Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja
dan pujiatas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Anak Pada Pasien Gagal Ginjal Akut ”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang “Asuhan Keperawatan Anak Pada Pasien Gagal
Ginjal Akut” dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun,
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang............................................................................................................................ 1
1.2. Tujuan Penulisan........................................................................................................................ 3
1.3. Identifikasi Masalah..................................................................................................................... 3
1.4. Rumusan Masalah...................................................................................................................... 3
1.5. Manfaat Penulisan ..................................................................................................................... 3
1.6. Metode Penulisan....................................................................................................................... 3
1.7. Sistematika Penulisan................................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN TEORITIS.............................................................................................................. 5
2.1. Konsep Dasar Teori Gagal Ginjal Akut........................................................................... 5
a. Definisi................................................................................................................................. 5
b. Antomi Ginjal........................................................................................................................ 6
c. Fisiologi Ginjal...................................................................................................................... 7
d. Etiolgi................................................................................................................................... 7
e. Klasifikasi............................................................................................................................. 8
f. Patofisiologi.......................................................................................................................... 9
g. Manifestasi Klinis................................................................................................................. 10
h. Pemeriksaan Penunjang...................................................................................................... 11
i. Penatalaksanaan................................................................................................................. 12
j. Pencegahaan....................................................................................................................... 14
k. Komplikasi............................................................................................................................ 15
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Secara Teori................................................................... 15
BAB III PEMBAHASAN KASUS....................................................................................................................... 23
3.1. Skenario Kasus........................................................................................................................... 23
3.2. Pembahasan (Asuhan Keperawatan)......................................................................................... 23
BAB IV PENUTUP............................................................................................................................... 36
4.1. Kesimpulan...................................................................................................................... 36
4.2. Saran............................................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................ 39
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Kecepatan produksi cystatin C relatif konstan sejak usia 4 bulan sampai 70 tahun. Cystatin C ditemukan
dengan kadar yang tinggi dalam berbagai cairan tubuh manusia dan diekskresikan hanya melalui ginjal.
Penelitian yang dilakukan oleh Bokenkamp dkk pada tahun 1998 menemukan bahwa cystatin C tidak
dipengaruhi oleh usia, tinggi dan berat badan, jenis kelamin dan komposisi tubuh.
Cystatin C difiltrasi secara bebas oleh glomerulus, direabsorbsi oleh tubulus dan tidak disekresi
tetapi mengalami katabolisme hampir lengkap (99%) oleh sel tubulus proksimal sehingga tidak ada
yang kembali ke darah. Dengan demikian kadar cystatin C dalam darah menggambarkan laju filtrasi
glomerulus (LFG) dan dapat dikatakan mendekati penanda LFG endogen yang ideal.
Penelitian yang dilakukan oleh Herget Rosenthal dkk pada 85 pasien sakit kritis yang dirawat di
intensive care unit (ICU) menunjukkan bahwa cystatin C mendeteksi GgGA 1,5 hari lebih cepat
daripada serum kreatinin sehingga cystatin C dapat digunakan untuk deteksi dini GgGA.11 Penelitian
yang dilakukan oleh Uzan dkk membandingkan antara cystatin C dan serum kreatinin untuk mendeteksi
GgGA didapatkan sensitivitas cystatin C sebesar 98% dan spesifitasnya sebesar 99%.12 Neamatollah
dkk, melakukan penelitian pada 107 pasien di PICU yang memiliki risiko tinggi berkembang menjadi
GgGA. Pada akhir penelitian diperoleh bahwa cystatin C serum secara diagnostik lebih superior
dibandingkan kreatinin serum (AUC untuk kreatinin serum 0,39 dengan 95% CI berbanding AUC untuk
cystatin C serum 0,92 dengan 95% CI).
Di Indonesia masih sedikit penelitian tentang cystatin C untuk mendeteksi GgGA. Penelitian yang
dilakukan Hartati dkk. menunjukkan bahwa LFG pasien sindroma nefrotik yang diukur dengan cystatin
C berdasarkan formula Filler lebih rendah dibandingkan dengan LFG yang diukur dengan kreatinin
berdasarkan formula Schwartz Meinardaniawati dkk. mengatakan bahwa semakin tinggi kadar kreatinin
serum, maka semakin tinggi kadar cystatin C serum sehingga cystatin C dipertimbangkan sebagai
penanda untuk menilai fungsi ginjal bayi prematur.
