Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

CHILD ABUSE AND NEGLECT

DOKTER PEMBIMBING
dr. Terapul Tarigan, Sp.A(K)

DISUSUN OLEH

Erin Dwi Fadillah 1410070100012


Kenny Akbary Jamal 1410070100149
Halima Tusakdiyah 1410070100139
Tina Syahfitri 71170891431

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD DR. PIRNGADI MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga tim penulis dapat menyelesaikan

penyusunan makalah ini guna melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior

di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD dr. Pirngadi Kota Medan yang berjudul

“Child Abuse and Neglect”.

Pada kesempatan ini, tim penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada pembimbing yaitu dr. Terapul Tarigan Sp.A(K) yang telah

memberikan bimbingan dan arahannya selama mengikuti kepaniteraan klinik senior

di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD dr. Pirngadi Kota Medan dalam membantu

penyusunan makalah ceramah ini.

Tim penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini

memiliki banyak kekurangan baik dari kelengkapan teori maupun penuturan

bahasa. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan laporan kasus ini.

Akhir kata, tim penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para

pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran serta dapat

menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu kedokteran dalam praktik di

masyarakat. Semoga limpahan rahmat, karunia, hidayah senantiasa tercurahkan

untuk kita semua. Aamiin.

Medan, Desember 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2


1.2 Definisi child abuse…………………………………………………...6
1.3 Epidemiologi kekerasan pada anak……………………………...6
1.4 Klasifikasi kekerasan pada anak…………………………………7
1.5 Faktor terjadinya kekerasan pada anak………………………………..11
1.6 Definisi child neglect………………………………………………….14
1.7 Klasifikasi child neglect……………………………………………….14
1.8 Etiologi child neglect……………………………………………18

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2


BAB III : KESIMPULAN .......................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang

Perilaku salah pada orang tua sering luput dari pengamatan, tak terkecuali

di Amerika Serikat yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Selama periode

1985-1992 angka perlakuan salah pada anak justru memperlihatkan peningkatan

sampai 50%.1 padahal seharusnya anak memiliki kebutuhan seperti perhatian dan

kasih sayang secara terus menerus, dorongan, dan pemeliharaan kesehatan, tapi

pada kenyataannya setiap anak mempunyai peluang yang sama untuk menjadi

korban yang merupakan salah satu bentuk dari child abuse dan neglect.

Child abuse (Kekerasan pada anak) adalah suatu tindak kekerasan yang

dilakukan oleh orang dewasa yang seharusnya bertanggung jawab terhadap

keamanan dan kesejahteraannya, baik itu kekerasan fisik maupun mental yang

berakibat pada kerusakan/ kerugian lahir dan batin, dan dikhawatirkan akan

berpengaruh pada tumbuh kembang anak di masa depannya.

Neglect (diabaikan/dilalaikan) adalah ketika kebutuhan-kebutuhan dasar

anak tidak dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan makanan

bergizi, tempat tinggal yang memadai, pakaian, kebersihan, dukungan emosional,

cinta dan afeksi, pendidikan, keamanan. Atau tindakan yang bersangkut masalah
tumbuh kembang anak, seperti tidak menyenangkan rumah dan memberi pakaian

yang layak, mengunci anak di dalam kamar atau kamar mandi, meninggalkan anak

di dalam periode waktu yang lama, menempatkan anak di dalam situasi yang

membahayakannya .

Tindakan yang menyakit anak seperti mencubit, menjewer anak hanya

karena kesal, misalnya saat anak tidak menurut, tantrum, berkelahi dengan teman,

dan sebagainya. Padahal yang seharusnya dihadapi adalah emosi orang tua itu

sendiri, bukan anak yang masih belajar. Saat dihinggapi rasa marah orang tua tidak

menyadari akibat dari perbuatannya. Misalnya menyebabkan anak luka, sakit,

menangis bahkan trauma. Jika sudah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, orang

tua baru menyesal dan saat itu mungkin sudah terlambat.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI CHILD ABUSE (KEKERASAN PADA ANAK)

Kekerasan pada anak adalah suatu tindak kekerasan yang dilakukan oleh

orang dewasa yang seharusnya bertanggung jawab terhadap keamanan dan

kesejahteraannya, baik itu kekerasan fisik maupun mental yang berakibat pada

kerusakan/ kerugian lahir dan batin, dan dikhawatirkan akan berpengaruh pada

tumbuh kembang anak di masa depannya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014

Tentang Perlindungan Anak, kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang

berakibat timbulnya kesengsaraan ataupenderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan

atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau

perampasan kemerdakaan secara melawan hukum.

