Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA PASIEN GAGAL GINJAL AKUT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas

mata kuliah Keperawatan Anak

Disusun oleh Kelompok 3 :

1. Bela Ariska (CKR0170005)

2. Dea Awalia Shafira (CKR0170010)

3. Fida Farida (CKR0170014)

4. Garin Nugroho (CKR0170015)

5. Iin Indriani (CKR0170018)

6. Inda Indriani (CKR0170021)

7. Jihan Rintan A (CKR0170024)

8. Mitha Destiana P (CKR0170031)

9. Ovi Noviyanti (CKR0170035)

10. Raka Muhammad Z (CKR0170038)

11. Reka Devi (CKR0170039)

12. Reswinadayanti (CKR0170042)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja
dan pujiatas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Anak Pada Pasien Gagal Ginjal Akut ”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang “Asuhan Keperawatan Anak Pada Pasien Gagal
Ginjal Akut” dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Kuningan, November 2019

Penyusun,

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang............................................................................................................................ 1
1.2. Tujuan Penulisan........................................................................................................................ 3
1.3. Identifikasi Masalah..................................................................................................................... 3
1.4. Rumusan Masalah...................................................................................................................... 3
1.5. Manfaat Penulisan ..................................................................................................................... 3
1.6. Metode Penulisan....................................................................................................................... 3
1.7. Sistematika Penulisan................................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN TEORITIS.............................................................................................................. 5
2.1. Konsep Dasar Teori Gagal Ginjal Akut........................................................................... 5
a. Definisi................................................................................................................................. 5
b. Antomi Ginjal........................................................................................................................ 6
c. Fisiologi Ginjal...................................................................................................................... 7
d. Etiolgi................................................................................................................................... 7
e. Klasifikasi............................................................................................................................. 8
f. Patofisiologi.......................................................................................................................... 9
g. Manifestasi Klinis................................................................................................................. 10
h. Pemeriksaan Penunjang...................................................................................................... 11
i. Penatalaksanaan................................................................................................................. 12
j. Pencegahaan....................................................................................................................... 14
k. Komplikasi............................................................................................................................ 15
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Secara Teori................................................................... 15
BAB III PEMBAHASAN KASUS....................................................................................................................... 23
3.1. Skenario Kasus........................................................................................................................... 23
3.2. Pembahasan (Asuhan Keperawatan)......................................................................................... 23
BAB IV PENUTUP............................................................................................................................... 36
4.1. Kesimpulan...................................................................................................................... 36
4.2. Saran............................................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................ 39

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan ginjal akut (GgGA) atau acute kidney injury (AKI), dahulu disebut gagal ginjal akut
(GGA) adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan fungsi ginjal secara akut ditandai peningkatan
kadar serum ureum dan kreatinin, dengan atau tanpa penurunan produksi urin. Penyebab utama GgGA
di pediatric intensive care unit (PICU) adalah iskemia, penggunaan obat nefrotoksik dan sepsis.
Berbagai penyebab tersebut menyebabkan GgGA melalui berbagai mekanisme, namun pada akhirnya
terjadi nekrosis tubular akut (NTA). Penyebab GgGA dapat diklasifikasikan menjadi pra-renal, renal
(penyakit ginjal intrinsik), dan pasca-renal.
Insiden GgGA pada anak sakit kritis bervariasi antara 8-30% dengan angka kematian sekitar 37-
80%. Studi lain melaporkan angka kejadian GgGA pada anak yang dirawat di PICU mencapai 82% bila
menggunakan kriteria pRIFLE. Angka mortalitas meningkat seiring dengan peningkatan stadium yaitu
risk sebesar 18,9%, injury sebesar 36,1% dan failure sebesar 46,4%.5 Saat ini belum ada laporan
mengenai insiden GgGA di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Nilawati menunjukkan 6,1%
pasien yang dirawat di PICU rumah sakit Sanglah Denpasar menderita GgGA dan mayoritas berusia
kurang dari 1 tahun. Data yang diperoleh dari 7th report of Indonesia renal registry menunjukkan pada
tahun 2014 sebanyak 30 orang pasien GgGA di Sumatera Barat membutuhkan tindakan hemodialis.
Jumlah pasien GgGA di bangsal anak RSUP Dr. M. Djamil selama 2 tahun terakhir sebanyak 107
pasien.
Penegakan diagnosis GgGA pada anak menggunakan kriteria pediatric Risk, Injury, Failure, Loss,
and End stage renal disease (pRIFLE) berdasarkan kreatinin serum dan keluaran urin. Pasien
dikatakan menderita GgGA stadium risk bila terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) sebesar
25% sedangkan dikatakan failure bila telah terjadi penurunan LFG sebesar 75%. Selama ini untuk
mengukur estimasi LFG masih menggunakan rumus Schwartz yang menggunakan nilai kreatinin
serum. Penggunaan kreatinin serum untuk menilai LFG memiliki beberapa kelemahan yaitu baru
meningkat setelah terjadi penurunan fungsi ginjal hingga 50% atau lebih dan dipengaruhi oleh beberapa
faktor di luar ginjal seperti berat badan, massa otot, ras, usia, jenis kelamin, obat-obatan, metabolisme
otot, dan asupan protein. Penegakan diagnosis GgGA dengan hanya mengukur keluaran urin juga
memiliki kelemahan karena obat – obat nefrotoksik dan penyakit ginjal intersisial menghasilan keluaran
urin normal atau meningkat.
Saat ini dikembangkan biomarker baru untuk menggantikan peran kreatinin dalam menilai fungsi
ginjal. Biomarker baru tersebut diharapkan dapat mendeteksi gangguan fungsi ginjal lebih cepat
sehingga dapat dilakukan intervensi dini untuk menghasilkan luaran pasien yang lebih baik. Cystatin C
adalah suatu protein berat molekul rendah (13 kDa) yang disintesis pada semua sel berinti. Cystatin C
merupakan anggota dari superfamili cystatin yang memiliki fungsi sebagai inhibitor protease sistein.

1
Kecepatan produksi cystatin C relatif konstan sejak usia 4 bulan sampai 70 tahun. Cystatin C ditemukan
dengan kadar yang tinggi dalam berbagai cairan tubuh manusia dan diekskresikan hanya melalui ginjal.
Penelitian yang dilakukan oleh Bokenkamp dkk pada tahun 1998 menemukan bahwa cystatin C tidak
dipengaruhi oleh usia, tinggi dan berat badan, jenis kelamin dan komposisi tubuh.
Cystatin C difiltrasi secara bebas oleh glomerulus, direabsorbsi oleh tubulus dan tidak disekresi
tetapi mengalami katabolisme hampir lengkap (99%) oleh sel tubulus proksimal sehingga tidak ada
yang kembali ke darah. Dengan demikian kadar cystatin C dalam darah menggambarkan laju filtrasi
glomerulus (LFG) dan dapat dikatakan mendekati penanda LFG endogen yang ideal.
Penelitian yang dilakukan oleh Herget Rosenthal dkk pada 85 pasien sakit kritis yang dirawat di
intensive care unit (ICU) menunjukkan bahwa cystatin C mendeteksi GgGA 1,5 hari lebih cepat
daripada serum kreatinin sehingga cystatin C dapat digunakan untuk deteksi dini GgGA.11 Penelitian
yang dilakukan oleh Uzan dkk membandingkan antara cystatin C dan serum kreatinin untuk mendeteksi
GgGA didapatkan sensitivitas cystatin C sebesar 98% dan spesifitasnya sebesar 99%.12 Neamatollah
dkk, melakukan penelitian pada 107 pasien di PICU yang memiliki risiko tinggi berkembang menjadi
GgGA. Pada akhir penelitian diperoleh bahwa cystatin C serum secara diagnostik lebih superior
dibandingkan kreatinin serum (AUC untuk kreatinin serum 0,39 dengan 95% CI berbanding AUC untuk
cystatin C serum 0,92 dengan 95% CI).
Di Indonesia masih sedikit penelitian tentang cystatin C untuk mendeteksi GgGA. Penelitian yang
dilakukan Hartati dkk. menunjukkan bahwa LFG pasien sindroma nefrotik yang diukur dengan cystatin
C berdasarkan formula Filler lebih rendah dibandingkan dengan LFG yang diukur dengan kreatinin
berdasarkan formula Schwartz Meinardaniawati dkk. mengatakan bahwa semakin tinggi kadar kreatinin
serum, maka semakin tinggi kadar cystatin C serum sehingga cystatin C dipertimbangkan sebagai
penanda untuk menilai fungsi ginjal bayi prematur.
Diagnosis yang tepat dan deteksi dini GgGA di PICU sangat diperlukan untuk mengatur
pemberian cairan, penyesuaian dosis obat dan mencegah gangguan ginjal yang lebih lanjut. Deteksi
dini GgGA diharapkan dapat memperpendek lama waktu rawat dan menghemat biaya rawat pasien.
Meskipun pada beberapa penelitian telah disebutkan bahwa cystatin C lebih baik dalam mendiagnosis
GgGA dibandingkan dengan kreatinin serum, tetapi sampai saat ini belum ada rekomendasi umum
tentang penggunaan cystatin C serum karena nilai cutoff nya yang sangat bervariasi. Berdasarkan hal
tersebut di atas peneliti tertarik untuk mengetahui nilai cystatin C serum dan kreatinin serum sebagai
diagnosis gangguan ginjal akut pada anak sakit kritis di RS dr. M. Djamil Padang. Penelitian yang
dilakukan oleh Arifin dkk. pada 24 pasien sepsis usia 18 – 65 tahun yang dirawat di ruang rawat intensif
RSUP H. Adam Malik Medan menunjukkan bahwa cystatin C dapat dijadikan penanda biologis
alternative untuk mendeteksi cedera ginjal akut dengan nilai diagnostic yang lebih baik.

2
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan makalah ini mahasiswa mampu memahami dan menerapkan konsep
Gangguan ginjal akut (GgGA) dan asuhan keperawatan pada pasien Gangguan ginjal akut (GgGA).

1.2.2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep Gangguan ginjal akut (GgGA).
b. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan Gangguan ginjal akut
(GgGA).

1.3 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, kami memberikan identifikasi masalah yang akan dijadikan bahan
pembuatan makalah sebagai berikut :

 Banyaknya kasus penderita dan tingginya kematian akibat Gangguan ginjal akut (GgGA).

1.4 Rumusan Masalah

1) Bagaimana definis Gangguan ginjal akut?


2) Bagaimana anatomi dan fisiologi Gangguan ginjal akut?
3) Bagaimana etiologi pada pasien Gangguan ginjal akut?
4) Bagaimana klasifikasi penyakit Gangguan ginjal akut?
5) Bagaimana patofisiologi pada pasien Bagaimana anatomi dan fisiologi Gangguan ginjal akut?
6) Bagaimana manifestasi klinis pada pasien Gangguan ginjal akut?
7) Apa saja pemeriksaan penunjang pada pasien Gangguan ginjal akut?
8) Bagaimana penatalaksanaan pada pasien Gangguan ginjal akut?
9) Bagaimana pencegahan Gangguan ginjal akut?
10) Apa saja komplikasi dari penyakit Gangguan ginjal akut?
11) Bagaimana asuhan keperawatan pasien Gangguan ginjal akut?

1.5 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari makalah ini, agar mahasiswa keperawatan dan perawat di Indonesia
dapat menerapkan Asuhan Keperawatan bagi penderita Gangguan ginjal akut (GgGA).

1.6 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini dengan cara berdiskusi kelompok. Pengkajian materi didapatkan melalui
buku referensi dan media internet yang sesuai dengan materi terkait. Dari sumber yang kami dapatkan
kemudian kami analisa di dalam kelompok.

3
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari IV BAB utama. BAB I yaitu pendahuluan yang berisi
tentang latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah, manfaat penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan makalah ini. BAB II yaitu tinjauan teoritis, BAB III yaitu pembahasan kasus, dan BAB IV
merupakan bagian yang berisi simpulan dan saran.

4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Teori Gagal Ginjal Akut


a. Definisi
Gagal ginjal  adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
yang dapat menyebabkan uremia yaitu retensi cairan dan natrium dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer, 2002).
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh atau
melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan
tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic,
cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir
yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Saifudin, 2010).
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mensekresi produk-produk
limbah metabolisme. Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini biasa berakibat azotemia (uremia),
yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan oliguria dimana haluaran urine kurang dari
400 ml/24 jam (Tambayong, 2000).
Gagal ginjal akut (acute renal failure) adalah sekumpulan gejala yang mengakibatkan disfungsi
ginjal secara mendadak. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik
atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu
beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa oliguria sehinggamengakibatkan hilangnya
kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh.
b. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan
internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ
berbentuk seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah kanan
dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar
rongga peritoneum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang di mulai dari ketinggian vertebra
torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak
hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal memiliki panjang
11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita
dewasa 115-155 gram. Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat, apabila kapsul dibuka
terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua.

5
Ginjal terdiri dari beberapa bagian, yaitu antara lain :

1. Bagian dalam (interna) medula


Substansia medularis terdiri dari piramid renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang
mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis.
Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta dan duktus koligens terminal.
2. Bagian luar (eksternal) korteks
Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini
tepat di bawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan
sinus renalis, dan bagian dalam di antara piramid dinamakan kolumna renalis. Mengandung
glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens.
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal.
Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000 nefron. Setiap nefron bisa
membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari
ginjal. Nefron terdiri dari bagian-bagian berikut :
1) Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di dalam kapsul
Bowman dan menerima darah arteriolaferen dan meneruskan darah ke sistem vena
melalui arteriol eferen. Glomerulus berdiameter 200μm, mempunyai dua lapisan
Bowman dan mempunyai dua lapisan selular yang memisahkan darah dari dalam
kapiler glomerulus dan filtrat dalam kapsula Bowman.
2) Tubulus proksimal konvulta
Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula Bowman dengan
panjang 15 mm dan diameter 55μm.
3) Gelung henle (ansa henle)
Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis, selanjutnya ke segmen tebal
panjangnya 12 mm, total panjang ansa henle 2-14 mm.
4) Tubulus distal konvulta
Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan letaknya jauh dari
kapsula Bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal dari masing-masing nefron
bermuara ke duktus koligens yang panjangnya 20 mm.
5) Duktus koligen medula
Ini saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus dari ekskresi
natrium urine terjadi di sini. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan
mensekresi kalsium.

6
Gambar 1. Anatomi Ginjal

c. Fisiologi Ginjal
Fungsi ginjal secara keseluruhan di bagi dalam dua golongan yaitu :

1. Fungsi ekskresi
1) Mengekskresi sisa metabolisme protein, yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik,
dan asam urat.
2) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
3) Menjaga keseimbangan asam dan basa.
2. Fungsi Endokrin
1) Partisipasi dalam eritropoesis. Menghasilkan eritropoetin yang berperan dalam
pembentukan sel darah merah.
2) Menghasilan renin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan darah.
3) Merubah vitamin D menjadi metabolit yang aktif yang membantu penyerapan kalsium.
4) Memproduksi hormon prostaglandin, yang mempengaruhi pengaturan garam dan air
serta mempengaruhi tekanan vaskuler.
d. Etiologi
Terdapat tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut, yaitu sebagai berikut :
1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi
glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah :
a. Penipisan volume
b. Hemoragi
c. Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)
d. Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik)
e. Gangguan efisiensi jantung
f. Infark miokard

7
g. Gagal jantung kongestif
h. Disritmia
i. Syok kardiogenik
j. Vasodilatasi
k. Sepsis
l. Anafilaksis
m. Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi
2. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal yang
dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a. Cedera akibat terbakar dan benturan
b. Reaksi transfusi yang parah
c. Agen nefrotoksik
d. Antibiotik aminoglikosida
e. Agen kontras radiopaque
f. Logam berat (timah, merkuri)
g. Obat NSAID
h. Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)
i. Pielonefritis akut
j. Glumerulonefritis
3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di
bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
a. Batu traktus urinarius
b. Tumor
c. BPH
d. Striktur
e. Bekuan darah
e. Klasifikasi
Gagal ginjal akut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :
1) Gagal ginjal akut prarenal
GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal hypoperfusion) yang
mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat
reversibel apabila perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal
walaupun berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup
kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan

8
NTA. GGA prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau
morfologi pada nefron.
2) Gagal ginjal akut renal
GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara tiba-tiba menurunkan
pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya dapat dibagi menjadi :
a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil ginjal
lainnya
b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal
c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal.
Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, yang mudah
mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik, oleh karena itu
kelainan tubulus yang disebut Nekrosis Tubular Akut (NTA) merupakan penyebab
terbanyak GGA renal.
3) Gagal ginjal akut postrenal
GGA postrenal adalah suatu keadaan di mana pembentukan urin cukup, namun alirannya
dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini
akan mengakibatkan kegagalan filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat
mengakibatkan kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi.
f. Patofisiologi
Perjalanan klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi tiga stadium, yaitu sebagai berikut :
1) Stadium Oliguria
Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah terjadinya trauma
pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi
penurunan produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai
kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai
memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-
metabolit yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit
kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu
penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa
peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na).
2) Stadium Diuresis
Stadium diuresis dimulai bila pengeluran urine meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari,
kadang kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2 sampai 3 minggu.
Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum
urea, dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang
dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama
stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea

9
tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya di uresis,
azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang benar.
3) Stadium Penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa itu, produksi
urin perlahan–lahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara bertahap, anemia dan
kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien
tetap mende rita penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang permanen.

g. Manifestasi Klinik
Adapun manifestasi klinik dari penyakit gagal ginjal akut, yaitu sebagai berikut :
1) Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat (anemia),
dan hipertensi
2) Nokturia (buang air kecil di malam hari)
3) Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh (karena
terjadi penimbunan cairan)
4) Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki
5) Tremor tangan
6) Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi
7) Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya
pneumonia uremik.
8) Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang)

10
9) Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis sedikit
rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
10) Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED)
tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein, serum
kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus
11) Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu
gejala kelebi hancairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan
gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas
b. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis
c. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat
d. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik
e. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia,
hipokalsemia dan hiperfosfatemia
f. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah
ginjal rusak
g. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin,
porfirin
h. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh:
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan;
menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat
i. PH Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal
kronik
j. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio
urine/serum sering 1:1
k. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan
kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna
l. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak
mampu mengabsorbsi natrium
m. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolic
n. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF
o. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus
bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM
menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria
minimal

11
p. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan
selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik
pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular
2) Darah
a. Hb menurun pada adanya anemia
b. Sel Darah Merah: Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan
hidup
c. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan
ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme
d. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10 : 1
e. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
f. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular
( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah)
g. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi
h. Ph : kalium, dan bikarbonat menurun
i. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat
j. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui
urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena
kekurangan asam amino esensial
3) CT Scan
a. MRI
b. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa
i. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut :
1) Pengobatan Penyakit Dasar
Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus dikoreksi dengan
maksud memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan penyembuhan faal ginjal.
Defisit volume sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai parameter dapat
digunakan pengukuran tekanan vena sentralis jika fasilitas ada, dengan demikian over hidrasi
bisa dicegah. Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan yang
spesifik sesuai dengan penyebabnya, jika obat-obatan, misal nya antibiotika diduga menjadi
penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini harus segera dihentikan. Terhadap GGA
akibat nefrotoksin harus segera diberikan antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dialisis
harus dilakukan dialisis secepatnya.

12
2) Pengelolaan Terhadap GGA
a. Pengaturan Diet
Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah akibat
pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar
harus dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus
mengandung 100 gram karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan
katabolisme protein endogen sebanyak kira-kira 50%.
Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme jaringan berkurang dan pemberian
protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan pemberian 20-40 gram protein
per hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi (mengandung asam amino
esensial) seperti telur, susu dan daging. Pada saat ini pemberian kalori harus
dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per hari, disertai dengan multivitamin. Batasi
makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk dan kopi). Pemberian
garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari.
b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit
1. Air (H2O)
Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi-komplikasi(diare,
muntah). Produksi air endogen berasa l dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan
protein yang banyak kira-kira 300-400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari
adalah 400-500 ml ditambah pengeluaran selama 24 jam.
2. Natrium (Na)
Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per 24 jam.
Natrium yang banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah harus segera
diganti.
c. Dialisis
Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga
memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis. Tindakan ini
dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu. Pemilihan tindakan dialisis peritonial atau
hemodialisis didasarkan atas pe rtimbangan-pertimbangan indivual penderita.
d. Operasi
Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapat menhilangkan
obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasi diperlukan persiapan
tindakan dialisis terlebih dahulu.

13
j. Pencegahan
1) Pencegahan Primer
Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai
faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya GGA,
antara lain :
a. Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan olahraga
teratur.
b. Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang harus dilakukan
setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami gangguan ginjal dapat dikurangi.
c. Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita gastroenteritis akut.
d. Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan, dan pada trauma-
trauma kecelakaan atau luka bakar.
e. Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes melitus yang akan
dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik.
f. Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik.
g. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik.
h. Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang diketahui nefrotoksik.
i. Cegah hipotensi dalam jangka panjang.
j. Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi harus segera
diperbaiki.
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini suatu
penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA. Mengatasi
penyakit yang menjadi penyebab timbulnya penyakit GGA. Jika ditemukan pasien yang menderita
penyakit yang dapat menimbulkan GGA seperti glomerulonefritis akut maka harus mendapat
perhatian khusus dan harus segera diatasi. GGA prarenal jika tidak diatasi sampai sembuh akan
memacu timbulnya GGA renal untuk itu jika sudah dipastikan bahwa penderita menderita GGA
prarenal, maka sebaiknya harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh, untuk mencegah
kejadian yang lebih parah atau menceg ah kecenderungan untuk terkena GGA renal.
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus GGA yang sangat parah timbul
anuria lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8 sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terj
adinya kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan
untuk membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan metabolisme yang
bertahan dalam jumlah berlebihan. Hindari atau cegah terjadinya infeksi.

14
Semua tindakan yang memberikan risiko infeksi harus dihindari dan pemeriksaan untuk
menemukan adanya infeksi harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu di perhatikan karena
infeksi merupakan komplikasi dan penyebab kematian paling se ring pada gagal ginjal oligurik.
Penyakit GGA jika segera diatasi ke mungkinan sembuhnya besar, tetapi penderita yang sudah
sembuh juga harus tetap memperhatikan kesehatannya dan memiliki gaya hidup sehat dengan
menjaga pola makan, olahraga teratur, dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan (medical
check-up) setiap tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal da pat segera diketahui
dan diobati.
k. Komplikasi
a. Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium.
b. Gangguan elektrolit: hyperkalemia, hiponatremia, asidosis.
c. Neurologi : iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang.
d. Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahaan gastrointestinal.
e. Hematologi : anemia, diathesis hemoragik.
f. Infeksi : pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Secara Teori


a. Pengkajian
1. Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas
penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta
diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang
usia manapun, khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius, terluka serta usia
dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data yang
didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-sedikit.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada prerenal dan
renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah urine
output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya dengan
predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka
bakar luas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat
minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah,
serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.

15
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang,
penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-
obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.
3. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering didapatkan
adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi
denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan
suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai
berat.
2) Pemeriksaan Pola Fungsi
a. B1 (Breathing)
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas
yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas
dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan
respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan
kussmaul.
b. B2 (Blood)
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom
uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang
menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat
dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel
darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah
jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada
pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan.
c. B3 (Brain)
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan
elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit,
sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama
pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.

16
d. B4 (Bladder)
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan
penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi
peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda
perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine
menjadi lebih pekat/gelap.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f. B6 (Bone)
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
4. Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, dan
myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK,
NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan
rasio urine : serum sering 1 : 1.
2) Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju peningkatannya bergantung pada
tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin
meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan
fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
3) Pemeriksaan elektrolit
Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak mampu mengeksresikan
kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh,
menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
4) Pemeriksan pH
Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis asam
yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah
sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
5. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi, yang meliputi
hal-hal sebagai berikut :

17
1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti
hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemi
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (natrium
polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema. Natrium polistriren sulfonat
bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran intenstinal.
3) Terapi cairan
4) Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
5) Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder terhadap gagal
ginjal
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah,
pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
c. Intervensi Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Pengeluaran urine normal
b. Tidak ada edema
c. TTV dalam rentang normal
d. Natrium serum dalam rentang normal

Intervensi :

1. Kaji status cairan :


1) Timbang berat badan harian
2) Keseimbangan masukan dan haluaran
3) Turgor kulit dan adanya oedema
4) Distensi vena leher
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi
Rasional : Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau
perubahan dan mengevaluasi intervensi

18
2. Pantau kreatinin dan BUN serum
Rasional : Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera.
3. Batasi masukan cairan
Rasional : Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine dan
respons terhadap terapi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
Rasional : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder terhadap gagal
ginjal
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
Kriteria hasil :
a. Berkurangnya keluhan lelah
b. Peningkatan keterlibatan pada aktifitas social

Intervensi :

1. Kaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL


Rasional : Panduan dalam penentuan pemberian bantuan dalam pemenuhan ADL.
2. Kaji tingkat kelelahan
Rasional : Menentukan derajat dan efek ketidakmampun.
3. Identifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.
Rasional : Mempunyai efek akumulasi (sepanjang factor psykologis) yang dapat
diturunkan bila ada masalah dan takut untuk diketahui.
4. Ciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.
Rasional : Menghemat energi untuk aktifitas perawatan diri yang diperlukan
5. Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : Memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan memberika rasa aman
bagi klien.
6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah.
Rasional : Ketidak seimbangan Ca, Mg, K, dan Na, dapat menggangu fungsi
neuromuscular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi Ht dan Hb yang
menurun adalah menunjukan salah satu indikasi teerjadinya gangguan eritopoetin.
3) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah,
pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat

19
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi
individu.
b. Bebas oedema

Intervensi :

1. Kaji / catat pemasukan diet


Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik
umum gejala uremik dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan.
2. Kaji pola diet nutrisi pasien
a) Riwayat diet
b) Makanan kesukaan
c) Hitung kalori
Rasional : Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu.
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
a) Anoreksia, mual dan muntah
b) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
c) Depresi
d) Kurang memahami pembatasan diet
Rasional : Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau
dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4. Berikan makan sedikit tapi sering
Rasional : Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status
uremik/menurunnya peristaltik.
5. Berikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan dorong
terlibat dalam pilihan menu.
Rasional : Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan dan
rumah dapat meningkatkan nafsu makan.
6. Tinggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur, susu, daging.
Rasional : Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
7. Timbang berat badan harian
Rasional : Untuk membantu status cairan dan nutrisi.
4) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan pengetahuan tentang penykit dan
pengobatan.

20
Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan diagnostic dan rencana
tindakan.
b. Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.

Intervensi :

1. Kaji tingkat kecemasan klien.


Rasional : Menentukan derajat efek dan kecemasan.
2. Berikan penjelasan yang akurat tentang penyakit.
Rasional : Klien dapat belajar tentang penyakitnya serta penanganannya, dalam rangka
memahami dan menerima diagnosis serta konsekuensi mediknya.
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai perubahan akibat
penyakitnya
Rasional : klien dapat memahami bahwa kehidupannya tidak harus mengalami
perubahan berarti akibat penyakit yang diderita.
4. Biarkan klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka.
Rasional : Mengurangi beban pikiran sehingga dapat menurunkan rasa cemas dan dapat
membina kbersamaan sehingga perawat lebih mudah untuk melaksanakan intervensi
berikutnya.
5. Manfaatkan waktu kunjangan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran kelurga.
Rasional : Mengurangi tingkat kecemasan dengan menghadirkan dukungan keluarga.
d. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang
sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan (Asmadi, 2008). Hal-hal yang perlu di evaluasi antara lain :

S Subjektif        :   Keluhan-keluhan pasien (apa yang dikatakan pasien)

O Objektif         :   Apa yang dilihat, dicium, diraba, dan diukur oleh perawat

A Assesment      :   Kesimpulan perawat tentang kondisi pasien

P Plan of care    :   Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah pasien

I Implementasi  : Bagaimana di lakukan

21
E Evaluation      : Respon pasien terhadap tindakan keperawatan

R Revised          : Apakah rencana keperawatan akan di ubah

BAB III
PEMBAHASAN KASUS

3.1. Skenario Kasus

22
A.n T 6 tahun dibawa ke ruang penyakit dalam RSUD 45 Kuningan karena mengeluh sejak kemarin
tidak bisa BAK, kaki bengkak,nyeri pinggang bagian kanan,sesak napas dan demam. Pasien juga
mengeluh mual muntah dan lemas. Pasien juga tampak pucat dan mukosa bibir kering. Dua hari
sebelumnya pasien muntah dan berak, menolak dibawa ke RS. Saat ini, nadi radialis 80x/menit,S:38 0C,
RR : 26 x/ireguler.Terpasang oksigen nasal kanul 4Lt/mnt , terpasang kateter urin, HB: 9 gr/dl, leukosit:
15000mm3, LED meningkat, Ureum 70mg/dl, creatinin 4,5 mg/dl, gula darah sewaktu 156 mg/dl, natrium
149 meq/l, kalium 6,5 meq/l. Saat ini mendapat terapi rendah garam, diet tinggi protein penisilin,
kortikosteroid, furosemid, paracetamol, infus glukosa 10% serta obat digitalis. Hasil pemeriksaan
rontgen ginjal tampak ada proliferasi sel glomerulus.Dokter mendiagnosis terkena gagal ginjal akut.

3.2. Pembahasan (Asuhan Keperawatan)

A. Pengkajian
a) Identitas Klien
Nama : A.n T
Umur : 6 thn
Jenis Kelamin : (P)
Agama :-
Suku/Bangsa :-
Alamat :-
Tanggal Dirawat : 4 November 2019
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. Y
Umur : 30 thn
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan Dengan Klien : Ibu klien
Alamat :-
B. Keluhan Utama

Tidak bisa BAK

C. Riwayat Kesehatan Saat ini


A.n T 6 tahun dibawa ke ruang penyakit dalam RSUD 45 Kuningan karena mengeluh sejak
kemarin tidak bisa BAK, kaki bengkak,nyeri pinggang bagian kanan,sesak napas dan demam.
Pasien juga mengeluh mual muntah dan lemas. Pasien juga tampak pucat dan mukosa bibir kering.
Dua hari sebelumnya pasien muntah dan berak, menolak dibawa ke RS. Saat ini, nadi radialis
80x/menit,S:380C, RR : 26 x/ireguler.Terpasang oksigen nasal kanul 4Lt/mnt ,terpasang kateter
urin,HB: 9 gr/dl,leukosit: 15000mm3,LED meningkat, Ureum 70mg/dl, creatinin 4,5 mg/dl, gula
darah sewaktu 156 mg/dl, natrium 149 meq/l, kalium 6,5 meq/l.Saat ini mendapat terapi rendah

23
garam,diet tinggi protein penisilin, kortikosteroid, furosemid, paracetamol, infus glukosa 10% serta
obat digitalis. Hasil pemeriksaan rontgen ginjal tampak ada proliferasi sel glomerulus.Dokter
mendiagnosis terkena gagal ginjal akut.
D. Riwayat Kesehatan Masa lalu
Ibu pasien mengatakan ”sebelumnya pasien tidak pernah mempunyai penyakit”.
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut pengakuan ibu pasien, keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit yang sama yang
di derita pasien.
F. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan Umum
1) Badan bersih
2) Kesadaran Cm
b. Tanda-Tanda Vital
1) Tekanan Darah :-
2) Nadi :80x/mnt
3) Respirasi :26x/mnt
4) Suhu :380C
G. Riwayat Psikososial
a. Kemampuan mengenal masalah kesehatan
Tidak ada data
b. Konsep diri
Tidak ada data
c. Sumber stres
Tidak ada data
d. Mekanisme koping
Tidak ada data
H. Dukungan emosional
Tidak ada data

I. Pola aktivitas

No Jenis Aktivitas Saat Dirumah Di RS


1. Nutrisi: Mual dan muntah

24
a. Frekuensi dan porsi
b. Jenis makanan
c. Pola makan
d. Nafsu makan
e. Pantangan
f. Alergi
g. Kesulitan/hambatan
2. Minum:
a. Jenis air minum
b. Frekuensi dan porsi
c. Kesulitan
3. Personal hygiene
a. Frekuensi mandi
b. Frekuensi keramas
c. Oral hygiene
4. Eliminasi :
a. Eliminasi Fecal Terpasang kateter
1) Frekuensi BAB urine
2) Warna feces
3) Konsistensi
b. Eliminasi urine
1) Frekuensi BAK
2) Warna urine
3) Konsistensi
4) Terpasang alat bantu
5. Oksigen
a. Pola napas Pasien mengeluh
b. Frekuensi sesak
c. Keluhan sesak Terpasang
d. Batuk pilek oksigen nasal
e. Terpasang alat bantu kanul

J. Hasil Laboratorium

No. Jenis pemeriksaan Hasil


1. Hb 9 gr/dl
3. Leukosit 15000/mm3
4. Ureum 70mg/dl

25
5. Kreatinin 4,5 mg/dl
6. Gula darah sewaktu 156 mg/dl
7. Natrium 149 meq/l
8. Kalium 6,5 meq/l

K. Penunjang Lain
1. Rontgen ginjal dengan hasil tampak ada poliferasi sel glomerulus.
L. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


1. Ds: Renal ( GNA, iskemik Gangguan eliminasi
Ibu klien mengatakan : “klien renal berat eklamsia urine
tidak bisa BAK” aeropati heroin,dll)
DO:
Klien terpasang kateter urine ISK

Bakteri hidup didalam


saluran kemih

Peradangan

Nyeri saat BAK

Gangguan eliminasi
urine
2. Ds : Penurunan produksi Ketidak efektifan pola
Klien mengatakan sesak napas urine napas
DO:
RR : 26 x/menit Retensi cairan
Terpasang oksigen nasal kanul
4Lt/menit Edema paru

Ketidakefektifan pola
napas
3. Ds: Metabolik pada Nutrisi kurang dari
Pasien mengeluh mual dan gastrointestinal kebutuhan tubuh
muntah
DO: Mual muntah

26
Pasien tampak lemas
Intake nutrisi tidak
adekuat

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh
4. DS: Retensi cairan Kelebihan volume
Pasien mengeluh lemas dan cairan
tidak bisa buang air kecil sejak Total CES naik
kemarin.
DO : Tek kapiler naik
Tampak edema di ektremitas
bawah Volume interstitial naik

Edema (kelebuhan
volume cairan)
5. DS: Obstruksi saluran kemih Nyeri akut
Pasien mengeluh sakit
pinggang bagian kanan Retensi urin
DO : -
Menekan syaraf perifer

Nyeri pinggang

6. DS: ibu pasien mengatakan Renal ( GNA, iskemik Hipertermia


anaknya demam. renal berat eklamsia
DO : aeropati heroin,dll)
Suhu : 38
Leukosit 15000 mm3 ISK

Bakteri hidup didalam


saluran kemih

Inflamasi

Hipertermia

27
M. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas b/d keletihan dan nyeri
2. Kelebihan volume cairan b/d penurunan haluaran urine
3. Gangguan eliminasi urine b/d obstuksi anatomik
4. Nyeri akut b/d penekanan syaraf perifer
5. Hipertermi b/d jalannya penyakit
6. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah
N. Perencanaan Keperawatan

No. Dx. Keperawatan Noc Nic Rasional


1. Ketidakefektifan Tupen : 1. Auskultasi suara  Auskultasi suara
pola napas b/d Setelah dilakukan napas, catat napas , untuk
keletihan dan nyeri asuhan adanya suara mengetahui apakah
Ditandai dengan : keperawatan tambahan pasien tersebut
Ds : selama 1x24 jam terdapat suara
Klien mengatakan diharapkan sesak tambahan
sesak napas klien berkurang. 2. Posisikan pasien  Posisi semi fowler
DO: Tupan : untuk dapat memudahkan
RR : 26 x/menit Setelah dilakukan memaksimalkan pasien untuk ventilasi
Terpasang oksigen asuhan ventilasi
nasal kanul keperawatan 3. Berikan terapi  Terapi O2 untuk
4Lt/menit selama 2x24 jam oksigen mempermudah pasien
diharapkan klien bernapas dengan
sudah tidak sesak spontan
dan tanda-tanda 4. Monitor TTV  Untuk mengetahui
vital dalam rentang perkembangan pasien
normal. 5. Lakukan fisioterapi  Fisioterapi dada
dada bila perlu berfungsi
mempermudah batuk
efektif
6. Kolabroasi dengan  Bronkodilator
dokter dalam berfungsi untum
pemberian memperlebar jalan
bronkodilator nafas
2. Kelebihan volume Tupen : setelah
cairan b/d dilakukan asuhan 1. Pasang urine  Kateter urine berfungsi
penurunan keperawatan kateter mengeluarkan cairan
haluaran urine selama 1x24 jam

28
Ditandai dengan diharapkan edema urine yang terdapat
DS: pada pasien dikantung kemih
Pasien mengeluh berkurang. 2. Monitor hasil hb  Mengetahui
lemas dan tidak Tupan : setelah yang sesuai perkembangan status
bisa buang air kecil dilakukan asuhan dengan retensi pasien
sejak kemarin. keperawatan cairan
DO : selama 2x24 jam 3. Kaji TTV  Mengetahui
Tampak edema di diharapkan pasien perkembangan status
ektremitas bawah terbebas dari pasien
edema. 4. Kolaborasi  Obat diuretic berfungsi
pemberian diuretik sebagai obat untuk
sesuai instruksi membuat kelebihan
dokter garam dan air dari
dalam tubuh melalui
urine
3. Gangguan Tupen : setelah 1. Pasang kateter  Kateter urine berfungsi
eliminasi urine b/d dilakukan asuhan urine. mengeluarkan cairan
obstuksi anatomik keperawatan urine yang terdapat
ditandai dengan selama 1x24 jam dikantung kemih
Ds: diharapkan pasien  Untuk
Ibu klien kandung kemih 2. Anjurkan keluarga membandingkan
mengatakan : kosong. untuk merekam ouput urine yang
“klien tidak bisa Tupan : setelah output urine yang dikeluarkan jumlahnya
BAK” dilakukan asuhan dikeluarkan normal atau tidak
DO: keperawatan .  Untuk meminimalkan
Klien terpasang selama 2x24 jam 3. Memonitor efek terjadi salah obat
kateter urine diharapkan pasien obat yang
tidak ada residu diberikan.
urine, bebas dari
ISK.
4. Nyeri akut b/d Tupen : setelah 1. Lakukan  Membantu
penekanan syaraf dilakukan asuhan pengkajian nyeri mengevaluasi
perifer, ditandai keperawatan secara derajat
dengan : selama 1x24 jam komperhensif ketidaknyaman dan
DS: diharapkan nyeri ternasuk lokasi, terjadinya komplikasi
Pasien mengeluh pasien berkurang. karakteristik,
sakit pinggang Tupan : durasi, frekuensi,

29
bagian kanan Setelah dilakukan kualitas.
DO : - asuhan 2. Observasi reaksi  Respon nonverbal
keperawatan non verbal dari membantu
selama 2x24 jam ketidak nyamanan. mengevaluasi
diharapkan pasien derajat nyeri dan
terbebas dari perubahannya.
nyeri. 3. Kaji faktor  Dengan mengurangi
presiptasi faktor pemicu nyeri
diharapkan terjadi
kenyamanan pasien
4. Gunakan teknik  Teknik komunikasi
komunikasi terapeutik
terapeutik untuk menurunkan rasa
mengetahui takut yang dapat
pengalaman nyeri meningkatkan
pasien relaksasi atau
kenyamanan
5. Kolborasi dalam  Analgetik berfungsi
pemberian mengurangi nyeri
analgetik untuk
mengurangi nyeri.
6. Kolaborasi dengan  Kolaborasi dengan
dokter jika ada dokter untuk
keluhan dan tindakan selanjutnya
tindakan nyeri tidak jika pemberian
berhasil. anlagetik dirasa
tidak cukup.
5. Hipertermi b/d Tupan: setelah 1. Monitor suhu tubuh  Mengetahui adanya
penyakit dilakukan asuhan sesering mungkin. kenaikan suhu
Ditandai dengan : keperawatan tubuh secara
DS: ibu pasien selama 1x24 jam mendadak.
mengatakan diharapkan suhu 2. Mengkaji warna  Mengetahui
anaknya demam. tubuh pasien dan suhu kulit. kemungkinan
DO : dalam rentang perubahan kulit
Suhu : 38 normal. secara mendadak
Leukosit 15000 3. Anjurkan kepada  Dapat menurunkan
mm 3
keluarga pasien suhu tubuh pasien

30
untuk melakukan
kompres hangat.
4. Anjurkan keluarga  Dapat menurunkan
pasien untuk suhu tubuh pasien.
menyelimuti
pasien.
5. Anjurkan keluarga  Dapat menyerap
pasien untuk keringat tubuh
memakaikan pasien.
pakaian tipis dan
menyerap keringat.
6. Berikan obat  Dapat menurunkan
antipiretik sesuai suhu tubuh pasien
dengan intruksi
dokter.
6. Risiko Tupan : Setelah 1. Kaji adanya alergi  Mengetahui apakah
ketidakseimbangan dilakukan tindakan makanan. pasien memiliki
nutrisi dengan selama 1x24 jam alergi makanan.
kebutuhan tubuh pasien diharapkan 2. Anjurkan pasien  Untuk mencegah
b/d mual dan tidak tanda-tanda untuk meminum air terjadinya mual.
muntah ditandai malnutrisi. hangat.
dengan : 3. Kolaborasi dengan  Untuk memenuhi
Ds: ahli gizi untuk asupan nutrisi
Pasien mengeluh menentukan jumlah pasien.
mual dan muntah kalori dan nutrisi
DO: yang dibutuhkan
Pasien tampak pasien.  Agar pasien tetap
lemas 4. Anjurkan pasien terpenuhi nutrisinya
untuk makan
sedikit tapi sering.  Agar dapat
5. Berikan informasi mengetahui
tentang kebutuhan kebutuhan nutrisi
nutrisi. yang baik

O. Implementasi

No. Diangosa Tanggal/Waktu Implementasi Respon

31
Keperawatan
1. Dx. 1 04 November 2019 1. Memposisikan Pasien tampak
07.20 pasien dengan tenang selama
posisi semi fowler. pemeriksaan
07.50 2. Memberikan terapi dilakukan dan atas
oksigen bantuan keluarga.
08.00 3. Memonitor TTV
08.50 4. Melakukan
fisioterapi dada
5. Berkolabroasi
09.00
dengan dokter
dalam pemberian
bronkodilator
2. Dx. 2 09.45 1. Memasang urine kateter. Pasien tampak
10.00 2. Memonitor hasil HB yang tenang selama
sesuai dengan retensi pemeriksaan
cairan. dilakukan dan atas
10.15 3. Mengkaji TTv bantuan keluarga.
10.30 4. Berkolaborasi pemberian
diuretik sesuai intruksi
dokter.
3. Dx. 3 10.50 1. Memasang kateter urine. Pasien tampak
11.00 2. Menganjurkan keluarga tenang selama
untuk merekam output pemeriksaan
urine yang dikeluarkan. dilakukan dan atas
11.15 3. Memonitor efek obat. bantuan keluarga.
4. Dx. 4 11.55 1. Melakukan pengkajian Pasien tampak
nyeri secara tenang selama
komperhensif. pemeriksaan
12.00 2. Mengobservasi reaksi dilakukan dan atas
non verbal dari bantuan keluarga.
ketidaknyamana nyeri.
12.20 3. Mengkaji kultur yang
mempengaruhi respon
nyeri.
12.35 4. Memberikan analgetik
untuk mengurangi nyeri.
12.50 5. Berkolaborasi dengan

32
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil.
5. Dx. 5 13.00 1. Memonitor suhu tubuh Pasien tampak
sesering mungkin. tenang selama
13.20 2. Mengkaji warna dan pemeriksaan
suhu kulit. dilakukan dan atas
13.55 3. Menganjurkan kepada bantuan keluarga.
keluarga pasien untuk
melakukan kompres
hangat.
14.10 4. Menganjurkan kepada
keluarga pasien untuk
menyelimuti pasien.
14.15 5. Menganjurkan kepada
keluarga pasien untuk
memakaikan pakaian
tipis dan menyerap
keringat.
14.30 6. Memberikan obat anti
piretik sesuai dengan
intruksi dokter.
6. Dx. 6 15.00 1. Mengkaji adanya alergi Pasien tampak
makanan tenang selama
15.30 2. Menganjurkan pasien pemeriksaan
untuk meminum air dilakukan dan atas
hangat untuk mencegah bantuan keluarga.
terjadinya mual dan
muntah
15.45 3. Berkolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
16.00 4. Menganjurkan pasien
untuk makan sedikit tapi
sering.

33
16.15 5. Memberikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi.

P. Evaluasi Keperawatan

Taggal No DX Catatan perkembangan Paraf


06 November 2019 1 S : klien mengatakan : “sudah tidak
sesak lagi”
O : klien tampak tidak sesak lagi
Terdapat TTV :
RR: 22x/menit
A : ketidakefektifan pola napas teratasi
P : hentikan intervensi
06 November 2019 2 S : klien mengatakan sudah tidak lemas
lagi.
O: klien tampak tidak ada edema.
A : Kelebihan volume cairan teratasi
P: hentikan intervensi
06 November 2019 3 S : klien mengatakan sudah bisa buang
air kecil
O : klien tampak tidak menggunakan
kateter urine untuk buang air kecil
A : gangguan eliminasi urine teratasi
P : hentikan intervensi
06 November 2019 4 S : klien mengatakan sudah tidak nyeri
pada bagian pinggang
O : klien tampak tidak meringis kesakitan
lagi.
A : Nyeri akut teratasi
P : hentikan intervensi
06 November 2019 5 S : klien mengatakan sudah tidak demam
O:
TTV : S : 370C
A : hipertermi teratasi
P : hentikan intervesi
06 November 2019 6 S : klien mengatakan sudah tidak mual
dan muntah

34
O : makanan pasien tanpak habis.
A : resiko ketidakefektifan nutrisi kurang
dari kebutuhan teratasi
P : hentikan intervensi

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh atau
melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan
tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic,
cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir
yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Saifudin, 2010).
Ginjal terdiri dari beberapa bagian, yaitu anatara lain :

a. Bagian dalam ( interna ) medula


Substansia medularis terdiri dari piramid renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang
mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis.
Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta dan ductus koligens terminal.
b. Bagian luar ( eksternal ) korteks
Substansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini
tepat di bawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan

35
sinus renalis, dan bagian dalam di antara piramid dinamakan kolumna renalis. Mengandung
glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan ductus koligens.

Gagal ginjal akut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :

a. Gagal ginjal akut prarenal


GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal hypoperfusion) yang
mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG).
b. Gagal ginjal akut renal
GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara tiba-tiba menurunkan
pengeluaran urin.
c. Gagal ginjal akut postrenal
GGA postrenal adalah suatu keadaan di mana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam
saluran kemih terhambat.
Pencegahan Gagal Ginjal Akut terdiri dari :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai
faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya GGA,
antara lain :
a) Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan olahraga
teratur.
b) Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang harus dilakukan
setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami gangguan ginjal dapat dikurangi.
c) Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita gastroenteritis akut.
d) Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang diketahui nefrotoksik.
e) Cegah hipotensi dalam jangka panjang.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini suatu
penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA. Mengatasi
penyakit yang menjadi penyebab timbulnya penyakit GGA. Jika ditemukan pasien yang menderita
penyakit yang dapat menimbulkan GGA seperti glomerulonefritis akut maka harus mendapat
perhatian khusus dan harus segera diatasi.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus GGA yang sangat parah timbul anuria
lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8 sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terj adinya
kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan untuk

36
membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan metabolisme yang
bertahan dalam jumlah berlebihan.
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik, hipokalsemia,
serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul
edema kaki, hipertensi dan edema paru yang menimbulkan kegawatan.
4.2 Saran
Setelah kami melakukan studi kasus, kami mengalami beberapa hambatan dalam penulisan
ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan masalah ini dengan
tepat pada waktunya. Demi kemajuan selanjutnya maka menyarankan kepada :

1) Perawat
a) Sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien sangat perlu
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar mampu merawat pasien secara
komprehensif dan optimal.
b) Mampu memberikan informasi untuk kesejahteraan pasien. Terkait dengan masalah
kesehatan yang dialami.
2) Mahasiswa Keperawatan
Dengan makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan khususnya di STIKes KUNINGAN
dapat memahami serta menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut.
3) Institusi Pendidikan
Kami mengharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bacaan untuk
menambah pengetahuan bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa STIKes KUNINGAN dan
makalah ini dapat digunakan sebagai tambahan literatur yang membahas masalah tentang Asuhan
Keperawatan Gagal Ginjal Akut.

37
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Egran, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I. Jakarta : EGC.

Nursalam, Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dnegan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 8. Jakarta : EGC.

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Nursalam, Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan pada Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Riyadi. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu.

38

Anda mungkin juga menyukai