Diagnosis yang tepat dan deteksi dini GgGA di PICU sangat diperlukan untuk mengatur
pemberian cairan, penyesuaian dosis obat dan mencegah gangguan ginjal yang lebih lanjut. Deteksi
dini GgGA diharapkan dapat memperpendek lama waktu rawat dan menghemat biaya rawat pasien.
Meskipun pada beberapa penelitian telah disebutkan bahwa cystatin C lebih baik dalam mendiagnosis
GgGA dibandingkan dengan kreatinin serum, tetapi sampai saat ini belum ada rekomendasi umum
tentang penggunaan cystatin C serum karena nilai cutoff nya yang sangat bervariasi. Berdasarkan hal
tersebut di atas peneliti tertarik untuk mengetahui nilai cystatin C serum dan kreatinin serum sebagai
diagnosis gangguan ginjal akut pada anak sakit kritis di RS dr. M. Djamil Padang. Penelitian yang
dilakukan oleh Arifin dkk. pada 24 pasien sepsis usia 18 – 65 tahun yang dirawat di ruang rawat intensif
RSUP H. Adam Malik Medan menunjukkan bahwa cystatin C dapat dijadikan penanda biologis
alternative untuk mendeteksi cedera ginjal akut dengan nilai diagnostic yang lebih baik.
2
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan makalah ini mahasiswa mampu memahami dan menerapkan konsep
Gangguan ginjal akut (GgGA) dan asuhan keperawatan pada pasien Gangguan ginjal akut (GgGA).
a. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep Gangguan ginjal akut (GgGA).
b. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan Gangguan ginjal akut
(GgGA).
Banyaknya kasus penderita dan tingginya kematian akibat Gangguan ginjal akut (GgGA).
Metode penulisan makalah ini dengan cara berdiskusi kelompok. Pengkajian materi didapatkan melalui
buku referensi dan media internet yang sesuai dengan materi terkait. Dari sumber yang kami dapatkan
kemudian kami analisa di dalam kelompok.
3
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari IV BAB utama. BAB I yaitu pendahuluan yang berisi
tentang latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah, manfaat penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan makalah ini. BAB II yaitu tinjauan teoritis, BAB III yaitu pembahasan kasus, dan BAB IV
merupakan bagian yang berisi simpulan dan saran.
4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
5
Ginjal terdiri dari beberapa bagian, yaitu antara lain :
6
Gambar 1. Anatomi Ginjal
c. Fisiologi Ginjal
Fungsi ginjal secara keseluruhan di bagi dalam dua golongan yaitu :
1. Fungsi ekskresi
1) Mengekskresi sisa metabolisme protein, yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik,
dan asam urat.
2) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
3) Menjaga keseimbangan asam dan basa.
2. Fungsi Endokrin
1) Partisipasi dalam eritropoesis. Menghasilkan eritropoetin yang berperan dalam
pembentukan sel darah merah.
2) Menghasilan renin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan darah.
3) Merubah vitamin D menjadi metabolit yang aktif yang membantu penyerapan kalsium.
4) Memproduksi hormon prostaglandin, yang mempengaruhi pengaturan garam dan air
serta mempengaruhi tekanan vaskuler.
d. Etiologi
Terdapat tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut, yaitu sebagai berikut :
1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi
glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah :
a. Penipisan volume
b. Hemoragi
c. Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)
d. Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik)
e. Gangguan efisiensi jantung
f. Infark miokard
7
g. Gagal jantung kongestif
h. Disritmia
i. Syok kardiogenik
j. Vasodilatasi
k. Sepsis
l. Anafilaksis
m. Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi
2. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal yang
dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a. Cedera akibat terbakar dan benturan
b. Reaksi transfusi yang parah
c. Agen nefrotoksik
d. Antibiotik aminoglikosida
e. Agen kontras radiopaque
f. Logam berat (timah, merkuri)
g. Obat NSAID
h. Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)
i. Pielonefritis akut
j. Glumerulonefritis
3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di
bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
a. Batu traktus urinarius
b. Tumor
c. BPH
d. Striktur
e. Bekuan darah
e. Klasifikasi
Gagal ginjal akut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :
1) Gagal ginjal akut prarenal
GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal hypoperfusion) yang
mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat
reversibel apabila perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal
walaupun berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup
kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan
8
NTA. GGA prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau
morfologi pada nefron.
2) Gagal ginjal akut renal
GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara tiba-tiba menurunkan
pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya dapat dibagi menjadi :
a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil ginjal
lainnya
b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal
c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal.
Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, yang mudah
mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik, oleh karena itu
kelainan tubulus yang disebut Nekrosis Tubular Akut (NTA) merupakan penyebab
terbanyak GGA renal.
3) Gagal ginjal akut postrenal
GGA postrenal adalah suatu keadaan di mana pembentukan urin cukup, namun alirannya
dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini
akan mengakibatkan kegagalan filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat
mengakibatkan kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi.
f. Patofisiologi
Perjalanan klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi tiga stadium, yaitu sebagai berikut :
1) Stadium Oliguria
Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah terjadinya trauma
pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi
penurunan produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai
kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai
memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-
metabolit yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit
kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu
penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa
peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na).
2) Stadium Diuresis
Stadium diuresis dimulai bila pengeluran urine meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari,
kadang kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2 sampai 3 minggu.
Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum
urea, dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang
dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama
stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea
9
tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya di uresis,
azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang benar.
3) Stadium Penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa itu, produksi
urin perlahan–lahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara bertahap, anemia dan
kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien
tetap mende rita penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang permanen.
g. Manifestasi Klinik
Adapun manifestasi klinik dari penyakit gagal ginjal akut, yaitu sebagai berikut :
1) Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat (anemia),
dan hipertensi
2) Nokturia (buang air kecil di malam hari)
3) Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh (karena
terjadi penimbunan cairan)
4) Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki
5) Tremor tangan
6) Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi
7) Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya
pneumonia uremik.
8) Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang)
10
9) Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis sedikit
rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
10) Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED)
tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein, serum
kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus
11) Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu
gejala kelebi hancairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan
gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas
b. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis
c. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat
d. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik
e. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia,
hipokalsemia dan hiperfosfatemia
f. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah
ginjal rusak
g. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin,
porfirin
h. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh:
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan;
menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat
i. PH Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal
kronik
j. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio
urine/serum sering 1:1
k. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan
kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna
l. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak
mampu mengabsorbsi natrium
m. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolic
n. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF
o. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus
bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM
menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria
minimal
11
p. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan
selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik
pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular
2) Darah
a. Hb menurun pada adanya anemia
b. Sel Darah Merah: Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan
hidup
c. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan
ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme
d. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10 : 1
e. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
f. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular
( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah)
g. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi
h. Ph : kalium, dan bikarbonat menurun
i. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat
j. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui
urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena
kekurangan asam amino esensial
3) CT Scan
a. MRI
b. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa
i. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut :
1) Pengobatan Penyakit Dasar
Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus dikoreksi dengan
maksud memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan penyembuhan faal ginjal.
Defisit volume sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai parameter dapat
digunakan pengukuran tekanan vena sentralis jika fasilitas ada, dengan demikian over hidrasi
bisa dicegah. Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan yang
spesifik sesuai dengan penyebabnya, jika obat-obatan, misal nya antibiotika diduga menjadi
penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini harus segera dihentikan. Terhadap GGA
akibat nefrotoksin harus segera diberikan antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dialisis
harus dilakukan dialisis secepatnya.
12
2) Pengelolaan Terhadap GGA
a. Pengaturan Diet
Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah akibat
pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar
harus dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus
mengandung 100 gram karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan
katabolisme protein endogen sebanyak kira-kira 50%.
Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme jaringan berkurang dan pemberian
protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan pemberian 20-40 gram protein
per hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi (mengandung asam amino
esensial) seperti telur, susu dan daging. Pada saat ini pemberian kalori harus
dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per hari, disertai dengan multivitamin. Batasi
makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk dan kopi). Pemberian
garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari.
b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit
1. Air (H2O)
Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi-komplikasi(diare,
muntah). Produksi air endogen berasa l dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan
protein yang banyak kira-kira 300-400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari
adalah 400-500 ml ditambah pengeluaran selama 24 jam.
2. Natrium (Na)
Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per 24 jam.
Natrium yang banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah harus segera
diganti.
c. Dialisis
Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga
memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis. Tindakan ini
dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu. Pemilihan tindakan dialisis peritonial atau
hemodialisis didasarkan atas pe rtimbangan-pertimbangan indivual penderita.
d. Operasi
Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapat menhilangkan
obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasi diperlukan persiapan
tindakan dialisis terlebih dahulu.
13
j. Pencegahan
1) Pencegahan Primer
Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai
faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya GGA,
antara lain :
a. Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan olahraga
teratur.
b. Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang harus dilakukan
setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami gangguan ginjal dapat dikurangi.
c. Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita gastroenteritis akut.
d. Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan, dan pada trauma-
trauma kecelakaan atau luka bakar.
e. Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes melitus yang akan
dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik.
f. Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik.
g. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik.
h. Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang diketahui nefrotoksik.
i. Cegah hipotensi dalam jangka panjang.
j. Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi harus segera
diperbaiki.
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini suatu
penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA. Mengatasi
penyakit yang menjadi penyebab timbulnya penyakit GGA. Jika ditemukan pasien yang menderita
penyakit yang dapat menimbulkan GGA seperti glomerulonefritis akut maka harus mendapat
perhatian khusus dan harus segera diatasi. GGA prarenal jika tidak diatasi sampai sembuh akan
memacu timbulnya GGA renal untuk itu jika sudah dipastikan bahwa penderita menderita GGA
prarenal, maka sebaiknya harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh, untuk mencegah
kejadian yang lebih parah atau menceg ah kecenderungan untuk terkena GGA renal.
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus GGA yang sangat parah timbul
anuria lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8 sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terj
adinya kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan
untuk membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan metabolisme yang
bertahan dalam jumlah berlebihan. Hindari atau cegah terjadinya infeksi.
14
Semua tindakan yang memberikan risiko infeksi harus dihindari dan pemeriksaan untuk
menemukan adanya infeksi harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu di perhatikan karena
infeksi merupakan komplikasi dan penyebab kematian paling se ring pada gagal ginjal oligurik.
Penyakit GGA jika segera diatasi ke mungkinan sembuhnya besar, tetapi penderita yang sudah
sembuh juga harus tetap memperhatikan kesehatannya dan memiliki gaya hidup sehat dengan
menjaga pola makan, olahraga teratur, dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan (medical
check-up) setiap tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal da pat segera diketahui
dan diobati.
k. Komplikasi
a. Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium.
b. Gangguan elektrolit: hyperkalemia, hiponatremia, asidosis.
c. Neurologi : iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang.
d. Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahaan gastrointestinal.
e. Hematologi : anemia, diathesis hemoragik.
f. Infeksi : pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial.
15
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang,
penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-
obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.
3. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering didapatkan
adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi
denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan
suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai
berat.
2) Pemeriksaan Pola Fungsi
a. B1 (Breathing)
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas
yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas
dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan
respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan
kussmaul.
b. B2 (Blood)
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom
uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang
menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat
dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel
darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah
jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada
pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan.
c. B3 (Brain)
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan
elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit,
sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama
pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.
16
d. B4 (Bladder)
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan
penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi
peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda
perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine
menjadi lebih pekat/gelap.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f. B6 (Bone)
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
4. Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, dan
myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK,
NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan
rasio urine : serum sering 1 : 1.
2) Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju peningkatannya bergantung pada
tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin
meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan
fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
3) Pemeriksaan elektrolit
Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak mampu mengeksresikan
kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh,
menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
4) Pemeriksan pH
Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis asam
yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah
sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
5. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi, yang meliputi
hal-hal sebagai berikut :
17
1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti
hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemi
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (natrium
polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema. Natrium polistriren sulfonat
bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran intenstinal.
3) Terapi cairan
4) Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
5) Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder terhadap gagal
ginjal
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah,
pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
c. Intervensi Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Pengeluaran urine normal
b. Tidak ada edema
c. TTV dalam rentang normal
d. Natrium serum dalam rentang normal
Intervensi :
18
2. Pantau kreatinin dan BUN serum
Rasional : Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera.
3. Batasi masukan cairan
Rasional : Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine dan
respons terhadap terapi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
Rasional : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder terhadap gagal
ginjal
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
Kriteria hasil :
a. Berkurangnya keluhan lelah
b. Peningkatan keterlibatan pada aktifitas social
Intervensi :
19
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi
individu.
b. Bebas oedema
Intervensi :
20
Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan diagnostic dan rencana
tindakan.
b. Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.
Intervensi :
O Objektif : Apa yang dilihat, dicium, diraba, dan diukur oleh perawat
21
E Evaluation : Respon pasien terhadap tindakan keperawatan
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
22
A.n T 6 tahun dibawa ke ruang penyakit dalam RSUD 45 Kuningan karena mengeluh sejak kemarin
tidak bisa BAK, kaki bengkak,nyeri pinggang bagian kanan,sesak napas dan demam. Pasien juga
mengeluh mual muntah dan lemas. Pasien juga tampak pucat dan mukosa bibir kering. Dua hari
sebelumnya pasien muntah dan berak, menolak dibawa ke RS. Saat ini, nadi radialis 80x/menit,S:38 0C,
RR : 26 x/ireguler.Terpasang oksigen nasal kanul 4Lt/mnt , terpasang kateter urin, HB: 9 gr/dl, leukosit:
15000mm3, LED meningkat, Ureum 70mg/dl, creatinin 4,5 mg/dl, gula darah sewaktu 156 mg/dl, natrium
149 meq/l, kalium 6,5 meq/l. Saat ini mendapat terapi rendah garam, diet tinggi protein penisilin,
kortikosteroid, furosemid, paracetamol, infus glukosa 10% serta obat digitalis. Hasil pemeriksaan
rontgen ginjal tampak ada proliferasi sel glomerulus.Dokter mendiagnosis terkena gagal ginjal akut.
A. Pengkajian
a) Identitas Klien
Nama : A.n T
Umur : 6 thn
Jenis Kelamin : (P)
Agama :-
Suku/Bangsa :-
Alamat :-
Tanggal Dirawat : 4 November 2019
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. Y
Umur : 30 thn
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan Dengan Klien : Ibu klien
Alamat :-
B. Keluhan Utama
23
garam,diet tinggi protein penisilin, kortikosteroid, furosemid, paracetamol, infus glukosa 10% serta
obat digitalis. Hasil pemeriksaan rontgen ginjal tampak ada proliferasi sel glomerulus.Dokter
mendiagnosis terkena gagal ginjal akut.
D. Riwayat Kesehatan Masa lalu
Ibu pasien mengatakan ”sebelumnya pasien tidak pernah mempunyai penyakit”.
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut pengakuan ibu pasien, keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit yang sama yang
di derita pasien.
F. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan Umum
1) Badan bersih
2) Kesadaran Cm
b. Tanda-Tanda Vital
1) Tekanan Darah :-
2) Nadi :80x/mnt
3) Respirasi :26x/mnt
4) Suhu :380C
G. Riwayat Psikososial
a. Kemampuan mengenal masalah kesehatan
Tidak ada data
b. Konsep diri
Tidak ada data
c. Sumber stres
Tidak ada data
d. Mekanisme koping
Tidak ada data
H. Dukungan emosional
Tidak ada data
I. Pola aktivitas
24
a. Frekuensi dan porsi
b. Jenis makanan
c. Pola makan
d. Nafsu makan
e. Pantangan
f. Alergi
g. Kesulitan/hambatan
2. Minum:
a. Jenis air minum
b. Frekuensi dan porsi
c. Kesulitan
3. Personal hygiene
a. Frekuensi mandi
b. Frekuensi keramas
c. Oral hygiene
4. Eliminasi :
a. Eliminasi Fecal Terpasang kateter
1) Frekuensi BAB urine
2) Warna feces
3) Konsistensi
b. Eliminasi urine
1) Frekuensi BAK
2) Warna urine
3) Konsistensi
4) Terpasang alat bantu
5. Oksigen
a. Pola napas Pasien mengeluh
b. Frekuensi sesak
c. Keluhan sesak Terpasang
d. Batuk pilek oksigen nasal
e. Terpasang alat bantu kanul
J. Hasil Laboratorium
25
5. Kreatinin 4,5 mg/dl
6. Gula darah sewaktu 156 mg/dl
7. Natrium 149 meq/l
8. Kalium 6,5 meq/l
K. Penunjang Lain
1. Rontgen ginjal dengan hasil tampak ada poliferasi sel glomerulus.
L. Analisa Data
Peradangan
Gangguan eliminasi
urine
2. Ds : Penurunan produksi Ketidak efektifan pola
Klien mengatakan sesak napas urine napas
DO:
RR : 26 x/menit Retensi cairan
Terpasang oksigen nasal kanul
4Lt/menit Edema paru
Ketidakefektifan pola
napas
3. Ds: Metabolik pada Nutrisi kurang dari
Pasien mengeluh mual dan gastrointestinal kebutuhan tubuh
muntah
DO: Mual muntah
26
Pasien tampak lemas
Intake nutrisi tidak
adekuat
Edema (kelebuhan
volume cairan)
5. DS: Obstruksi saluran kemih Nyeri akut
Pasien mengeluh sakit
pinggang bagian kanan Retensi urin
DO : -
Menekan syaraf perifer
Nyeri pinggang
Inflamasi
Hipertermia
27
M. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas b/d keletihan dan nyeri
2. Kelebihan volume cairan b/d penurunan haluaran urine
3. Gangguan eliminasi urine b/d obstuksi anatomik
4. Nyeri akut b/d penekanan syaraf perifer
5. Hipertermi b/d jalannya penyakit
6. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah
N. Perencanaan Keperawatan
28
Ditandai dengan diharapkan edema urine yang terdapat
DS: pada pasien dikantung kemih
Pasien mengeluh berkurang. 2. Monitor hasil hb Mengetahui
lemas dan tidak Tupan : setelah yang sesuai perkembangan status
bisa buang air kecil dilakukan asuhan dengan retensi pasien
sejak kemarin. keperawatan cairan
DO : selama 2x24 jam 3. Kaji TTV Mengetahui
Tampak edema di diharapkan pasien perkembangan status
ektremitas bawah terbebas dari pasien
edema. 4. Kolaborasi Obat diuretic berfungsi
pemberian diuretik sebagai obat untuk
sesuai instruksi membuat kelebihan
dokter garam dan air dari
dalam tubuh melalui
urine
3. Gangguan Tupen : setelah 1. Pasang kateter Kateter urine berfungsi
eliminasi urine b/d dilakukan asuhan urine. mengeluarkan cairan
obstuksi anatomik keperawatan urine yang terdapat
ditandai dengan selama 1x24 jam dikantung kemih
Ds: diharapkan pasien Untuk
Ibu klien kandung kemih 2. Anjurkan keluarga membandingkan
mengatakan : kosong. untuk merekam ouput urine yang
“klien tidak bisa Tupan : setelah output urine yang dikeluarkan jumlahnya
BAK” dilakukan asuhan dikeluarkan normal atau tidak
DO: keperawatan . Untuk meminimalkan
Klien terpasang selama 2x24 jam 3. Memonitor efek terjadi salah obat
kateter urine diharapkan pasien obat yang
tidak ada residu diberikan.
urine, bebas dari
ISK.
4. Nyeri akut b/d Tupen : setelah 1. Lakukan Membantu
penekanan syaraf dilakukan asuhan pengkajian nyeri mengevaluasi
perifer, ditandai keperawatan secara derajat
dengan : selama 1x24 jam komperhensif ketidaknyaman dan
DS: diharapkan nyeri ternasuk lokasi, terjadinya komplikasi
Pasien mengeluh pasien berkurang. karakteristik,
sakit pinggang Tupan : durasi, frekuensi,
29
bagian kanan Setelah dilakukan kualitas.
DO : - asuhan 2. Observasi reaksi Respon nonverbal
keperawatan non verbal dari membantu
selama 2x24 jam ketidak nyamanan. mengevaluasi
diharapkan pasien derajat nyeri dan
terbebas dari perubahannya.
nyeri. 3. Kaji faktor Dengan mengurangi
presiptasi faktor pemicu nyeri
diharapkan terjadi
kenyamanan pasien
4. Gunakan teknik Teknik komunikasi
komunikasi terapeutik
terapeutik untuk menurunkan rasa
mengetahui takut yang dapat
pengalaman nyeri meningkatkan
pasien relaksasi atau
kenyamanan
5. Kolborasi dalam Analgetik berfungsi
pemberian mengurangi nyeri
analgetik untuk
mengurangi nyeri.
6. Kolaborasi dengan Kolaborasi dengan
dokter jika ada dokter untuk
keluhan dan tindakan selanjutnya
tindakan nyeri tidak jika pemberian
berhasil. anlagetik dirasa
tidak cukup.
5. Hipertermi b/d Tupan: setelah 1. Monitor suhu tubuh Mengetahui adanya
penyakit dilakukan asuhan sesering mungkin. kenaikan suhu
Ditandai dengan : keperawatan tubuh secara
DS: ibu pasien selama 1x24 jam mendadak.
mengatakan diharapkan suhu 2. Mengkaji warna Mengetahui
anaknya demam. tubuh pasien dan suhu kulit. kemungkinan
DO : dalam rentang perubahan kulit
Suhu : 38 normal. secara mendadak
Leukosit 15000 3. Anjurkan kepada Dapat menurunkan
mm 3
keluarga pasien suhu tubuh pasien
30
untuk melakukan
kompres hangat.
4. Anjurkan keluarga Dapat menurunkan
pasien untuk suhu tubuh pasien.
menyelimuti
pasien.
5. Anjurkan keluarga Dapat menyerap
pasien untuk keringat tubuh
memakaikan pasien.
pakaian tipis dan
menyerap keringat.
6. Berikan obat Dapat menurunkan
antipiretik sesuai suhu tubuh pasien
dengan intruksi
dokter.
6. Risiko Tupan : Setelah 1. Kaji adanya alergi Mengetahui apakah
ketidakseimbangan dilakukan tindakan makanan. pasien memiliki
nutrisi dengan selama 1x24 jam alergi makanan.
kebutuhan tubuh pasien diharapkan 2. Anjurkan pasien Untuk mencegah
b/d mual dan tidak tanda-tanda untuk meminum air terjadinya mual.
muntah ditandai malnutrisi. hangat.
dengan : 3. Kolaborasi dengan Untuk memenuhi
Ds: ahli gizi untuk asupan nutrisi
Pasien mengeluh menentukan jumlah pasien.
mual dan muntah kalori dan nutrisi
DO: yang dibutuhkan
Pasien tampak pasien. Agar pasien tetap
lemas 4. Anjurkan pasien terpenuhi nutrisinya
untuk makan
sedikit tapi sering. Agar dapat
5. Berikan informasi mengetahui
tentang kebutuhan kebutuhan nutrisi
nutrisi. yang baik
O. Implementasi
31
Keperawatan
1. Dx. 1 04 November 2019 1. Memposisikan Pasien tampak
07.20 pasien dengan tenang selama
posisi semi fowler. pemeriksaan
07.50 2. Memberikan terapi dilakukan dan atas
oksigen bantuan keluarga.
08.00 3. Memonitor TTV
08.50 4. Melakukan
fisioterapi dada
5. Berkolabroasi
09.00
dengan dokter
dalam pemberian
bronkodilator
2. Dx. 2 09.45 1. Memasang urine kateter. Pasien tampak
10.00 2. Memonitor hasil HB yang tenang selama
sesuai dengan retensi pemeriksaan
cairan. dilakukan dan atas
10.15 3. Mengkaji TTv bantuan keluarga.
10.30 4. Berkolaborasi pemberian
diuretik sesuai intruksi
dokter.
3. Dx. 3 10.50 1. Memasang kateter urine. Pasien tampak
11.00 2. Menganjurkan keluarga tenang selama
untuk merekam output pemeriksaan
urine yang dikeluarkan. dilakukan dan atas
11.15 3. Memonitor efek obat. bantuan keluarga.
4. Dx. 4 11.55 1. Melakukan pengkajian Pasien tampak
nyeri secara tenang selama
komperhensif. pemeriksaan
12.00 2. Mengobservasi reaksi dilakukan dan atas
non verbal dari bantuan keluarga.
ketidaknyamana nyeri.
12.20 3. Mengkaji kultur yang
mempengaruhi respon
nyeri.
12.35 4. Memberikan analgetik
untuk mengurangi nyeri.
12.50 5. Berkolaborasi dengan
32
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil.
5. Dx. 5 13.00 1. Memonitor suhu tubuh Pasien tampak
sesering mungkin. tenang selama
13.20 2. Mengkaji warna dan pemeriksaan
suhu kulit. dilakukan dan atas
13.55 3. Menganjurkan kepada bantuan keluarga.
keluarga pasien untuk
melakukan kompres
hangat.
14.10 4. Menganjurkan kepada
keluarga pasien untuk
menyelimuti pasien.
14.15 5. Menganjurkan kepada
keluarga pasien untuk
memakaikan pakaian
tipis dan menyerap
keringat.
14.30 6. Memberikan obat anti
piretik sesuai dengan
intruksi dokter.
6. Dx. 6 15.00 1. Mengkaji adanya alergi Pasien tampak
makanan tenang selama
15.30 2. Menganjurkan pasien pemeriksaan
untuk meminum air dilakukan dan atas
hangat untuk mencegah bantuan keluarga.
terjadinya mual dan
muntah
15.45 3. Berkolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
16.00 4. Menganjurkan pasien
untuk makan sedikit tapi
sering.
33
16.15 5. Memberikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi.
P. Evaluasi Keperawatan
34
O : makanan pasien tanpak habis.
A : resiko ketidakefektifan nutrisi kurang
dari kebutuhan teratasi
P : hentikan intervensi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh atau
melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan
tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic,
cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir
yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Saifudin, 2010).
Ginjal terdiri dari beberapa bagian, yaitu anatara lain :
35
sinus renalis, dan bagian dalam di antara piramid dinamakan kolumna renalis. Mengandung
glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan ductus koligens.
36
membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan metabolisme yang
bertahan dalam jumlah berlebihan.
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik, hipokalsemia,
serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul
edema kaki, hipertensi dan edema paru yang menimbulkan kegawatan.
4.2 Saran
Setelah kami melakukan studi kasus, kami mengalami beberapa hambatan dalam penulisan
ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan masalah ini dengan
tepat pada waktunya. Demi kemajuan selanjutnya maka menyarankan kepada :
1) Perawat
a) Sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien sangat perlu
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar mampu merawat pasien secara
komprehensif dan optimal.
b) Mampu memberikan informasi untuk kesejahteraan pasien. Terkait dengan masalah
kesehatan yang dialami.
2) Mahasiswa Keperawatan
Dengan makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan khususnya di STIKes KUNINGAN
dapat memahami serta menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut.
3) Institusi Pendidikan
Kami mengharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bacaan untuk
menambah pengetahuan bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa STIKes KUNINGAN dan
makalah ini dapat digunakan sebagai tambahan literatur yang membahas masalah tentang Asuhan
Keperawatan Gagal Ginjal Akut.
37
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Egran, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I. Jakarta : EGC.
Nursalam, Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dnegan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 8. Jakarta : EGC.
Nursalam, Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan pada Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
38