2.2 EPIDEMIOLOGI KEKERASAN PADA ANAK

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat 2011-2015

Indonesia berada pada posisi darurat kekerasan terhadap anak dengan 21.689.987

data pelanggaran hak anak yang tersebar di 33 provinsi dan 202 kabupaten/kota.

Hasil monitoring Lembaga Perlindungan Anak (LPA) menunjukkan 58% dari

jumlah kasus tersebut merupakan tindak kejahatan seksual.Pusat data Komnas

Anak juga mencatat pada tahun 2015 ada 2.898 kasus kekerasan terhadap anak
dengan 59,30% kasus berupa kejahatan seksual dan 40,70% merupakan akumulasi

dari kasus kekerasan fisik, penelantaran, penganiayaan, perkosaan, adopsi ilegal,

penculikan, perdagangan anak untuk eksploitasi seksual, tawuran dan kasus

narkoba.

Pelanggaran terhadap hak anak setiap saat mengalami peningkatan.

Pengabaian terhadapkasus-kasus kekerasan terhadap anak-anak merupakan

pengabaian terhadap hak-hak anak.Data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak

menunjukkan bahwa Indonesia berada pada posisidarurat kekerasan terhadap anak

dalam lima tahun terakhir (2010-2015). Pada tahun 2013, tercatat2.676 kasus

kekerasan terhadap anak dengan 54 % merupakan kejahatan seksual. Pada

2014,tercatat 2.737 kasus kekerasan terhadap anak yang 52 persennya adalah

kejahatan seksual dan pada tahun 2015.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, terjadi peningkatan

sekitar 1.000 kasus kekerasan pada tahun 2016. Dari sekitar 1000 kasus tersebut,

ada 136 kasus kekerasan terhadap anak yang disebabkan oleh pengaruh media

sosial. Tren perkembangan teknologi menjadikan media sosial sebagai sumber

utama terjadinya kekerasan saat ini, khususnya di kalangan anak-anak. Misalnya,

yang terjadi pada kasus bully dan sejenisnya.

2.3 KLASIFIKASI KEKERASAN PADA ANAK

Jenis-jenis tindak kekerasan yang dikategorikan sebagai child abuse di

dalam keluarga adalah sebagai berikut :

A. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah setiap tindakan yang mengakibatkan atau

mungkin mengakibatkan kerusakan atau sakit fisik seperti menampar,

memukul, memutar lengan, menusuk, mencekik, membakar, menendang,

ancaman dengan benda atau senjata, dan pembunuhan. Terkadang orang tua

tidak mampu menahan emosi saat anak membuat marah. Banyak orang tua

yang mencubit, menjewer buah hatinya hanya karena kesal, misalnya saat

anak tidak menurut, berkelahi dengan teman, dan sebagainya. Padahal yang

seharusnya dihadapi adalah emosi orang tua itu sendiri, bukan anak yang

masih belajar. Saat dihinggapi rasa marah orang tua tidak menyadari akibat

dari perbuatannya. Misalnya menyebabkan anak luka, sakit, menangis

bahkan trauma. Jika sudah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, orang tua

baru menyesal dan saat itu mungkin sudah terlambat.1

B. Kekerasan Psikologis

Kekerasan psikologis meliputi perilaku yang ditujukan untuk

mengintimidasi dan menganiaya, mengancam atau menyalahgunakan

wewenang, membatasi keluar rumah, mengawasi, mengambil hak asuh

anak-anak, merusak benda-benda anak, mengisolasi, agresi verbal dan

penghinaan konstan. Menurut Azevedo & Viviane mengklasifikasikan

bentuk kekerasan psikologis pada anak.1

yaitu sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1.1 berikut :


Tabel 2.1 Klasifikasi Kekerasan Psikologis pada Anak Menurut

Azevedo & Viviane 1

KLASIFIKASI CONTOH PERILAKU

Indifference (tidak peduli) Tidak berbicara kepada anak kecuali jika perlu,

mengabaikan kebutuhan anak, tidak merawat,

tidak memberi perlindungan dan kurangnya

interaksi dengan anak.

