Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pengaruh
Kekerasan Pada Tumbuh Kembang Pediatri ini tepat pada waktunya.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Hilmi Umasangaji Sp. KJ, selaku dosen
di bagian Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa pada mata kuliah/blok Tumbuh Kembang
dan Geriatri yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya terima untuk kesempurnaan
makalah ini.

Ternate, 29 Februari 2020

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………..4
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………5
C. Tujuan………………………………………………………………………….6

BAB II PEMBAHASAN

A. Kekerasan pada anak……………………………………………………….7


1. Pengertian……………………………………………………………..7
2. Klasifikasi………………………………………………………………7
3. Faktor resiko………………………………………………………….10
4. Diagnosis……………………………………………………………...11
5. Diagnosis banding…………………………………………………...12
B. Dampak kekerasan terhadap tumbuh kembang anak…………………...14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………….15

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….17

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anak adalah individu unik, yang tidak dapat disamakan dengan orang
dewasa, baik dari segi fisik, emosi, pola pikir, maupun tingkahlakunya. Oleh
karena itu perlakuan terhadap anak membutuhkan spesialisasi atau perlakuan
khusus dan emosi yang stabil. Pada anak tertumpu tanggungjawab yang
besar. Anak harapan masa depan bangsa dan agama disandarkan. Dengan
bahasa lain, anak adalah harapan masa depan, penerus cita-cita dan pewaris
keturunan. Masa depan Anak memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan
sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensial bangsa dan negara
pada masa depan. Banyak cara yang diterapkan oleh orang tua dalam
mendidik anak. Ada yang mengutamakan kasih sayang, komunikasi yang baik
dan pendekatan yang lebih bersifat afektif. Ada pula yang menggunakan
kekerasan sebagai salah satu metode dalam menerapkan kepatuhan dan
pendisiplinan anak. Kekerasan pada anak, baik fisik maupun psikis dipilih
sebagai cara untuk mengubah perilaku anak dan membentuk perilaku yang
diharapkan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 28B
ayat (2) menyatakan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan
dan diskriminasi“. Selanjutnya Pasal 72 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak mengamanatkan orang perorangan,
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga pendidikan untuk
berperan dalam perlindungan anak, termasuk di dalamnya melakukan upaya
pencegahan tindak kekerasan terhadap anak di lingkungannya. Dengan
demikian, menjadi tanggung jawab semua pihak untuk mengimplementasikan
perlindungan anak dalam aktivitas keseharian. Tindak kekerasan dalam
bentuk apa pun terhadap anak tidak boleh terjadi karena dapat menimbulkan
dampak negatif yang serius bagi tumbuh kembang anak. Tindak kekerasan

3
merupakan pelanggaran berat hak azasi manusia serta merendahkan harkat
dan martabat anak. Akibat tindak kekerasan anak mengalami penderitaan fisik,
psikis dan sosial, sehingga mengganggu tumbuh kembangnya. Gambaran
akibat tindak kekerasan dapat berupa luka, kecacatan, gangguan kejiwaan
berupa rasa dendam, ketakutan dan depresi, penderitaan berkepanjangan
akibat tindak kekerasan seksual, bahkan dapat menimbulkan kematian.
Kenyataannya tindak kekerasan terhadap anak terus meningkat dengan motif
dan cara yang semakin beragam. Hampir tidak ada tempat yang aman bagi
anak. Di rumah sendiri, di sekolah maupun di tempat umum tindak kekerasan
dapat terjadi. Pelaku tindak kekerasan umumnya orang yang dekat dengan
anak yakni orang tuanya, keluarga, guru atau orang dewasa lainnya, yang
seharusnya bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan terhadap
anak. Tindak kekerasan terhadap anak dapat pula dilakukan oleh orang yang
tidak dikenal di tempat umum. Perlindungan anak dari tindak kekerasan
merupakan tanggung jawab utama orang tua, masyarakat sekitar, pemerintah
daerah dan pemerintah. Dengan semakin meningkatnya kasus dan dampak
tindak kekerasan, maka perlu ditingkatkan upaya mencegah dan menangani
tindak kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga, melalui penguatan
program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Kelompok Dasawisma, sebagai
kelompok yang dibentuk dan dikembangkan Tim Penggerak Pemberdayaan
dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) sejak sekitar 20 tahun yang lalu. Kelompok
Dasawisma merupakan wadah implementasi 10 program pokok PKK yang bila
diintensifkan dapat mencegah tindak kekerasan terhadap anak. Berdasarkan
hal tersebut ditambah lagi fakta bahwa Kelompok Dasawisma telah ada di
seluruh daerah dan selama ini telah mempunyai peran penting dan strategis
dalam pemberdayaan keluarga menuju masyarakat sejahtera, maka Kelompok
Dasawisma ditetapkan sebagai wadah untuk pencegahan dan penanganan
dini tindak kekerasan terhadap anak.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengaruh kekerasan terhadap tumbuh kembang pediatric ?

