Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sinonim atau nama lain scabies adalah the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Scabies
adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes
scabiei varian hominis dan produknya.(1) Kutu scabies ini adalah hewan Arthropoda yang
awalnya diidentifikasi pada tahun 1600-an, namun tidak dikenal sebagai penyebab erupsi
kulit hingga tahun 1700-an. Perkiraan sekitar 300 juta jiwa diseluruh dunia terinfeksi kutu
scabies. Scabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi daerah,
semua kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah utama pada daerah yang
padat dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan negara dengan keadaan
perekonomian yang kurang. Scabies ditularkan melalui kontak fisik langsung. (skin-to-skin)
maupun tak langsung (pakaian, tempat tidur, yang dipakai bersama).(2)

Insiden scabies telah meningkat dalam 2 dekade terakhir ini, terutama di rumah-rumah
perawatan, penjara, dan bangsal-bangsal rumah sakit. Transmisi parasit ini biasanya terjadi
melalui kontak personal, meskipun kutu scabies ini dapat hidup di kulit manusia selama lebih
dari 3 hari.(1) Riwayat kontak di sekolah, atau dengan teman dekat merupakan hal yang
penting, terutama ketika tidak ada konfirmasi laboratorium. Dalam hal anamnesis, paparan
terjadi sedikitnya dalam 1 bulan sebelum munculnya gejala. Gejala awal ini terdiri dari
adanya lesi yang bermacam-macam, kadang muncul pada pergelangan tangan dan lengan,
namun lesi ini kadang diabaikan. Pruritus yang bersifat progresif, yang dapat mengganggu
tidur dan aktivitas normal, merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien dalam mencari
pengobatan. Munculnya lesi primer kadang-kadang dapat diperoleh hanya dari anamnesis
langsung kepada pasien. Scabies sendiri seharusnya dianggap berbeda dari penyakit-penyakit
gatal yang umum. Bentuk khusus yang disebut crusted atau scabies Norwegia dapat
muncul dengan keluhan gatal yang minimal atau bahkan tidak ada.(2)

Beberapa pasien datang berobat dengan perubahan sekunder yang luas pada kulit,
seperti dermatitis yang meluas, infeksi bakterial sekunder, self-induced dermatitis yang
disebabkan oleh pengobatan yang tidak sesuai. Diperkirakan bahwa rata-rata pasien-pasien
seperti ini telah terinfeksi sedikitnya 1 bulan sebelum gejala ketidaknyamanan generalisata
ini muncul.(2) Manifestasi klinis dari scabies yaitu gatal secara umum yang lebih intens
terutama pada malam hari dan menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien, namun,
1
komplikasi dan kematian juga dapat terjadi, umumnya karena adanya pioderma bakterial
sekunder, yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus pyogenus atau Staphylococcus
aureus. Infeksi sekunder ini dapat menyebabkan komplikasi seperti glomerulonefritis post-
streptococcus dan sepsis sistemik.(3)

Kutu ini membuat liang terowongan pada stratum korneum dan melanjutkan siklus
hidupnya di sana. Banyak obat-obatan, terutama dari golongan insektisida, yang digunakan
dalam terapi scabies pada abad ke-20. Namun, kebanyakan dari obat-obatan ini bersifat
toksik. Akhir-akhir ini, adanya resistensi terhadap obat yang sudah ada sebelumnya, derajat
keparahan penyakit, dan reaksi lanjut dari obat-obatan telah mendorong perkembangan
strategi pengobatan dan antiektoparasit baru untuk manajemen yang lebih optimal.(4)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1 DEFINISI

Scabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang disebabkan oleh kutu
Sarcoptes scabiei var hominis.(3) Infeksi ini terjadi akibat kontak langsung dari kulit ke kulit
maupun kontak tidak langsung (melalui benda misalnya pakaian handuk, sprei, bantal dan
lain - lain).(5)