Humiliation (penghinaan) Menghina, mengejek, menyebut nama-nama

yang tidak pantas, membuat mereka merasa

kekanak-kanakan, menentang identitas mereka,

martabat dan harga diri anak, mempermalukan

dan sebagainya.

Isolation (mengisolasi) Menjauhkan anak dari teman-temannya,

memutuskan kontak anak dengan orang lain,

mengurung anak sendiri dan sebagainya.

Rejection (penolakan) Menolak atau mengabaikan kehadiran anak,

tidak menghargai gagasan dan prestasi anak,

mendiskriminasi anak.

Terror (teror) Menimbulkan situasi yang menakutkan bagi

anak, rasa khawatir dan sebagainya.


C. Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual seperti aktifitas seks yang dipaksa melalui

ancaman, intimidasi atau kekuatan fisik, memaksa perbuatan seksual yang

tidak diinginkan atau memaksa berhubungan seks dengan orang

lain.Kekerasan seksual mungkin saja dialami oleh anak di dalam lingkungan

keluarga sendiri. Ketika anak mengenal seks tanpa edukasi dan otaknya

menjadi rusak karena kecanduan pornografi, juga termasuk kekerasan. Jika

kekerasan seksual yang dialami hingga terjadi pelecehan seksual, maka

secara fisik anak akan mengalami gangguan fungsi reproduksi, berpotensi

mengidap HIV/AIDS, sex disorder, gangguan rahim, dansecarapa psikis

anak akan trauma, minder dan tentu saja akan berakibat pada menurunnya

rasa percaya diri anak. Hal ini kan sangat berpengaruh pada motivasi, minat

belajar dan prestasi anak.1

D. Kekerasan Ekonomi

Kekerasan ekonomi meliputi tindakan seperti penolakan dana,

penolakan untuk berkontribusi finansial, penolakan makanan dan kebutuhan

dasar, serta mengontrol akses ke perawatan kesehatan dan pekerjaan.

Kekerasan ekonomi seperti tidak dipenuhinya kebutuhan makanan

dan gizi yang baik, menghambat pengoptimalan tumbuh kembang anak,

anak menderita gizi buruk, dan sulit fokus. Dalam kaitannya dengan fase-

fase perkembangan anak, Unicef meneliti keumuman bentuk kekerasan

yang terjadi pada anak sesuai tingkatan usianya. 1


Berikut adalah bentuk-bentuk kekerasan yang ditampilkan pada

tabel 2.2

Tabel 2.2 Bentuk-Bentuk Kekerasan pada setiap Fase Anak 1

FASE BENTUK KEKERASAN

Pralahir Aborsi dan risiko janin ketika mengalami pemukulan fisik.

Bayi Pembunuhan anak, kekerasan fisik, psikologis dan seksual.

Anak Pernikahan dini, kekerasan alat genital, inses, kekerasan fisik,

psikologis dan seksual.

Remaja Pemerkosaan, inses, pelecehan seksual di lingkungan sosial,

dijadikan wanita penghibur, kehamilan paksa, perdagangan remaja,

pembunuhan, pelecehan psikologis.

2.4.1 FAKTOR TERJADINYA KEKERASAN PADA ANAK

A. Pernikahan dini

Menikah terlalu muda membuat pasangan suami istri tidak memiliki

kemantapan dalam biduk pernikahan. Biasanya karena pergaulan bebas dan

hamil diluar nikah, mereka dipaksa menjadi orang tua yang immature.

Terlebih jika stigma masyarakat terlanjur memberi label buruk pada orang

tua dan anak itu sendiri. orang tua yang belum matang masih ingin

merasakan kebebasan, sehingga belum dapat bertanggung jawab terhadap

kesejahteraan anak.
B. Kurangnya ilmu

Orang tua yang tidak siap menjadi ‘orang tua’ adalah mereka yang

tidak memahami fase perkembangan anak, kebutuhan anak, pola tingkah

laku anak dan tidak dapat mengendalikan emosi saat anak membuat marah.

pola asuh yang salah, memungkinkan penegakkan disiplin dan internalisasi

nilai-nilai dilakukan tanpa memerhatikan psikologis anak.

C. Masalah ekonomi

Orang tua yang memiliki beban ekonomi cenderung mengabaikan

kebutuhan anak, bahkan banyak pula orang tua yang mengksploitasi anak

untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

D. Konflik keluarga

Konflik keluarga menyisakan beban mental tersendiri bagi orang

tua, bisanya karena ada konflik dalam keluarga istri atau suami merasa

terbebani secara psikologis sehingga tidak dapat mengendalikan emosi,

termasuk saat menghadapi anak.