4
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengaruh kekerasan terhadap tumbuh kembang
pediatric

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kekerasan pada anak


1. Pengertian
Dalam bidang kedokteran, “child abuse” atau diartikan dalam bahasa
Indonesia berarti kekerasan pada anak pertama kali dilaporkan oleh
Ambroise Tardieudari perancis pada tahun 1860, dari hasil otopsi 32 anak
yang meninggal dengan kecurigaan akibat perlakuan salah. Kemudian
Caffey 1946, pada makalahnya tentang seorang anak yang dilaporkan
menderita patah tulang multiple dan hematom subdural sebagai akibat
perlakuan salah dari oeangtuanya. Selanjutnya pada tahun 1957, Caffey
melaporkan lagi hal yang sama tetapi pada anak yang lain (dikutip dari
Dogramaci Ihsan, 1990).
menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare
memberikandefinisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental,
kekerasan seksualdan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun
yang dilakukan oleh orangyang seharusnya bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan anak, sehinggakeselamatan dan kesejahteraan
anak terancam.
Kekerasan terhadap anak adalah semua bentuk/tindakan perlakuan
menyakitkan secara fisik ataupun emosional, penyalahgunaan seksual,
trafiking, penelantaran, eksploitasi komersial termasuk eksploitasi seksual
komersial anak yang mengakibatkan cidera/kerugian nyata ataupun
potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh
kembang anak atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks
hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan.
2. Klasifikasi
 Physical abuse (Kekerasan fisik)

6
Kekerasan fisik adalah agresi fisik diarahkan pada seorang anak oleh
orang dewasa. Halini dapat melibatkan meninju, memukul, menendang,
mendorong, menampar,membakar, membuat memar, menarik telinga
atau rambut, menusuk, membuattersedak atau menguncang seorang
anak.Guncangan terhadap seorang anak dapat mengakibatkan tekanan
intrakranial, pembengkakan otak, cedera difusaksonal,dan kekurangan
oksigen yang mengarah ke pola seperti gagal tumbuh, muntah,
lesu,kejang, pembengkakan atau penegangan ubun-ubun, perubahan
pada pernapasan,dan pupil melebar.Transmisi racun pada anak melalui
ibunya juga dapat dianggap penganiayaan fisik dalam beberapa wilayah
yurisdiksi. Sebagian besarnegara dengan hukum kekerasan terhadap
anak mempertimbangkan penderitaan dariluka fisik atau tindakan yang
menempatkan anak dalam risiko yang jelas dari cederaserius atau
kematian tidak sah. Di luar ini, ada cukup banyak variasi. Perbedaan
antaradisiplin anak dan tindak kekerasan sering kurang didefinisikan.
Budaya norma tentangapa yang merupakan tindak kekerasan sangat
bervariasi: kalangan profesional serta masyarakat yang lebih luas tidak
setuju pada apa yang disebut merupakan perilaku kekerasan.
 Psychological/emotional abuse (Psikologis / Kekerasan emosional)
Kekerasan emosional didefinisikan sebagai produksi cacat psikologis
dan sosial dalampertumbuhan seorang anak sebagai akibat dari
perilaku seperti berteriak keras, kasardan sikap kasar, kurangnya
perhatian, kritik keras, dan fitnah dari kepribadian anak.Contoh lain
termasuk nama panggilan, ejekan, degradasi, kerusakan barang-
barangpribadi, penyiksaan atau pembunuhan hewan peliharaan
kesayangan, kritikberlebihan, tuntutan yang tidak pantas atau
berlebihan, pemutusan komunikasi, dan pelabelan rutin
atau penghinaan. Korban kekerasan emosional dapat bereaksi dengan
menjauhkan diri dari pelaku,internalisasi kata-kata kasar atau dengan
menghina kembali pelaku penghinaan.Kekerasan emosional dapat
mengakibatkan gangguan kasih sayang yang abnormalatau terganggu,

