Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KONSEP TERAPI MODALITAS

OKUPASI DAN REHABILITASI DALAM KEPERAWATAN JIWA

Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa II

Dosen Pengampu : Ns. Rina Hardiyanti S.Kep., M.Kep.

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

1. Brigitha Lefteuw NIM: 201814201013A


2. Samsia Kelian NIM : 201702076A
3. Margaretha Yanyaan NIM: 201814201045A
4. Nikanor Mjam NIM: 201814201051A
5. Nur Hikma NIM: 201814201054A
6. Aji Saputra NIM: 201814201003A
7. Aslia Saimen NIM: 201914201009A
8. Betriks Warijo NIM: 201702016A
9. Dyah Fitriani Korompot NIM: 201702023A
10. Delsi Waropen NIM: 2018142010A

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SORONG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Konsep
Terapi Modalitas Terapi Okupasi Dan Terapi Rehabilitasi Dalam
Keperawatan Jiwa’’ tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II yang diberikan oleh dosen kami.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat
kami harapkan agar kami dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi untuk
waktu yang akan datang.
Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak manfaat
yang dapat dipetik dan diambil dari makalah ini. Semoga dengan adanya makalah
ini dapat menambah ilmu dan pengetahuan kita semua.

Sorong, 1 Januari 2021


Kelompok 2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................................1

KATA PENGANTAR................................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4

A. Latar Belakang...............................................................................................................4
B. Tujuan.............................................................................................................................5
C. Manfaat..........................................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................7

A. Terapi Okupasi...............................................................................................................7
B. Terapi Rehabilitasi........................................................................................................20

BAB III PENUTUP................................................................................................................24

A. Kesimpulan..................................................................................................................24
B. Saran.............................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Terapi keperawatan modalitas merupakan terapi non-farmakologi yang
dilakukan untuk memperbaiki dan mempertahankan sikap klien agar mampu
bertahan dan bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat dengan harapan
klien dapt terus bekerja dan tetap berhubungan dngan keluarga, teman dan
sistem pendukung yang ada ketika menjalani terapi. Hal ini bertujuan agar
pola perilaku atau kepribadian seperti ketrampilan koping, gaya komunikasi
dan tingkat harga diri secara bertahap dan berkembang. Secara umum peranan
perawat jiwa dalam pelaksanaan terapi modalitas bertindak sebagai leader,
fasilitator, evaluator,dan motivator. Model Terapi Modalitas meliputi: Terapi
lingkungan, Terpi biologis, Terapi okupasi, Terapi suportif, Terapi keluarga,
Terapi individual, Terapi kelompok , Terapi perilaku, Terapi bermain.

Terapi Okupasi/terapi kerja adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang
merupakan proses penyembuhan melalui aktivitas. Aktivitas yang dikerjakan
tidak hanya sekedar membuat sibuk pasien, melainkan aktivitas fungsional
yang mengandung efek terapetik dan bermanfaat bagi pasien. Artinya
aktivitas yang langsung diaplikasikan dalam kehidupan. Penekanan terapi ini
adalah pada sensomotorik dan proses neurologi dengan cara memanipulasi,
memfasilitasi dan menginhibisi lingkungan, sehingga tercapai peningkatan,
perbaikan dan pemeliharaan kemampuan dan pekerjaan atau kegiatan
digunakan sebagai terapi serta mempunyai tujuan yang jelas.
Pada tahun 2600 SM orang-orang di Cina berpendapat bahwa penyakit
timbul karena ketidakaktifan organ tubuh. Socrates dan plato (400 SM)
mempercayai adanya hubungan yang erat antara tubuh dengan jiwa.
Hypoocrates selalu menganjurkan pasiennya untuk melakukan latihan gerak
badan sebagai salah satu cara pengobatan pasiennya. Di Mesir dan Yunani
(2000 SM) dijelaskan bahwa rekreasi dan permainan adalah salah suatu
media terapi yang ampuh, misalnya menari, bermain musik, bermain boneka
untuk anak-anak, dan bermain bola. Pekerjaan diketahui sangat bermanfaat
bagi perkembangan jiwa maupun fisik manusia.

Socrates berkata bahwa seseorang harus membiasakan diri dengan selalu


bekerja secara sadar dan jangan bermalas-malasan. Pekerjaan dapat juga
digunakan sebagai pengalihan perhatian atau pikiran sehingga menjadi segar
kembali untuk memikirkan hal-hal yang lain. Dengan okupasi/pekerjaan,
pasien jiwa akan dikembalikan ke arah hidup yang normal dan dapat
meningkatkan minatnya sekaligus memelihara dan mempraktikan keahlian
yang dimilikinya sebelum sakit sehingga dia akan tetap sebagai seorang yang
produktif.

Pasien psikiatri juga sama dengan penyakit fisik dalam kecendrungnya


untuk menjadi menahun sehingga memerlukan perawatan kontinue di rumah
sakit atau rumah. Rehabilitasi mencakup semua terapi psikiatri non akut dan
terutama untuk mencegah terjadinya penyakit yang menahun. Unit psikiatri
MRC memperlihatkan bahwa didalam rumah sakit dimana ada kemiskinan
sosial (misalnya pribadi, kenyamanan pasien kurang diperhatikan), pasien
secara klinik sangat buruk. Lebih lama mereka dalam keadaan seperti ini di
rumah sakit maka akan semakin parah gejalanya. Teori yang berperan dalam
rehabilitasi salah satunya yaitu teori psikologi. Tim yang biasa menangani
yaitu Tim kesehatan mental yang terdiri dokter, perawat, psikologi, petugas
sosial dan petugas terapi okupasional.

B. TUJUAN

Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen, serta kelompok maupun
mahasiswa sebagai pembaca mengetahui tentang :

1. Bagaimana terapi okupasi diterapkan pada pasien

2. Apa itu terapi rehabilitasi dan bagaimana penerapanya pada pasien


C. MANFAAT

Diharapkan makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca/ mahasiswa


untuk menambah pengetahuan atau wawasan serta dapat membantu ketika
pembaca/ mahasiswa menerapkan terapi okupasi dan terapi rehabilitasi pada
pasien ataupun keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TERAPI OKUPASI
1. Definisi

Terapi okupasi berasal dari kata Occupational Therapy.


Occupational berati suatu pekerjaan, therapy berarti pengobatan. Jadi,
Terapi Okupasi adalah perpaduan antara seni dan ilmu pengetahuan
untuk mengarahkan penderita kepada aktivitas selektif, agar kesehatan
dapat ditingkatkan dan dipertahankan, serta mencegah kecacatan
melalui kegiatan dan kesibukan kerja untuk penderita cacat mental
maupun fisik. (American Occupational therapist Association). Terapis
okupasi membantu individu yang mengalami gangguan dalam fungsi
motorik, sensorik, kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan
individu tersebut mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas
perawatan diri, aktivitas produktivitas, dan dalam aktivitas untuk
mengisi waktu luang.
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni
pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu
yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan
kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan
peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak
tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).

Tujuan dari pelatihan Terapi Okupasi itu sendiri adalah untuk


mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin, dari kondisi
abnormal ke normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun
mental, dengan memberikan aktivitas yang terencana dengan
memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita diharapkan dapat
mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat.
Intervensi yang diberikan menggunakan modalitas aktivitas yang
telah dianalisis dan adaptasi yang kemudian diprogramkan untuk anak
sesuai dengan kebutuhan khususnya. Secara garis besar intervensi
difokuskan pada hal-hal berikut :

1) Kemampuan (abilities)

a. Keseimbangan dan reaksi postur (balance and postural


reactions).