E. KDRT

Kekerasan akan berbuah kekerasan, istri yang dianiaya oleh suami

akan sulit merasa bahagia, dan juga akan sulit memberikan kebahagiaan

bagi anak-anaknya.

F. Trauma/luka batin

Jika salah satu dari orang tua mengalami musibah atau kehilangan,

belum bisa berdamai dengan kenyataan, maka kemungkinan orang tua

tersebut akan lebih emosional dan irrasional. Sehingga akan sulit


membedakan mana tindakan yang benar dan mana tindakan yang

berlebihan.

G. Perceraian

Perceraian adalah neraka bagi anak-anak. Memisahkan salah satu

orang tua dari kehidupan mereka adalah suatu penyiksaan. Orang tua single

parent memiliki tanggung jawab sekaligus luka batin yang sangat besar.

Anak broken home biasanya mencari jati diri melalui pergaulan, minuman

keras dan narkoba.

H. Kegagalan bersosialisasi

Kegagalan berkomunikasi dengan lingkungan hingga menghambat

sosialisasi dengan sekitar membuat orang tua merasa terisolasi. Anak

menjadi korban dengan tidak boleh berteman, bermain, keluar rumah dan

lain sebagainya.

I. Sakit fisik

Sakit fisik terkadang membuat orang tua mudah marah. Apalagi jika

penyakit tersebut telah dialami cukup lama.

J. Sakit psikis

Seperti baby blues syndrome, post partum depression, bipolar dan

lain sebagainya membuat orangtua tidak dapat mencintai anak seutuhnya.

Sehingga banyak juga diberitakan seorang ibu tega membunuh anak-

anaknya.
2.5 DEFINISI CHILD NEGLECT

Penelantaran anak (child neglect) adalah kegagalan dalam menyediakan

segala sesuatu yang dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya, seperti :

kesehatan, pendidikan, perkembangan emosional, nutrisi, rumah atau

tempat bernaung, dan keadaan hidup yang aman, di dalam konteks sumber

daya yang layaknya dimiliki oleh keluarga atau pengasuh, yang

mengakibatkan atau sangat mungkin mengakibatkan gangguan kesehatan

atau gangguan perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial.

Termasuk didalamnya adalah kegagalan dalam mengawasi dan melindungi

secara layak dari bahaya atau gangguan, Pengabaian fisik seorang anak

merujuk pada kegagalan orang tua atau pengasuh untuk memberikan

kebutuhan dasar anak, seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,

perawatan medis dan pendidikan. Pengabaian secara emosional merujuk

pada kegagalan kronis orang tua atau pengasuh untuk memberikan anak

harapan, cinta, dan dukungan yang dibutuhkan untuk perkembangan suara

dan kepribadian yang sehat.4

2.5.1 KLASIFIKASI CHILD NEGLECT

A. Pengabaian Desersi atau keberadaan anak

Hal ini dapat mencakup kelalaian membawa pulang bayi baru lahir

setelah persalinan atau meninggalkan anak di rumah sakit karena

kesengajaan. Lalai dalam tanggung jawab akan lahir dan adanya anak di
dekat mereka dengan sengaja dilakukan karena adanya penolakan akan

kehadiran anak

B. Penelantaran Pendidikan (Educationl Neglect)


Yaitu kelalaian orang tua untuk tidak menyekolahkan anak diusia

wajib sekolah, tidak memberikan/menyediakan sarana pendidikan yang

diperlukan anak, tidak mendaftarkan anak yang memerlukan bidang

pendidikan khusus, membiarkan masa muda anak untuk mulai bekerja

keras. Melalaikan bidang pendidikan dapat mengakibatkan anak tidak

berhasil untuk memperoleh ketrampilan dasar hidup, keluar dari sekolah,

menunjukkan perilku mengganggu. Hal ini merupkan ancaman serius pada

umur emosional anak, kesehatan fisik, pengembangan atan pertumbuhan

psikologis normal.

Kelalaian menjamin bahwa anak-anak dapat bersekolah secara teratur,

mendapatkan hak mereka untuk bersekolah sewajarnya dan mendapatkan

pendidikan sesuai tumbuh kembang mereka yang disesuaikan dengan umur.

C. Penelantaran Emosional (Emotionl / Psychological Neglect)

Melalaikan emosional meliputi acuh atau sibuk bekerja keras

dengan kehadiran anak, membiarkan seorang anak untuk

menggunakan alkohol/obat terlarang, tidak memenuhi kebutuhn

psokologis, meremehkan anak dan menolak kasih sayang. Berikut

perilaku orang tua yang dianggap sebagai bentuk penganiayaan

emosional pada anak :


a. Melalaikan.

b. Penolakan ( misal menolak untuk memberikan kasih sayang ).

c. Secara lisan menyerang anak ( misalnya, meremehkan, saling

mengatai atau ancaman ).

d. Pengasingan ( Mencegah anak untuk mempunyai kontak sosial

normal dengan orang dewasa atau anak – anak lain ).

e. Teror ( mengancam anak dengan hukuman keras atau

menciptakan suatu iklim teror dengan merangsang masa kanak –

kanak takut ).

f. Merusak atau memanfaatkan ( memberi harapan pada anak

untuk mulai bekerja dengan perilaku yang bersifat merusak, tidak

suka bergaul atau perilaku menyimpang ).

Melalaikan emosional dapat berakibat mendorong kegambaran

diri anak lemah, penyalahgunaan obat/alkohol, perilaku bersifat

merusak dan bahkan bunuh diri.

D. Penelantaran Perawatan Kesehatan (Medical Neglect)

Yaitu kegagalan untuk menyediaakan pelayanan kesehatan sesuai


kebutuhan anak ( walaupun keuangan mampu melakukannya ),
menempatkan anak pada kondisi yang mengancam jiwa, atau kondisi
sekarat, dan juga termasuk orang tua yang mengabaikan rekomendasi medis
untuk seorang anak dengan suatu cacat atau penyakit kronis. Keadaan ini
dapat berakibat kesehatan lemah dan permasalahan medis. Walaupun
melalaikan medis sering dihubungkan dengan isu keuangan, disini ada suatu
pembedaan antara suatu kemampuan dalam kepedulian pemberian untuk
menyediakan keperlun dasar pada norma – norma budaya atau ketiadaan
sumber daya keuangan dan suatu penolakan/keseganan pengetahuan untuk
menyediakan pelayanan

Kelalaian dalam memberikan perawatan kesehatan, tidak melakukan


imunisasi saat masih bayi, tidak memberikan perawatan kesehatan saat anak
sakit dan lainnya.

E. Penelantaran Gizi

Kelalaian untuk memberikan nutrisi dan cairan yang memadai dan


sesuai dengan usia anak sehingga tidak memadai dalam perkembangan,
pertumbuhan dan memungkinkan terjadinya kelaparan, dehidrasi, atau gagal
tumbuh.

F. Penelantaran Fisik (Physical Neglect)

Kelalaian untuk menyediakan rumah yang aman, kering, dan hangat,


untuk anak. Selain itu, jiga adanaya kelalaian untuk menyediakan anak akan
kebersihan yang memadai, dan untuk menyediakan pakaian bersih dan tepat.

Melalaikan fisik merupakan mayoritas kasus penganiyaan, biasanya


melibatkan orang tua yaitu tidak memenuhi kebutuhan dasar anak, misal
pemenuhan makanan, pakaian dan tempat tinggal juga meliputi pengawasan
tidak cukup, penolakan kepada anak yang mengarah pada pengusiran. Hal ini
dapat membahayakan kesehatan fisik anak, perkembanagn dan pertumbuhan
psikologis, serta dapat mengakibatkan anak kurang gizi, penyskit serius,
kegagalan untuk tumbuh subur, merugikan fisik dalam wujud memotong,
memukul, membakar atau luka – luka lain dalam kaitannya ketiadaan
pengawasan dan seumur hidup kekaguman pada diri sendiri rendah.
G. Penelantaran dalam pengawasan dan pendampingan

Kelalaian untuk memberikan pendampingan, bimbingan, dan


perlindungan kepada anak-anak karena kesengajaan dan kurangnya
pengetahuan,orang tua kurang memahami atau mengantisipasi situasi dan
keadaan yang berbahaya, seperti perlindungan dari lingkungan yang bahaya
seperti racun, listrik, senjata, dan air keras. Adanya kemungkinan orang tua
yang mengalami gangguan mental karena penyalahgunaan zat, alcohol dan
obat-obatan,juga dapat menyebabkan orang tua mengalami gangguan pola
piker yang secara tidak langsung akan terjadi deprivasi social dan tidak lagi
peduli dengan dirinya, keluarganya bahkan lingkungannya.

2.6 ETIOLOGI CHILD NEGLECT

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penelantaran adalah:

A. Trauma masa lalu pada orang tua. (Faktor Predisposisi)

Perlakuan dimasa lalu yang dialami biasanya akan membekas dalam


benak seseorang dan akan melakukan seperti hal yang sama dimasa
dewasanya dan ia akan mengadopsi perilaku yang sesuai dengan nilai
orang tuanya.4

B Masalah ekonomi (Faktor Presipitasi)

Masalah ekonomi juga menjadi penyebab orang tua bersikap


demikian kepada anaknya.Pada tahun 1976, Biro Anak-anak Nasional
menerbitkan hasil dari suatu survei yang memperlihatkan bahwa
ketidakberuntungan yang dialami oleh anak bukanlah disebabkan
hanya karena berasal dalam keluarga orang tua tunggal, tetapi juga
disebabkan oleh kemiskinan.4
C Jumlah anak dalam keluarga (Faktor Predisposisi)

Keluarga dengan anggota keluarga lebih dari 4 anak bisanya


cenderung untuk tak terlalu memperhatikan perkembangan dari setiap
anak-anaknya. Terdapat kecenderungan bagi anak pertama dan anak
bungsu untuk mengalami perlakuan yang buruk yakni pada saat anak
belum mampu untuk berkomunikasi dan bergerak.4

D Anak yang tidak diharapkan (Faktor Predisposisi)

Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Ada beberapa


pandangan orang tua yang melihat anak mereka berbeda dari anak
lain. Hal ini dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak
yang tidak direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak
dari orang lain yang tidak disukai, misalnya anak mantan suami/istri,
anak tiri, serta anak dengan berat lahir rendah.

Terdapat juga kemungkinan penyakit organic yang terkait dengan


anak atau kepribadian dan perilaku anak yang mengakibatkan orang
tua tidak menginginkan anak tersebut.4

E Kelainan mental orang tua (Faktor Predisposisi)

Mental orang tua ikut mempengaruhi terjadinya penelantaran pada


anak. Orang tua yang mengkonsumsi alcohol, penggunaan obat,
biasanya akan mengalami gangguan proses piker dan cenderung
deprivasi social dan tidak peduli lagi dengan lingkungan sekitarnya.4
BAB III
KESIMPULAN

Kekerasan terhadap anak dalam keluarga kerap dilakukan oleh orang tua

yang sedang mengalami stres. Bentuk kekerasan terhadap anak dapat dibagi

menjadi empat yaitu, kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan seksual dan

kekerasan ekonomi. Faktor penyebab orang tua memproduksi stres antara lain,

pernikahan dini; kurangnya ilmu parenting; masalah ekonomi, konflik keluarga;

KDRT, trauma/luka batin, perceraian, kegagalan bersosialisasi, sakit fisik, sakit

psikis, seperti baby blues syndrome, post partum depression, bipolar, dan hal lain

yang membuat orangtua tidak dapat mencintai anak seutuhnya.

(child neglect) adalah kegagalan dalam menyediakan segala sesuatu yang

dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya, seperti : kesehatan, pendidikan,

perkembangan emosional, nutrisi, rumah atau tempat bernaung, dan keadaan hidup

yang aman, di dalam konteks sumber daya yang layaknya dimiliki oleh keluarga

atau pengasuh, yang mengakibatkan atau sangat mungkin mengakibatkan gangguan

kesehatan atau gangguan perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial.

Termasuk didalamnya adalah kegagalan dalam mengawasi dan melindungi secara

layak dari bahaya atau gangguan


DAFTAR PUSTAKA

1. Maknum, L, 2017. Kekerasan terhadap anak yang dilakukan orang tua


(child abuse) maullimuna jurnal madrasah ibtidaiyah.
2. Setiani, R.E. 2016. Pendidikan anti kekerasan untuk anak usia dini:
konsepsi dan implementasinya. Institute agama islam negeri purwakarta.
3. Mulyana. N, resnawaty, R., basar, 6.6. 2018. Penanganan anak korban
kekerasan. Ilmu kesejahteraan social fakultas ilmu social dan ilmu politik
universitas padjajaran bandung. 13.
4. Harold, Karlan MD dkk.1997. “Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2 Edisi ke 7.” Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai