Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak merupakan kelompok yang memerlukan perhatian dalam upaya
pembinaan kesehatan masyarakat, karena mereka akan berperan sebagai calon orang
tua, tenaga kerja, bahkan pemimpin bangsa di masa depan. Dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan anak di Indonesia diperlukan upaya pembinaan
kesehatan anak yang komprehensif dan terarah pada semua permasalahan kesehatan
akibat penyakit maupun masalah lainnya. Kekerasan dan penelantaran anak
mengakibatkan terjadinya gangguan proses pada tumbuh kembang anak. Keadaan ini
jika tidak ditangani secara dini dengan baik, akan berdampak terhadap penurunan
kualitas sumber daya manusia.[9]
Selama beberapa tahun terakhir kecenderungan terjadinya kekerasan seksual
pada anak semakin meningkat jumlahnya. Secara umum yang dimaksud dengan
kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak dalam segala bentuk
aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur tertentu yang
ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan di mana orang dewasa atau anak
lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih
dari anak memanfaatkannya untuk kesenangan seksual atau aktivitas seksual. Di
Indonesia UU Perlindungan Anak memberi batasan bahwa yang dimaksud dengan
anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak
yang masih dalam kandungan.[8]
Kekerasan seksual adalah setiap aktivitas pada anak, di mana umur belum
mencukupi menurut izin hukum, yang digunakan untuk sumber kepuasan seksual
orang dewasa atau anak yang sangat lebih tua. Belakangan ini banyak muncul kasus
perilaku seks bebas yang melanda anak-anak di bawah umur, dimana anak merupakan
kelompok yang rentan baik fisik maupun mental. Seksual abuse termasuk oral-
genital, genital-genital, genital-rektal, tangan-genital, tangan-rektal atau kontak
tangan-payudara; pemaparan anatomi seksual, melihat dengan paksa anatomi seksual,
dan menunjukkan pornografi pada anak atau menggunakan anak dalam produksi

1
pornografi. Penelitian tentang Kekerasan Pada Anak yang dilakukan oleh
Sudaryono menyatakan selama tiga dasawarsa masalah anak baik sebagai pelaku
maupun korban kekerasan (kekerasan) dapat dikatakan kurang mendapat perhatian.[1]
Beberapa bulan terakhir ini, kasus kekerasan seksual pada anak kembali marak
terjadi di Indonesia. Kekerasan seksual pada anak ini sangatlah memprihatinkan
banyak pihak terutama bagi sekolah-sekolah serta ibu-ibu yang memiliki anak.
Kebanyakan korban kekerasan seksual pada anak berusia sekitar 5 hingga 11 tahun.[2]
Menurut Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Biro Pusat
Statistik Tahun 2011, angka kejadian tindak kekerasan terhadap anak di Indonesia
adalah 3,02% yang artinya setiap 10.000 anak terdapat 302 anak korban kekerasan.
Kekerasan pada anak itu sendiri terdiri dari kekerasan seksual, fisik, emosional,
eksploitasi anak, perdagangan anak, dan penelantaran anak.[4]
Berdasarkan data Komisi Nasional perlindungan anak, pada tahun 2011 kasus
kekerasan seksual pada anak sudah mencapai 1298 kasus.[2]
Kasus pemerkosaan dan kekerasan terhadap anak di wilayah Nusa Tenggara
Timur (NTT) sangat tinggi. Bahkan kasus pemerkosaan anak di NTT
tertinggi/terbanyak di Indonesia.[6]
Komisi Perlindungan Anak Indonesia menemukan banyak aduan kekerasan
pada anak pada tahun 2010. Dari 171 kasus pengaduan yang masuk, sebanyak 67,8
persen terkait dengan kasus kekerasan. Dan dari kasus kekerasan tersebut yang paling
banyak terjadi adalah kasus kekerasan seksual yaitu sebesar 45,7 persen (53 kasus).[7]
Maka dari itu, hal yang penting dilakukan adalah memberikan pendidikan
seksual atau pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak-anak sedini mungkin, perlu
dilakukan oleh orangtua dan pihak sekolah agar anak tidak mendapatkan informasi
yang salah dari teman, internet, maupun media lainnya.[2]

B. PENGERTIAN
Definisi kekerasan terhadap anak menurut Centers for Disease Control and
Prevention adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh
orang tua atau pengasuh lainnya yang dihasilkan dapat membahayakan, atau

2
berpotensi bahaya, atau memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak..
Kekerasan pada anak menurut keterangan WHO dibagi menjadi lima jenis, yaitu
kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan emosional, penelantaran anak,
eksploitasi anak.[5]

C. RUMUSAN MASALAH
Melihat uraian diatas, maka timbul pertanyaan yang hendak dijawab dengan
penelitian ini yaitu :
1. Apakah yang dimaksud dengan kekerasan seksual pada anak-anak
2. Bagaimanakah mengetahui pola luka kekerasan seksual pada anak
3. Peraturan apa yang mengatur perlindungan terhadap kekerasan seksual pada anak

D. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mengetahui peranan dokter umum dalam menangani kasus kekerasan seksual
terhadap anak.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual pada anak-
anak
2. Mengetahui pola luka kekerasan seksual pada anak
3. Mengetahui Peraturan apa yang mengatur perlindungan terhadap
kekerasan seksual pada anak

E. MANFAAT
Dari hasil referat yang dilakukan ini diharapkan dapat diperoleh beberapa
manfaat, antara lain :
1. Memberikan informasi yang bermanfaat untuk mengembangkan dan
meningkatkan pengetahuan tentang tanda-tanda kekerasan seksual terhadap anak
serta tanda-tanda psikologisnya.
2. Untuk menambah wawasan tentang ilmu kedokteran forensik, khususnya tentang
kekerasan seksual pada anak-anak dan bagaimana cara menangani kasus tersebut.