2.2 EPIDEMIOLOGI

Scabies dapat menyerang semua ras dan semua kelas sosial di seluruh dunia, tetapi
gambaran yang akurat mengenai prevalensinya sulit didapatkan. Studi yang dilakukan oleh
Downs et al. dengan data-data yang dikumpulkan di Inggris antar tahun 1967 dan 1996
menunjukkan insiden yang tinggi pada akhir tahun 1960-an dan 1970-an, kemudian menurun
pada tahun 1980-an, dan kembali meningkat pada tahun 1990-an, dimana prevalensi yang
lebih tinggi ditemukan pada area urban, di sebelah utara Inggris, lebih banyak pada wanita
dan anak-anak, dan frekuensi yang lebih banyak pada musim dingin dibandingkan dengan
pada musim panas. Beberapa penelitian lain juga menemukan adanya variasi musim ini. (6)
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi scabies. Banyak faktor yang
menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: kebersihan yang buruk, kesalahan
diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan
dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan Seksual).(7)

Di beberapa Negara yang sedang berkembang, prevalensi scabies sekitar 6-27% dari
populasi umum dan cenderung tinggi pada anak usia sekolah serta remaja. Menurut data
Departemen Kesehatan RI prevalensi scabies di puskesmas di seluruh Indonesia pada tahun
1986 adalah 4,5-12,9% dan menduduki urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit terbanyak. Di
Divisi Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan RSU Dr. Soetomo selama 6 tahun (1996 sampai
2001) scabies menduduki urutan ke-3 diantara 10 penyakit kulit terbanyak (10,5-12,3%).
Jumlah penderita scabies anak usia 1-14 tahun di Divisi Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan
RSU Dr. Soetomo tahun 2003 sebanyak 80 penderita.(8)
Scabies dapat diderita semua orang tanpa membedakan usia dan jenis kelamin; akan
tetapi lebih sering ditemukan pada anak-anak usia sekolah dan dewasa muda (remaja). Di
beberapa Negara berkembang, penyakit ini dapat menjadi endemik secara kronis pada
beberapa negara.5 Insidens penyakit scabies ini sangat tinggi terutama pada lingkungan
dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai. Pada

3
beberapa penelitian menemukan bahwa di suatu pesantren yang padat penghuninya,
prevalensi scabies mencapai 78,7% dimana prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada
kelompok yang higienenya kurang baik (72,7%) dan pada kelompok yang higienenya baik
prevalensi scabies hanya 3,8% dan 2,2%.3 Penelitian lain yang dilakukan di Pondok
Pesantren di kabupaten lamongan menunjukkan bahwa dari 338 santri, 64,20 % menderita
scabies yang dimana angka ini lebih tinggi dari prevalensi pada Negara sedang berkembang
yang hanya 6-27% atau bahkan prevalensi di Indonesia yang hanya 4,60-12,75% saja. Dari
penelitian tersebut didapati bahwa penyebab paling sering adalah karena higiene yang buruk,
sanitasi lingkungan yang kurang baik, serta perilaku para santri yang tidak menjaga
kesehatan.7

Di kelompok usia dewasa muda, cara penularan yang paling sering terjadi adalah
melalui kontak seksual. Meskipun demikian rute infeksi agak sulit ditentukan karena periode
inkubasi yang lama dan asimptomatis. Apabila dalam satu keluarga terdapat beberapa
anggota mengeluh adanya gatal-gatal, maka penegakan diagnosis menjadi lebih mudah. Dan
tidak seperti penyakit menular seksual lainnya, scabies dapat menular melalui kontak non
seksual di dalam satu keluarga. Kontak kulit dengan orang yang tidak serumah dan transmisi
tidak langsung seperti lewat handuk dan pakaian sepertinya tidak menular, kecuali pada
scabies yang berkrusta/scabies Norwegia. Sebagai contoh, meskipun scabies sering dijumpai
pada anak-anak usia sekolah, penularan yang terjadi di sekolah jarang didapatkan. Penularan
di pegawai rumah sakit juga jarang, tetapi beberapa kasus pernah dilaporkan terutama yang
bentuk krusta/scabies Norwegia.(5,8)