b. Peregangan otot dan kekuatan otot (muscle tone and muscle


strength)

c. Kesadaran anggota tubuh (body awareness)

d. Kemampuan ketrampilan motorik halus (fine motor skill)


seperti memegang/melepas, ketrampilan manipulasi gerak
jari, misal penggunaan pensil, gunting, ketrampilan, dan lain-
lain.
e. Kemampuan ketrampilan motorik kasar (gross motor skill)
seperti lari, lompat, naik turun tangga, jongkok, jalan, dan
lain-lain.
f. Mengenal bentuk, mengingat bentuk (visual perception)

g. Merespon stimuli, membedakan input sensori (sensory


integration)

h. Perilaku termsuk level kesadaran, atensi, problem solving


skill, dan lain-lain

2) Ketrampilan (skill)

a. Aktivitas sehari-hari (activity daily living) seperti makan,


minum, berpakaian, mandi, dan lain-lain
b. Pre-academic skill

c. Ketrampilan sosial
d. Ketrampilan bermain
3) Faktor lingkungan

a. Lingkungan fisik

b. Situasi keluarga

c. Dukungan dari komunitas


4) Okupasi Terapis sebagai konsultan

Okupasi terapis sebagai konsultan pada area berikut ini

a. Program intervensi awal

b. Pengaturan rumah, sekolah, dan area bermain

c. Lingkungan dan adaptasi mainan atau media belajar

d. Alat bantu

e. Strategi perilaku

Anak-anak sekolah yang mengalami hal-hal berikut ini perlu


penanganan terapi okupasi:
a. Keterlambatan motorik kasar seperti lari, lompat, jongkok, main
bola, dan lain-lain

b. Ketrampilan motorik halus seperti ketrampilan memegang


pensil, hasil tulisan tidak rata tebal tipisnya, dan lain-lain
c. Hiperaktif atau hipoaktif

d. Tidak mampu menjaga proses berbahasa

e. Tidak mampu menjaga dan mengatur posisi saat belajar

f. Gangguan persepsi visual seperti tidak lengkap dalam menyalin


tulisan

g. Gangguan atensi dan konsentrasi

h. Menarik diri
i. Kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya

j. Keterlambatan dalam bermain

k. Tidak disiplin

Untuk mencapai tujuan tersebut di dalam terapi okupasi memiliki


dua prinsip kerja, yaitu sebagai berikut :

a. Supportive Occupational Therapy, yaitu menolong penderita


untuk menghilangkan dari perasaan cemas, takut, dan
memotivasi penderita untuk lebih giat didalam melakukan
latihan
b. Fungsional Occupational Therapy, antara lain untuk pengaturan
posisi (bagi anak Cerebral Palsy), meningkatkan kekuatan otot
dan daya tahan kerja, meningkatkan motorik kasar (gross motor)
maupun motorik halus, (fine motor) serta meningkatkan
konsentrasi dan koordinasi gerak maupun sikap

2. Terapi Okupasi dilakukan

Sebaiknya terpai okupasi dilakukan sedini mungkin, sejak


penderita dirujuk oleh dokter. Sebelum penderita mulai latihan, perlu
diberikan evaluasi awal dengan dilakukan observasi dan tes sederhana.
Dalam evaluasi awal ini, hal yang harus diperhatikan adalah catatan
medik dari dokter, macam kecacatan (Cerebral Palsy atau Retradasi
Mental), berat ringannya kecacatan, kecerdasan, kebutuhan dari
penderita itu sendiri dan hal-hal yang harus dijauhi/dihindarkan untuk
segi keamanan penderita.
Evaluasi awal ini sangat berguna untuk menentukan aktivitas yang
akan diberikan, agar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan penderita
itu sendiri. Aktivitas yang diberikan di bagian terapi okupasi adalah
sebagai berikut :
1) Aktivitas kehidupan sehari-hari/ADL. Aktiviats ini diberikan
agar penderita dapat mandiri tanpa tergantung orang lain
2) Aktivitas bermain. Bermain ini diharapkan untuk dapat
memperbaiki konsentrasi, koordinasi, motorik serta
menumbuhkan bakat, hobi, minat, serta kesenangan
3) Seni dan hasta karya. Untuk memeberikan kesempatan pada
penderita dalam mencapai suatu hasil yang maksimal, yang
mengandung unsur-unsur kedewasaan dan kerumah tangga
yang disesuaikan dengan kapasitas penderita

Terapis di dalam memberikan suatu latihan harus bersikap sabar,


ramah, dan dituntut untuk kreatif, selain itu tidak kalah pentingnya
juga peran serta orangtua dalam proses latihan. Pada hal ini
diharapkan terapis dapat memberikan masukan-masukan kepada
orangtua penderita untuk brlatih dirumah.

