Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM RUMAH

TANGGA

Disusun oleh:

Octa Shiffa Nur Ramadhani

XII IPS 2

Jl. WR Supratman, Cemp. Putih, Kec. CIiputat Timur, Kota Tangerang


Selatan, Banten 15412
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak adalah tumpuan dan harapan orang tua. Anak jugalah yang akan
menjadi penerus bangsa ini. Sedianya, wajib dilindungi maupun diberikan kasih
okum. Namun fakta berbicara lain. Maraknya kasus kekerasan pada anak sejak
beberapa tahun ini seolah membalikkan pendapat bahwa anak perlu dilindungi.
Begitu banyak anak yang menjadi korban kekerasan keluarga, lingkungan
maupun masyarakat dewasa ini. Pasal 28b ayat 2 menyatakan bahwa “Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Seperti yang kita tahu bahwa
Indonesia masih jauh dari kondisi yang disebutkan dalam pasal tersebut.
Berbagai jenis kekerasan diterima oleh anak-anak, seperti kekerasan verbal,
fisik, mental maupun pelecehan seksual. Ironisnya pelaku kekerasan terhadap
anak biasanya adalah orang yang memiliki hubungan dekat dengan si anak,
seperti keluarga, guru maupun teman sepermainannya sendiri. Tentunya ini juga
memicu trauma pada anak, misalnya menolak pergi ke sekolah setelah tubuhnya
dihajar oleh gurunya sendiri. Kondisi ini amatlah memprihatinkan, namun bukan
berarti tidak ada penyelesaiannya.
Perlu koordinasi yang tepat di lingkungan sekitar anak terutama pada
lingkungan keluarga untuk mendidik anak tanpa menggunakan kekerasan,
menyeleksi tayangan okume maupun memberikan perlindungan serta kasih
okum agar anak tersebut tidak menjadi anak yang suka melakukan kekerasan
nantinya. Tentunya kita semua tidak ingin negeri ini dipimpin oleh pemimpin
bangsa yang tidak menyelesaikan kekerasan terhadap rakyatnya. Persoalannya
adalah sejauh mana okum atau perundang-undangan Indonesia, mengapresiasi
terhadap fenomena tersebut, baik terhadap perbuatan, pelaku maupun anak
sebagai korban kekerasan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dalam makalah ini


adalah:

1. Apa pengertian kekerasan terhadap anak menurut para ahli?


2. Apa faktor-faktor yang memicu kekerasan terhadap anak?
3. Bagaimana bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak?
4. Bagaimana solusi pencegahan kekerasan terhadap anak?

C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dalam makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian kekerasan terhadap anak menurut para


ahli
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memicu kekerasan terhadap
anak
3. Untuk mengetahui bentuk-bentu kekerasan terhadap anak
4. Untuk mengetahui solusi pencegahan kekerasan terhadap anak
D. Manfaat

Sebagai masukan dan pertimbangan dalam memberikan pendidikan


kesehatan mental dan menambah wawasan tentang kekerasan pada anak,
sehingga dengan pengetahuan yang baik dapat mengurangi kejadian
kekerasan terhadap anak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis: adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai,


membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan
kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditafsirkan
maknanya.

Kekerasan: adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan


atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan
bahaya bagi badan, nyawa, dan kemerdekaan orang, termasuk menjadikan
orang pingsan atau tidak berdaya.

Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari


perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan
tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun
tidak pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.
BAB III

METODE PENELITAN

Penelitian ini ditulis cara mengumpulkan data berbentuk kata-kat, gambar,


nukan angka-angka. Prosedur ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis dari orang-orang.
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak Menurut Para Ahli

Menurut Sutanto (2006) kekerasan anak adalah perlakuan orang


dewasa atau anak yang lebih tua dengan menggunakan
kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya
menjadi tanggung jawab dari orang tua atau pengasuh yang berakibat
penderitaan, kesengsaraan, cacat/kematian. Kekerasan pada anak lebih
bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau
luka pada tubuh sang anak. Nadia (2004) mengartikan kekerasan anak
sebagai bentuk penganiayaan baik fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik
adalah tindakan kasar yang mencelakakan anak dan segala bentuk
kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis
adalah semua tindakan merendahkan/ meremehkan anak.
Lebih lanjut Hoesin (2006) melihat kekerasan anak sebagai bentuk
pelanggaran terhadap hak-hak anak dan dibanyak negara dikategorikan
sebagai kejahatan sehingga untuk mencegahnya dapat dilakukan oleh para
petugas hukum. Sedangkan Patilima (2003) menganggap kekerasan
merupakan perlakuan yang salah dari orang tua. Patilima mendefinisikan
perlakuan yang salah pada anak adalah segala perlakuan terhadap anak
yang akibat dari kekerasannya mengancam kesejahteraan dan tumbuh
kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial maupun mental
2. Faktor-Faktor Yang Memicu Kekerasan Terhadap Anak

a. Lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam menonton


TV, bermain dll. Hal ini bukan berarti orang tua menjadi diktator/over
protektif, namun maraknya kriminalitas di negeri ini membuat
perlunya meningkatkan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar.
b. Anak mengalami cacat tubuh, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu
lugu.
c. Kekerasan keluarga (banyak anak).
d. Keluarga pecah (broken home) akibat perceraian, ketiadaan Ibu dalam
jangka panjang.
e. Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidakmampuan
mendidik anak, anak yang tidak diinginkan (unwanted child) atau anak
lahir di luar nikah.
f. Pengulangan sejarah kekerasan orang tua yang dulu sering
memperlakukan anak-anaknya dengan pola yang sama.
g. Kondisi lingkungan yang buruk, keterbelakangan.
h. Kesibukan orang tua sehingga anak menjadi sendirian bisa menjadi
pemicu kekerasan terhadap anak.
i. Kurangnya pendidikan orang tua terhadap anak.
3. Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Anak

1. Kekerasan Fisik
Bentuk kekerasan seperti ini mudah diketahui karena akibatnya bisa
terlihat pada tubuh korban kasus physical abuse: persentase tertinggi usia
0-5 tahun (32,3%) dan terendah usia 13-15 tahun (16,2%). Kekerasan
biasanya meliputi memukul, mencekik, menempelkan benda panas ke
tubuh korban dan lain-lainnya. Dampak dari kekerasan seperti ini selain
menimbulkan luka dan trauma pada korban, juga sering kali membuat
korban meninggal.

2. Kekerasan secara Verbal


Bentuk kekerasan seperti ini sering diabaikan dan dianggap biasa atau
bahkan dianggap sebagai candaan. Kekerasan seperti ini biasanya meliputi
hinaan, makian, maupun celaan. Dampak dari kekerasan seperti ini yaitu
anak jadi belajar untuk mengucapkan kata-kata kasar, tidak menghormati
orang lain dan juga bisa menyebabkan anak menjadi rendah diri.

3. Kekerasan secara Mental


Bentuk kekerasan seperti ini juga sering tidak terlihat, namun
dampaknya bisa lebih besar dari kekerasan secara verbal. Kasus emotional
abuse: persentase tertinggi usia 6-12 tahun (28,8%) dan terendah usia 16-
18 tahun (0,9%) kekerasan seperti ini meliputi pengabaian orang tua
terhadap anak yang membutuhkan perhatian, teror, celaan, maupun sering
membanding-bandingkan hal-hal dalam diri anak tersebut dengan yang
lain, bisa menyebabkan mentalnya menjadi lemah. Dampak kekerasan
seperti ini yaitu anak merasa cemas, menjadi pendiam, belajar rendah diri,
hanya bisa iri tanpa mampu untuk bangkit.
4. Pelecehan Seksual
Bentuk kekerasan seperti ini biasanya dilakukan oleh orang yang telah
dikenal anak, seperti keluarga, tetangga, guru maupun teman
sepermainannya sendiri. Kasus pelecehan seksual: persentase tertinggi usia
6-12 tahun (33%) dan terendah usia 0-5 tahun (7,7%).Bentuk kekerasan
seperti ini yaitu pelecehan, pencabulan maupun kekerasan. Dampak
kekerasan seperti ini selain menimbulkan trauma mendalam, juga sering
kali menimbulkan luka secara fisik.
Berikutnya hendak dikemukakan berbagai bentuk kekerasan terhadap
anak yang ditetapkan sebagai tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU
Perlindungan Anak. Seperti dikemukakan di atas, bahwa ada beberapa
bentuk kekerasan terhadap anak, yaitu kekerasan fisik, psikis, dan seksual.
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak tersebut dijabarkan ke dalam
berbagai tindak pidana, seperti diatur dalam Pasal 77 s.d. Pasal 89. Berbagai
bentuk tindak pidana kekerasan pada anak dalam UU Perlindungan Anak
adalah sebagai berikut:

1. Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami


kerugian materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya
(Pasal 77);
2. Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit
atau penderitaan fisik, mental, maupun sosial (Pasal 77);
3. Membiarkan anak dalam situasi darurat, seperti dalam pengungsian,
kerusuhan, bencana alam, dan/atau dalam situasi konflik bersenjata (Pasal
78);
4. Membiarkan anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau
seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainya
(napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, padahal
anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu (Pasal 78);

5. Pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan Pasal 39 (Pasal 79);


6. Melakukan kekejaman, kekerasan atau penganiayaan terhadap anak
(Pasal 80);
7. Melakukan kekerasan terhadap anak untuk melakukan persetubuhan
(Pasal 81);
8. Melakukan kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan
perbuatan cabul (Pasal 82);
9. Memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau
untuk dijual (Pasal 83);
10. Melakukan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh anak untuk
pihak lain dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain, secara melawan hukum(Pasal 84);
11. Melakukan jual beli organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak(Pasal 85);
12. Melakukan pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak,
tanpa memperhatikan kesehatan anak, atau penelitian kesehatan yang
menggunakan anak sebagai objeknya tanpa mengutamakan kepentingan
yang terbaik bagi anak, secara melawan hukum (Pasal 85);
13. Membujuk anak untuk memilih agama lain dengan menggunakan tipu
muslihat atau serangkaian kebohongan (Pasal 86);
14. Mengeksploitasi ekonomi dan seksual anak dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain (Pasal 88);
15. Menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak
dalam penyalahgunaan produksi atau distribusi narkotika, psikotropika,
alkohol, dan/atau zat adiktif lainya (napza) (Pasal 89).
4. solusi pencegahan kekerasan terhadap anak?

Agar anak terhindar dari bentuk kekerasan seperti di atas perlu adanya
pengawasan dari orang tua, dan perlu diadakannya langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Jangan sering mengabaikan anak, karena sebagian dari terjadinya
kekerasan terhadap anak adalah kurangnya perhatian terhadap anak.
Namun hal ini berbeda dengan memanjakan anak.
2. Tanamkan sejak dini pendidikan agama pada anak. Agama mengajarkan
moral pada anak agar berbuat baik, hal ini dimaksudkan agar anak
tersebut tidak menjadi pelaku kekerasan itu sendiri.
3. Sesekali bicaralah secara terbuka pada anak dan berikan dorongan pada
anak agar bicara apa adanya/berterus terang. Hal ini dimaksudkan agar
orang tua bisa mengenal anaknya dengan baik dan memberikan nasihat
apa yang perlu dilakukan terhadap anak, karena banyak sekali kekerasan
pada anak terutama pelecehan seksual yang terlambat diungkap.
4. Ajarkan kepada anak untuk bersikap waspada seperti jangan terima
ajakan orang yang kurang dikenal dan lain-lain.
5. Sebaiknya orang tua juga bersikap sabar terhadap anak. Ingatlah bahwa
seorang anak tetaplah seorang anak yang masih perlu banyak belajar
tentang kehidupan dan karena kurangnya kesabaran orang tua banyak
kasus orang tua yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya
sendiri.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari keluarga, masyarakat
maupun pemerintah. Dalam penyelenggaraan perlindungan anak yang tercantum
dalam UU No. 23 Tahun 2002 maka semua pihak mempunyai kewajiban untuk
melindungi anak dan mempertahankan hak-hak anak. Pemberlakuan Undang-
undang ini juga di sempurnakan dengan adanya pemberian tindak pidana bagi
setiap orang yang sengaja maupun tidak sengaja melakukan tindakan yang
melanggar hak anak. Dalam undang-undang ini juga dijelaskan bahwa semua
anak mendapat perlakuan yang sama dan jaminan perlindungan yang sama pula,
dalam hal ini tidak ada diskriminasi ras, etnis, agama, suku, dsb.
Anak yang menderita cacat baik fisik maupun mental juga memiliki hak
yang sama dan wajib dilindungi seperti hak memperoleh pendidikan, kesehatan,
dsb. Undang-undang No.23 tahun 2002 juga menjelaskan mengenai hak asuh
anak yang terkait dengan pengalihan hak asuh anak, perwalian yang diperlukan
karena ketidakmampuan orang tua berhubungan dengan hukum, pengangkatan
anak yang sangat memperhatikan kepentingan anak, serta penyelenggaraan
perlindungan dalam hal agama, kesehatan, pendidikan, sosial dan perlindungan
khusus.

B. Saran
Undang-undang ini telah dibuat dengan baik dan memperhatikan atau
peduli terhadap hak-hak anak namun pemerintah kurang mensosialisasikan dan
merealisasikan isi undang-undang ini. Pemerintah dan masyarakat kurang
berperan dalam menjalankan undang-undang ini sebab anak masih dalam
pengawasan dan pengasuhan keluarga jadi pihak lain belum menjalankan
tanggung jawab seperti yang telah tercantum di atas.

Anda mungkin juga menyukai