2.3 ETIOLOGI

Scabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Kutu scabies
memiliki 4 pasang kaki dan berukuran 0,3 mm, yang tidak dapat dilihat dengan menggunakan
mata telanjang.(1) Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 450 mikron x 250 350 mikron,
sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x 150 200 mikron. Bentuk
dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang di depan sebagai alat untuk melekat dan 2
pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan pasangan kaki
ketiga berakhir dengan rambut dan keempat dengan alat perekat.(7)
4
Gambar 1 : Gambaran morfologi Sarcoptes scabiei (5)

2.4 PATOGENESIS

Kutu scabies betina menggali terowongan pada stratum corneum dengan kecepatan 2
mm per hari, dan meletakkan 2 atau 3 telur-telurnya setiap harinya. Telur-telur ini akan
menetas setelah 3 hari dan menjadi larva, yang akan membentuk kantung dangkal di stratum
corneum dimana larva-larva ini akan bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam waktu 2
minggu. Kutu ini kawin di dalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati tetapi kutu
betina yang telah dibuahi menggali terowongan dan melanjutkan siklus hidupnya. Setelah
invasi pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6 minggu untuk timbul reaksi
hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini.(2)

5
Gambar 2 : siklus hidup Sarcoptes scabiei (8)

Siklus hidup ini menjelaskan mengapa pasien mengalami gejala selama bulan pertama
setelah kontak dengan individu yang terinfeksi. Setelah sejumlah kutu (biasanya kurang dari
20) telah dewasa dan telah menyebar dengan cara bermigrasi atau karena garukan pasien, hal
ini akan berkembang dari rasa gatal awal yang terlokalisir menjadi pruritus generalisata.(9)

Selama siklus hidup kutu ini, terowongan yang terbentuk meluas dari beberapa
milimeter menjadi beberapa centimeter. Terowongan ini tidak meluas ke lapisan bawah
epidermis, kecuali pada kasus hiperkeratosis scabies Norwegia, kondisi dimana terdapat kulit
yang bersisik, menebal, terjadi imunosupresan, atau pada orang-orang tua dengan jumlah
ribuan kutu yang menginfeksi. Telur-telur kutu ini akan dikeluarkan dengan kecepatan 2-3
telur perharinya dan massa feses (skibala) terdeposit pada terowongan. Skibala ini dapat
menjadi iritan dan menimbulkan rasa gatal.(9)

Tungau scabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat terowongannya dan
menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu
terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies dimana individu
bisa didiami lebih dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan

6
pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita
Norwegian scabies.(1,6)

Jalur utama dari transmisi penularan yaitu kontak langsung antara kulit ke kulit. Namun
transmisi dengan cara pakaian bersama atau metode tidak langsung lainnya sangat langka
tetapi mungkin terjadi pada Norwegian scabies (misalnya, dalam host immunocompromised).
Transmisi antara anggota keluarga, serta transmisi seksual juga terjadi.(5)

2.5 DIAGNOSIS
2.5.1 Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei
sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis
berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama
atau cardinal sign pada infestasi scabies, yaitu :(7,10)
a. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau scabies, kelainan kulit seperti
pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang
menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal
terasa lebih hebat pada malam hari.(3,6) Hal ini disebabkan karena
meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas.
Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi
gelisah.(10)
b. Menyerang manusia secara berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah
keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam
sebuah pemukiman yang padat penduduknya, scabies dapat menular hampir
ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan individu
yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak
menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi
individu lain.(10)
c. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum,
oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum
korneum yang relatif lebih longgar dan tipis. (10)

7
Gambar 3 : terowongan pada penderita scabies (11)

Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul
yang sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan tangan bagian
depan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada
areola wanita.(3) Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorfik
(pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).(10)

Gambar 4 : Gambaran klasik Scabies (5)

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi


hipersensitivitas pada antigen tungau. Lesi yang patognomonis adalah
terowongan yang tipis dan kecil seperti benang, berstruktur linear kurang
lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan
ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan tungau
di dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela
jari, pergelangan tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar
ditemukan di awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat.(1)
8
Gambar 5 : distribusi makro lesi primer scabies pada orang dewasa (2)

Gambar 6 : distribusi makro lesi primer scabies pada anak (2)


d. Menemukan Sarcoptes scabiei
Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan
besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan
ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat
ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada

9
umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik.(10)
Diagnosa positif hanya didapatkan bila menemukan tungau dengan
menggunakan mikroskop, biasanya posisi tungau determined dalam liang,
dapat menggunakan pisau untuk teknik irisan ataupun denggan menggunakan
jarum steril, tungau ini mayoritas dapat ditemukan pada tangan, pergelangan
tangan dan lebih kurang pada daerah genitalia, siku, bokong dan aksila. Pada
anak anak tungau banyak ditemukan dibawah kuku karena kebiasaan
menggaruk, pengambilan tungau ini dengan menggunakan kuret.(12)

Gambar 7 : Telur, nimfa, dan skibala Sarcoptes scabiei (13)

2.5.2 Bentuk Klinis


Selain bentuk scabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak khas,
meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan
diagnostik yang dapat berakibat gagalnya pengobatan.. Beberapa bentuk scabies
antara lain :
a. Scabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah yang
sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. (10)

b. Scabies pada bayi dan anak


Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah dan kulit
kepala sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. Nodul pruritis
eritematous keunguan dapat ditemukan pada aksila dan daerah lateral badan
pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu setelah
eradikasi infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bula bisa timbul terutama
pada telapak tangan dan jari. (1) Lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh
tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering
terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima, sehingga terowongan jarang
ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di wajah. (10) Lesi yang timbul dalam
10
bentuk vesikel, pustul, dan nodul, tetapi distribusi lesi tersebut atipikal.
Eksematisasi dan impetigo sering didapatkan, dan dapat dikaburkan dengan
dermatits atopik atau acropustulosis. Rasa gatal bisa sangat hebat, sehingga
anak yang terserang dapat iritabel dan kurang nafsu makan.(5)

Gambar 8 : Scabies pada anak (5)

c. Scabies nodular
Scabies nodular adalah varian klinik yang terjadi sekitar 7% dari kasus
scabies dimana lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran 2-20 mm yang
sangat gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama pada
genitalia, inguinal dan aksila. Pada nodul yang lama tungau sukar ditemukan,
dan dapat menetap selama beberapa minggu hingga beberapa bulan walaupun
telah mendapat pengobatan anti scabies.(13)

11
Gambar 9 : Scabies nodular pada orang dewasa (5)
d. Scabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan
tanda pada penderita apabila penderita mengalami scabies. Akan tetapi dengan
penggunaan steroid, keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu singkat
setelah penghentian penggunaan steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan
lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan respon imun
seluler.(10)

Gambar 10 : Lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan pengobatan


regimen imunosupresan (5)
e. Norwegian scabies (Scabies berkrusta)
Merupakan scabies berat ditandai dengan lesi klinis generalisata berupa krusta
dan hiperkeratosis dengan tempat predileksi pada kulit kepala berambut,
telinga, bokong, telapak tangan, kaki, siku, lutut dapat pula disertai kuku
distrofik bentuk ini sangat menular tetapi gatalnya sangat sedikit. Dapat
ditemukan lebih dari satu juta populasi tungau dikulit. Bentuk ini ditemukan
pada penderita yang mengalami gangguan fungsi imun misalnya AIDS,
penderita gangguan neurologik dan retardasi mental.(1,10)
12
Gambar 11 : Norwegian scabies yang bermanifestasi sebagai kulit yang
terekskoriasi, likenifikasi, hiperkeratosis (3)

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang


Bila gejala klinis spesifik, diagnosis scabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita
sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit
ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari
empat cardinal sign. (10) Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan
tungau dan produknya yaitu :
a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH
10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan skalpel steril yang bertujuan
untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan
di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah
mikroskop.(10)
b. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam
terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya
kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada ujung jarum sebagai
parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi
memerlukan keahlian tinggi.(10)
c. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Papul scabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit.
Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan
kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta
didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli
yang khas berupa garis menyerupai bentuk S.(10)
13
d. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian
dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial menggunakan pisau dan
berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut
diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang
kemudian diperiksa dibawah mikroskop.(10) Biopsi irisan dengan pewarnaan
Hematoksilin and Eosin :