3
F. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif mengambil data sekunder dari rekam medis di
SMF Kedokteran Forensik RS Embung Fatimah Kota Batam. Sampel yang di
ambil ialah korban kekerasan seksual pada anak di bawah umur 15 tahun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

4
A. Kekerasan Pada Anak (Child Abuse)
Secara umum kekerasan didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan
satu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan atau
mental. Anak ialah individu yang belum mencapai usia 18 tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan seperti tertera dalam pasal 1 UU No 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak. Kekerasan pada anak adalah tindakan yang di lakukan seseorang
atau individu pada mereka yang belum genap berusia 18 tahun yang menyebabkan
kondisi fisik dan atau mentalnya terganggu.
Kekerasan pada anak atau perlakuan salah pada anak adalah suatu tindakan
semena-mena yang dilakukan oleh seseorang yang seharusnya menjaga dan
melindungi anak (caretaker) pada seorang anak baik secara fisik, seksual, maupun
emosi. Pelaku kekerasan di sini karena bertindak sebagai caretaker, maka mereka
umumnya merupakan orang terdekat di sekitar anak. Ibu dan bapak kandung, ibu dan
bapak tiri, kakek, nenek, paman, supir pribadi, guru, tukang ojek pengantar ke
sekolah, tukang kebun, dan seterusnya.
Seringkali istilah kekerasan pada anak ini dikaitkan dalam arti sempit dengan
tidak terpenuhinya hak anak untuk mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan
eksploitasi. Kekerasan pada anak juga sering kali dihubungkan dengan lapis pertama
dan kedua pemberi atau penanggung jawab pemenuhan hak anak yaitu orang tua
(ayah dan ibu) dan keluarga. Kekerasan yang disebut terakhir ini di kenal dengan
perlakuan salah terhadap anak atau child abuse yang merupakan bagian dari
kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence). (Hobbs CJ,1998)
Menurut WHO (World Health Organization) kekerasan dan penelantaran pada
anak merupakan semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun
emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau
eksploitasi lain, yang mengakibatkan cedera atau kerugian nyata ataupun potensial
terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak, atau
martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab,
kepercayaan atau kekuasaan.

5
Banyak teori yang berusaha menerangkan bagaimana kekerasan ini terjadi,
salah satu di antaranya teori yang berhubungan dengan stress dalam keluarga (family
stress). Stres dalam keluarga tersebut bisa berasal dari anak, orang tua, atau situasi
tertentu. (Bittner S,1998)
1. Stres berasal dari anak misalnya anak dengan kondisi fisik, mental, dan
perilaku yang terlihat berbeda dengan anak pada umumnya. Bayi dan usia balita, serta
anak dengan penyakit kronis atau menahun juga merupakan salah satu penyebab
stres.
2. Stres yang berasal dari orang tua misalnya orang tua dengan gangguan jiwa
(psikosis atau neurosa), orang tua sebagai korban kekerasan di masa lalu, orang tua
terlampau perfek dengan harapan pada anak terlampau tinggi, orang tua yang terbiasa
dengan sikap disiplin.
3. Stres berasal dari situasi tertentu misalnya terkena PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja) atau pengangguran, pindah lingkungan, dan keluarga sering
bertengkar.
Dengan adanya stres dalam keluarga dan faktor sosial budaya yang kental
dengan ketidaksetaraan dalam hak dan kesempatan, sikap permisif terhadap hukuman
badan sebagai bagian dari mendidik anak, maka para pelaku makin merasa sah untuk
menyiksa anak. Dengan sedikit faktor pemicu, biasanya berkaitan dengan tangisan
tanpa henti dan ketidakpatuhan pada pelaku, terjadilah penganiayaan pada anak yang
tidak jarang membawa malapetaka bagi anak dan keluarganya. (Bittner S,1998)
Perlukaan bisa berupa cedera kepala (head injury), patah tulang kepala, geger
otak, atau perdarahan otak. Perlukaan pada badan, anggota gerak dan alat kelamin,
mulai dari luka lecet, luka robek, perdarahan atau lebam, luka bakar, patah tulang.
Perlukaan organ dalam (visceral injury) tidak dapat dideteksi dari luar sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan dalam dengan melakukan otopsi. Perlukaan pada permukaan
badan seringkali memberikan bentuk yang khas menyerupai benda yang digunakan
untuk itu, seperti bekas cubitan, gigitan, sapu lidi, setrika, atau sundutan rokok.
Karena perlakuan seperti ini biasanya berulang maka perlukaan yang ditemukan
seringkali berganda dengan umur luka yang berbeda-beda, ada yang masih baru ada

6
pula yang hampir menyembuh atau sudah meninggalkan bekas (sikatriks). Di
samping itu lokasi perlukaan dijumpai pada tempat yang tidak umum sepertihalnya
luka-luka akibat jatuh atau kecelakaan biasa seperti bagian paha atau lengan atas
sebelah dalam, punggung, telinga, langit langit rongga mulut, dan tempat tidak umum
lainnya. (Philip SL,1993)
Saat perlakuan salah pada anak terjadi, lantaran perbuatan itu, pelaku tidak
sadar bahkan mungkin tidak tahu bahwa tindakannya itu akan diancam dengan pidana
senjata atau denda yang tidak sedikit, bahkan jika pelaku ialah orang tuanya sendiri
maka hukuman akan ditambah sepertiganya yakni pada pasal 80 Undang-Undang
Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagai berikut :
1. Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan,
atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000.00.
2. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 100.000.000.00.
3. Dalam hal anak yang dimaksud ayat 2 mati, maka pelaku dipidana penjara paling
lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak RP. 200.000.000.004. Pidana dapat
ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2)yat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya).

Tabel 1. Undang-undang no 23/2002 Perlindungan Anak


Pasal Tindakan Hukuman
77 Diskriminasi Penelantaran Anak 5 tahun, 100 juta
78 Sengaja anak dalam situasi darurat 5 tahun, 100 juta
Kekerasan terhadap anak, 3,5 tahun, denda 72 juta
80 luka berat, 5 tahun, 100 juta
mati 10 tahun, 200 juta
83 Menjual, menculik 3-15 tahun, 60-300 juta
88 Eksploitasi ekonomi/seksual 10 ahun, 200 juta

7
B. Bentuk Kekerasan pada Anak
Terdapat lima bentuk kekerasan pada anak (1999 WHO Consultation on child abuse
prevention) yaitu : (Meadow R,1993)
1. Kekerasan fisik (Physical abuse)
Merupakan kekerasan yang mengakibatkan cedera fisik nyata ataupun
potensial terhadap anak, sebagai akibat dari interaksi atau tidak adanya interaksi,
yang layaknya berada dalam kendali orang tua atau orang dalam posisi hubungan
tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan. Bentuk kekerasan yang sifatnya bukan
kecelakaan yang membuat anak terluka.
Contoh: menendang, menjambak (menarik rambut), menggigit, membakar,
menampar.
2. Kekerasan seksual (sexual abuse)
Merupakan pelibatan anak dalam kegiatan seksual dimana ia sendiri tidak
sepenuhnya memahami, tidak mampu memberikan persetujuan atau oleh karena
perkembangannya belum siap atau tidak dapat memberi persetujuan, atau yang
melanggar hukum atau pantangan masyarakat, atau merupakan segala tingkah laku
seksual yang dilakukan antara anak dan orang dewasa.
Contoh, pelacuran anak-anak, intercourse, pornografi, eksibionisme, oral sex, dan
lain-lain.
3. Mengabaikan (Neglect)
Merupakan kegagalan dalam menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan
untuk tumbuh kembangnya, seperti kesehatan, perkembangan emosional, nutrisi,
rumah atau tempat bernaung dan keadaan hidup yang aman di dalam konteks sumber
daya yang layaknya dimiliki oleh keluarga atau pengasuh, yang mengakibatkan atau
sangat mungkin mengakibatkan gangguan kesehatan atau gangguan perkembangan
fisik, mental, moral dan sosial, termasuk didalamnya kegagalan dalam mengawasi
dan melindungi secara layak dari bahaya gangguan.
4. Kekerasan emosi (Emotional Abuse)
Merupakan kegagalan penyediaan lingkungan yang mendukung dan memadai
bagi perkembangannya, termasuk ketersediaan seorang yang dapat dijadikan figur

8
primer sehingga anak dapat berkembang secara stabil dengan pencapaian kemampuan
sosial dan emosional yang diharapkan sesuai dengan potensi pribadina dalam konteks
lingkungannya. Segala tingkah laku atau sikap yang mengganggu kesehatan mental
anak atau perkembangan sosialnya.
Contoh : tidak pernah memberikan pujian/ reinforcemen yang positif,
membandingkannya dengan anak yang lain, tidak pernah memberikan pelukan atau
mengucapkan aku sayang kamu.
5. Eksploitasi anak (child exploitation)
Merupakan penggunaan anak dalam pekerjaan atau aktivitas lain untuk
keuntungan orang lain. Dampak dari tindak kekerasan terhadap anak yang paling
dirasakan yaitu pengalaman traumatis yang susah dihilangkan pada diri anak, yang
berlanjut pada permasalahan-permasalahan lain, baik fisik, psikologis maupun sosial.
Stigma yang melekat pada korban : (Meadow R,1993)
1. Stigma Interna
a. Kecenderungan korban menyalahkan diri.
b. Menutup diri.
c. Menghukum diri.
d. Menganggap dirinya aib
2. Stigma Eksternal
a. Kecenderungan masyarakat menyalahkan korban.
b. Media informasi tanpa empati memberitakan kasus yang dialami korban
secar terbuka dan tidak menghiraukan hak privasi korban.
Faktor-faktor kausalitas yang signifikan : (Sugiarto,2007)
1. Masalah kemiskinan
2. Masalah gangguan hubungan sosial keluarga dan komunitas
3. Penyimpangan perilaku dikarenakan masalah psikososial
4. Lemahnya kontrol sosial primer masyarakat dan hukum
5. Pengaruh nilai sosial budaya di lingkungan sosial tertentu
6. Keengganan masyarakat untuk melaporkan kasus-kasus

9
Kompleksitas faktor-faktor penyebab dan beban permasalahan yang demikian
berat dalam diri para korban tindak kekerasan, menuntut diambilnya langkah
penanganan yang holistik dan komprehensif melalui pendekatan interdisipliner,
interinstitusional dan intersektoral dengan dukungan optimal dari berbagai sumber
dan potensi dalam masyarakat. (Sugiarto,2007)

C. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah salah satu bentuk dari kekerasan tubuh yang
merugikan kesehatan dan nyawa manusia. Ilmu Kedokteran Forensik berguna dalam
fungsi penyelidikan, yaitu untuk:
1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
2. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
3. Memperkirakan umur
4. Menentukan pantas tidaknya korban buat kawin
Kekerasan seksual merupakan segala kekerasan, baik fisik maupun psikologis,
yang dilakukan dengan cara-cara seksual atau dengan mentargetkan seksualitas.
Definisi kekerasan seksual ini mencakup pemerkosaan, perbudakan seksual, dan
bentuk-bentuk lain kekerasan seksual seperti penyiksaan seksual, penghinaan seksual
di depan umum, dan pelecehan seksual.Terdapat dua macam bentuk kekerasan
seksual, yaitu ringan dan berat.
Macam-macam kekerasan seksual ringan :
Pelecehan seksual
Gurauan porno,
Siulan, ejekan dan julukan
Tulisan/gambar
Ekspresi wajah,
Gerakan tubuh
Perbuatan menyita perhatian seksual tak dikehendaki korban, melecehkan dan atau
menghina korban.

10
Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis
kekerasan seksual berat.

Macam-macam kekerasan seksual berat:


Pelecehan, kontak fisik: raba, sentuh organ seksual, cium paksa, rangkul, perbuatan
yang rasa jijik, terteror, terhina
Pemaksaan hubungan seksual
Hubungan seksual dgn cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan
Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain, pelacuran tertentu.
Hubungan seksual memanfaatkan posisi ketergantungan / lemahnya korban.
Tindakan seksual + kekerasan fisik, dengan atau tanpa bantuan alat yang
menimbulkan sakit, luka, atau cedera.

D. Dasar Hukum Kekerasan Terhadap Kesusilaan


Persetubuhan tertera pada Bab XIV KUHP Tentang Kekerasan Terhadap Kesusilaan
(a)Persetubuhan dalam perkawinan: Pasal 288 KUHP
(b) Persetubuhan di luar Perkawinan:
Dengan persetujuan si wanita
- Tanpa ikatan
wanita < 15 tahun : (287 KUHP)
wanita > 15 tahun : (284 KUHP)
- Dengan Ikatan
wanita < 21 tahun
- Pemberian/janji uang/barang (293 KUHP)
- Asuhan/Pendidikan (294 KUHP)
wanita > 21 tahun
- Bawahan (294 KUHP)
- Dalam pengawasan (294 KUHP)
Tanpa Persetujuan

11
- Dengan Kekerasan/ ancaman (285 KUHP)
- Si wanita pingsan/tidak berdaya (286 KUHP)

E. Aspek Hukum KUHP Tentang Perbuatan Cabul


Pasal KUHP yang mengatur mengenai pencabulan ada dalam pasal 289-296.
a. Pasal 289 KUHP
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang
untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, diancam
karena melakukan perbuatan yang menyerang kesusilaan, dengan pidana penjara
paling lama 9 tahun.
b. Pasal 290 KUHP
Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:
Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui
bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui
atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau
umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin
Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga
bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata,
bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan perbuatan
cabul atau bersetubuh diluar perkawinan dengan orang lain
c. Pasal 292 KUHP
Orang yang cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama
kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum cukup
umur,diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
d. Pasal 293 KUHP
Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan
menyesatkan sengaja menggerakkan seseorang belum cukup umur dan baik
tingkah-lakunya, untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan

12
cabul dengan dia, padahal tentang belum cukup umurnya itu diketahui atau
selayaknya harus diduga, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya
dilakukan kekerasan itu.
Tenggang tersebut dalam pasal 74, bagi pengaduan ini adalah masing-masing 9
bulan dan 12 bulan.

F. Peran Kedokteran Forensik Dalam Kasus Kekerasan Seksual:


1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk ke
dalam alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau tanpa
terjadinya pancaran air mani.
Pemeriksaan dipengaruhi oleh : besarnya zakar dengan ketegangannya,
seberapa jauh zakar masuk, keadaan selaput dara serta posisi persetubuhan.
Adanya robekan pada selaput dara hanya menunjukkan adanya benda
padat/kenyal yang masuk (bukan merupakan tanda pasti persetubuhan).
Jika zakar masuk seluruhnya & keadaan selaput dara masih cukup baik, pada
pemeriksaan diharapkan adanya robekan pada selaput dara. Jika elastis, tentu
tidak akan ada robekan.
Adanya pancaran air mani (ejakulasi) di dalam vagina merupakan tanda pasti
adanya persetubuhan. Pada orang mandul, jumlah spermanya sedikit sekali
(aspermia), sehingga pemeriksaan ditujukan adanya zat-zat tertentu dalam air
mani seperti asam fosfatase, spermin dan kholin. Namun nilai persetubuhan
lebih rendah karena tidak mempunyai nilai deskriptif yang mutlak atau tidak
khas.
1. Sperma masih dapat ditemukan dalam keadaan bergerak dalam vagina 4-5
jam setelah persetubuhan.
2. Pada orang yang masih hidup, sperma masih dapat ditemukan (tidak
bergerak) sampai sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan, sedangkan pada

13
orang mati sperma masih dapat ditemukan dalam vagina paling lama 7-8 hari
setelah persetubuhan.
3. Pada laki-laki yang sehat, air mani yang keluar setiap ejakulasi sebanyak 2-5
ml, yang mengandung sekitar 60 juta sperma setiap mililiter dan 90%
bergerak (motile)
4. Untuk mencari bercak air mani yang mungkin tercecer di TKP, misalnya
pada sprei atau kain maka barang-barang tersebut disinari dengan cahaya
ultraviolet dan akan terlihat berfluoresensi putih, kemudian dikirim ke
laboratorium.
5. Jika pelaku kekerasan segera tertangkap setelah kejadian, kepala zakar harus
diperiksa, yaitu untuk mencari sel epitel vagina yang melekat pada zakar. Ini
dikerjakan dengan menempelkan gelas objek pada gland penis (tepatnya
sekeliling korona glandis) dan segera dikirim untuk mikroskopis.
6. Robekan baru pada selaput dara dapat diketahui jika pada daerah robekan
tersebut masih terlihat darah atau hiperemi/kemerahan. Letak robekan
selaput dara pada persetubuhan umumnya di bagian belakang (comisura
posterior), letak robekan dinyatakan sesuai menurut angka pada jam.
Robekan lama diketahui jika robekan tersebut sampai ke dasar (insertio) dari
selaput dara.
7. VeR yang baik harus mencakup keempat hal tersebut di atas (fungsi
penyelidikan), dengan disertai perkiraan waktu terjadinya persetubuhan. hal
ini dapat diketahui dari keadaan sperma serta dari keadaan normal luka
(penyembuhan luka) pada selaput dara, yang pada keadaan normal akan
sembuh dalam 7-10 hari.
2. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
Kekerasan tidak selamanya meninggalkan bekas/luka, tergantung dari
penampang benda, daerah yang terkena kekerasan, serta kekuatan dari
kekerasan itu sendiri. Tindakan membius juga termasuk kekerasan, maka perlu
dicari juga adanya racun dan gejala akibat obat bius/racun pada korban.

14
Adanya luka berarti adanya kekerasan, namun tidak ada luka bukan berarti
tidak ada kekerasan. Faktor waktu sangat berperan. Dengan berlalunya waktu,
luka dapat sembuh atau tidak ditemukan, racun/obat bius telah dikeluarkan dari
tubuh. faktor waktu penting dalam menemukan sperma.
3. Memperkirakan umur
Tidak ada satu metode tepat untuk menentukan umur, meskipun
pemeriksaannya memerlukan berbagai sarana seperti alat rontgen untuk
memeriksa pertumbuhan tulang dan gigi. Perkiraan umur digunakan untuk
menentukan apakah seseorang tersebut sudah dewasa (> 21 tahun) khususnya
pada homoseksual/lesbian serta pada kasus pelaku kekerasan. Sedangkan pada
kasus korban perkosaan perkiraan umur tidak diperlukan.
4. Menentukan pantas tidaknya korban buat dikawin
Secara biologis jika persetubuhan bertujuan untuk mendapatkan keturunan,
pengertian pantas/tidaknya buat kawin tergantung dari: apakah korban telah
siap dibuahi yang artinya telah menstruasi, namun untuk bukti hal ini korban
perlu diisolir untuk waktu cukup lama. Bila dilihat Undang-Undang
Perkawinan, yaitu pada Bab II pada pasal 7 ayat 1 berbunyi : perkawinan hanya
diizinkan jika pria sudah mencapai 19 tahun dan wanita sudah mencapai 16
tahun. Namun terbentur lagi pada masalah penentuan umur yang sulit diketahui
kepastiannya.
G. Pemeriksaan Medis
1. Anamnesis
Anamnesis umum memuat:
Identitas : Nama, umur, TTL, status perkawinan,
Spesifik : Siklus haid, penyakit kelamin, peny. kandungan, peny. lain,
pernah bersetubuh, persetubuhan yang terakhir, kondom ?
Anamnesis khusus memuat waktu kejadian

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum memuat :

15
Kesan penampilan (wajah, rambut), ekspresi emosional, tanda-tanda
bekas kehilangan kesadaran / obat bius / needle marks.
Berat badan, tinggi badan, tanda vital, pupil, refleks cahaya, pupil
pinpoint, tanda perkembangan alat kelamin sekunder, kesan nyeri ?
Pemeriksaan fisik khusus memuat:
o Pembuktian persetubuhan :
-Ada / tidak penetrasi penis ke vagina / anus / oral
-Ejakulat / air mani pada vagina / anus
o Bukti Penetrasi :
-Robekan hymen, laserasi (mencakup perkiraan waktu)
-Variasi : - korban 3 hari yang lalu / lebih hymen elastis
Penetrasi tidak lengkap
- Bukti Ejakulat/air mani (mencakup perkiraan waktu)
- Perlekatan rambut kemaluan
- Ejakulat di liang vagina
- Pemeriksaan Pakaian
- Rapi / tidak,
- Robekan? lama/baru, melintang? pada jahitan? kancing putus?
- Bercak darah
- Air mani
- Lumpur / kotoran lain di TKP
3. Pemeriksaan Laboratorium
- Cairan dan sel mani dalam lendir vagina
- Pemeriksaan terhadap kuman N. gonorrhoea sekret ureter
- Pemeriksaan kehamilan
- Toksikologik darah dan urin
4. Pembuktian Adanya Kekerasan
- Luka-luka lecet bekas kuku, gigitan (bite marks), luka-luka memar
- Lokasi : Muka, leher, buah dada, bagian dalam paha dan sekitar alat kelamin
5. Perkiraan Umur

16
- Dasar berat badan, tinggi badan, bentuk tubuh, gigi, ciri-ciri kelamin sekunder
- Pemeriksaan sinar X : standar waktu penyatuan tulang
6. Penentuan sudah atau belum waktunya dikawin
- Pertimbangan kesiapan biologis : menstruasi,
- Wanita sudah ovulasi / belum : vaginal smear
- Berdasar umur ? : > 16 th
7. Pemeriksaan terhadap Pelaku
- Upaya pengenalan persetubuhan,
- Bercak sperma, darah, tanah dan pakaian, robekan.
- Bentuk tubuh : memungkinkan tindakan kekerasan.
- Tanda cedera : perlawanan korban ?
- Rambut terlepas.
- Pemeriksaan menyeluruh alat kelamin : mampu seksual ? cedera ?
- Tanda infeksi gonokokus,
- Sekret
- Smegma
8. Pemeriksaan Penentuan Golongan Darah
- Serologis air mani (antigen ABO) pada orang yg sekretor
- Di cocokkan dengan golongan darah (pelaku / korban)
9. Homoseksual
- Homoseksual merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual
- Didalam Pasal 292 KUHP, terdapat ancaman hukuman bagi seseorang yang
cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang sama
kelaminnya yang belum cukup umur

H. Perkembangan Sex Sekunder


Pertumbuhan fisik remaja merupakan pertumbuhan yang paling pesat. Remaja
tidak hanya tumbuh dari segi ukuran (semakin tinggi atau semakin besar), tetapi juga
mengalami kemajuan secara fungsional, terutama organ seksual atau pubertas. hal
ini ditandai dengan datangnya menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada

17
laki-laki. Pertumbuhan adalah suatu proses perubahan fisiologis yang bersifat
progresif dan kontinyu dan berlangsung dalam periode tertentu. Perubahan ini
berkisar hanya pada aspek-aspek fisik individu. Pertumbuhan itu meliputi perubahan
yang bersifat internal maupun eksternal. Pertumbuhan internal meliputi perubahan
ukuran alat pencernaan makanan, bertambahnya ukuran besar dan berat jantung dan
paru-paru, bertambah sempurna sistem kelenjar kelamin, dan berbagai jaringan tubuh.
Adapun perubahan eksternal meliputi bertambahnya tinggi badan, bertambahnya
lingkar tubuh, perbandingan ukuran panjang dan lebar tubuh, ukuran besarnya organ
seks, dan munculnya atau tumbuhnya tanda-tanda kelamin sekunder.
Datangnya masa remaja, ditandai oleh adanya perubahan-perubahan fisik.
Hurlock (1992) menyatakan bahwa perubahan fisik tersebut, terutama dalam hal
perubahan yang menyangkut ukuran tubuh, perubahan proposisi tubuh,
perkembangan ciri-ciri seks primer, dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder.
Pertumbuhan yang terjadi pada fisik remaja dapat terjadi melalui perubahan-
perubahan, baik internal maupun eksternal.

I. Perubahan Internal
Perubahan yang terjadi dalam organ dalam tubuh remaja dan tidak tampak
dari luar. Perubahan ini nantinya sangat mempengaruhi kepribadian remaja.
Perubahan tersebut adalah:
a. Sistem Pencernaan
b. Sistem Peredaran Darah Jantung
c. Sistem Pernafasan
d. Sistem Endokrin
Kegiatan kelenjar kelamin yang meningkat pada masa remaja menyebabkan
ketidakseimbangan sementara dari seluruh sistem kelamin pada masa awal remaja.
Kelenjar seks berkembang pesat dan berfungsi, meskipun belum mencapai ukuran
yang matang sampai akhir masa remaja atau awal masa dewasa.

e. Jaringan Tubuh

18
Perkembangan kerangka berhenti rata-rata pada usia delapan belas tahun. Jaringan
selain tulang, khususnya bagi perkembangan otot, terus berkembang sampai tulang
mencapai ukuran yang matang.

J. Perubahan Eksternal
Perubahan dalam tubuh seorang remaja yang mengalami datangnya masa
remaja ini terjadi sangat pesat. Perubahan yang terjadi, dapat dilihat pada fisik luar
anak.
Baik laki-laki maupun perempuan organ seks mengalami ukuran matang pada
akhir masa remaja, tetapi fungsinya belum matang sampai beberapa tahun kemudian
(dewasa).
Perkiraan umur dapat diketahui dengan melakukan serangkaian pemeriksaan
yang meliputi perkembangan fisik, ciri-ciri seks sekunder, pertumbuhan gigi, fusi
atau penyatuan dari tulang-tulang khususnya tengkorak serta pemeriksaan radiologik
lainnya. (Idries, AM. 1997). Salah satu cara memperkirakan umur pada korban
kekerasan seksual adalah dengan memperhatikan ciri-ciri seks sekunder. Dalam hal
ini termasuk perubahan pada genitalia, payudara dan tumbuhnya rambut-rambut
seksual yang pertama tumbuh hampir selalu di daerah pubis. . (Narendra et al, 2002)
Sexual Maturation Rate (SMR) atau dikenal juga dengan Tanner Staging
merupakan penilaian ciri seks sekunder. SMR didasarkan pada penampakan rambut
pubis, perkembangan payudara dan terjadinya menarke pada perempuan.SMR
stadium 1 menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan prapubertal,sedangkan
stadium 2-4 menunjukkan pubertas progress. SMR stadium 5 pematangan seksual
sudah sempurna. Pematangan seksual berhubungan dengan pertumbuhan liniar,
perubahan berat badan dan komposisi tubuh, dan perubahan hormonal. (Stang, J.,
Story, M., 2005).

Sexual Maturating Rate (SMR) pada Perempuan berdasarkan Tanner Stage

19
Gambar 1. Sexual Maturating Rate (SMR) meliputi perkembangan payudara pada
Perempuan. (Behrman, 2000)

20
Gambar 2. Sexual Maturating Rate (SMR) meliputi perubahan rambut pubis pada
Perempuan. (Behrman, 2000)

Tabel 2. Sexual Maturating Rate (SMR) pada perempuan (Behrman, 2000)

21
K. Gangguan Psikis Pada Korban Pelecehan Seksual Dan Perkosaan
Post Traumatic Stress Disorder
Sindrom kecemasan, labilitas autonomik, ketidakrentanan emosional, dan kilas
balik dari pengalaman yang amat pedih setelah mengalami stress fisik maupun emosi
yang melampaui batas ketahanan orang biasa.
Gejala:
1. Pengulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan selalu teringat akan peristiwa
yang menyedihkan yang telah dialami, flashback (merasa seolah-olah peristiwa yang
menyedihkan terulang kembali), nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian
yang membuatnya sedih), reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu
oleh kenangan akan peristiwa yang menyedihkan.
2. Penghindaran dan emosional, ditunjukkan dengan menghindari aktivitas, tempat,
berpikir, merasakan, atau percakapan yang berhubungan dengan trauma. Selain itu
juga kehilangan minat terhadap semua hal, dan perasaan terasing dari orang lain.
3. Sensitifitas yang meningkat, ditunjukkan dengan susah tidur, mudah marah/tidak
dapat mengendalikan marah, susah berkonsentrasi, kewaspadaan yang berlebih,
respon yang berlebihan atas segala sesuatu (Anonim, 2005a; Anonim, 2005b).

22
L. TABEL KEJAHATAN SEKSUAL PADA ANAK USIA <15 TAHUN DI RSUD
EMBUNG FATIMAH TAHUN 2014-2016

NO NAMA UMUR ROBEKAN ARAH JAM


1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1
0 1 2

1 Alya Ramadhani 5 th

2 Amelisa 2 th

3 Dwi Hardyanto 14 th

4 Bunga Keyla 4 th

5 Lia Andesi 13 th

6 Sukma 13 th
Anggraini

7 Yossi Oktiana 14 th

8 Lili Susanti 13 th

9 Namirah 4 th

10 Sinta Bella 5 th

11 Wulandari Nur 1 th

12 Elysa 5 th
Rahmawati

13 Claudia Putriana 8 th

14 Andi Elsa R 14 th

15 Liberty 14 th

16 Eva Herliadi 13 th

17 Tiara Aulia 12 th

18 Zepani 7 th

19 Latifa 4 th

23
20 Anindy R 14 th

21 Yasmin 5 th

22 Nafeeza 4 th

23 Suryanti 14 th

24 Veni Rahmawati 10 th

25 Gemi Nastiti 6 th

26 Yohana Patricia 14 th

27 Ira Sukma 14 th

28 Aurel 4 th

29 Aura Salsabilla 10 th

30 Waode 5 th

31 Keynza 7 th

32 Selviana 14 th

33 Zahwa Rahayu 5 th

34 Damara Bagus 14 th

35 Nive Stevani 5 th

Jumlah 5 1 3 4 3 7 6 3 2 1 6 3

Batam, 18 Februari 2015


VISUM ET REPERTUM

Nomor : 140 / 030 / IF / RSUD-EF


Lampiran : ---

24
Hal : Hasil VeR a/n SUKMA ANGGRAINI

PRO JUSTISIA

PENDAHULUAN
Kami yang bertandatangan di bawah ini yaitu dr.Reinhard JD.,SH.,SpF, NIP: 19760902
200502 1 002, selaku koordinator pelayanan VeR / Kepala Instalasi Kedokteran Forensik dan
Medikolegal, serta dr.Harri Prawira E., NIP: 19830305 201101 1 002, selaku dokter
pemeriksa awal pada Instalasi Gawat Darurat (IGD), keduanya pada RSUD Embung Fatimah
kota Batam, yang berdasarkan surat permintaan Visum et Repertum (VeR) dari Polsek Batu
Aji - Resort Kota Barelang, Nomor: B / / I / 2015 / Reskrim, tertanggal 12 Februari 2015,
yang ditandatangani oleh Kapolsek Batu Aji AKP Zaenal Arifin, SIK., NRP: 78010796,
selaku penyidik, memeriksa seorang korban, dengan nomor rekam medik 116080, masuk
IGD pada hari Jumat, tanggal 06 Februari 2015, pukul 17.51 wib, atas nama Sukma
Anggraini, jenis kelamin Perempuan, tempat lahir Tanjung Balai Karimun, tanggal lahir 24
Februari 2001, pekerjaan pelajar, kewarganegaraan Indonesia, dan alamat Perum Taman
Carina Blok 37 No.2, Kec.Batu Aji, Kota Batam, dengan keterangan bahwa orang tersebut
diduga telah dicabuli yang terjadi pada hari Senin tanggal 02 Februari 2015 sekira jam 03.00
wib di kawasan PT.Esprit Kota Batam.

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Umum :
Korban dibawa dengan keadaan kesadaran penuh oleh ayah korban, dan nilai pemeriksaan
fisik tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 84 kali permenit, frekuensi pernafasan 20
kali permenit, suhu tubuh 36,2 derajat celcius. Dilakukan pemeriksaan dan anamnese dan
disebutkan oleh korban bahwa korban mengalami menstruasi (haid) pertama sekali pada usia
sekitar 12 tahun, dan hari pertama haid terakhir (HPHT) adalah pada tanggal 31 Januari 2015.
Pemeriksaan Luka :
- Dijumpai luka lecet pada pinggang belakang kanan, berukuran panjang 3 cm, lebar 1
cm.
Pemeriksaan Kemaluan :
- Dijumpai bentuk kemaluan normal. Tampak sedikit keputihan pada sekitar dinding
kemaluan.
- Dijumpai adanya dua luka lecet pada sekitar dinding kemaluan bagian dalam, luka
pertama pada sekitar arah jam 2, berukuran panjang 0,3 cm, lebar 0,1 cm, dan luka
kedua pada sisi bawah sekitar arah jam 6, berukuran panjang 0,5 cm, lebar 0,5 cm.
- Dijumpai robekan lama disertai adanya tanda/proses penyembuhan pada selaput dara
(hymen) searah dengan arah jam 1 dan jam 11 dengan robekan sampai ke dasar.
Perabaan liang vagina teraba 1 jari longgar.
Pemeriksaan Tambahan :
- Pemeriksaan apusan vagina (vaginal swab) tidak ditemukan adanya sperma.

KESIMPULAN
Telah diperiksa seorang anak perempuan, berusia 13 tahun, yang datang dibawa dengan
keadaan kesadaran penuh. Dari hasil pemeriksaan luar disimpulkan bahwa korban belum
cukup umur dan pada tubuh korban dijumpai adanya luka robek lama (robekan lama) pada
selaput dara (hymen) dan luka lecet pada dinding kemaluan disertai adanya proses

25
penyembuhan pada robekan selaput dara yang disebabkan adanya kekerasan tumpul pada
daerah kemaluan korban.

PENUTUP
Demikianlah visum et repertum ini kami perbuat dengan keilmuan yang sebaik-baiknya atas
sumpah dan jabatan kami sebagai dokter, berdasarkan KUHAP pasal 133 serta lembaran
negara nomor 350 tahun 1937, untuk kiranya dapat dipergunakan bila mana diperlukan.

Mengetahui, Dokter Pemeriksa,


Dokter Koordinator VeR/ Ka. lKFM Dokter IGD

dr.Reinhard JD. Hutahaean., SH, SpF dr. Harri Prawira E


NIP: 19760902 200502 1 002 NIP: 19830305 201101 1 002

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan

26
Kekerasan pada anak atau perlakuan salah pada anak adalah suatu tindakan
semena-mena yang dilakukan oleh seseorang yang seharusnya menjaga dan
melindungi anak (caretaker) pada seorang anak baik secara fisik, seksual, maupun
emosi. Pelaku kekerasan di sini karena bertindak sebagai caretaker, maka mereka
umumnya merupakan orang terdekat di sekitar anak. Ibu dan bapak kandung, ibu dan
bapak tiri, kakek, nenek, paman, supir pribadi, guru, tukang ojek pengantar ke
sekolah, tukang kebun, dan seterusnya.

2. Saran
1. Bagi instansi kesehatan, khususnya rumah sakit agar lebih meningkatkan kuantitas
dan kualitas sarana dan prasarana pemeriksaan penunjang, khususnya bagi korban
kekerasan seksual pada anak, sehingga diharapkan dapat semakin membantu
lancarnya proses peradilan.
2. Bagi orang tua agar memberikan pendidikan seksual atau pendidikan kesehatan
reproduksi bagi anak-anak sedini mungkin
3. Pada kasus kekerasan seksual pada anak,tidak hanya difokuskan pada perawatan
medisnya saja tetapi yang tak kalah penting adalah terapi psikis pada anak,

DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman & Arvin, Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. EGC: Jakarta.2012

27
2. Reneta Kristiani, Doni, Mira Nurcahyo budi W. Kekerasan Seksual Pada Anak.
(diakses tanggal 06 Juni 2012 dari
http://www.pulih.or.id/res/publikasi/news_letter%2015.pdf ).2010
3. Sudaryono. Kekerasan Pada Anak : Bentuk, Penanggulangan, dan Perlindungan
Pada Anak Korban Kekerasan. (diakses tanggal 06 Juni 2012 dari
http://www.scribd.com/doc/83672075/6-sudaryono).2007
4. Departemen Kesehatan. Melindungi Kesehatan Anak Korban Kekerasan.
(diakses tanggal 06 Juni 2012 dari http://www.smallcrab.com/anak-anak/1050-
melindungi-kesehatan-anak-korban-kekerasan).2010
5. Ferry ndoen. Pemerkosaan Anak di Kupang Sangat tinggi. (diakses tanggal 06
Juni 2012 dari http://www.tribunnews.com/2012/03/02/pemerkosaan-anak-di-
kupang-sangat-tinggi).2012
6. Sutrisno,ED KPAI Banyak Temukan Kekerasan Seksual Pada Anak di Tahun
2010 (diakses tanggal 06 Juni 2012 dari
http://news.detik.com/read/2010/12/22/191329/1531095/10/kpai-banyak-
temukan-kekerasan-seksual-pada-anak-di-tahun-2010?nd992203605).2010
7. Mira, Doni. Kekerasan Seksual Pada Anak. Newsletter PULIH Volume 15 p1-
8.2010
8. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Rujukan Kasus Kekerasan Terhadap Anak
Bago Petugas Kesehatan, diakses tanggal 06 Juni 2012 dari
http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-
content/uploads/downloads/2011/01/PEDOMAN-RUJUKAN-KASUS-
KtA-BAGI-PETUGAS-KESEHATAN.pdf. 2011
9. Bittner S, Newberger EH: Pediatric understanding of child abuse and neglect.
Pediatric Rev 2:198, 1998.
10. Sugiarto I. Aspek Klinis Kekerasan Pada Anak dan Pencegahannya. Diakses
tanggal 06 Juni 2012 dari :http://www.lcki.org/images/seminar
/anak/tatalaksana.pdf. [Update : Juli 2007]
11. Idries, AM. 1997. Kekerasan Seksual. Dalam: Idries, AM, Pedoman Ilmu
Kedokteran Forensik. Jakarta: Bina Rupa Aksara. p 216-27

28
12. Narendra et al, 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
13. Stang, J., Story, M., 2005. Pubertal Growth and Development. Available from:
http://www.epi.umn.edu/let/pubs/img/adol_ch1.pdf. (Accesed: 2012, March 3).
14. Anonim, Disaster Rescue and Response Workers, http://www.
ncptsd.va.gov/facts/disasters/fs_rescue_workers. html, diakses 04 Mei 2005a.
15. Anonim, Expert Consensus Treatment Guidelines for Post Traumatic Stress
Disorder: A Guide for Patients and Families, http://www. psychguides. com,
diakses 04 Mei 2005

29

Anda mungkin juga menyukai