7
kecenderungan korban menyalahkan diri sendiri (menyalahkan
dirisendiri) untuk pelecehan tersebut, belajar untuk tak berdaya, dan
terlalu bersikappasif.
 Neglect (Penelantaran)
Penelantaran anak adalah di mana orang dewasa yang bertanggung
jawab gagal untukmenyediakan kebutuhan memadai untuk berbagai
keperluan, termasuk fisik(kegagalan untuk menyediakan makanan yang
cukup, pakaian, atau kebersihan),emosional (kegagalan untuk
memberikan pengasuhan atau kasih saying, keselamatan,dan
kesejahteraan terancam bahaya), pendidikan (kegagalan untuk
mendaftarkananak di sekolah), atau medis (kegagalan untuk mengobati
anak atau membawa anakke dokter).Penelantaran juga kurangnya
perhatian dari orang-orang di sekitarnya anak, dan tidakada penyediaan
kebutuhan yang relevan dan memadai untuk kelangsungan hidupanak,
yang akan menjadi anak kurang perhatian, cinta, dan kasih sayang.
Beberapadiamati tanda-tanda pada anak terlantar meliputi: anak sering
tidak masuk sekolah,mengemis atau mencuri makanan atau uang, tidak
menerima perawatan kesehatandan kebersihan medis dan gigi, secara
konsisten kotor, atau tidak memiliki pakaianyang cukup untuk cuaca
(musim dingin).Anak terlantar mungkin mengalami keterlambatan
perkembangan fisik dan psikososial,mungkin mengakibatkan
psikopatologi dan gangguan neuropsikologifungsi termasuk fungsi
eksekutif, perhatian, kecepatan berpikir, bahasa, memori dan
keterampilansosial. Anak-anak terlantar menunjukkan peningkatan
perilaku agresif dan hiperaktif,memiliki waktu lebih sulit membentuk dan
mempertahankan hubungan, sepertiromantis atau persahabatan, di
kemudian hari karena kurangnya keterikatan mereka dalam tahap awal
mereka hidup.

 Sexual Abuse (Kekerasan Seksual)


Kekerasan seksual anak (CSA) adalah bentuk kekerasan anak di mana
orang dewasaatau remaja yang lebih tua pelanggaran anak untuk

8
rangsangan seksual. Kekerasanseksual mengacu pada partisipasi anak
dalam tindakan seksual yang ditujukanterhadap kepuasan fisik atau
keuntungan dari orang yang melakukan tindakantersebut. Bentuk CSA
termasuk meminta atau menekan seorang anak untukmelakukan
aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), paparan senonohdari alat
kelaminuntuk anak, menampilkan pornografi untuk anak, aktualkontak
seksualdenganseorang anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak,
melihat alat kelamin anak tanpakontak fisik, atau menggunakan anak
untuk memproduksi pornografi anak. Jual jasaseksualanak-anak dapat
dilihat dan diperlakukan sebagai kekerasan anak denganlayanan yang
ditawarkan kepada anak daripada penahanan sederhana.Pengaruh
kekerasan seksual anak pada korban termasukrasa
bersalahdanmenyalahkan diri sendiri, kilas balik, mimpi buruk, susah
tidur, takut hal yangberhubungan dengan penyalahgunaan (termasuk
benda, bau, tempat, kunjungandokter, dll), masalah harga diri, disfungsi
seksual, sakit kronis, kecanduan, melukai diri, keinginan bunuh
diri, keluhan somatik, depresi,gangguan stres pasca-
trauma, kecemasan, penyakit mentallain (termasuk gangguan
kepribadian), dan dan gangguanidentitas disosiatif, kecenderungan
untuk mengulangitindakan kekerasan setelah dewasa, bulimia nervosa,
cedera fisik pada anak di antara masalah-masalah lainnya. Sekitar 15%
sampai 25% wanita dan 5% sampai 15% pria yang mengalami
pelecehanseksual ketika mereka masih anak-anak. Kebanyakan pelaku
pelecehan seksual adalahorang yang kenal dengan korban mereka;
sekitar 30% adalah keluarga dari anak, palingsering adalah saudara,
ayah, ibu, paman atau sepupu, sekitar 60% adalah kenalanteman lain
seperti keluarga, pengasuh anak, atau tetangga; orang asing adalah
yangmelakukan pelanggar hanya sekitar 10% dari kasus pelecehan
seksual anak.
3. Faktor resiko