Gambar 12 : Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan


H.E (5,8)
e. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli.
Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood,
tetrasiklin tersebut akan memberikan efluoresensi kuning keemasan pada
kanalikuli.(10)
f. Dermoskopi
Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang berguna
untuk membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma. Dermoskopi juga
dapat menjadi alat yang berguna dalam mendiagnosis scabies secara in vivo.
Alat ini dapat mengidentifikasi struktur bentuk triangular atau bentuk-V yang
diidentifikasi sebagai bagian depan tubuh tungau, termasuk kepala dan kaki.
Banyak laporan kasus yang didapatkan mengenai pengalaman dalam
mendiagnosis scabies dengan menggunakan Dermoskopi. Dermoskopi sangat
berguna, terutama dalam kasus-kasus tertentu, termasuk kasus scabies pada
14
pasien dengan terapi steroid lama, pasien imunokompromais dan scabies
nodular.(14)

Gambar 13 : Scabies yang teridentifikasi dengan Dermoskopi (14)

2.6 DIAGNOSIS BANDING


1.
Insect bite (gigitan serangga)
Karakteristik lesi berupa urtikaria papul eritematous 1-4 mm berkelompok dan
tersebar di seluruh tubuh, sedangkan tungau scabies lebih suka memilih area
tertentu yaitu menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus.(6,15)

Pada umumnya popular urtikaria terjadi akibat gigitan dan sengatan serangga
tetapi area lesinya hanya terbatas pada daerah gigitan dan sengatan serangga saja
sedangkan scabies ditemukan lesi berupa terowongan yang tipis dan kecil seperti
benang berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau
vesikel.(1,15) Gigitan serangga biasanya hanya mengenai satu anggota keluarga
saja, sedangkan scabies menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga.(10,15)

Gambar 14 : Tampak gigitan serangga berupa bulla (15)

15
2.
Prurigo nodularis
Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang gatal dan secara
histologi ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke bawah
epidermis. Sedangkan pada scabies ditemukan Sarcoptes scabiei di bagian teratas
epidermis yang mengalami akantosis. Pada prurigo, penyebabnya belum
diketahui. Namun dalam beberapa kasus, faktor stress emosional menjadi salah
satu pemicu sehingga sulit untuk ditentukan apakah ini adalah penyebab atau
akibat dari prurigo sedangkan pada scabies disebabkan oleh adanya tungau
Sarcoptes scabiei melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin (H.E).(6,16)

Gambar 15 : Tampak prurigo nodularis di daerah lengan (16)

2.7 PENATALAKSANAAN

Terdapat beberapa terapi untuk scabies yang memiliki tingkat efektifitas yang
bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur pasien, biaya
pengobatan, berat derajat erupsi, dan faktor kegagalan terapi yang pernah diberikan
sebelumnya.(1)

Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh
kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal,
genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien anak dan
scabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Pasien
harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam
dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika tidak diberikan penjelasan,
pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan kemudian
akan menggunakan obat anti scabies secara berlebihan. Steroid topikal, anti histamin maupun
steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada
pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid yang lengkap.(1)
16
2.7.1 Penatalaksanaan secara umum

Edukasi pada pasien scabies : (4)

1 Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.


2 Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali baik yang yang
terkena oleh scabies ataupun bagian kulit yang tidak terkena.
3 Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam
hari sebelum tidur.
4 Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
5 Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan bila
perlu direndam dengan air panas
6 Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu walaupun
rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
7 Setiap orang di yang tinggal dalam satu rumah sebaiknya mendapatkan
penanganan di waktu yang sama.
8 Melapor ke dokter anda setelah satu minggu

2.7.2 Penatalaksanaan secara khusus

Ada banyak cara pengobatan secara khusus pada pengobatan scabies dapat berupa
topikal maupun oral antara lain :
a Permethrin
Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat skabisidnya sangat baik.
obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena efek
toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan
akibat salah dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena hanya
sedikit yang terabsorbsi dan cepat dimetabolisme di kulit dan deksresikan di urin.
Tersedia dalam bentuk krim 5 % dosis tunggal digunakan selama 8-12 jam,
digunakan malam hari sekali dalam 1 minggu selama 2 minggu, apabila belum
sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin
tidak dapat diberikan pada bayi yang kurang dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu
menyusui. Efek samping jarang ditemukan berupa rasa terbakar, perih, dan gatal.
Beberapa studi menunjukkan tingkat keberhasilan permetrin lebih tinggi dari
lindane dan crotamiton. Kelemahannya merupakan obat topikal yang mahal.(11,18)

17
b Presipitat Sulfur 2-10%
Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak
25 M. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya
salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni
mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam tiga hari
berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan
mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi
massal.(11,13)
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hidrogen
sulfida dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germisid dan fungisid.
Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil
dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian
pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang
menimbulkan iritasi.(11)

c Benzyl benzoate
Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat neurotoksik pada
tungau scabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam
dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi
12,5%. Benzyl benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur
dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzyl benzoate dapat
menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita
harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan
berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan
pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi
benzyl benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di
negara-negara berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzyl benzoate
digunakan dalam pengelolaan scabies sebagai alternatif yang lebih murah.(4)

d Lindane (Gamma benzene heksaklorida)


Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah
insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat tungau. Lindane diserap masuk
ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh
bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan
18
kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau, lindane
dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.(4)
Lindane tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak berbau dan tidak
berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari
leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau losion. Setelah
pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini
untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan
sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan lindane selama 6 jam
sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta
tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.(10)
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas sistem saraf pusat,
kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-
tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual,
pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak
mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti
menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah
seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pansitopenia.(4)

e Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)


Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
losion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah
diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah
mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam, kemudian
dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila
digunakan jangka panjang.(10)
Beberapa ahli beranggapan bahwa krim ini tidak direkomendasikan terhadap
scabies karena kurangnya efikasi dan data penunjang tentang tingkat keracunan
terhadap obat tersebut. Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai
efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil. (4)
f
Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces
avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolid, namun tidak
mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan endo
parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia, pada
19
manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filaria terutama oncocerciasis.
Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk
scabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus
tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati scabies. Efek
samping yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal necrolysis.(10)

g
Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3
bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.(10)

h
Malathion
Malathion 0,5% adalah dengan dasar air digunakan selama 24 jam, pemberian
berikutnya beberapa hari kemudian.(10) Namun saat ini tidak lagi
direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang sangat
tinggi.(4)

2.7.3 Penatalaksanaan scabies berkrusta


Terapi scabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun scabies berkrusta
berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa pengobatan dengan
skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata, hidung, mulut
dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan penggunaan sikat di
bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali dengan krim permethrin dan jika
dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum
terapi dengan skabisid diobati dengan keratolitik.(10)

2.7.4 Penatalaksanaan scabies nodular


Scabies nodular merupakan salah satu karakteristik scabies yang kronik mengenai
beberapa bagian tubuh seperti genitalia pria dan aksilla. Scabies seperti ini ditangani
dengan anti skabitik disertai dengan pemberian steroid. (4)

2.7.5 Penatalaksanaan terhadap komplikasi


Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral khususnya eritromisin.(10)

2.7.6 Pengobatan simptomatik

20
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang secara
karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti scabies yang
adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan
aplikasi pelumas atau emolien pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu,
dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% untuk mengurangi keluhan.
(10)

Tabel 2. Pengobatan Scabies (1)

Jenis Obat Dosis Keterangan

Krim Dioleskan selama 8-12 jam, Terapi lini pertama di Amerika


Permethrin 5% diulangi selama 7 hari. Serikat dan kehamilan kategori B.

Losion Lindane Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada anak
1% setelah itu dibersihkan, olesan umur 2 tahun kebawah, wanita
kedua diberikan 1 minggu selama masa kehamilan dan laktasi.
kemudian.

