial
dan spiritual yang dilakukan.

3
Seseorang yang menghadapi kondisi terminal akan menjalani hidup yang merespon terhadap
berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien
terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap
fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan
ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai. Orang yang telah lama hidup sendiri,
terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai
kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa
kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-
orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.

2.3 DAMPAK PSIKOLOGIS, SOCIAL DAN EMOSIONAL TERHADAP RESPON


NYERI
Permasalahan perawatan paliatif yang sering digambarkan pasien yaitu kejadian-kejadian yang
dapat mengancam diri sendiri eimana masalah yang seringkali di keluhkan pasien yaitu mengenai
masalah seperti nyeri, masalah fisik, psikologi sosial, kultural serta spiritual (IAHPC,
2016).Permasalahan yang muncul pada pasien yang menerima perawatan paliatif dilihat dari
persepktif keperawatan meliputi masalah psikologi, masalah hubungan sosial, konsep diri,
masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual atau keagamaan (Campbell, 2013).

1. Masalah Fisik dan Emosional


Masalah fisik yang seringkali muncul yang merupakan keluhan dari pasien paliatif yaitu nyeri
(Anonim, 2017).Nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat rusaknya jaringan aktual yang terjadi secara tiba-tiba dari intensitas ringan
hingga berat yang dapat diantisipasi dan diprediksi. Masalah nyeri dapat ditegakkan apabiladata
subjektif dan objektif dari pasien memenuhi minimal tiga kriteria (NANDA, 2015).
2. Masalah Psikologi
Masalah psikologi yang paling sering dialami pasien paliatif adalah kecemasan. Hal yang
menyebabkan terjadinya kecemasan ialah diagnosa penyakit yang membuat pasien takut sehingga
menyebabkan kecemasan bagi pasien maupun keluarga (Misgiyanto & Susilawati, 2014).
Durand dan Barlow (2006) mengatakan kecemasan adalah keadaan suasana hati yang ditandai
oleh Efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah dimana seseorang mengantisipasi

4
kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan di masa yang akan datang dengan perasaan
khawatir.Menurut Carpenito (2000) kecemasan merupakan keadaan individu atau kelompok saat
mengalami perasaan yang sulit (ketakutan) dan aktivasi sistem saraf otonom dalam berespon
terhadap ketidakjelasan atau ancaman tidak spesifik. NANDA (2015) menyatakan bahwa
kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang diseratai oleh respon otonom,
perasaan takut yang disebabkan olehantisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan tanda waspada
yang member tanda individu akan adanya bahaya dan mampukah individu tersebut mengatasinya.
3. Masalah Sosial
Masalah pada aspek sosial dapat terjadi karena adanya ketidak normalan kondisi hubungan
social pasien dengan orang yang ada disekitar pasien baik itu keluarga maupun rekan kerja
(Misgiyanto & Susilawati, 2014).Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998
). Atau suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Kelliat, 2006 ).

2.4 PERAN PETUGAS KESEHATAN LAINNYA DALAM TIM MULTIDISIPLINER


Peran Perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadapseseorang
sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari
profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan.

1. Pemberian Asuhan Keperawatan


Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan Kembali
kesehatannya melalui proses penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan
kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya untuk mengembalikan kesehatan emosi, spiritual
dan sosial. Pemberi asuhan memberikan bantuan kepada klien dan keluarga klien dengan
menggunakan energi dan waktu yang minimal. Selain itu, dalam perannya sebagai pemberi asuhan
keperawatan, perawat memberikan perawatan dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar
manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan

5
dilaksanakan tindakan yang tepat dan sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian
dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keerawatannya dilakukan dari yang
sederhana sampai yang kompleks.
2. Pembuatan Keputusan Klinis
Membuat keputusan klinis adalah inti pada praktik keperawatan. Untuk memberikan perawatan
yang efektif, perawat menggunakan keahliannya berfikir kritis melalui proses keperawatan.
Sebelum mengambil tindakan keperawatan, baik dalam pengkajian kondisi klien, pemberian
keperawatan, dan mengevaluasi hasil, perawat menyusun rencana tindakan dengan menetapkan
pendekatan terbaik bagi klien. Perawat membuat keputusan sendiri atau berkolaborasi dengan
klien dan keluarga. Dalam setiap situasi seperti ini, perawat bekerja sama, dan berkonsultasi
dengan pemberi perawatan kesehatan profesional lainnya.
3. Pelindung dan Advokat lain
Sebagai pelindung, perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan
mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan serta melindungi klien dari
kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu Tindakan diagnostik atau pengobatan. Contoh
dari peran perawat dari pelindung adalah memastikan bahwa klien tidak memiliki alergi terhadap
obat dan memberikan imunisasi melewati penyakit di komunitas. Sedangkan peran perawat
sebagai advokat, perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum, serta
membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan. Contohnya, perawat memberikan
informasi tambahan bagi klien yang sedang berusaha untuk memutuskan tindakan yang terbaik
baginya.
4. Manager Kasus
Dalam perannya sebagai manager kasus, perawat mengkordinasi aktivitas anggota tim
kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi dan ahli terapi fisik, ketika mengatur kelompok yang
memberikan perawatan pada klien. Berkembangnya model praktik memberikan perawat
kesempatan untuk membuat pilihan alur karir yang ingin ditempuhnya.
5. Rehabilitator
Rehabilitasi adalah proses dimana individu kembali ke tingkat fungsi maksimal setelah sakit,
kecelakaan, atau keadian yang menimbulkan ketidakberdayaan lainnya. Sering kali klien
mengalami gangguan fisik dan emosi yang mengubah kehidupan mereka. Disini, perawat berperan

6
sebagai rehabilitator dengan membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadaan
tersebut.
6. Pemberi Kenyamanan
Perawat klien sebagai seorang manusia, karena asuhan keperawatan harus ditunjukan pada
manusia secara utuh bukan sekedar fisiknya saja, maka memberikan kenyamanan dan dukungan
emosi sering kali memberikan kekuatan bagi klien sebagai individu yang memiliki perasaan dan
kebutuhan yang unik. Dalam memberikan kenyamanan, sebaiknya perawat membantu klien untuk
mencapai tujuan yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya.
7. Komunikator
Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien, antar sesame perawat dan profesi kesehatan
lainnya, sumber informasi dan komunitas. Dalam memberikan perawatan yang efektif dan
membuat keputusan dengan klien dan keluarga tidak mungkin dilakukan tanpa komunikasi yang
jelas. Kualitas komunikasi merupakan faktor yang menetukan dalam memenuhi kebutuhan
individu, keluarga dan komunitas.
8. Penyuluh
Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data-data tentang kesehatan,
mendemostrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri, menilai apakah klien memahami hal-
hal yang dijelaskan dan mengavaluasi kemajuan dalam pembelajaran. Perawat menggunakan
metode pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-
sumber yang lain misalnya keluarga dalam pengajar yang direncanakan.
9. Kolabolator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatannya yang terdiri
dari dokter, fisioterapi, ahli gizi, dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan
keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk
pelayanan selanjutnya.
10. Educator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku
dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
11. Konsultan

7
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau Tindakan keperawatan
yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap infomasi tentang
tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan
12. Pembaharu
Peran perawat sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah dengan metode pemberian pelayanan
keperawatan.

2.5 CARA MELAKUKAN PENGKAJIAN PADA LATAR BELAKANG BERBAGAI


BUDAYA
Pengkajian Keperawatan Transkultural. Langkah awal dari proses keperawatan adalah mencari
informasi tentang pasien, informasi mencakup biopasikososiocultural dan spiritual. Data yang
merupakan hasil dan pencarian informasi bisa diperoleh melalui pasien sendiri berdasarkan
wawancara, respon verbal dan non verbal, keluarga dan orang lain yang terkait. Pengkajian bidang
transkultural dilakukan oleh seorang perawat profesional. Perawat transkultural menggunakan
banyak cara dalam memahami untuk mecoba menyesuaikan pengalaman, interpretasi, dan harapan
yang berbeda dalam budaya. Semua kelompok budaya meemiliki sistem waktu dalam keyakinan
dan praktek kesehatan sehingga perawat dapat menginterpretasikan harapan antar kelompok.
Wawancara kultural yang sensitif diperlukan untuk mengetahui siapa klien mereka. Keperawatan,
untuk memberikan asuhan yang kongruent secara kultural, memeperhatikan hubungan antara diri
sendiri dan orang lain, anatara penyakit psikologis dan fenomena tertentu seperti kemiskinan,
penderitaan, kekerasan, penyakit kronis, dan penuaan, anatara budaya perawatan dan kejiwaan,
dan dari klien, dan antara etika keperawatan dan ketentuan asuhan yang sesuai. Ketika perawat
dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, diagnosis akurat, keterampilan khusus
dan memerlukan banyak waktu.

Wawancara dalam pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, ada beberapa
jenis pengakajian dalam proses keperawatan transkultural, diantaranya dari Purnell, Giger, dan
Davidhizar, Leahy dan Kizilay, Andrews dan Boyle dan sebagainya, tetapi yang paling
komprehensif dan sering digunakan adalah dari Leininger. Sunrise model yang sudah dijelaskan
dibab sebelumnya merupakan prinsip proses keperawatan mulai tahap pengkajian sampai rencana
tindakan keperawatan. Ketika perawat akan melakukan pengkajian pada pasien dengan berbagai

8
variasi latar belakang budaya, perawat harus mengevaluasi kesiapan dirinya dalam hal nilai
budaya, kepercayaan dan perilaku, komunikasi dan kesiapan dalam mengkaji pada pasien dengan
latar belakang budaya berbeda.

Menurut Leiniger dan Mc Farland (2002) beberapa tujuan dari pengkajian transkultural adalah :

1. Mencari budaya pasien, pola kesehatan dihubungkan dengan pandangan, gaya hidup, nilai
budaya, kepercayaan dan faktor sosial,
2. Mendapatkan informasi budaya secara keseluruhan sebagai dasar pembuatan keputudan dan
tindakan,
3. Mencari pola dan spesifikasi budaya, arti dan nilai yang dapat digunakan untuk membedakan
kepetusan tindakan keperawatan bahwa nilai dan gaya hidup pasien dapat dibantu secara
profesional,
4. Mencari area yang berpotensi menjadi konflik budaya, kelalaian dan perbedaan nilai antara
pasien dan tenaga kesehatan,
5. Mengidentifikasi secara keseluruhan dan spesifik pola keperawatan budaya yang sesuai untuk
pasien,
6. Mengidentifikasi perbandingan informasi keperawatan budaya diantara pasien yang berbeda
atau yang sama untuk dapat digunakan sebagai pembelajaran dan penelitian,
7. Mengidentifikasi dua persamaan atau perbedaan pasien dalam pemberian kualitas perawatan,
8. Menggunakan teori dan pendekatan riset untuk mengartikan dan menjelaskan praktik untuk
kesesuaian keperawatan dan area baru dari pengetahuan keperawatan transkultural.

Tujuan pengkajian tersebut mengambarkan bahwa pengkajian transkultural sangat penting


dilakukan, suatu contoh perbedaan budaya yang digambarkan dalam hasil survei tentang
pengkajian keperawatan transkultural dilakukan oleh Pratiwi Nety, Tambunan dan Daryo (2002),
kelompok ini mengkaji proses keperawatan kemudian menganalisis dalam perspektik kultural.
Adapun hasil penelitiannya adalah dalam pengkajian yang terdiri dari identitas pasien dan
keluarga, riwayat peyakit, keluhan pasien yang merupakan data fokus dan keluhan utama. Pada
identitas pasien didapatkan bahwa ketika pasien dirawat dirumah sakit ada perbedaan kebiasaan
antar suku dalam memanggil nama, misalnya pada masyarakat jawa atau sunda yang menjalani
rawat inap di rumah sakit, kelompok masyarakat ini akan memanggil tidak dengan nama aslinya,
misalnya nama alias atau nama suaminya.

9
Nama alias yang sering dipakai misalnya thole, ujang dan sebagainya. Sedangkan suku yang
mempunyai marga ad kelompok tertentu yang memanggil nama marganya. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa penting didalam pengkajian keperawatan adanya nama alias
yatranskultural Leininger yaitung harus dikaji secra formal. Andrews dan Boyle (2003)
menjelaskan beberapa faktor yang perlu dan penting diperhatikan ketika pengkajian terhadap
pasien, hubungan perawat dan pasien tersebut bisa menggunakan sunrise model sebagai prinsip
dalam melakukan pengkajian. Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
“Leninger’s Sunrise Model” dalam teori keperawatan Leininger yaitu:

1. Faktor Teknologi
Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan manusia untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan
pemanfaatan teknologi kesehatan maka perawat perlu mengkaji berupa : persepsi klien tentang
penggunaan dan pemanafatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehtaan saat ini,
alasan mencari bantuan kesehatan, persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi
masalah kesehtaan. Alasan klien tidak mau operasi dan klien memilih pengobatan alternatif.
Klien mengikuti tes laboraturium darah dan memahami makna hasil tes tersebut.
2. Faktor Agama Dan Falsafah Hidup
Agama adalah suatu sistem simbol yang mengakibatkan pandangan dan motivasi yang amat
realistis bagi para pemeluknya. Sifat realistis merupakan ciri khusus agama. Agama
menyediakan motivasi kuat sekali untuk menempatkan kebenarannya diatas segalanya,
bahkan diatas kehidupan sendiri. Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti : agama yang
di anut, kebiasaan agam yang berdampak positif terhadap kesehatan, berikhtiar sembuh tanpa
mengenal putus asa, mempunyai konsep diri yang utuh, status pernikahan, persepsi klien
terhadap kesehatan dan cara beradaptasi terhadap situasinya saat ini, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan penularan kepada orang lain.
3. Faktor Sosial Dan Keterikatan Kekeluargaan
Pada faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nam lengkap dan nama
panggilan dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe
keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota keluarga, kebiasaan yang dilakukan rutin
oleh keluarga misalnya arisan keluarga, kegiatan yang dilakukan bersama masyarakat
misalnya : ikut kelompok olahraga atau pengajian.

10
4. Faktor Nilai-Nilai Budaya Dan Gaya Hidup
Nilai adalah konsep-konsep abstrak didalam diri manusia, mengenai apa yang dianggap baik
apa yang dianggap buruk. Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma adalah aturan sosial atau
patokan prilaku yang dianggap pantas. Normanorma budaya adalah suatu kaidah yang
mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Hal-hal yang perlu dikaji
berkaitan dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalah : posisi dan jabatan misalnya ketua
adat atau direktur, bahasa yang digunakan, bahasa non verbal yang ditunjukkan klien,
kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, makan pantang berkaitan dengan kondisi
sakit, saran hiburan yang biasa dimanfaatkan dan persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas
sehari-hari, misalnya sakit apabila sudah tergeletak dan tidak dapat pergi kesekolah atau ke
kantor.
5. Faktor Kebijakan Dan Peraturan Rumah Sakit Yang Berlaku
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dan kelompok dalam asuhan keperawatan transkultural (Andrew & Boyle,
1995), seperti peraturan dan jam berkunjung, klien harus memakai baju seragam, jumlah
anggota keluarga yang boleh menunggu, hak dan kewajiban klien yang harus dikontrakkan
oleh rumah sakit, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
6. Faktor Ekonomi
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk
membiayai sakitnya agar segera sembuh. sumber ekonomi yang pada umumnya dimanfaatkan
klien antara lain : asuransi, biaya kantor, tabungan dan patungan antar anggota keluarga.
Faktor ekonomi yang perlu dikaji oleh perawat antara lain seperti pekerjaan klien, sumber
biaya pengobatan, kebiasaan menabung dan jumlah tabungan dalam sebulan. Faktor ekonimi
dapat ikut menentukan pasien atau keluarganya dirawat di ruang yang sesuai dengan daya
embannya.
7. Faktor Pendidikan
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan
formal tertinggi saat ini. Didalam menempuh pendidikan formal tersebut terjadi suatu proses
eksperimental. Suatu proses menghadapi dan menyelesaikan masalah yang dimulai dari
keluarga dan selanjutnya dilanjutkan kepada pendidikan diluar keluarga (Leininger, 1984).

11
Semakin tinggi Pendidikan klien maka keyakinannya harus didukung oleh bukti-bukti ilmiah
yang rasional dan dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya.

Perawat perlu mengkaji latar belakang pendidikan klien meliputi tingkat pendidikan klien
dan keluarga, jenis pendidikannya, serta kemampuan klien belajar secara aktif mandiri tentang
pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali. Sebelum mengkaji 7 komponen diatas
dalam pengkajian transkutural perlu dikaji data demografi klien yang meliputi nama lengkap, nama
panggilan, nama keluarga, alamat, lama tinggal di tempat ini, jenis kelamin, tempat lahir, diagnosa
medis, No. Registrasi. Data tersebut perlu dikaji untuk mengetahui data umum dari klien.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah
kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini dapat
dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up
(menyerah) dan penyakit terminal ini mengarah kearah kematian.

3.2 SARAN
Dari hasil makalah yang telah dilakukan pada kajian ini maka dapat diambil kesimpulan
palliative care adalah perawatan yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien yaitu dengan
upaya mendapatkan kematian minimal mendekati normal

13
DAFTAR PUSTAKA
Ahsani, A. (2020). Peran Perawat Dalam Pemberian Palliative Care Untuk Meningkatkan Kualitas
Hidup Pasien Terminal.

Al Qadire, M., (2013). Knowledge of palliative care: An online survey. Nurse Education Today,
Elsevier.

Campbell, M. L. (2013). Nurse to Nurse Perawatan Paliatif. Jakarta: Salemba Medika.


Fitria, C. N. (2010). Palliative Care pada Penderita Penyakit Terminal. Jurnal Kesehatan
Stikes Aisyiah Vol. 7, No. 1

Sumahdini, H dkk. (2018). Pengalaman Perawat Paliatif Anak dalam Memberikan Perawatan End
Of Life di Rumah. Yogyakarta: Tesis Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah

Anda mungkin juga menyukai