Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing :

dr. S. Windayati, H. Sp.KK

Oleh:
Giovani Anggastasandy Wijaya
NPM 111170029

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2015

1
I. IDENTITAS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Usia : 25 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Masyeba Permai Blok B No. 19
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Masuk RS : 30 Januari 2017

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 30 Januari 2017
pukul 11.10 WIB
A. Keluhan utama : Gatal-gatal

B. Riwayat Penyakit Sekarang :


Penderita datang ke Poli Kulit RSUD Embung Fatimah dengan keluhan gatal-
gatal di selangkangan dan bokong, sudah sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya
muncul sedikit- sedikit saja, disertai warna kemerahan, bentuk seperti keringet
buntet, terasa agak basah. Karena merasa gatal sangat mengganggu pasien sering
menggaruk-garuk bagian tubuhnya yang gatal sehingga disertai luka, terasa perih
dan warna menjadi kehitaman. Gatal terutama dirasakan waktu berkeringat, gatal
di daerah kepala tidak ada, gatal di antara jari- jari kaki juga tidak ada. Gatal juga
tidak timbul waktu pasien makan-makanan tertentu sperti ikan laut atau ayam
potong

Gatal-gatal ini sempat membaik setelah diberi salep dan minum obat dari
dokter yang tidak diketahui nama obatnya, tapi akhir-akhir ini gatal di bagian
selangkangan malah semakin meluas sampai bokong dan lesi kemerahan semakin
melebar disertai rasa kasar di kulit yang gatal tersebut.

Riwayat Pengobatan : Pasien sudah ke dokter 3 kali. Keluhan penderita


sudah pernah diobati dengan salep , dan obat minum dari dokter. Salep di oles

2
ke bagian yang gatal, namun keluhan tidak mereda, bahkan lesi kemerahan
meluas.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan serupa : Penderita belum pernah merasakan keluhan serupa
Alergi : Disangkal
Asma : Disangkal
Diabetes Melitus : Disangkal
Jantung : Disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan serupa : Disangkal


Alergi : Disangkal
Asma : Disangkal
Diabetes mellitus : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
Jantung : Disangkal
E. Riwayat Pribadi dan Sosial

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 30 Januari 2017 pukul 11.10 WIB
STATUS GENERALIS
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Komposmentis
GCS : 15 (E4, V5, M6)
c. Vital Sign : TD : 130/80 mmHg
N : 88 x/m, irama reguler, isi cukup
R : 20 x/m
S : 36,70C (aksila)
d. Status gizi : Kesan gizi cukup
e. Kulit
Warna : Kuning Langsat

3
Sianosis : Tidak ada
Ptekie : ada
f. Kepala : bentuk normocepal, rambut warna hitam, lebat, distribusi
merata, tidak mudah dicabut.
g. Mata : CA -/-, SI -/-, Rc (+/+) (+/+) isokor 3mm/3mm
h. Telinga : Bentuk normal, simetris, inflamasi (-), sekret minimal.
i. Hidung : Simetris, PCH (-), sekret (-)
j. Mulut : Bentuk normal, mukosa tidak hiperemis
k. Lidah : Tidak pucat, tidak kotor, warna merah muda
l. Tonsil : Tidak ada pembesaran
m. Faring : Tidak hiperemis
n. Leher : Tidak ada pembesaran KGB
o. Thorak
Paru-paru : Inspeksi : Bentuk : Simetris
Retraksi : tidak ada
Gerakan napas: Simetris
Palpasi : Ekspansi napas : Simetris
Fremitus taktil : simetris
Perkusi :
Auskultasi : Vesikuler kanan = kiri, Rh -/-, Wh -/-
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS 5 linea
midclavicula sinistra
Palpasi : Nyeri tekan (-), Thrill (-)
Perkusi :
Batas jantung kanan : ICS 4 linea midclavicula
dextra
Batas jantung kiri : ICS 5 linea midclavicula
sinistra
Batas pinggang jantung :
ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-),
gallop (-)

4
p. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : Datar
Umbilicus : Ditengah, inflamasi (-)
Massa (-),
Auskultasi : Bising usus (+) 11x/m
Perkusi : Timpani seluruh lapang perut
Hepar: 1 jari bawah arcus costa
Lien : tidak ada pembesaran
Palpasi : Nyeri tekan (-), distensi (-), masa tidak teraba,
Hepar : teraba 1 jari bac,
Lien : tidak ada pembesaran,
Ginjal : tidak teraba.
q. Ekstremitas
Akral : hangat
CRT : <2 dtk
Sianosis : tidak ada
Edema : (-/-)

STATUS VENEROLOGI :Tidak dilakukan

STATUS DERMATOLOGI

Inspeksi :
a. Lokasi : 1. Regio abdominalis medial
2. Regio abdominalis lateral dextra
3. Regio abdominalis lateral sinistra
4. Regio femoris posterior dextra
b. Efloresensi :

5
1. Makula eritematous sirkumskrip (berbatas tegas) dengan
skuama halus dan ekskoriasi. Central healing (+)

2. Makula eritematous sirkumskrip, skuama halus, ekskoriasi


(+)

3. Makula hiperpigmentasi difus (batas tidak jelas), skuama


(-), ekskoriasi (-)

4. Makula hiperpigmentasi dengan tepi eritematous, skuama


halus, ekskoriasi (+)

c. Diameter : 3-4 cm

Palpasi :
a. Suhu : sama dengan kulit sekitar
b. Permukaan : kasar
c. Nyeri (+)

IV. RESUME
ANAMNESIS
Penderita datang ke RSUD Tugurejo pada tanggal 18 September 2015 pukul
10.29 dengan keluhan gatal-gatal di badan, di bawah lipat payudara kanan dan
kiri, perut, aksila, dan sekitar paha sudah sejak 3 bulan ini. Awalnya muncul
sedikit- sedikit saja, disertai warna kemerahan, bentuk seperti keringet buntet,
terasa agak basah. Karena merasa gatal sangat mengganggu pasien sering
menggaruk-garuk bagian tubuhnya yang gatal sehingga disertai luka, terasa perih
dan warna menjadi kehitaman. Gatal terutama dirasakan waktu berkeringat, gatal
di daerah kepala tidak ada, gatal di antara jari- jari kaki juga tidak ada. Gatal juga
tidak timbul waktu pasien makan-makanan tertentu sperti ikan laut atau ayam
potong. Gatal-gatal ini sempat membaik setelah diberi salep miconazole, salep 88,
dan minum obat dari dokter, tapi akhir-akhir ini gatal di bagian badan malah
semakin meluas sampai perut dan punggung dan lesi kemerahan semakin melebar
sampai ke paha disertai rasa kasar di kulit yang gatal tersebut.

Riwayat Penyakit Dahulu

6
Keluhan serupa : Penderita belum pernah merasakan keluhan serupa
Alergi : Alergi telur (bisulan dan gatal-gatal)
Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan serupa : Suami penderita mengalami keluhan yang sama


dengannya kurang lebih 1 tahun yang lalu, sudah diobati
Riwayat Pribadi dan Sosial
Penderita tinggal dengan 1 orang anggota keluarga (suami) dalam 1
rumah.
Suami penderita pernah mengalami keluhan yang sama 1 tahun yang
lalu.
Penderita suka memakai baju panjang yang bertumpuk-tumpuk
Mandi teratur 2x sehari

STATUS DERMATOLOGI

Inspeksi :
a. Lokasi : 1. Regio abdominalis medial
2. Regio abdominalis lateral dextra
3. Regio abdominalis lateral sinistra
4. Regio femoris posterior dextra
b. Efloresensi :

1. Makula eritematous sirkumskrip (berbatas tegas) dengan


skuama halus dan ekskoriasi. Central healing (+)

2. Makula eritematous sirkumskrip, skuama halus, ekskoriasi


(+)

3. Makula hiperpigmentasi difus (batas tidak jelas), skuama


(-), ekskoriasi (-)

4. Makula hiperpigmentasi dengan tepi eritematous, skuama


halus, ekskoriasi (+)

b. Diameter : 3-4 cm

V. DIAGNOSIS BANDING

7
- Tinea corporis et cruris
- Dermatitis kontak alergika
- Dermatitis seboroik

VI. USULAN PEMERIKSAAN


- Kerokan kulit dengan KOH 20%

- Pemeriksaan Kulit dengan lampu Wood

- Kultur

- Kadar IgE serum

VII. DIAGNOSIS KERJA


Tinea Corporis et Cruris

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Non-medikamentosa

Meningkatkan kebersihan badan dan menghindari berkeringat yang


berlebihan

Mengurangi kelembaban dari tubuh pasien dengan menghindari pakaian


yang panas dan tidak menyerap keringat (karet, nylon)

Menghindari sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi, kucing, anjing,


atau kontak pasien lain.

Menghilangkan fokal infeksi ditempat lain misalnya di kuku atau di kaki.

Faktor-faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelaian endokrin


(7)
yang lain, leukemia, harus dikontrol.

2. Medikamentosa

Antifungi oral (dapat dipilih salah satu):

8
a. ketoconazole 1 x 200 mg/hari

b. Itraconazole 1 x 100 mg/hari

c. Griseofulvin 500-1000 mg/hari (10-20 mg/kg/hari)

Antihistamin Oral :Loratadine 1 x 10 mg/hari malam selama 5 hari

Antifungitopikal (dapat dipilih salah satu):

a. Salep Whitfield/AAV I (acid salicylicum 3% + acid benzoic 6%)


sehari 2x

b. miconazole ointment atau cream 2-3x sehari sesudah mandi atau


sebelum tidur selama 3 minggu ( 2minggu sesudah KOH
negatif/klinis membaik)

Antiseptik : Talkum yang mengandung acid saycylicum

A. Topikal

- Derivat azol misalnya mikonazol 2%, klotrimasol 1%, ketokonazol 1%

- Salep Whitfield

- Asam benzoate 6-12%

- Asam salisilat 2-4% (4,7)

B. Sistemik

- Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25


mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis
adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan
topikal tidak ada perbaikan.

- Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan derivat


azol seperti ketokonazol 200 mg per hari selama 2-4 minggu pada pagi

9
hari setelah makan, itrakonazol 100-200 mg/hari selama 2-4 minggu
atau 200 mg/hari selama 1 minggu, flukonazol 150 mg 1x/mgg
selama 2-4 minggu, terbinafin 250 mg/hari selama 1-2 minggu.

- Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder. (5,7,9)

IX. PROGNOSIS
Umumnya baik jika faktor pencetus dihindari
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

PEMBAHASAN

A. PENDAHULUAN

Tinea korporis dan kruris merupakan suatu infeksi jamur Dermatofita pada
kulit yang penyakitnya disebut dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai

10
sifat mencernakan keratin. Penyakit ini termasuk dalam kelompok mikosis
superfisialis. (1)

B. SINONIM

Sinonim dari Tinea Korporis adalah Tinea sirsinata, Tinea glabrosa.


Sinonim dari Tinea Kruris adalah Eczema marginatum."Dhobi itch", "Jockey
itch. (2)

C. DEFINISI

Tinea korporis adalah infeksi jamur dermatofita yang mengenai kulit tubuh
tidak berambut (globorous skin) di daerah muka, badan, lengan dan glutea.
Tinea kruris adalah infeksi jamur jamur dermatofita yang mengenai lipat
paha, daerah genitalia dan di sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut
bagian bawah. (1,3,4)

D. EPIDEMIOLOGI

Tinea korporis dan kruris banyak diderita oleh semua umur, terutama lebih
sering menyerang orang dewasa, terutama pada orang-orang yang kurang
mengerti kebersihan dan banyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat
serta kelembaban kulit yang lebih tinggi.. Lebih sering menyerang pria daripada
wanita. Tersebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah tropis, dan insidensi
(2,4)
meningkat pada kelembaban udara yang tinggi.

E. ETIOPATOGENESIS

Tinea korporis disebabkan jamur Dermatofita, terutama oleh


Epidermophyton floccosum atau Trichophyton rubrum. Tinea kruris disebabkan
jamur dermatofita terutama oleh Epidermophyton floccosum, Trichophyton
rubrum, dan Trichophyton mentagrophytes. (1,4)
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang
terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya
handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain. (5)

11
Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya di dalam
jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi
ke dalam jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan.
Pertumbuhan jamur dengan pola radial di dalam stratum korneum
menyebabkan timbulnya lesi kulit yang sirsinar dengan batas yang jelas dan
meninggi. Reaksi kulit semula berbentuk papul kemudian berkembang menjadi
suatu reaksi peradangan berupa suatu dermatitis. (6)

F. GEJALA KLINIS

Gambaran klinis dari tinea korporis merupakan lesi anular, bulat atau
lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan
vesikel dan papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang ( tanda
peradangan lebih jelas pada daerah tepi ) yang sering disebut dengan central
healing. Tapi kadang juga dijumpai erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada
umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan
kulit dapat juga terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena
beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Selain itu lesi dapat berupa arsiner, atau
sinsiner. Bila tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi menghilang
selanjutnya hanya meningggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi dan
skuamasi saja. Kelainan-kelainan ini dapat terjadi bersama-sama dengan tinea
kruris. (1,2,3,7)
Pada tinea kruris keluhan utama adalah rasa gatal yang dapat hebat. Lesi
umumnya bilateral walaupun tidak simetris, berbatas tegas, tepi meninggi yang
dapat berupa bintil-bintil kemerahan atau lenting-lenting kemerahan, atau kadang
terlihat lenting-lenting yang berisi nanah. Bagian tengah menyembuh berupa
daerah coklat kehitaman bersisik. Lesi aktif, polisiklik, ditutupi skuama dan
kadang-kadang disertai dengan banyak vesikel kecil-kecil. Biasanya disertai rasa
gatal dan kadang-kadang rasa panas. Garukan terus-menerus dapat menimbulkan
gambaran penebalan kulit. Buah zakar sangat jarang menunjukkan keluhan,
meskipun pemeriksaan jamur dapat positif. Apabila kelainan menjadi menahun
maka efloresensi yang nampak hanya macula yang hiperpigmentasi disertai
skuamasi dan likenifikasi. (1,6,7)

12
G. DIAGNOSA BANDING

Tinea korporis dapat didiagnosa banding dengan dermatitis kontak,


Pitiriasis rosea, Psoriasis vulgaris, sifilis stadium II tipe makulopapular, dan
dermatitis seboroik. (2,3,6,8)
Tinea kruris dapat didiagnosa banding dengan kandidiasis inguinal, eritrasma,
(2,3,4,8)
psoriasis, dan dermatitis kontak.

H. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan:


1. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan rasa gatal yang sangat mengganggu, dan gatal
bertambah apabila berkeringat. Karena gatal dan digaruk, maka timbul lesi
sehingga lesi bertambah meluas, terutama pada kulit yang lembab
2. Gejala klinis yang khas
3. Pemeriksaan laboratorium
Pada kerokan kulit dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan elemen
jamur berupa hifa panjang dan artrospora (hifa yang bercabang) yang khas
pada infeksi dermatofita. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk
menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan
spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis
pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium
Agar Dekstrosa Sabouraud. (4,5,7)

I. PENATALAKSANAAN

1. Umum

Meningkatkan kebersihan badan dan menghindari berkeringat yang


berlebihan

Mengurangi kelembaban dari tubuh pasien dengan menghindari pakaian


yang panas dan tidak menyerap keringat (karet, nylon)

Menghindari sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi, kucing, anjing,


atau kontak pasien lain.

13
Menghilangkan fokal infeksi ditempat lain misalnya di kuku atau di kaki.

Faktor-faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelaian endokrin


(7)
yang lain, leukemia, harus dikontrol.

2. Khusus

Topikal

- Derivat azol misalnya mikonazol 2%, klotrimasol 1%, ketokonazol 1%

- Salep Whitfield

- Asam benzoate 6-12%

- Asam salisilat 2-4% (4,7)

Sistemik

- Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25


mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis
adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan
topikal tidak ada perbaikan.

- Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan derivat


azol seperti ketokonazol 200 mg per hari selama 2-4 minggu pada pagi
hari setelah makan, itrakonazol 100-200 mg/hari selama 2-4 minggu
atau 200 mg/hari selama 1 minggu, flukonazol 150 mg 1x/mgg
selama 2-4 minggu, terbinafin 250 mg/hari selama 1-2 minggu.

- Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder. (5,7,9)

J. PROGNOSIS
Tinea korporis dan tine kruris mempunyai prognosa baik dengan
pengobatan yang adekuat dan kelembaban dan kebersihan kulit yang selalu
dijaga. (1,4)

14
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. halaman 92-
99
Mikosis superficial, diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1174/1/fkg-trelia1.pdf.
Harahap M. 2002. Ilmu Penyakit Kulit Cetakan I. Jakarta: Hippokrates.
halaman 77-78
Tinea kruris, diunduh dari http://www.klikdokter.com/illness/detail/140
Budimulja, U. 2009. Diagnosis dan penatalaksanaan dermatomikosis. Jakarta:
FKUI. halaman 47-53
Abdullah B. Dermatologi pengetahuan dasar dan kasus di rumah sakit.
Surabaya: Percetakan Universitas Airlangga. Halaman 69-76
Infeksi Kulit, diunduh dari
http://ilmukesehatankulitdankelamin.blogspot.com/2009_06_01_archive.
html

Siregar, R. S. 2008. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Ed 2. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 17-33
James WD, Berger TG, Elston DM. 2010. Andrews Diseases of the Skin
Clinical Dermatology 10th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.

15

Anda mungkin juga menyukai