9
Menurut Bittner Newberger (dikutip dari Snyder, 1983), perlakuan salah
pada anak disebabkan faktor-faktor multidimensional.
 Berat badan lahir rendah atau prematuritas
 Penyakit kronis
 Cacat bawaan
 Bayi yang sering kolik/menangis
 Anak yang sulit makan
 Anak dengan kebutuhan khusus
4. Diagnosis
Untuk melihat akibat perlakuan salah terhadap anak, kita harus
mengamati gejala klinis, mengetahui umur dan tingkat perkembangan
anak pada saat kejadian dialami anak, pengalaman anak dalam
menghadapinya, dan seluruh lingkungan emosi dari keluarganya. Dari
observasi klinik, perlakuan salah terhadap anak dapat memengaruhi
banyak hal, termasuk kelainan fisik dan perkembangan anak, baik
kognitif maupun emosinya. Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan mental, laboratorium dan
radiologi schingga diperlukan pendekatan multidisiplin.
a) . Akibat pada fisik anak
Diagnosis dibuat kalau dijumpai trauma fisik yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya.
1. Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang,
perdarahan retina akibat dari adanya hematom subdural, dan
kerusakan organ dalam lainnya.
2. Sekuele/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan
parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan
mata, dan cacat lainnya.
3. Kematian
b) Akibat pada tumbuh kembang anak

10
Pada umumnya, pertumbuhan dan perkembangan anak yang
mengalami perlakuan salah lebih lambat daripada anak yang
normal, yaitu :
1. Pada umumnya, pertumbuhan fisik anak kurang daripada
anak-anak sebayanya yang tidak mendapat perlakuan salah.
Namun, Oates dkk. (1984) mengatakan bahwa tidak ada
perbedaan tinggi badan dan berat badan yang bermakna
dengan anak yang normal.
2. Perkembangan kejiwaan juga mengalani gangguan.
c) Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
1. Tanda akibat trauma atau infelsi lokal, misalnya nyeri
perineal, sckret vagina nycri dan perdarahan anus;
2. Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang,
enuresis, enkoptes anoreksia, atau perubahan tingkah laku;
3. Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak
sesuai dengan umunya. Pemeriksaan alat kelamin dilakukan
dengan memperhatikan vulva, himen, dan anus anak.
d) Sindrom Munchausen
Gambaran sindrom ini terdiri dari :
1. gejala yang tidak biasa/tidak spesifik,
2. gejala terlihat hanya kalau ada
3. cara pengobatan oleh
4. tingkah laku orangtua yang berlebihan,
5. ada penyakit yang sama, tetapi tidak biasa pada sepupu atau
orangtuanya.

5. Diagnosis banding

Beberapa keadaan atau penyakit yang dapat menyerupai akibat fisik


perlakuan salah terhadap anak antara lain sebagai berikut:

11
1) Kelainan pada kulit
• Luka memar dibedakan dengan bercak mongolian. Bercak
mongolian berwarna biru keabu-abuan pa warna merah. Luka memar
selain akibat trauma juga harus dibedakan dengan hemofilia,
anafilaktoid purpura, dan purpura fulminan.
• Eritema bila lokal, harus dibedakan dengan luka bakar, impetigo,
nekrolisis epidermal toksika, selulitis bakterial, pioderma gang-
renosa, reaksi fotosensitif, dll. Untuk mem- bedakan perlu
anamnesis perjalanan pe- nyakit, kultur, pengecatan Gram, dan
lain- lain.
2) Kelainan pada tulang:
• Fraktur, selain karena trauma juga dapat sebagai akibat dari
osteogenesis imperfekta, rikets, dan leukemia yang dapat
meningkatkan insidens fraktur patologis, tetapi tidak mengenai
metafisis.
• Lesi pada metafisis, selain karena trauma juga disebabkan oleh
scurvy, lues, atau trauma lahir.
• Osifikasi subperiosteal, selain akibat trauma juga dapat karena
keganasan, lues, osteoid osteoma, atau scurvy.
3) Sudden infant death syndrome (SIDS)
Sebagian besar penyebab SIDS tidak diketahui, tetapi SIDS juga
dapat akibat trauma, asfiksia, infeksi botulinum, imunodefisiensi,
aritmia jantung, dan hipoadrenalism.

4) Kelainan pada mata


• Perdarahan retina, selain akibat dari trauma kepala, juga karena
penyakit gangguan perdarahan atau kanker ganas.
• Perdarahan konjuntiva, selain akibat trauma juga dapat karena
batuk yang berat misalnya pada pertusis, konjungtivitis viral
atau bakteri.
• Bengkak pada daerah orbita, selain akibat trauma juga selulitis
daerah orbita/periorbita, epidural hematom, metastase kanker.

12
5) Hematuria, dapat terjadi akibat dari trauma, infeksi saluran
urogenitalis, glomerulonefritis, dan lain lain
6) Akut abdomen, selain karena trauma dapat juga terjadi akibat dari
kelainan pada sistem saluran pencernaan

B. Dampak kekerasan terhadap tumbuh kembang anak

Anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik bila mereka menerima


segala kebutuhannya dengan optimal. Jika salah satu kebutuhan baik asuh,
asih, maupun asah tidak terpenuhi maka akan terjadi kepincangan dalam
tumbuh kembang mereka. Dampak yang terjadi dapat secara langsung
maupun tidak langsung atau dampak jangka pendek dan dampak jangka
panjang. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami child
abuse, pada umumnya lebih lambat dari pada anak yang normal yaitu,

• Dampak langsung terhadap kejadian child abuse 5% mengalami


kematian, 25% mengalami komplikasi serius seperi patah tulang, luka
bakar, cacat menetap.
• Terjadi kerusakan menetap pada susunan saraf yang dapat
mengakibatkan retardasi mental, masalah belajar/ kesulitan belajar,
buta, tuli, masalah dalam perkembangan motor/ pergerakan kasar dan
halus, kejadian kejang, ataksia, ataupun hidrosefalus.
• Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya,
tetapi Oates dkk pada tahun 1984 mengatakan bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna dalam tinggi badan dan berat dengan anak
normal.
• Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan yaitu,
- Kecerdasan, berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan
dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga
karena malnutrisi. Anak juga kurang mendapat stimulasi adekuat
karena gang- guan emosi.

13
- Emosi, masalah yang sering dijumpai adalah gangguan emosi, kesulitan
belajar/sekolah, kesulitan dalam mengadakan hubungan dengan
teman, kehilangan kepercayaan diri, fobia cemas, dan dapat juga terjadi
pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau
bermusuhan dengan orang dewasa, atau menarik diri/menjauhi
pergaulan. Anak suka mengompol, hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan
belajar, gagal sekolah, sulit tidur, temper tantrum.
- Konsep diri, anak yang mendapat kejadian child abuse merasa dirinya jelek,
tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram dan tidak bahagia, tidak mampu
menyenangi aktifitas dan melakukan percobaan bunuh diri.
- Agresif, anak yang mendapat kejadian child abuse lebih agresif terhadap
teman sebaya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orang
tua mereka atau mengalihkan perasaan agaresif kepada teman
sebayanya sebagai hasil kurangnya konsep diri.
- Hubungan sosial, pada anak-anak tersebut kurang dapat bergaul dengan
teman sebaya atau dengan orang dewasa, misalnya me- lempari batu,
perbuatan kriminal lainnya.
- Akibat dari sexual abuse, tanda akibat trauma atau infeksi lokal, seperti
nyeri perineal, sekret vagina, nyeri dan perdarahan anus; Tanda gangguan
emosi, misalnya konsentrasi kurang, enuresis, enkopresis, anoreksia dan
perubahan tingkah laku, kurang percaya diri, sering menyakiti diri
sendiri, dan sering mencoba bunuh diri; Tingkah laku atau pengetahuan
seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya.

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perlakuan salah merupakan masalah pada anak yang memerlukan


penanganan secara multidisiplin. Diagnosis sukar, karena ada
kecenderungan orangtua/pengasuh anak yang mengalami perlakuan salah
tersebut berusaha menutupi kesalahannya. Walaupun mencegah perlakuan
salah sangat sulit, intervensi perlu dilakukan sedini mungkin. Seperti yang
dikatakan oleh Henry Kempe, orangtua yang “love their children very much,
but not very well” memerlukan pertolongan untuk belajar mencintai anak
untuk mengurangi perlakuan salah pada anak.

15
DAFTAR PUSTAKA

Arvin K, Behrman. 1999. Ilmu Kesehatan Anak; Edisi 15. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.

Soetjiningsih, IG. N. Gde Ranuh. Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Widiastuti, D., & Sekartini, R. (2016). Deteksi Dini, Faktor Risiko, dan Dampak
Perlakuan Salah pada Anak. Sari Pediatri, 7(2), 105.
https://doi.org/10.14238/sp7.2.2005.105-12

Lianny Solihin, “Tindakan Kekerasan Pada Anak dalam Keluarga”, Jurnal Pendidikan
Penabur, No.03, hal. 133 (2004)

Sari, R., Nulhaqim, S. A., & Irfan, M. (2015). Pelecehan Seksual Terhadap Anak.
Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(1), 14–18.
https://doi.org/10.24198/jppm.v2i1.13230

16

Anda mungkin juga menyukai