3. Fungsi dan Tujuan Terapi Okupasi

Terapi okupasi adalah terapan medis yang terarah bagi pasien fisik
maupun mental dengan menggunakan aktifitas sebagai media terapi
dalam rangka memulihkan kembali fungsi seseorang sehingga dia
dapat mandiri semaksimal mungkin. Aktifitas tersebut adalah berbagai
macam kegiatan yang di rencanakan dan di sesuaikan dengan tujuan
terapi. Pasien yang di kirimkan oleh dokter, untuk mendapatkan terapi
okupasi adalah dengan maksud sebagai berikut.
a. Terapi khusus untuk pasien mental / jiwa

1) Menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga pasien dapat


menggembangkan kemampuannya untuk dapat
berhubungan dengan orang lain dan masyarakat sekitar
2) Membantu dalam melampiaskan gerakan – gerakan emosi
secara wajar dan produktif.
3) Membantu menemukan kemampuan kerja yang sesuai
dengan bakat dan keadaannya.
4) Membantu dlam pengumpulan data guna penegakan
diagnosis dan penetapan terapi lainnya.
b. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan
ruang gerak sendi, kekuatan otot, dan koordinasi gerakan.
c. Mengejarkan aktifitas kehidupan sehari – hari seperti makan,
berpakaian, belajar menggunakan fasilitas umum (telephon,
televisi, dll), baik dengan maupun tanpa alat bantu, mandi yang
bersih, dll
d. Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin
di rumahnya, dan memberi syarta penyederhanaan (siplifikasi)
ruangan maupun letak alat – alat kebutuhan sehari hari.
e. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara, dan meningkatkan
kemampuan yang masih ada
f. Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk di jajaki oleh pasien
sebagai langkah dalam pre – cocational training. Berdasarkan
aktifitas ini akan dapat diketahui kemampuan mental dan fisik,
sosialisasi, minat, potensi dan lainnya dari si pasien dalam
mengarahkannya pada pekerjaan yang tepat dalam latihan kerja.
g. Membantu penderita untuk menerima kenyataan dan
menggunakan waktu selama masarawat dengan berguna.
h. Mengarahkan minat dan hobi agar dapat di gunakan setelah kembali
ke keluarga.

Program terapi okupasi adalah bagian dari pelayanan medis


untuk tujuan rehabilitasi total seseorang pasien melalui kerja sama
dengan petugas lain di rumah sakit. Dalam pelaksanaan terapi
okupasi kelihatannya akan banyak overlapping dengan terapi lainnya
sehingga dibutuhkan adanya kerja sama yang terkoordinir dan
terpadu.
4. Peranan Terapi Okupasi/ Pekerjaan dalam Pengobatan

Aktivitas dipercayai sebagai jembatan antara batin dan dunia


luar. Melalui aktifitas manusia dihubungkan dengan lingkungan,
kemudian mempelajarinya, mencoba ketrampilan atau pengetahuan,
mengekspresikan perasaan, memenuhi kebutuhan fisik maupun
emosi, mengembangkan kemampuan, dan sebagai alat untuk
mencapai tujuan hidup. Potensi tersebutlah yang di gunakan sebagai
dasar dalam pelaksanaan terapi okupasi, baik bagi penderita fisik
maupun mental.

Aktifitas dalam terapi okupasi di gunakan sebagai media baik


untuk evaluasi, diagnosis, terapi, maupun rehabilitasi. Dengan
mengamati dan mengevaluasi pasien saat mengerjakan suatu
aktifitas dan menilai hasil pekerjaan dapat di tentukan arah terapi
dan rehabilitasi selanjutnya dari pasien tersebut. Penting untuk di
ingat bahwa aktifitas dalam terapi okupasi tidak untuk
menyembuhkan, tetapi hanya sebagai media. Diskusi yang terarah
setelah penyelesaian suatu aktifitas adalah sangat penting karena
dalam kesempatan tersebut terapis dapat mengarahkan pasien dan
pasien dapat belajar mengenal dan mengatasi persoalannya.
Aktifitas yang di lakukan pasien di harapkan dapat menjadi tempat
untuk berkomunikasi lebih bai dalam mengekspresikan dirinya.
Kemampuan pasien akan dapat diketahui baik oleh terapi maupun
oleh pasien itu sendiri melalui aktifitas yang dilakukan oleh pasien.
Alat – alat atau bahan – bahan yang digunakan dalam melakukan
suatu aktifitas, pasien akan didekatkan dengan kenyataan terutama
dalam hal kemampuan dan kelemahannya. Aktivitas dalam
kelompok akan dapat merangsang terjadinya interaksi diantara
anggota yang berguna dalam meningkatkan sosialisasi dan menilai
kemampuan diri masing-masing dalam hal keefisiensianya untuk
berhubungan dengan orang lain. Aktivitas yang dilakukan meliputi
aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi dimana sangat
dipengaruhi oleh konteks- konteks terapi secara keseluruhan,
lingkungan, sumber yang tersedia, dan juga oleh kemampuan si
terapis sendiri (pengetahuan, ketrampilan, minat, dan
kreatifitasnya).

Adapun hal-hal yang mempengaruhi aktivitas dalam terapi


okupasi antara lain sebagai berikut
1. Jenis

Jenis aktivitas dalam terapi okupasi adalah sebagai berikut :

a. Latihan gerak badan

b. Olahrga

c. Permainan

d. Kerajinan tangan

e. Kesehatan, kebersihan, dan kerapihan pribadi

f. Pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari)

g. Praktik pre- vokasional

h. Seni (tari, musik, lukis, drama, dll)

i. Rekreasi (tamsya, nonton bioskop/drama, pesta ulang


tahun, dll)

j. Diskusi dengan topik tertentu (berita, surat kabar,


majalah, televisi, radio, atau keadaan lingkungan). Dan
lain-lain

2. Karakteristik aktivitas

Aktivitas dalam terapi okupasi adalah segala macam


aktivitas yang dapat menyibukan seseorang secara produktif
yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang,
sekaligus sebagai sumber kekeuasaan emosional maupun
fisik. Oleh karena itu setiap aktivitas yang digunakan dalam
terapi okupasi harus mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi
yang jelas.

b. Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal


oleh atau ada hubungannya dengan pasien.

c. Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan


tersebut dan apa kegunaannya terhadap upaya
penyembuhan penyakitnya
d. Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun
minimal.

e. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatanatau kondisi


pasien, bahkan harus dapat meningkatkan atau setidak –
tidaknnya memelihara kondisinya.
f. Harus dapat memberi dorongan agar si pasien mau
berlatih lebih giat sehingga dapat mandiri.
g. Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci
olehnya.

h. Harus dapat di modifikasi untuk tujuan peningkatan atau


penyesuaian dengan kemampuan pasien.

5. Peran Terapi
a. Sebagai motivator dan sumber reinforces : memberikan motivasi
pada pasien dan meningkatkan motovasi dengan memberikan
penjelasan ada pasien tentang kondisinya, memberikan penjelasan
dan menyakinkan pada pasien akan sukses.
b. Sebagi guru : terapi memberikan pengalaman learning re-rearnign
okupasi terapi harus mempunyai ketrampilan dan ahli tertentu dan
harus dapat menciptakan dan menerapkan aktifitas mengajarnya
pada pasien
c. Sebagai peran model social : seorang terapi harus dapat
menampilkan perilaku yang dapat dipelajari oleh pasien, pasien
mengidentifikasikan dan meniru terapi melalui role playing, terapi
mengidentifikasikan tingkah laku yang diinginkan (verbal –
nonverbal) yang akan dicontoh pasien.

d. Sebagi konsultan : terapis menentukan program perilaku yang


dapat menghasilkan respon terbaik dari pasien, terapis bekerja
sama dengan pasien dan keluarga dalam merencanakan rencana
tersebut.

6. INDIKASI TERAPI OKUPASI

a. Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena


kesulitan kesulitan yang di hadapi dalam pengintregrasian
perkembangan psikososisalnya.
b. Kelainan tingkah laku yang terlibat dalam kesulitannya
berkomunikasi dengan orang lain
c. Tingkah laku tidak wajar dalam mengekspresikan perasaan atau
kebutuhan yang premitif.
d. Ketidakmampuan menginterpretasikan rangsangan sehingga
reaksinya terhadap rangsangan tersebut tidak wajar pula.
e. Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau
seseorang yang mengalami kemunduran.
f. Mereka yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya melalui
suatu aktifitas daripada dengan percakapan.
g. Mereka yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan
cara mempraktikannya dari pada denggan membayangkan.
h. Pasien cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam
kepribadiannya.

7. Proses Terapi Okupasi

Dokter yang mengirimkan pasien untuk terapi okupasi akan


menyertakan data mengenai data pasien berupa diagnosis, masalahnya,
dan juga akan menyatakan apa yang perlu di perbuat dengan pasien
tersebut. Apakah untuk mendapatkan data yang lebih banyak untuk
keperluan diagnosis, terapi, atau rehabilitasi. Setelah pasien berada di
unit terapi okupasi, maka terapis akan bertindak sebagai berikut.
a. Koleksi data

Data biasa di dapatkan dari kartu rujukan atau status pasien yang
di sertakan ketika pertamakali pasien mengunjungi unit terapi
okupasional. Jika dengan mengadakan waancara dengan pasien
atau keluargannya, atau dengan mengadakan kunjungan rumah.
Data ini di perlukan untuk menyusun rencana terapi bagi pasien.
Proses ini dapat berlangsung beberapa hari sesuai dengan
kebutuhan.

b. Analisa data dan identifikasi masalah

Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan


sementara tentang masalah atau kesulitan pasien. Hal ini dapat
berupa masalah di lingkungan keluarga atau pasien itu sendiri.

c. Penentuan tujuan

Dari masalah dan latar belakang pasien, maka dapat di susun data
tujuan terapi sesuai dengan prioriats, baik jangka pendek maupun
jangka panjangnya.
d. Analisa data dan identifikasi masalah

Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan


sementara tentang masalah atau kesulitan pasien. Hal ini dapat
berupa masalah di lingkungan keluarga atau pasien itu sendiri.
e. Penentuan tujuan

Dari masalah dan latar belakang pasien, maka dapat di susun data
tujuan terapi sesuai dengan prioriats, baik jangka pendek maupun
jangka panjangnya.
Hal – hal yang perlu di evaluasi antara lain adalah sebai berikut.

1) Kemampuan membuat keputusan

2) Tingkah laku selama bekerja

3) Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia


dan yang mempunyai kebutuhan sendiri.
4) Kerja sama

5) Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dll)

6) Inisiatif dan tanggung jawab

7) Kemampuan untuk di ajak atau mengajak berunding

8) Menyatakan perasaan tanpa agresi

9) Kompetisi tanpa permusuhan

10) Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja

11) Kemampuan menyatakan pendapat sendiri dan apakah


bertanggung jawab atas pendapatnya tersebut
12) Menyadari keadaan dirinya dan menerimanya.

13) Wajar dalam penampilan

14) Orientasi tempat, waktu, situasi, dan orang lain.

15) Kemampuan menerima instruksi dan mengingatnya.

16) Kemampuan bekerja tanpa terus menerus di awasi

17) Kerapian bekerja


18) Kemampuan merencanakan suatu pekerjaan

19) Toleransi terhadap frustasi

20) Lambat atau cepat

8. PELAKSANAAN

a. Metode

Terapi okupasi dapat dilakukan baik secara individual, maupun


berkelompok, tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi, dll.
a. Metode individual dilakukan untuk:

a) Pasien baru yang bertujuan untuk mendapatkan lebih


banyak informasi dan sekaligus untuk evaluasi
pasien.
b) Pasien yang belum dapat atau mampu untuk
berinteraksi dengan cukup baik didalam suatu
kelompok sehingga dianggap akan mengganggu
kelancaran suatu kelompok bila dia dimasukkan
dalam kelompok tersebut.
c) Pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan
tujuan agar terapis dapat mengevaluasi pasien leih
efektif.
b. Metode kelompok dilakukan untuk: pasien lama atas dasar
seleksi dengan masalah atau hampir bersamaan, atau dalam
melakukan suatu aktivitas untuk tujuan tertentu bagi
beberapa pasien sekaligus. Sebelum memulai kegiatan baik
secara individual maupun kelompok, maka terapis harus
mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang
menyangkut pelaksanaan kegiatan tersebut. Pasien juga perlu
diperkan dengan cara memperkenalkan kegiatan dan
menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga
dia atau mereka lebih mengerti dan berusaha untuk ikut aktif.
Jumlah anggota dalam suatu kelompok disesuaikan dengan
jenis aktivitas yang akan dilakukan, dan kemampuan terapis
mengawasi.
b. Waktu

Okupasi terapi dilakukan antara 1-2 jam setiap sesi baik yang
individu maupun kelompok setiap hari, dua kali atau tiga kali
seminggu tergantung tujuan terapi, tersedianya tenaga dan
fasilitas, dan sebagainya. Sesi ini dibagi menjadi dua bagian
yaitu ½-1 jam untuk menyelesaikan kegiatan- kegiatan dan 1- 1
½ jamuntuk diskusi. Dalam diskusi ini dibicarakan mengenai
pelaksanaan kegiatan tersebut, antara lain

kesulitan yang dihadapi, kesan mengarahkan diskusi tersebut


kearah yang sesuai tujuan terapi.
c. Terminasi

Keikutsertaan seorang pasien dalam kegiatan okupasi terapi


dapat diakhiri dengan dasar bahwa pasien:
a) Dianggap telah mampu mengawasi permasalahannya

b) Dianggap tidak akan berkembang lagi

c) Dianggap perlu mengikuti program lainnya sebelum


okupasi terapi.
B. TERAPI REHABILITASI

1. Definisi

Pasien psikiatri juga sma dengan penyakit fisik dalam kecendrungnya


untuk menjadi menahun sehingga memerlukan perawatan kontinue di
rumah sakit atau rumah. Rehabilitasi mencakup semua terapi psikiatri
non akut dan terutama untuk mencegah terjadinya penyakit yang
menahun. Unit psikiatri MRC memperlihatkan bahwa didalam rumah
sakit dimana ada kemiskinan sosial (misalnya pribadi, kenyamanan
pasien kurang diperhatikan), pasien scara klinik sangat buruk. Lebih
lam mereka dalam keadaan seperti ini di rumah sakit maka akan
semakin parah gejalanya. teori yang berperan dalam rehabilitasi salah
satunya yaitu teori psikologi.

2. Model Terapi Rehabilitasi

Model terapi rehabilitas yang dapat digunakan untuk membantu


seseorang melepaskan diri dari kecanduan dan mengubah perilaku
menjadi lebih baik adalah sebagai berikut:

a. Model terapi moral

Model terapi ini sangat tepat diterapkan pada lingkungan masyarakat


yang masih memegang teguh nila-nilai keagamaan dan moralitas di
tempat asalnya, karena model ini berjalan bersamaan dengan konsep
baik dan buruk yang diajarkan oleh agama

b. Model terapi sosial

Model seperti ini memakai konsep dari program terapi komunitas,


dimana adiksi terhadap obat-obatan dipandang sebagai fenomena
penyimpangan sosial. Tujuan dari terapi model ini adalah
mengarahkan perilaku penyimpangan tersebut kearah perilaku sosial
yang lebih layak, sehingga melatih seseorang untuk
mempertanggungjawabkan kesalahan satu orang menjadi tanfggung
jawab bersama-sama.

c. Model terapi psikologi

Model ini diadaptasi dari teori psikologis Mc Lellin, dkk yang


menyebutkan bahwa perilaku adiksi obat adalah buah dari
emosi yang tidak berfungsi selayaknya karena terjadi konflik
sehingga pecandu memakai obat untuk meringankan atau
melepaskan beban psikologis itu.

d. Model terapi budaya

Model ini menyatakan bahwa perilaku adiksi obat adalah hasil


sosialisasi seumur hidup dalam lingkungan atau sosial atau
kebudayaan tertentu. Dalam hal ini keluarga seperti lingkungan
dikategori sebagai lingkungan sosial dan kebudayaan tertentu.

3. Tujuan dari Terapi Rehabilitasi

a. Mengendalikan kemampuan individu setelah terjadinya gangguan


kepada kondisi/tingkatan fungsi yang optimum

b. Mencegah kecacatan yang lebih besar

c. Memelihara kemampuan yang ada/dimiliki oleh pasien

d. Membantu pasien untuk menggunakan kemampuannya

Rehabilitasi untuk proses jangkah panjang dimana memerlukan


program dan sarana yang mencakup, keberhasilan dari program
rehabilitas tergantung kepada besarnya motivasi belajar, pola hidup
sebelum dan sesudah sakit dan dukungan dari orang-orang yang memiliki
arti bagi pasien.
4. Tim yang menangani Rehabilitasi

Tim yang menangani rehabilitas yaitu tim ksehatan mental yang terdiri
dari dokter, perawat, psikologi, petugas sosial dan petugas terapi
okupasional

5. Kegiatan pelaksanaan

Kegiatan pelaksanaan rehabilitas dilakukan di dalam maupun di luar


rumah sakit
Seperti panti, pusat rehabilitasi. Dimulai dari hari pertama pasien dirawat.

6. Fungsi perawat dalam terapi rehabilitasi

a. Menjaga komplikasi dari akibat gangguan /penyakit diderita pasien.

b. Membatasi besarnya gangguan semaksimal mungkin

c. Merencanakan dan melaksanakan program rehabilitasi

7. Tahap-tahap rehabilitasi pasien gangguan jiwa

a. Tahap persiapan

Yaitu usaha mempersiapkan pasien dengan menjalankan kegiatan


terapi okupasional, seleksi, evaluasi dan latihan kerja dalam berbagai
jenis pekerjaan.

b. Tahap penyaluran/penempatan

Merupakan usaha pemulangan pasien kepada keluarga, tempat kerja,


atau masyarakat da instansilin yang berfungsi sebagai pengganti
keluarga, disamping untuk usaha resosialisasi.

c. Tahap pengawasan
Merupakn tindakan lanjut setelah pasien di salurkan ke masyarakat
dengan mengadakan kunjungan rumah (vist home), kunjunngan
tempat kerja (job visit) dan menyelengarakan perawatan lanjut (after
care), untuk mengetahui perkembangan pasien, permasalahan yang
dihadapi serta cara-cara pemecahannya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Terapis okupasi membantu individu yang mengalami gangguan dalam


fungsi motorik, sensorik, kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan
individu tersebut mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas perawatan
diri, aktivitas produktivitas, dan dalam aktivitas untuk mengisi waktu luang.
Tujuan Terapi Okupasi adalah untuk mengembalikan fungsi penderita
semaksimal mungkin, dari kondisi abnormal ke normal yang dikerahkan
pada kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan aktivitas yang
terencana dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita
diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat.
Terapi Rehabilitasi mencakup semua terapi psikiatri non akut dan terutama
untuk mencegah terjadinya penyakit yang menahun. Rehabilitasi untuk proses
jangkah panjang dimana memerlukan program dan sarana yang mencakup,
keberhasilan dari program rehabilitas tergantung kepada besarnya motivasi
belajar, pola hidup sebelum dan sesudah sakit dan dukungan dari orang-orang
yang memiliki arti bagi pasien.
B. Saran
1. Bagi keluarga pasien
a. Berikan dukungan atau suport dalam terpai okupasi kepada pasien
b. Dapatkan tim yang menjelaskan tentang tujuan dan tindakan terapi dari
tim medis
2. Bagi perawat dan tim medis
a. Tetapkan intervensiterapi okupasi sesuai dengan hasil pnekajian
b. Berikan informasi kepada keluarga maupun klien tentang tujuan dan
tindakan yang akan dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas


Kelompok. Jakarta: EGC.

Muhaj, K. 2009. Terapi Okupasi dan Rehabilitasi. Available:


http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/terapi-okupasi-dan-
rehabilitasi.html.

Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai