Anda di halaman 1dari 21

Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
KELOMPOK 4

1. Kristina Leonora Samosir


2. Zaitun Martseba Siringo-ringo
3. Eka Olivia Togatorop
4. Titin Novalina Siregar

PRODI NERS
STIKES SANTA ELISABETH MEDAN
T.A 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpah sehingga kami dapat
menyelesaikan  penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini masih mempunyai banyak kekurangannya. Oleh karena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Penulis

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................………i

DAFTAR ISI......................................................................................................………ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................……….1
1.1 Latar Belakang..................................................................................……….2
1.2 Tujuan...............................................................................................……….2

BAB II ISI..........................................................................................................
2.1 Pengkajian Pada Anak Dengan Kekerasan (Fisik, Mental, Dan Seksual)… 2
2.2 Prinsip Atraumatic Care ………………………...........................................11
2.3 MTBS………………………………………………………………………...12

BAB III PENUTUP...........................................................................................……….16


3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..16
3.2 Saran..................................................................................................……….16

DAFTAR PUSTAKA..…………………………………………………………………17

ii

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Akhir-akhir ini banyak diberitakan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang tua
atau pengasuh terhadap anaknya. Dari yang memukul anak, menyiram anak dengan air panas,
hingga membakar anak. Ada juga berita ayah melakukan hubungan sexual dengan anak, atau
kakek dengan anak atau kakak dengan adik, bahkan sampai hamil. Banyak alasan yang
dikemukakan oleh orang tua maupun pengasuh, antara lain kesal karena anak tidak bisa diberi
tahu, anak rewel terus, kesal pada suami, kesal pada majikan, dsb. Itu adalah fenomena child
abuse yang terjadi di sekitar kita. Perawat, terkadang merupakan orang yang pertama
mengenali adanya child abuse di masayarakat. Perawat maternitas, perawat anak dan perawat
keluarga hendaknya mengamati adanya tanda tanda family abuse sehingga dapat
mempersiapkan untuk menangani hal tersebut secara objektif. Hal ini penting agar korban
kekerasan menjadi aman dan agar fungsi keluarga dapat berjalan dengan baik

1.2 TUJUAN

1.2.1 TUJUAN UMUM

Mahasiswa mampu mengkaji pemeriksaan fisik pada anak yang mengalami kekerasan

1.2.2 TUJUAN KHUSUS


1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan prinsip atraumatic care
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami MTBS

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengkajian Pada Anak Dengan Kekerasan (Fisik, Mental, Dan Seksual

Child abuse adalah suatu tindak kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa yang
seharusnya bertanggung jawab terhadap keamanan dan kesejahteraannya, baik itu kekerasan
fisik maupun mental yang berakibat pada kerusakan/ kerugian lahir dan batin, dan
dikhawatirkan akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak di masa depannya.

Bentuk-bentuk Tindakan Child Abuse Jenis-jenis tindak kekerasan yang dikategorikan


sebagai child abuse di dalam keluarga adalah sebagai berikut.

a. Kekerasan Fisik Kekerasan fisik adalah setiap tindakan yang mengakibatkan atau mungkin
mengakibatkan kerusakan atau sakit fisik seperti menampar, memukul, memutar lengan,
menusuk, mencekik, membakar, menendang, ancaman dengan benda atau senjata, dan
pembunuhan (Unicef, 2000: 2). Terkadang orang tua tidak mampu menahan emosi saat anak
membuat marah. Banyak orang tua yang mencubit, menjewer buah hatinya hanya karena
kesal, misalnya saat anak tidak menurut, tantrum, berkelahi dengan teman, dan sebagainya.
Padahal yang seharusnya dihadapi adalah emosi orang tua itu sendiri, bukan anak yang masih
belajar. Saat dihinggapi rasa marah orang tua tidak menyadari akibat dari perbuatannya.
Misalnya menyebabkan anak luka, sakit, menangis bahkan trauma. Jika sudah terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan, orang tua baru menyesal dan saat itu mungkin sudah terlambat.

b. Kekerasan Psikologis Kekerasan psikologis meliputi perilaku yang ditujukan untuk


mengintimidasi dan menganiaya, mengancam atau menyalahgunakan wewenang, membatasi
keluar rumah, mengawasi, mengambil hak asuh anak-anak, merusak benda-benda anak,
mengisolasi, agresi verbal dan penghinaan konstan (Unicef, 2000: 2). Azevedo & Viviane
(2008: 68) mengklasifikasikan bentuk kekerasan psikologis pada anak

Jika diperhatikan, tidak berbicara kepada anak ternyata termasuk pada kekerasan
(child abuse). Kesibukan orang tua mencapai karir menyita waktu dan membuat intensitas
orang tua dan anak berkurang. Perkembangan teknologi dan social media mengalihkan
perhatian orang tua justru di saat anak sedang membutuhkan perhatian. Dari teori di atas,
kurangnya interaksi dengan anak termasuk pada kekerasan dengan jenis indifference (tidak
peduli). Baik itu Humiliation (penghinaan), isolation (mengisolasi), rejection (penolakan),
maupun terrors (terror), merupakan kekerasan pada anak yang harus dihentikan. Jika Kak
Seto Mulyadi mengungkapkan bahwa angka kekerasan pada anak di Indonesia lebih kecil
daripada di Inggirs, bukan berarti wajah parenting di Indonesia sudah lebih mapan, akan
tetapi karena masyarakat Inggris sudah berani melapor jika ada temuan orang tua yang
melakukan tindak kekerasan kepada anaknya. Namun di Indonesia, masyarakat enggan
melapor terlebih lagi jika orang tua tersebut merasa berhak mendidik anaknya dengan gaya
pengasuhannya sendiri dengan dalih menegakkan disiplin dan lain sebagainya.

5
Ancaman dan teror, membentak (verbal), memaksakan kehendak orang tua kepada
anak, tidak memberi perhatian, menciptakan rasa takut, merampas kebutuhan anak, dan tidak
mendengarkan anak adalalah tindakan-tindakan yang berakibat pada psikologis anak. Anak
akan mengalami semacam depresi, merasa cemas (anxiety), merasa takut seolah ada yang
selalu mengancam, PTSD (Post Trumatic Syndrome), memiliki kepercayaan diri rendah
(Self-Esteem) dan lain sebagainya.

c. Kekerasan Seksual Kekerasan seksual seperti aktifitas seks yang dipaksa melalui ancaman,
intimidasi atau kekuatan fisik, memaksa perbuatan seksual yang tidak diinginkan atau
memaksa berhubungan seks dengan orang lain (Unicef, 2000: 2) Kekerasan seksual mungkin
saja dialami oleh anak di dalam lingkungan keluarga sendiri. hemat saya, ketika anak
mengenal seks tanpa edukasi dan otaknya menjadi rusak karena kecanduan pornografi, juga
termasuk kekerasan. Jika kekerasan seksual yang dialami hingga terjadi pelecehan seksual,
maka secara fisik anak akan mengalami gangguan fungsi reproduksi, berpotensi mengidap
HIV/AIDS, sex disorder, gangguan rahim, dan secarapa psikis anak akan trauma, minder dan
tentu saja akan berakibat pada menurunnya rasa percaya diri anak. Hal ini kan sangat
berpengaruh pada motivasi, minat belajar dan prestasi anak.

d. Kekerasan Ekonomi Kekerasan ekonomi meliputi tindakan seperti penolakan dana,


penolakan untuk berkontribusi finansial, penolakan makanan dan kebutuhan dasar, serta
mengontrol akses ke perawatan kesehatan dan pekerjaan (Unicef, 2000). Kekerasan ekonomi
seperti tidak dipenuhinya kebutuhan makanan dan gizi yang baik, menghambat
pengoptimalan tumbuh kembang anak, anak menderita gizi buruk, dan sulit fokus. Dalam
kaitannya dengan fase-fase perkembangan anak, Unicef meneliti keumuman bentuk
kekerasan yang terjadi pada anak sesuai tingkatan usianya

Ketika mengalami kekerasan perawat berperan sebagai advokat yaitu membela dan
melindungi hak klien.

1.Pengertian Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak
dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi. Sistem perlindungan anak diatur berdasarkan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2014, dimana pada Pasal 55 menyatakan bahwa Pemerintah dan
Pemerintah Daerah (Pemda) wajib menyelenggarakan pemeliharaan, perawatan dan
rehabilitasi sosial anak terlantar baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga.

2. Hak-hak Anak Hak anak merupakan hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan
dipenuhi orang tua, keluarga dan masyarakat, pemerintah dan negara. Menurut Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014, hak-hak anak meliputi:

a. Dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan
martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

6
b. Identitas diri sejak kelahirannya.

c. Untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai tingkat kecerdasannya
dan usianya dalam bimbingan orang tua.

d. Untuk mengetahui orang tuannya, dibesarkan dan diasuh orang tuanya sendiri bila karena
suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh dan kembang anak, atau anak dalam
keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau
anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

e. Memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai kebutuhan fisik, mental,
spiritual dan sosial.

f. Memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan


tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya, anak yang harus memiliki
keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

g. Untuk menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima mencari dan memberikan


informasi sesuai tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan
nilai-nilai kesusilaan dan kepatuhan.

h. Untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya beriman,
berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya untuk
mengembangkan diri.

i. Mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun


seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan
salah lainnya.

j. Diasuh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan atau ada aturan hukum yang sah
menunjukkan bahwa perpisahan tersebut adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan
merupakan pertimbangan terakhir

Sedangkan setiap anak penyandang disabilitas selain memiliki hak tersebut di atas
maka memiliki hak lainnya yaitu:

a. Memperoleh pendidikan inklusif dan atau pendidikan khusus.

b. Memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan dalam taraf kesejahteraan sosial
anak bagi anak dengan disabilitas.

Khusus bagi anak yang dirampas kebebasannya selain memiliki hak tersebut di atas maka
memiliki hak:

a. Mendapat perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai umurnya.

b. Pemisahan dari orang dewasa.

7
c. Pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif.

d. Pemberlakuan kegiatan rekreasi.

e. Pembebasan dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak
manusiawi serta merendahkan martabat dan derajatnya.

f. Penghindaran dari publikasi atas identitasnya.

g. Pemberian keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak dan dalam
sidang yang tetutup umum.

3. Jenis Perlindungan Anak Khusus Semua anak perlu mendapat perlindungan terutama
perlindungan dari orang tuanya tetapi terdapat anak-anak khusus yang memerlukan
perlindungan baik dari pemerintah maupun lembaga. Menurut Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 35 tahun 2014 pasal 59 menyatakan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah
(Pemda) dan lembaga lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan
perlindungan khusus kepada anak, di mana anak yang memerlukan perlindungan khusus
tersebut adalah:

a. Anak dalam situasi darurat.

b. Anak yang berhadapan dengan hukum.

c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi.

d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual.

e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif
lainnya.

f. Anak yang menjadi korban pornografi.

g. Anak dengan HIV/AIDS.

h. Anak korban penculikan, penjualan dan atau perdagangan.

i. Anak korban kekerasan fisik dan atau psikis.

j. Anak korban kejahatan seksual.

k. Anak korban jaringan terorisme.

l. Anak penyandang disabilitas.

m. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

8
4. Sistem Perlindungan Anak Kerangka hukum dan kebijakan di Indonesia perlu diperkuat
untuk mencegah dan menangani kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran
anak. Pemerintah pusat dan daerah memerlukan keselarasan peraturan maka langkah terakhir
yang dilakukan pemerintah pusat adalah mengembangkan pedoman. Perda yang mengacu
pada pendekatan berbasis sistem terhadap perlindungan anak merupakan sebuah langkah
yang positif. Perlindungan anak melalui pendekatan berbasis sistem meliputi (1) Sistem
perlindungan anak yang efektif melindungi anak dari segala bentuk kekerasan, perlakuan
salah, eksploitasi dan penelantaran, (2) Sistem perlindungan anak yang efektif mensyaratkan
adanya komponen-komponen yang saling terkait, (3) Rangkaian pelayanan perlindungan
anak di tingkat masyarakat dimulai dari layanan pencegahan primer dan sekunder sampai
pelayanan tersier (Unicef Indonesia, 2012)

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014, dimana pada


Pasal 73a menyatakan bahwa (1) Dalam rangka efektivitas penyelenggaraan perlindungan
anak, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perlindungan anak
harus melakukan koordinasi lintas sektoral dengan lembaga terkait, (2) Koordinasi dilakukan
melalui pemantauan, evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan perlindungan anak. Pada pasal
74 menyatakan bahwa (1) Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan
penyelenggaraan pemenuhan hak anak, dengan undang-undang ini dibentuk Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang bersifat independen, (2) Dalam hal diperlukan,
Pemerintah Daerah dapat membentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah atau lembaga
lainnya yang sejenis untuk mendukung pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak di
daerah. Berikut ini cara melindungi anak dari kekerasan fisik dan kejahatan seksual dimana
banyak pelaku kekerasan fisik dan seksual banyak dilakukan oleh orang yang dikenal oleh
anak.

Cara melindunginya yaitu dimulai dengan:

1. Bangun komunikasi dengan anak.

a. Dengarkan cerita anak dengan penuh perhatian.

b. Hargai pendapat dan seleranya walaupun orang tua tidak setuju.

c. Jika anak bercerita sesuatu hal yang sekiranya membahayakan, tanyakan anak bagaimana
mereka menghindari bahaya tersebut.

d. Orang tua belajar untuk melihat dari sudut pandang anak. Jangan cepat mengkritik atau
mencela cerita anak.

2. Cara yang dilakukan jika mengira anak menjadi korban kekerasan fisik atau kekerasan
seksual:

a. Beri lingkungan yang aman dan nyaman agar dia dapat berbicara kepada Anda atau orang
dewasa yang dapat dipercaya.

9
b. Yakinkan anak bahwa dia tidak bersalah dan tidak melakukan apapun yang salah. Yang
bersalah adalah orang yang melakukan hal tersebut kepadanya.

c. Cari bantuan untuk menolong kesehatan mental dan fisik.

d. Konsultasi dengan aparat negara yang dapat dipercaya bagaimana menolong anak tersebut.

e. Laporkan kejadian ini kepada Komisi Anak Nasional.

f. Jaga rahasia: kejadian dan data pribadi anak agar tidak menjadi rumor yang akan menjadi
beban dan penderitaan mental anak. Dalam undang-undang hak anak: anak yang menjadi
korban kejahatan seksual berhak untuk dirahasiakan namanya

Etiologi Perlakuan salah terhadap anak bersifat multidimensional, tetapi ada 3 faktor
penting yang berperan dalam terjadinya perlakuan salah pada anak, yaitu: 1. Karakteristik
orangtua dan keluarga Faktor-faktor yang banyak terjadi dalam keluarga dengan child abuse
antara lain: a. Para orangtua juga penderita perlakuan salah pada masa kanak-kanak. b.
Orangtua yang agresif dan impulsif. c. Keluarga dengan hanya satu orangtua. d. Orangtua
yang dipaksa menikah saat belasan tahun sebelum siap secara emosional dan ekonomi. e.
Perkawinan yang saling mencederai pasangan dalam perselisihan. f. Tidak mempunyai
pekerjaan. g. Jumlah anak yang banyak. h. Adanya konflik dengan hukum. i. Ketergantungan
obat, alkohol, atau sakit jiwa. j. Kondisi lingkungan yang terlalu padat. k. Keluarga yang baru
pindah ke suatu tempat yang baru dan tidak mendapat dukungan dari sanak keluarga serta
kawan-kawan. 2. Karakteristik anak yang mengalami perlakuan salah Beberapa faktor anak
yang berisiko tinggi untuk perlakuan salah adalah: a. Anak yang tidak diinginkan. b. Anak
yang lahir prematur, terutama yang mengalami komplikasi neonatal, berakibat adanya
keterikatan bayi dan orangtua yang membutuhkan perawatan yang berkepanjangan. c. Anak
dengan retardasi mental, orangtua merasa malu. d. Anak dengan malformasi, anak mungkin
ditolak. e. Anak dengan kelainan tingkah laku seperti hiperaktif mungkin terlihat nakal. f.
Anak normal, tetapi diasuh oleh pengasuh karena orangtua bekerja.

Asuhan Keperawatan
Pengkajian

1. Riwayat keluarga dari penganiayaan anak yang lalu.


2. Kecelakaan yang berulang-ulang, dengan fraktur/memar/jaringan yang berbeda waktu
sembuhnya.
3. Orang tua yang lambat mencari pertolongan medis.
4. Orang tua yang mengaku tidak mengetahui bagaimana jelas tersebut terjadi.
5. Riwayat kecelakaan dari orangtua berbeda atau berubah-ubah pada anamnesis.
6. Keterangan yang tidak sesuai dengan penyebab jejas yang tampak atau stadium
perkembangan anak.
7. Orang tua yang mengabaikan jejas utama yang hanya membicarakan masalah kecil yang
terus-menerus.
7

10
8. Orangtua berpindah dari satu dokter ke dokter yang lain sampai satu saat akhir bercerita
bahwa ada sesuatu yang salah dengan anak mereka.
9. Penyakit anak yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
10. Anak yang gagal tumbuh tanpa alasan yang jelas.
11. Anak wanita yang tiba-tiba berubah tingkah lakunya, menyendiri atau sangat takut
dengan orang asing, harus diwaspadai kemungkinan terjadinya penganiayaan seksual.
12. Pada anak yang lebih tua, mungkin dapat menceritakan jejasnya, tetapi kemudian
mengubah uraiannya karena rasa takut akan pembalasan atau untuk mencegah pembalasan
orangtua.

Faktor anak:

1. Anak tidak diinginkan


2. Anak cacat
3. Retardasi mental
4. dsb

Faktor orang tua:

1. Pecandu alkohol
2. Narkoba
3. Kelainan jiwa
4. Depresi/stress
5. Pengalaman penganiayaan waktu kecil

Faktor Lingkungan:

1. Keluarga kurang harmonis


2. Ortu tidak bekerja
3. Kemiskinan
4. Kepadatan hunian

Child Abuse Dx: Resiko kerusakan kedekatan Penelantaran Kekerasan Kurang


pemberian asuhan Dx: Resiko Dx: Penurunan kondisi fisik/sosial Dx: Resiko trauma Dx:
Resiko keterlambatan perkembangan

Diagnosa Keperawatan

1. Resiko trauma berhubungan dengan karakteristik anak, pemberian asuhan dan lingkungan.

11
2. Cemas berhubungan dengan perlakuan salah yang berulang-ulang, ketidakberdayaan dan
potensial kehilangan orang tua.

3. Resiko terhadap kerusakan kedekatan orang tua / anak / bayi berhubungan dengan
perlakuan kekerasan

4. Risiko cidera berhubungan dengan kekerasan fisik (kekerasan orang tua)

5. Ketakutan berhubungan dengan kondisi fisik / social

6. Resiko keterlamnbatan perkembangan berhubungan dengan perilaku kekerasan (Nanda,


2012)

Intervensi 1.

Dx 1 : Resiko trauma berhubungan dengan karakteristik anak, pemberian asuhan dan


lingkungan.

Tujuan: setelah dialakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi trauma pada anak
NOC : Abuse Protection

Kriteria hasil :

a. Keselamatan tempat tinggal


b. Rencana dalam menghindari kekerasan/ perlakuan yang salah
c. Rencanakan tindakan untuk menghindari perlakuan yang salah
d. Keselamatan diri sendiri
e. Keselamatan anak

NIC: Enviromental Mangemen: safety

Intervensi:

a. Identifikasi kebutuhan rasa aman pasien berdasarkan tingkat fisik, fungsi kognitif dan
perilaku masa lalu
b. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan resiko
c. Monitor lingkungan dalam perubahan status keamanan
d. Bantu pasien dalam menyiapkan lingkungan yang aman
e. Ajarkan resiko tinggi individu dan kelompok tentang bahaya lingkungan
f. kolaborasi dengan agen lain untuk mengmbangkan keamanan lingkungan

12
Dx 2 : Cemas berhubungan dengan perlakuan salah yang berulang-ulang ketidakberdayaan
dan potensial kehilangan orang tua.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatandiharapkan rasa cemas anak dapat berkurang
/ hilang NOC : Kontrol cemas

Kriteria hasil :
a. Monitor intensitas kecemasan
b. Menyingkirkan tanda kecemasan
c. Menurunkan stimulasi lingkuangan ketika cemas
d. Mencari informasi untuk menurunkan cemas
e. Menggunakan strategi koping efektif

NIC : Penurunan cemas

Intervensi:
a. Tenangkan klien
b. Berusaha memahami keadaan klien
c. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa takut
d. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi-situasi yang menciptakan cemas
e. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri dengan cara yang tepat
f. kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan

Dx 3 : Resiko terhadap kerusakan kedekatan orang tua / anak / bayi berhubungan dengan
perlakuan kekerasan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan


tidak terjadi kerusakan kedekatan orang tua / anak / bayi NOC : Parenting

Kriteria hasil :
a. Menyediakan kebutuhan fisik anak
b. Merangsang perkembangan kognitif
c. Merangsang perkembangan emosi
d. Merangsang perkembangan spiritual
e. Menggunakan masyarakat dan sumber lain yang tepat
f. Gunakan interaksi yang tepat untuk perkembangan emosi anak
NIC : Anticipatory guidance

Intervensi:
a. Kaji pasien untuk mengidentifikasi perkembangan dan krisis situasional selanjutnya dalam
efek dari krisis yang ada pada kehidupan individu dan keluarga.
b. Instruksikan perkembangan dan perilaku yang tepat
c. sediakan informasi yang realistic yang berhubungan dengan perilaku pasien
10

13
d. tentukan kebiasaan pasien dalam mengatasi masalah
e. Bantu pasien dalam memutuskan bagaimana dalam memutuskan masalah
f. Bantu pasien berpartisipasi dalam mengantisipasi perubahan peraturan

2.2 Prinsip Atraumatic Care

Atraumatic care atau asuhan atraumatik adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam
lingkungan oleh seseorang (personal) dengan melalui penggunaan intervensi yang
menghilangkan atau memperkecil distres psikologis dan fisik yang dialami oleh anak-anak
dan keluarga mereka dalam sistem pelayanan kesehatan. Atraumatic care yang dimaksud di
sini adalah perawatan yang tidak menimbulkan adanya trauma pada anak dan keluarga.
Perawatan tersebut difokuskan dalam pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian
dalam keperawatan anak. Perhatian khusus pada anak sebagai individu yang masih dalam
usia tumbuh kembang sangat penting karena masa anak-anak merupakan proses menuju
kematangan, yang mana jika proses menuju kematangan tersebut terdapat hambatan atau
gangguan maka anak tidak akan mencapai kematangan

Prinsip-prinsip atraumatic care Apakah Anda sudah pernah praktik di rumah-sakit


terutama di ruang anak? Tentu beberapa sudah pernah, sebagai contoh bagaimana cara
perawat saat mau memasang infus pada anak? Tentu anak ketakutan, menangis, merajuk
tidak mau tangannya ditusuk sementara orang tua juga ketakutan, tidak tega melihat anaknya,
sehingga sering anak tersebut di pegang kuat-kuat bahkan diikat agar cairan infus bisa masuk,
padahal kita bisa mempelajari prinsip atau teknik untuk mengatasi hal tersebut supaya anak
tidak mengalami trauma. Tujuan utama perawatan atraumatik adalah ˜Pertama, jangan
melukai, yang memberikan kerangka kerja untuk mencapai tujuan ini adalah dengan
mencegah atau meminimalkan pemisahan anak dari keluarganya, meningkatkan pengendalian
perasaan dan mencegah atau meminimalkan nyeri dan cedera pada tubuh. Beberapa contoh
pemberian asuhan atraumatik meliputi pengembangan hubungan anak-orang tua selama
dirawat di rumah sakit, menyiapkan anak sebelum pelaksanaan terapi dan prosedur yang
tidak dikenalinya, mengendalikan rasa sakit, memberikan privasi pada anak, memberikan
aktivitas bermain untuk mengungkapkan ketakutan dan permusuhan, menyediakan pilihan
untuk anak-anak dan menghormati perbedaan budaya. Beberapa kasus yang sering dijumpai
di masyarakat seperti peristiwa yang menimbulkan trauma pada anak adalah cemas, marah,
nyeri dan lain-lain. Apabila hal tersebut dibiarkan dapat menyebabkan dampak psikologis
pada anak dan tentunya akan mengganggu perkembangan anak. Dengan demikian atraumatic
care sebagai bentuk perawatan terapeutik dapat diberikan pada anak dan keluarga dengan
mengurangi dampak psikologi dari tindakan keperawatan yang diberikan seperti
memperhatikan dampak tindakan yang diberikan dengan melihat prosedur tindakan atau
aspek lain yang kemungkinan berdampak terjadinya trauma, untuk mencapai perawatan
tersebut beberapa prinsip yang dapat dilakukan oleh perawat antara lain:

11

14
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga. Dampak perpisahan
dari keluarga maka anak mengalami gangguan psikologis seperti kecemasan, ketakutan,
kurang kasih sayang sehingga gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan
dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. b. Meningkatkan kemampuan
orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak. Melalui peningkatan kontrol orang tua
pada diri anak, diharapkan anak mandiri dalam kehidupannya, anak akan selalu berhati-hati
dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal, serta
pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan
anak

empat prinsip atraumatic care menurut Hidayat, (2005) yaitu; mencegah atau
meminimalkan perpisahan anak dari orang tua, meningkatkan kemampuan orang tua dalam
mengontrol perawatan anaknya, mencegah dan mengurangi (injury) nyeri (dampak
psikologis) dan tidak melakukan kekerasan pada anak

2.3 MTBS

 1. Pasien lama membawa kartu berobat


 2. Kartu Jaminan Kesehatan ( KIS )
 3. Kartu Tanda Penduduk ( KTP )
 4. Kartu Keluarga ( KK )
 5. Buku KIA
 6. Rekam Medik pasien yang sudah di isi identitasnya

Sistem, Mekanisme dan Prosedur

 1. Pelanggan memijit tombol antrian untuk mengambil nomor antrian


 2. Pelanggan menunggu dipanggil oleh petugas sesuai dengan nomor antrian
 3. Petugas pendaftaran memanggil Pelanggan dan menanyakan identitas, kartu
jaminan kesehatan dan kartu berobat untuk Pelanggan lama
 4. Petugas mencarikan nomor Rekam Medik dan mengantarkan ke Poli
MTBM/MTBS
 5. Petugas memanggil nama dan alamat Pelanggan
 6. Petugas menyiapkan format MTBM/MTBS
 7. Petugas menganamnesa, memeriksa dan memberikan tindakan sesuai dengan bagan
alur MTBM/MTBS
 8. Petugas memberikan terapi dan menuliskannya di lembar Rekam medis, form
MTBM/MTBS dan kertas resep
 9. Apabila diperlukan, petugas mengkonsulkan hasil pemeriksaan ke dokter
 10. Apabila diperlukan dokter memberikan terapi dan menuliskan dilemar rekam
medis
 11. Petugas memberikan resep kepada Pelanggan untuk diserahkan ke ruang
pelayanan obat

Waktu Penyelesaian

15
10 Menit

Sesuai dengan kebutuhan Pelanggan ( lengkap, tepat dan akurat)

Biaya / Tarif
1. Pelanggan umum tarif pendaftran Rp.6.000

2. Pelanggan yang mempunyai kartu jaminan kesehatan gratis

3. Tarif tindakan sesuai dengan Perda nomor 4 tahun 2011

Produk Pelayanan
Pelanggan mendapatkan pelayanan sesuai dengan standar MTBM/MTBS

Pengaduan Layanan
Aduan, saran dan masukan dapat dilakukan dengan prosedur :

1. Secara Langsung;
2. Telepon;
3. Kotak Saran;
4. Pertemuan- pertemuan / Lintas sektor;

Tindak lanjut penanganan aduan, saran dan masukan adalah :

1. Verifikasi aduan;
2. Mediasi;
3. Kunjungan rumah;
4. Papan tanggapan
5. Jawaban langsung sesuai pengaduan.

2.4

ANAK UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

1. Klasifikasi dan Penanganan Manajemen Terpadu Balita Sakit (Scan)

2. Penilaian Tanda dan Gejala Penilaian tanda dan gejala merupakan langkah awal yang
dilaksanakan dengan pengkajian berdasarkan keluhan anak yang disampaikan oleh
orangtuanya.

Dengan keluhan tersebut, Anda dapat mengembangkan pengkajian sesuai pedoman


Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), yang meliputi:

a. Pneumonia Keluhan utama: apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas? Riwayat
kesehatan: apakah ini kunjungan pertama atau kunjungan ulang? Apakah anak bisa minum
atau menyusu? Apakah selalu memuntahkan semuanya? Apakah anak menderita kejang?

16
Pemeriksaan fisik: kaji kesadaran anak, apakah tidak sadar/letargi? Inspeksi: adakah tarikan
dinding dada ke dalam? Hitung respirasi dalam satu menit, anak mengalami pernafasan cepat
jika 50 kali per menit atau lebih (anak usia 2 bulan ≤ 12 bulan) atau 40 kali per menit atau
lebih (anak usia 12 bulan ≤ 5 tahun) dan auskultasi: adakah stridor?

b. Diare Lakukan anamnesa, jika anak mengalami diare maka tanyakan sudah berapa lama
dan apakah ada darah dalam tinja? Inspeksi: keadaan umum anak, apakah letargi atau tidak
sadar? Apakah gelisah rewel/mudah marah? Apakah matanya cekung? Palpasi: kaji turgor
kulit dengan cara mencubit kulit perut anak, turgor dinyatakan sangat lambat jika kembali > 2
detik.

c. Demam Lakukan anamnesa untuk menentukan apakah anak tinggal di daerah yang terkena
risiko malaria atau pernah berkunjung ke luar wilayah > 2 minggu? Jika ya,

lakukan pemeriksaan RDT, selanjutnya tanyakan sudah berapa lama demam, jika > 7 hari
apakah demamnya setiap hari? Pernahkah konsumsi obat malaria serta adakah anak
mengalami campak dalam 3 bulan terakhir? Inspeksi: adakah kaku kuduk? Adakah pilek,
lihat kulit adanya tanda campak (ruam kemerahan pada seluruh kulit). Jika anak menderita
campak, kaji mulut untuk melihat adakah luka. Kaji mata adalah nanah dan kekeruhan di
kornea.

d. Demam Berdarah Dengue (DBD) Lakukan anamnesa, apakah anak mengalami demam 2-7
hari? Apakah demam mendadak tinggi? Adakah bintik merah di kulit atau perdarahan di
gusi? Jika muntah adakah muntahan warna kopi atau seperti darah? Tanyakan berapa?
Apakah berwarna hitam, serta adakah nyeri ulu hati? Inspeksi: apakah anak tampak gelisah,
perdarahan hidung/gusi, bintik merah di kulit (petekie), jika ada sedikit tetapi tidak ada tanda
DBD maka lakukan uji tourniquet. Palpasi: hitung nadi dalam satu menit dan kaji apakah
lemah/tidak teraba, apakah ujung ekstremitas dingin?

e. Masalah Telinga Lakukan anamnesa, apakah anak mengalami sakit pada telinga dan keluar
cairan/nanah ? Palpasi: adakah pembengkakan di belakang telinga disertai nyeri?

f. Masalah Status Gizi Lakukan pengukuran dengan menimbang berat badan dan tinggi badan
dan menilai di grafik sesuai jenis kelamin dan umur anak (lampiran), Inspeksi: apakah anak
tampak kurus? Palpasi: adakah pembengkakan di kaki?

g. Anemia. Kaji adakah pucat di telapak tangan, sangat pucat atau agak pucat?

h. Memeriksa Status Imunisasi. Tanyakan pada ibu, imunisasi yang sudah diberikan pada
anaknya dan apakah anak mendapat suplemen vitamin A pada bulan Pebruari dan Agustus?

3. Penentuan Klasifikasi dan Tingkat Kegawatan

a. Klasifikasi Pneumonia Pada klasifikasi pneumonia ini dapat dikelompokkan menjadi


klasifikasi pneumonia berat atau penyakit sangat berat apabila adanya tanda bahaya umum,
tarikan dinding dada ke dalam dan adanya stridor. Pneumonia apabila ditemukan tanda

17
frekuensi napas yang sangat cepat. Klasifikasi batuk bukan pneumonia apabila tidak ada
pneumonia dan hanya keluhan batuk.

b. Klasifikasi Dehidrasi Pada diare diklasifikasikan menjadi diare dehidrasi berat apabila ada
tanda dan gejala seperti letargis atau tidak sadar, mata cekung, turgor kulit jelek sekali.
Klasifikasi diare dehidrasi ringan/sedang dengan tanda gelisah, rewel, mata cekung, haus,
turgor jelek. Klasifikasi diare tanpa dehidrasi apabila tidak cukup tanda adanya dehidrasi.

c. Klasifikasi Dehidrasi Persisten Klasifikasi diare dikategorikan apabila diarenya sudah lebih
dari 14 hari dengan dikelompokkan menjadi diare persisten berat apabila ditemukan adanya
tanda dehidrasi berat dan diare persisten apabila tidak ditemukan adanya tanda dehidrasi.

d. Klasifikasi Disentri Pada klasifikasi disentri ini juga termasuk klasifikasi diare secara
umum akan tetapi apabila diarenya disertai dengan darah dalam tinja atau diarenya
bercampur dengan darah.

e. Klasifikasi Risiko Malaria Pada klasifikasi risiko malaria ini dikelompokkan menjadi risiko
tinggi, rendah atau tanpa risiko malaria dengan mengidentifikasi apakah daerahnya
merupakan risiko terhadap malaria ataukah pernah ke daerah yang berisiko. Apabila terdapat
hasil identifikasi maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Klasifikasi dengan risiko tinggi
terhadap malaria, yang dikelompokkan lagi menjadi klasifikasi penyakit berat dengan
demam, apabila ditemukan tanda bahaya dan disertai dengan kaku kuduk. Klasifikasi malaria
apabila adanya demam ditemukan suhu 37,5 derajat Celcius atau lebih dan klasifikasi demam
mungkin bukan malaria jika terdapat demam dan suhu ≥ 37,5° C Pada klasifikasi risiko
rendah terhadap malaria, klasifikasikan penyakit berat dengan demam apabila ada tanda
bahaya umum atau kaku kuduk dan klasifikasi malaria apabila tidak ditemukan tanda demam
atau campak, dan klasifikasi demam mungkin bukan malaria apabila hanya ditemukan pilek
atau adanya campak atau juga adanya penyebab lain dari demam. Klasifikasi tanpa risiko
malaria, diklasifikasikan menjadi penyakit berat dengan demam apabila ditemukan tanda
bahaya umum dan kaku kuduk serta klasifikasi demam bukan malaria apabila tidak
ditemukan tanda bahaya umum dan tidak ada kaku kuduk.

f. Klasifikasi Campak Pada klasifikasi campak ini dikelompokkan menjadi campak dengan
komplikasi berat apabila ditemukan adanya tanda bahaya umum, terjadi kekeruhan pada
kornea mata, adanya luka pada daerah mulut yang dalam dan luas serta adanya tanda umum
campak seperti adanya ruam kemerahan dikulit yang menyeluruh, adanya batuk, pilek atau
mata merah. Klasifikasi campak dengan komplikasi pada mata atau mulut apabila ditemukan
tanda bernanah serta luka di mulut dan klasifikasi campak apabila hanya tanda khas campak
yang tidak disertai tanda klasifikasi di atas.

g. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue (DBD) Pada klasifikasi ini apabila terdapat demam
yang kurang dari 7 hari, yang dikelompokkan menjadi demam berdarah dengue (DBD)
apabila ditemukan tanda seperti adanya bintik perdarahan di kulit (petekie), adanya tanda
syok seperti ekstermitas teraba dingin, nadi lemah atau tidak teraba, muntah bercampur
darah, perdarahan hidung atau gusi adanya uji torniquet positif. Kemudian klasifikasi
mungkin DBD apabila adanya tanda nyeri ulu hati atau gelisah, bintik perdarahan bawah kulit

18
dan uji torniquet negatif jika ada sedikit petekie. Klasifikasi demam mungkin bukan DBD
apabila tidak ada tanda seperti di atas hanya demam saja.

h. Klasifikasi Masalah Telinga Pada klasifikasi masalah telinga ini diklasifikasikan dengan
mastoiditis apabila ditemukan adanya pembengkokan dan nyeri di belakang telinga,
kemudian klasifikasi infeksi telinga akut apabila adanya cairan atau nanah yang keluar dari
telinga dan telah terjadi kurang dari 14 hari serta adanya nyeri telinga. Klasifikasi infeksi
telinga kronis apabila ditemukan adanya cairan atau nanah yang keluar dari telinga dan
terjadi 14 hari lebih dan klasifikasi tidak ada infeksi telinga apabila tidak ditemukan gejala
seperti di atas.

i. Klasifikasi Status Gizi Pada penentuan klasifikasi gizi, menjadi klasifikasi sangat kurus
dan/atau edema apabila terdapat tanda BB/PB (TB) ≤ 3SD dan bengkak pada kedua
punggung kaki. Untuk klasifikasi kurus biasanya pada hasil pengukuran BB/PB (TB) ≥ 3SD
sampai ≤ 2SD dan normal apabila tidak ditemukan tanda kelainan gizi dan pengukuran
BB/PB (TB) – 2SD sampai + 2SD.

j. Klasifikasi Anemia Klasifikasi anemia berat apabila ditemukan telapak tangan sangat
pucat, klasifikasi anemia apabila telapak tangan agak pucat dan tidak ditemukan pucat di
telapak tangan diklasifikasikan tidak anemia.

19
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Child abuse adalah suatu tindak kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa yang
seharusnya bertanggung jawab terhadap keamanan dan kesejahteraannya, baik itu kekerasan
fisik maupun mental yang berakibat pada kerusakan/ kerugian lahir dan batin, dan
dikhawatirkan akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak di masa depannya.perawat
dapat berperan sebagai advokat dalam membela pasien pada hak yg dimilikinya.

Atraumatic care atau asuhan atraumatik adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam
lingkungan oleh seseorang (personal) dengan melalui penggunaan intervensi yang
menghilangkan atau memperkecil distres psikologis dan fisik yang dialami oleh anak-anak
dan keluarga mereka dalam sistem pelayanan kesehatan. Atraumatic care yang dimaksud di
sini adalah perawatan yang tidak menimbulkan adanya trauma pada anak dan keluarga.
Perawatan tersebut difokuskan dalam pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian
dalam keperawatan anak. Perhatian khusus pada anak sebagai individu yang masih dalam
usia tumbuh kembang sangat penting karena masa anak-anak merupakan proses menuju
kematangan, yang mana jika proses menuju kematangan tersebut terdapat hambatan atau
gangguan maka anak tidak akan mencapai kematangan

Saran

Diharapkan melalui makalah ini pembaca mampu mengerti tentang Pengkajian fisik pada
anak kekerasan, mtbs dan prinsip atraumatic care. Berdasarkan materi yang telah dijelaskan
dalam makalah ini, maka perawat mampu mengerti dan memahami akan medikasi.
Sehingga perawat dapat mengimplementasikannya dalam proses penanganan terhadap
pasien. Maka asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien akan berjalan dengan baik dan
maksimal.

17

20
Daftar pustaka

Lu'luil Maknun.2017.Jurnal Madrasah Ibtidaiyah, Volume 3, No. 1. Kekerasan terhadap


Anak yang dilakukan oleh Orang Tua (Child Abuse)

Jebul Suroso,Dkk.2018.Indonesian Journal of Nursing Research, Vol 1 No 2, Novembere-


ISSN 2615-6407

Ns. Yuliastati,S.Kep, M.Kep,dk.2016.Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Anak

Betz, Delsboro Keperawatan Pediatric, Jakarta : EGC

Budi Keliat, Anna Penganiayaan Dan Kekerasan Pada Anak. Jakarta: FKUI Gordon et all

Nanda Nursing Diagnoses. Definition and classification Phildelpia : NANDA

Johnson, Fontana, dkk IOWA Intervention Project Nursing Outcomes Classifition (NOC),
Second Edition.

USA : Mosby Mccloskey, Gill D.dkk IOWA Intervention Project Nursing Intervention
Classifition (NOC), Second Edition. USA : Mosby Nelson, Synder Tumbuh Kembang Anak.
Jakarta: EGC

Whaley s and Wong Clinic Manual of Pediatric Nursing,4th Edition.

USA Potter A Patricia.2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan,edisi 4.Jakarta :EGC


NANDA Nursing Diagnoses: Definitions & Classification Philadelphia: NANDA
International.

NICNOC. 2008, Diagnosa Nanda NIC & NOC, Jakarta: Prima Medika. American Academy
of Pediatrics, Soft Drinks in Schools: Committee on School Health.

Available from: /113/1/152.htm. [Accessed 14 April 2013]. Soegijianto, Soegeng.2002.Ilmu


Penyakit Anak.Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A. 2008, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (2 Edition), Jakarta:Salemba Medika.

18

21

Anda mungkin juga menyukai