Anda di halaman 1dari 26

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

PENGKAJIAN BIO,PSIKO,SOSIO,SPIRITUAL DAN KULTURAL PADA


PASIEN TERMINAL

KELOMPOK 6

1. RATIH PUTRI MAHARANI


2. PUTU LINA SURYANTI
3. RESTI MUFTI BESTARI
4. PUTRI KHAERATU A’YUN
5. RENI RAHMAWATI
6. RIZKY AMALIAH
7. NURWAHIDAH

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas seluruh kurunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan sebuah makalah dengan tema “Pengkajian Bio,Psiko,Sosio,Spiritual Dan
Kultural Pada Pasien Terminal”.
Makalah yang menurut kami benar. Kami telah berusaha sebaik mungkin untuk
menyempurnakannya. Namun, kami menyadari masih dalam proses belajar sehingga masih
banyak yang harus diperbaiki.
Oleh sebab itu, bimbingan dan arahan dari dosen, kami harapkan agar makalah ini
dapat menjadi lebih baik lagi. Kami mempersembahkan karya ini untuk semua teman kami,
untuk kedua orangtua kami, untuk dosen kami, dan untuk kepentingan bersama dalam
menciptakan tenaga-tenaga perawat profesional ke depannya.
Berhubungangan dengan hal tersebut, semoga makalah yang sederhana ini dapat
dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran keperawatan kedepannya.
Kritik dan Saran senantiasa dinantikan agar makalah ini menjadi lebih baik dimasa
mendatang amin.

Mataram, Agustus 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................2
A. PERAWATAN PALIATIF.........................................................................................2
B. MASALAH KEPERAWATAN PADA PASIEN PALIATIF....................................4
1. Masalah Fisik...............................................................................................................4
2. Masalah Psikologi.......................................................................................................4
3. Masalah Sosial.............................................................................................................5
4. Masalah Spiritual.........................................................................................................5
C. DUKUNGANKELUARGA........................................................................................6
1. Definisi keluarga.........................................................................................................6
2. Tipe dukungan keluarga..............................................................................................6
3. Fungsi keluarga...........................................................................................................6
4. Definisi dukungan keluarga.........................................................................................6
5. Manfaat dukungan keluarga........................................................................................7
6. Jenis dukungan keluarga..............................................................................................7
7. Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga.........................................................8
D. PANDUAN PELAYANAN “PASIEN TAHAP TERMINAL”..................................9
1. Definisi........................................................................................................................9
2. Masalah Di Akhir Kehidupan......................................................................................9
3. Tahap-tahap Menjelang Ajal.....................................................................................10
4. Macam tingkat Kesadaran atau Pengertian dari Pasien dan Keluarganya terhadap
Kematian...........................................................................................................................11
5. Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian................................................................11
6. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian..................................................................12
7. Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal :........................................................................12
8. Tanda-Tanda Meninggal Secara Klinis.....................................................................13
E. PENGKAJIAN..............................................................................................................13
1. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :.....................13
2. Faktor-faktor yang perlu dikaji :................................................................................15
3. Tata Cara...................................................................................................................16
4. Bantuan......................................................................................................................16

ii
BAB III PENUTUP..................................................................................................................19
Kesimpulan...........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20

iii
BAB I PENDAHULUAN

Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan
masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan
yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Bagaimana peran perawat dalam
menangani pasien yang sedang menghadapi proses sakaratul maut?

Peran perawat sangat konprehensif dalam menangani pasien karena peran perawat
adalah membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan
kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual (APA,
1992 ), karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic
spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ).

Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang
menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian
kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat
untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang konfrehensif tersebut
pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir
hayatnya dan perawat juga dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien
tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun peran
spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting
terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan
mendekati sakaratul maut.

Menurut Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan
krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus”.

Pasien terminal biasanya mengalami rasa depresi yang berat, perasaan marah akibat
ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien tersebut
selalu berada di samping perawat.

1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. PERAWATAN PALIATIF
Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada
penderita yang sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang
dideritanya. Pasien sudah tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif yang
disebabkan oleh keganasan ginekologis. Perawatan ini mencakup penderita serta
melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, & Rasjidi, 2008).
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yangmengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah
lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health Organization
(WHO) 2016).
Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan pada pasien dengan
penyakit yang dapat membatasi hidup mereka atau penyakit terminal dimana penyakit
ini sudah tidak lagi merespon terhadap pengobatan yang dapat memperpanjang
hidup(Robert, 2003).Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada
pasien dan keluarga dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi,
mencegah, dan menghilangkan penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup seluruh
rangkaian penyakit termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan
spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi pasien, mengakses informasi, dan pilihan
(National Consensus Project for Quality Palliative Care, 2013).Pada perawatan paliatif
ini, kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang harus di hindari tetapi kematian
merupakan suatu hal yang harus dihadapi sebagai bagian dari siklus kehidupan normal
setiap yang bernyawa (Nurwijaya dkk, 2010).

Permasalahan yang sering muncul ataupun terjadi pada pasien dengan


perawatan paliatif meliputi masalah psikologi, masalah hubungan sosial, konsep diri,
masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual (Campbell, 2013).
Perawatan paliatif ini bertujuan untuk membantu pasien yang sudah mendekati
ajalnya, agar pasien aktif dan dapat bertahan hidupselama mungkin. Perawatan paliatif
ini meliputi mengurangi rasa sakit dan gejala lainnya, membuat pasien menganggap

2
kematias sebagai prosesyang normal, mengintegrasikan aspek-aspek spikokologis dan
spritual (Hartati & Suheimi, 2010). Selain itu perawatan paliatif juga bertujuan agar
pasien terminal tetap dalam keadaan nyaman dan dapat meninggal dunia dengan baik
dan tenang (Bertens, 2009).
Prinsip perawatan paliatif yaitu menghormati dan menghargai martabat serta
harga diri pasien dan keluarganya (Ferrel & Coyle, 2007). Menurut Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES, 2013)dan Aziz, Witjaksono, dan
Rasjidi (2008) prisinsip pelayanan perawatan paliatif yaitu menghilangkan nyeri dan
mencegah timbulnya gejala serta keluhan fisik lainnya, penanggulangan nyeri,
menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal , tidak
bertujuan mempercepat atau menghambat kematian, memberikan dukungan
psikologis, sosial dan spiritual, memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif
mungkin, memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita, serta
menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya.
Elemen dalam perawatan paliatif menurut National Consensus Project, meliputi :

1. Populasi pasien. Dimana dalam populasi pasien ini mencangkup pasien


dengan semua usia, penyakit kronis atau penyakit yang mengancam
kehidupan.
2. Perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga. Dimana pasien dan
keluarga merupakan bagian dari perawatan paliatif itu sendiri.
3. Waktu perawatan paliatif. Waktu dalam pemberian perawatan paliatif
berlangsung mulai sejak terdiagnosanya penyakit dan berlanjut hingga
sembuh atau meninggal sampai periode duka cita.
4. Perawatan komprehensif. Dimana perawatan ini bersifat multidimensi yang
bertujuan untuk menanggulangi gejala penderitaan yang termasuk dalam
aspek fisik, psikologis, sosial maupun keagamaan.
5. Tim interdisiplin. Tim ini termasuk profesional dari kedokteran, perawat,
farmasi, pekerja sosial, sukarelawan, koordinator pengurusan jenazah,
pemuka agama, psikolog, asisten perawat, ahli diet, sukarelawan terlatih.
6. Perhatian terhadap berkurangnya penderitaan : Tujuan perawatan paliatif
adalah mencegah dan mengurangi gejala penderitaan yang disebabkan oleh
penyakit maupun pengobatan.
7. Kemampuan berkomunikasi : Komunikasi efektif diperlukan dalam

3
memberikan informasi, mendengarkan aktif, menentukan tujuan, membantu
membuat keputusan medis dan komunikasi efektif terhadap individu yang
membantu pasien dan keluarga.
8. Kemampuan merawat pasien yang meninggal dan berduka
9. Perawatan yang berkesinambungan. Dimana seluru sistem pelayanan
kesehatan yang ada dapat menjamin koordinasi, komunikasi, serta kelanjutan
perawatan paliatif untuk mencegah krisis dan rujukan yang tidak diperukan.
10. Akses yang tepat. Dalam pemberian perawatan paliatif dimana timharus
bekerja pada akses yang tepat bagi seluruh cakupanusia, populasi, kategori
diagnosis, komunitas, tanpa memandang ras, etnik, jenis kelamin, serta
kemampuan instrumental pasien.
11. Hambatan pengaturan. Perawatan paliatif seharusnya mencakup pembuat
kebijakan, pelaksanaan undang-undang, dan pengaturan yang dapat
mewujudkan lingkungan klinis yang optimal.
12. Peningkatan kualitas. Dimana dalam peningkatan kualitas membutuhkan
evaluasi teratur dan sistemik dalam kebutuhan pasien.
B. MASALAH KEPERAWATAN PADA PASIEN PALIATIF
Permasalahan perawatan paliatif yang sering digambarkan pasien yaitu
kejadian-kejadian yang dapat mengancam diri sendiri eimana masalah yang seringkali
di keluhkan pasien yaitu mengenai masalah seperti nyeri, masalah fisik, psikologi
sosial, kultural serta spiritual (IAHPC, 2016).Permasalahan yang muncul pada pasien
yang menerima perawatan paliatif dilihat dari persepktif keperawatan meliputi masalah
psikologi, masalah hubungan sosial, konsep diri, masalah dukungan keluarga serta
masalah pada aspek spiritual atau keagamaan (Campbell, 2013).
1. Masalah Fisik
Masalah fisik yang seringkali muncul yang merupakan keluhan dari pasien
paliatif yaitu nyeri (Anonim, 2017).Nyeri merupakan pengalaman emosional dan
sensori yang tidak menyenangkan yang muncul akibat rusaknya jaringan aktual
yang terjadi secara tiba-tiba dari intensitas ringan hingga berat yang dapat
diantisipasi dan diprediksi. Masalah nyeri dapat ditegakkan apabiladata subjektif
dan objektif dari pasien memenuhi minimal tiga kriteria (NANDA, 2015).
2. Masalah Psikologi
Masalah psikologi yang paling sering dialami pasien paliatif adalah

4
kecemasan. Hal yang menyebabkan terjadinya kecemasan ialah diagnosa penyakit
yang membuat pasien takut sehingga menyebabkan kecemasan bagi pasien
maupun keluarga (Misgiyanto & Susilawati, 2014).
Durand dan Barlow (2006) mengatakan kecemasan adalah keadaan suasana
hati yang ditandai oleh afek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah
dimana seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau
kemalangan di masa yang akan datang dengan perasaan khawatir.Menurut
Carpenito (2000) kecemasan merupakan keadaan individu atau kelompok saat
mengalami perasaan yang sulit (ketakutan) dan aktivasi sistem saraf otonom
dalam berespon terhadap ketidakjelasan atau ancaman tidak spesifik.
NANDA (2015) menyatakan bahwa kecemasan adalah perasaan tidak
nyaman atau kekhawatiran yang diseratai oleh respon otonom, perasaan takut
yang disebabkan olehantisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan tanda
waspada yang member tanda individu akan adanya bahaya dan mampukah
individu tersebut mengatasinya.
3. Masalah Sosial
Masalah pada aspek sosial dapat terjadi karena adanya ketidak normalan
kondisi hubungan social pasien dengan orang yang ada disekitar pasien baik itu
keluarga maupun rekan kerja (Misgiyanto & Susilawati, 2014).Isolasi sosial
adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau suatu
keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
(Kelliat, 2006 ).
4. Masalah Spiritual
Menurut Carpenito (2006) salah satu masalah yang sering muncul pada
pasien paliatif adalah distress spiritual. Distres spiritual dapat terjadi karena
diagnose penyakit kronis, nyeri, gejala fisik, isolasi dalam menjalani pengobatan
serta ketidakmampuan pasien dalam melakukan ritual keagamaan yang mana
biasanya dapat dilakukan secara mandiri.
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni,

5
musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Hamid,
2008).Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam
prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan
biologis dan psikososial (Keliat dkk, 2011).

C. DUKUNGANKELUARGA
1. Definisi keluarga
Keluarga adalah orang yang termasuk dalam ikatan perkawinan, kelahiran dan
adopsi dengan tujuan menciptakan, mempertahankan budaya, meningkatkan
pertahanan fisik, mental, emosional, dan sosial dari setiap anggota keluarga .
2. Tipe dukungan keluarga
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah,
ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi ataupun keduanya.
b. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah keluarga lain
yang mempunyai hubungan darah. Misalnya kakek, nenek, paman dan bibi .

3. Fungsi keluarga
Secara umum fungsi keluarga adalah sebagai berikut:
a. Fungsi afektif, adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala
sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarganya agar dapat berhubungan
dengan orang lain.
b. Fungsi sosialisasi, adalah fungsi untuk mengembangkan dan tempat melatih
anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk
berhubungan/bersosialisasi dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi, adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara ekonomi dan merupakan tempat mengembangkan kemampuan
individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan/pemeliharaankesehatan, adalah fungsi untuk mempertahankan
keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.
4. Definisi dukungan keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap dan tindakan terhadap anggota keluarga yang
sakit dan keluarga memberikan bantuan kepada anggota keluarga lain baik berupa

6
barang, jasa, informasi, dan nasihat sehingga anggota keluarga merasa di sayangi,
di hormati dan dihargai. Sendangkan menurut pendapat lain dukungan keluarga
adalah dukungan yang didapatkan dari keluarga ke anggota keluarga, yang dimana
dukungan ini sangat bermanfaat bagi anggota keluarga yang mendapatkan
dukungan dan merasa diperhatikan, di hargai dan di cintai oleh keluarganya.
Dukungan sosial keluarga internal adalah sumber dukungan yang didapatkan
dari suami atau istri, saudara kandung atau dukungan dari anak.Serta dukungan
sosial keluarga eksternal yaitu sahabat, tetangga, kelompok sosial, dan keluarga
besar (kakek, nenek, bibi atau paman).
5. Manfaat dukungan keluarga
Dukungan keluarga ini terjadi selama masa proses kehidupan dengan sifat dan
tipe dukungan yang bervariasi pada masing-masing tahap siklus kehidupan
keluarga, walapun demikian dalam semua tahapan siklus kehidupan keluarga,
dukungan keluarga dapat memungkinkan keluarga berfungsi secara penuh dan
dapat meningkatkan adaptasi keluarga dalam memenuhi kesehatan keluarga.
6. Jenis dukungan keluarga
Jenis dukungan keluarga ada empat:
a. Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis
dan konkrit. Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti
pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata, termasuk
didalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi atau
meminjamkan uang, membantu kegiatan spiritual seperti menyediakan
keperluan- keperluan yang bersangkutan dengan ibadah.
b. Dukungan keluarga informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah
kolektor dan disseminator (penyebar informasi). Jenis dukungan ini meliputi
jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya
memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau
umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Dimana keluarga
sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi. Misalnya keluarga
dapat memberikan atau menyediakan buku, mendatangkan ulama atau
rohaniawan.
c. Dukungan penilaian (appraisal), yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah
umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai

7
sumber dan validator identitas keluarga. Misalnya anggota keluarga yang sakit
tidak bisa atau tidak mampu untuk melakukan sholat/ibadah maka tugas keluarga
yaitu membantu/mengajarkan cara melakukan sholat/ibadah.
d. Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan
damai untuk istirahat dan pemulihan serta penguasaan terhadap emosi.
7. Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga
Faktor-faktor yang mempengaruhi keluarga:
a. Faktor internal
1) Tahap perkembangan. Setiap dukungan ditentukan oleh faktor usia
dimana termasuk pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian
setiap rentang usia memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan
kesehatan yang berbeda-beda.
2) Spiritual, aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang itu
menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan, hubungan
dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan serta arti
dalam hidup.
3) Faktor emosional, factor ini juga dapat mempengaruhi keyakinan
seseorang terhadap adanya dukungan dan cara melaksanakannya.
Seseorang yang mengalami respon stress cenderung merasa khawatir
bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya. Seseorang
yang secara umum terlihat tenang mungkin mempunyai respon emosional
yang kecil selama ia sakit. Jadi seorang individu yang tidak mampu melakukan
koping secara emosional terhadap ancaman penyakitnya mungkin akan
menyangkal tentang penyakitnya.
b. Faktor eksternal
1) Faktor keluarga, cara keluarga memberikan dukungan dapat
mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.
2) Faktor sosioekonomi. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang
biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang
dirasakannya sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa
ada gangguan pada kesehatannya.
3) Faktor latarbelakang budaya. Faktor ini dapat mempengaruhi keyakinan,
nilai serta kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk
cara pelaksanaan kesehatan.

8
D. PANDUAN PELAYANAN “PASIEN TAHAP TERMINAL”
1. Definisi.
a. Keadaan
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak tidak ada
harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh.Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh
suatu penyakit atau suatu kecelakaan.

Pelayanan yang diberikan pada seseorang yang mengalami sakit atau


penyakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada proses
kematian dalam 6 bulan atau kurang.

b. Menjelang Ajal.
Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan proses
menujuakhir. Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang
vital, akhir darikehidupan manusia.Lahir, menjelang ajal dan kematian bersifat
uiversal. Meskipun unik bagi setiap individu, kejadian-kejadian tersebut bersifat
normal dan merupakan proses hidup yg diperlukan.

c. Kematian.
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan
mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan
merupakan suatu kehilangan.

2. Masalah Di Akhir Kehidupan.


Masalah di akhir kehidupan beragam dari usaha memperpanjang hidup pasien
yang sekarat sampai teknologi eksperimental canggih. Pengobatan paliatif dapat juga
diberikan pada pasien segala usia, dari anak-anak dengan penyakit kanker sampai
orang tua yang hampir meninggal. Satu aspek dala pengobatan paliatif yang
memerlukan perhatian lebih adalah kontrol rasa sakit.Semua dokter yang merawat
pasien sekarat harus yakin bahwa mereka mempunyai cukup ketrampilan dalam
masalah ini, dan jika mungkin juga memiliki akses terhadap bantuan yang sesuai
dari ahli pengobatan paliatif.Dan di atas semuanya itu, dokter tidak boleh
membiarkan pasien sekarat namun tetap memberikan perawatan dengan belas kasih
bahkan jika sudah tidak mungkin disembuhkan.

9
Pendekatan terhadap kematian memunculkan berbagai tantangan etis kepada
pasien, wakil pasein dalam mengambil keputusan, dan juga dokter.Kemungkinan
memperpanjang hidup dengan memberikan obat-obatan, intervensi resusitasi,
prosedur radiologi, dan perawatan intensif memerlukan keputusan mengenai kapan
memulai tindakan tersebut dan kapan menghentikannya jika tidak berhasil.

Seperti dibahas di atas, jika berhubungan dengan komunikasi dan ijin, pasien
yang kompeten mempunyai hak untuk menolak tindakan medis apapun walaupun
jika penolakan itu dapat”….dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun
tetap memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin
disembuhkan.”menyebabkan kematian. Setiap orang berbeda dalam menanggapi
kematian; beberapa akan melakukan apapun untuk memperpanjang hidup mereka,
tak peduli seberapapun sakit dan menderitanya; sedang yang lain sangat ingin mati
sehingga menolak bahkan tindakan yang sederhana yang dapat membuat mereka
tetap hidup seperti antibiotik untuk pneumonia bakteri. Jika dokter telah melakukan
setiap usaha untuk memberitahukan kepada pasien semua informasi tentang
perawatan yang ada serta kemungkinan keberhasilannya, dokter harus tetap
menghormati keputusan pasien apakah akan memulai atau melanjutkan suatu terapi.

Pengambilan keputusan di akhir kehidupan untuk pasien yang tidak kompeten


memunculkan kesulitan yang lebih besar lagi. Jika pasien dengan jelas
mengungkapkan keinginannya sebelumnya seperti menggunakan bantuan hidup
lanjut, keputusan akan lebih mudah walaupun bantuan seperti itu kadang sangat
samar-samar dan harus diinterpretasikan berdasarkan kondisi aktual pasien. Jika
pasien tidak menyatakan keinginannnya dengan jelas, wakil pasien dalam
mengambil keputusan harus menggunakan kriteria-kriteria lain untuk keputusan
perawatan yaitu kepentingan terbaik pasien.

3. Tahap-tahap Menjelang Ajal.


Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap
menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu :

a. Menolak (Denial). Pada tahap ini klien tidak siap menerima keadaan yang
sebenarnya terjadi dan menunjukkan reaksi Marah (Anger). Kemarahan terjadi
karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal yang telah
diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.

10
b. Menawar (Bargaining). Pada tahap ini kemarahan biasanya mereda dan pasien
malahan dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi
dengan dirinya.
c. Kemurungan (Depresi). Selama tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak
bicara dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk
dengan tenang disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum
meninggal.
d. Menerima atau Pasrah (Acceptance). Pada fase ini terjadi proses penerimaan
secara sadar oleh klien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal
yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila kien dapat
menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya
menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis
surat wasiat.
4. Macam tingkat Kesadaran atau Pengertian dari Pasien dan Keluarganya terhadap
Kematian.
Kesadaran ini di bagi dalam 3 type :

a. Closed Awareness atau Tidak Mengerti.Pada situasi seperti ini, dokter biasanya
memilih untuk tidak memberitahukan tentang diagnosa dan prognosa kepada
pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan karena
kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat
sering kali dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh,
kapan pulang dan sebagainya.
b. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi.Pada fase ini memberikan
kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu yang bersifat
pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.
c. Open Awareness atau Sadar akan keadaan dan Terbuka.Pada situasi ini, klien
dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang menjelang dan
menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir. Keadaan ini
memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam
merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan
hal tersebut.
5. Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian.
Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu :

11
a. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan
yang cepat dari fase akut ke kronik.
b. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada
kondisi penyakit yang kronik.
c. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi
pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kangker.
d. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu, terjadi pada pasien dengan
sakit kronik dan telah berjalan lama.
6. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian.
Kehilangan Tonus Otot, ditandai :

a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi menurun.


b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut
kembung, obstipasi dan sebagainya.
d. Penurunan control spinkter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
 Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai :
 Kemunduran dalam sensasi.
 Cyanosis pada daerah extremitas.
 Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga
dan hidung.
 Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital :
 Nadi lambat dan lemah.
 Tekanan darah turun.
 Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
 Gangguan Sensoria : Penglihatan kabur.
 Gangguan penciuman dan perabaan.

7. Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal :


a. Pupil mata melebar.
b. Tidak mampu untuk bergerak.
c. Kehilangan reflek.
d. Nadi cepat dan kecil.

12
e. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
f. Tekanan darah sangat rendah.
g. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.

8. Tanda-Tanda Meninggal Secara Klinis.


Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-
perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah.Pada tahun 1968, World Medical
Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:

a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.


b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
c. Tidak ada reflek.
d. Gambaran mendatar pada EKG.
e. Macam tingkat Kesadaran atau Pengertian dari Pasien dan Keluarganya terhadap
Kematian.

E. PENGKAJIAN

Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-
saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang
dan damai. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam
hidup kedalam empat fase, yaitu :

 Fase Prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor resiko penyakit.
 Fase Akut : berpusat pada kondisi krisis.
Klien dihadapkan pada serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis,
interpersonal, maupun psikologis.
 Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.
 Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik,
psikologis, maupun social-spiritual.

13
1. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :
 Problem Oksigenisasi : Respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan
cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental : Agitasi-gelisah,
tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi secret, dan nadi irreguler.
 Problem Eliminasi : Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat
peristaltic, kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi
konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi
penyakit (mis Ca Colon),retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat
penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misalnya : Trauma medulla spinalis,
oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal
ginjal.
 Problem Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic
menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah
kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan
cairan menurun.
 Problem suhu : Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
 Problem Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat
mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran
menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun, pendengaran berkurang,
sensasi menurun.
 Problem nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra
vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan
meningkatkan kenyamanan.
 Problem Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah
pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
 Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami
banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan.
Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain
ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup,
kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi atau barrier
komunikasi.
 Perubahan Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat
kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai
kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan

14
bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan
mempersatukannya dengan orang- orang yang dicintai. Sedangkan yang lain
beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup.
2. Faktor-faktor yang perlu dikaji :
 Faktor Biologis. Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada
berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan
pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital,
mobilisasi, nyeri. Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi
pada klien, klien mungkin mengalami berbagai   gejala selama  berbulan-bulan
sebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang
terjadi pada klien terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan
dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
 Faktor Psikologis. Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi
terminal. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien
terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih,
depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal
antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus
mengenali tahap- tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.
 Faktor Sosial. Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi
terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah
tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi
penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku
isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien
dapat memberikan dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga
terdekat untuk selalu menemani klien.
 Faktor Spiritual. Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses
kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah
semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan
keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat-saat seperti ini apakah pasien
mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat terakhirnya.
 Faktor Cultural. Konsep dan prinsip etika, norma, budaya dalam pengkajian
Pasien Terminal nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau

15
budaya yang mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya
mempengaruhi individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi
kematian atau menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap
kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi
menghakimi harus dihindari.
3. Tata Cara
 Lakukan assesment problem yang berkaitan dengan kematian (problem psikologi,
fisiologi, sosial, spiritual, dan kultural).
 Berikan pengobatan untuk mengurangi rasa nyeri gejala primer atau sekunder.
 Lakukan intervensi dalam hal keagamaan dan kebudayaan pasien dan keluarga
(pastoral care )
 Lakukan pelayanan tahap terminal pada pasien dengan hormat.
 KIE keluarga mengenai kondisi pasien.
4. Bantuan

1) Bantuan Emosional/ Psikososial.

a. Pada Fase penyangkalan Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien


dengan denial dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya
dan pasien dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b. Pada Fase Marah atau anger.Biasanya pasien akan merasa berdosa telah
mengekspresikan perasaannya yang marah. Perawat perlu membantunya agar
mengerti bahwa masih merupakan hal yang normal dalam merespon perasaan
kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan
kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan rasaman dan
akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga
membantu pasien dalam menumbuhkan rasa marah.
c. Pada Fase tawar menawar/bergaining. Pada fase ini perawat perlu
mendengarkan segala keluhannya dan mendorong pasien untuk dapat
berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk
akal.
d. Pada Fase depresi. Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan
mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika
berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya

16
dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan
rasa aman bagi pasien.
e. Pada Fase penerimaan. Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang,
damai. Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa
pasien telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin
dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri
sebatas kemampuannya.

2) Membantu Memenuhi Kebutuhan Fisiologis.

a. Kebersihan Diri. Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan


kerbersihan diri sebatas kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut,
mulut, badan dan sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit. Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit
digunakan pada klien dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin, dsb.
Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang
dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan
melalui Intra Muskular atau Subcutan, karena kondisi system sirkulasi
sudah menurun.
c. Membebaskan Jalan Nafas.Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi
fowler akan lebih baik dan pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk
membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi
yang baik adalah posisi sim dengan dipasang drainase dari mulut dan
pemberian oksigen.
d. Bergerak. Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk
bergerak, seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah
decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan
alat untuk menyokong tubuh klien, karena tonus otot sudah menurun.
e. Nutrisi. Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan
peristaltik. Dapat diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan
merangsang nafsu makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan
protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi

17
dysphagia, perawat perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan
makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena atau Invus.
f. Eliminasi. Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat
terjadi konstipasi, inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan
untuk mencegah konstipasi. Klien dengan inkontinensia dapat diberikan
urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganjti setiap saat atau
dilakukan kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar
perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.
g. Perubahan Sensori.Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien
biasanya menolak atau menghadapkan kepala kearah lampu atau tempat
terang. Klien masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat atau mampu
merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak
berbisik-bisik.

3) Membantu Memenuhi Kebutuhan Sosial.

Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk


memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:

a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan


klien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat,
atau anggota keluarga lain.
b. Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu
diisolasi.
c. Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan
teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk
membersihkan diri dan merapikan diri.
d. Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering mengunjungi dan
mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila klien
mampu membacanya.

4) Membantu Memenuhi Kebutuhan Spiritual.

a. Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-


rencana klien selanjutnya menjelang kematian.

18
b. Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal
untuk memenuhi kebutuhan spiritual.
c. Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual
sebatas kemampuannya.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah sesuai dengan keyakinanya/ ritual
harus diberi dukungan.Petugas kesehatan dan keluarga harus mampu
memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritualnya. Petugas
kesehatan dan keluarga harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang
akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang
kematian dapat terpenuhi.

19
BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit
atau sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan
proses kematian.

Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik,
psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu
juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh
pasien terminal.

Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan
menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi
peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai
jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang
dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.

Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani


hidup, merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian
itu terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri
tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang
menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan,
kehilangan orang yang dicintai.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2017). Perhimpunan Onkologi Indonesia. Dipetik 28 Agustus 2020, dari


Perhimpunan Onkologi Indonesia: http://cancerindo.poijaya.org/prinsip-paliatif-
dan-implementasinya-dalam- dunia-kesehatan-dewasa-ini/

Aziz, F., Witjaksono, J., & Rasjidi, I. (2008). Paduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin
Penatalaksanaan Kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

Campbell, M. L. (2013). Nurse to Nurse Perawatan Paliatif. Jakarta: Salemba Medika.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi
6. Jakarta : EGC

Durand, V. Mark & Barlow. 2006. psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Ferrell, B., Abernethy, A. P., Dahlin, C., Herman, C., Martin, E. W., Meier, D. E., et al.
(2013). Clinical Practice Guidelines for Quality Palliative Care. National Consensus
Project for Quality Paliiative Care.

Ferrel, B. R., & Coyle, N. (2007). Texbook Of Palliative Nursing. New York: Oxford
University Press.https://books.google.com di akses pada tanggal tanggal 28 Agustus
2020

Hamid. (2008). Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGCC.

Hartati, N., & Suheimi. (2010). Cegah dan Deteksi Dini Kanker Serviks. Jakarta: Elex
Media Komputindo.https://scholar.google.co.iddi akses pada tanggal tanggal 28
Agustus 2020

IAHPC, I. A. (2016). International Association For Hospice & Palliative Care (IAHPC).
http://hospicecare.com/about-iahpc/publications/manuals- guidelines-books/manual-
of-palliative-care/ diakses pada tanggal 28 Agustus 2020

Jakarta.http://www.kemkes.go.id. Diakses tanggal tanggal 28 Agustus 2020

KEMENKES. (2013).Pedoman Teknis Pelayanan Paliatif Kanker.

21
Keliat, B, A. Akemat, P, W. Herni, S. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B, A. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Misgiyanto, & Susilawati, D. (2014, Januari 01). Hubungan Antara Dukungan Keluarga
Dengan Tingkat Kecemasan Penderita Kanker Serviks Paliatif. Jurnal Keperawatan, 5,
01-15.

NANDA. (2015). Nursing Diagnoses: Definition and Classification : Diagnosisi


Keperawatan Definisi & Klasifikasi (10th ed.). (T. H. Herdman, S. Kamitsuru,
Penyunt., A. B. Keliat, H. D. Windarwati, A. Pawirowiyono, & M. A. Subu, Penerj.)
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.

Robert, T. (2003). Introducing Palliative Care. New York: Radcliffe Medical Press.
https://books.google.com di akses pada tanggal 28 Agustus 2020

WHO. (2015, July). Definiton Palliative Care. Dipetik November Rabu, 2016, dariWorld
Health Organization: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs402/en/ di akses
pada tanggal 28 Agustus 2020

https://aepnurulhidayat.wordpress.com/2014/12/01/penyakit-menjelang-ajal-rekam-medis-
dan-informasi-kesehatan-politeknik-tedc-bandung/

22

Anda mungkin juga menyukai