Krim Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus tetapi


Crotamiton berturut-turut, lalu diulangi efektifitasnya tidak sebaik topikal
10% dalam 5 hari. lainnya.

Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak kurang dari 2
presipitat 5- dibersihkan. bulan dan wanita dalam masa
10% kehamilan dan laktasi, tetapi tampak
kotor dalam pemakaiannya dan data
efisiensi obat ini masih kurang.

Losion Benzyl Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat menyebabkan
Benzoat 10% dibersihkan dermatitis pada wajah

Ivermectin 200 Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang tinggi dan
21
g/kg diulangi selama 10-14 hari aman. Digunakan bersama bahan
topikal lainnya. Digunakan pada
scabies berkrusta dan scabies
resisten.

Setelah pengobatan berhasil untuk mematikan tungau, rasa gatal dapat bertahan dan
dirasakan selama 6 minggu sebagai reaksi eksematous. Pasien dapat diobati dengan
pengobatan eksema biasa dengan emolien dan kortikosteroid topikal dengan atau tanpa
antibiotik topikal tergantung adanya infeksi sekunder Staphylocccus aureus. Antipruritus
topikal crotamiton sering membantu jika kulit gatal dengan hanya sedikit reaksi peradangan.
Pasien harus disarankan bahwa erupsi dari scabies membutuhkan waktu untuk proses
penyembuhan dan sebaiknya berhati-hati dengan penggunaan skabisid yang berlebihan. (17)

2.8 KOMPLIKASI

Di utara Australia, dilaporkan angka kematian meningkat 50 % selama lebih dari 5


tahun, dengan penyebab utamanya yaitu infeksi bakterial sekunder, yang sering disebabkan
oleh Streptococcus aureus, Streptococcus -hemolitikus grup A, atau peptostreptococci.
Beberapa laporan kasus didapatkan vaskulitis leukositoklastik akibat scabies, dan satu kasus
tercatat adanya antikoagulan lupus.(18) Impegtiginisasi sekunder adalah komplikasi umum
ditemukan dan berespon baik terhadap pemberian antibiotik topikal ataupun oral, tergantung
tingkat piodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada
scabies Norwegian Scabies.(1) Glomerulonefritis juga pernah dilaporkan sebagai komplikasi
dari scabies.(18) Post-streptococcal glomerulonephritis bisa terjadi karena scabies-induced
pyodermas yang disebabkan oleh Streptococcus pyogens.(1)

2.9 PROGNOSIS

Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu yang
immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.(1) Investasi scabies dapat
disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies, jika diobati dengan benar, memiliki
prognosis yang baik, keluhan gatal dan eksema akan sembuh.(17)

22
2.10 PENCEGAHAN

Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak

langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi
pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang
mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik.(1)

Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan
pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan
udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain
pelapis lainnya juga harus dibersihkan (vacuum cleaner).(1)

23
BAB III

STATUS PASIEN

I IDENTITAS PASIEN
Nama : Andre Tambunan
Usia : 17 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Perum. Griya Prima Blok A No. 23 Batu Aji, Batam
Status : Pelajar
Pekerjaan :-
Suku : Batak
Agama : Kristen Protestan
Masuk Rumah Sakit : 28/12/2015
No RM : 14-27-30

II ANAMNESIS
Keluhan Utama : Gatal-gatal pada seluruh tubuh.
Telaah : Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD
Embung Fatimah diantar oleh ibunya dengan keluhan
gatal-gatal pada seluruh tubuh dan timbul bercak
kemerahan pada kedua tangan. Keluhan sudah dialami
sejak kurang lebih 1 bulan belakangan ini, awalnya
bercak kemerahan sebesar ujung jarum pentul dirasakan
berawal dari sela jari tangan kanan kemudian semakin
banyak dan meluas sampai ke bagian tubuh yang lain,
seperti ke sela jari tangan kiri, kedua punggung kedua
tangan, telapak tangan, juga siku kanan. Keluhan gatal
semakin dirasakan hebat terutama pada malam hari dan
menyebabkan pasien sering terbangun hampir setiap
malam. Gatal yang tak tertahankan itu membuat pasien
sering menggaruk, perih (+). Pasien juga mengeluh
mengalami demam 2 hari yang lalu, namun kini sudah
membaik.

Pasien selama ini tinggal di asrama di kota


Medan, pasien baru tiba di kota Batam untuk berlibur

24
serta mengunjungi kedua orangtuanya. Pasien
membenarkan bahwa hampir seluruh anggota asrama
mengalami keluhan yang serupa.

Riwayat Penyakit Dahulu


Selama 1,5 tahun ini pasien mengalami keluhan yang serupa. Setelah sembuh
diobati oleh dokter, beberapa bulan kemudian keluhan muncul kembali. Diabetes
Melitus disangkal, hipertensi (-), alergi (-).

Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga yang sakit serupa dengan pasien.

Riwayat Kebiasaan dan Sosial


Pasien tinggal di asrama dengan kondisi ruangan setiap 1 kamar berisi 6 orang,
memiliki ventilasi yang cukup, tempat tidur termasuk bantal serta guling jarang di
jemur atau dibersihkan. Teman-teman satu kamar dengan pasien juga
mengeluhkan hal yang serupa dan berulang.

III PEMERIKSAAN FISIK


STATUS PRESENT
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :
TD : Tidak dilakukan pemeriksaan
RR : 22 x/menit
HR : 80 x/menit
T : 36,80 C (afebris)

STATUS GENERALISATA
Pemeriksaan Kepala

Mata : Conj. palpebra inferior pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor,
Refleks cahaya (+/+)
Hidung : Sekret (-), deviasi (-)
Telinga : Serumen (-), lobus telinga kanan sedikit terangkat, kelenjar parotis
dextra teraba membesar (+)
Bibir : Mukosa bibir basah, sianosis (-)
Gigi : Caries (-), gigi berlubang (-)

Pemeriksaan Leher :
Pembesaran KGB (-)

Axilla :
25
Pembesaran KGB axilla (-)

Pemeriksaan Thoraks :
Paru-paru : Dalam batas normal
Jantung : Dalam batas normal

Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan

STATUS DERMATOLOGIS

26
27
Distribusi : Regional
Ad Regio : Olecranal dextra, antebrachii dextra sinistra, interdigitalis
bilateral, palmar dan dorsum manus bilateral
Lesi : Multiple, diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran
milier sampai lentikular dengan diameter 0,2 - 0,7 cm
Effloresensi : Papul eritematosa, pustul, eksoriasi, krusta

IV DIAGNOSA BANDING
Scabies + Infeksi Sekunder
Prurigo hebra
Dermatitis

V DIAGNOSA KERJA

Scabies + Infeksi Sekunder

VI PENATALAKSANAAN
- Pemberian Scabimite cream (Permethrin 5%) pada seluruh tubuh, sekali
pemakaian
- Cetirizine tab 10 mg 1x1
- Gentamicin 0,1% cream 2x1

VII PROGNOSIS
Quo Ad vitam : ad bonam
Quo Ad functionam : ad bonam
Quo Ad cosmeticam : ad bonam
Quo Ad sanationam : ad bonam

28
29
BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan yang


dilakukan. Dari anamnesis didapatkan keluhan gatal-gatal pada seluruh tubuh dan timbul
bercak kemerahan pada kedua tangan. Keluhan sudah dialami sejak kurang lebih 1 bulan
belakangan ini, awalnya bercak kemerahan sebesar ujung jarum pentul dirasakan berawal dari
sela jari tangan kanan kemudian semakin banyak dan meluas sampai ke bagian tubuh yang
lain, seperti ke sela jari tangan kiri, kedua punggung kedua tangan, telapak tangan, juga siku
kanan. Keluhan gatal semakin dirasakan hebat terutama pada malam hari dan menyebabkan
pasien sering terbangun hampir setiap malam. Gatal yang tak tertahankan itu membuat pasien
sering menggaruk. Pasien selama ini tinggal di asrama dan pasien membenarkan bahwa
hampir seluruh anggota asrama mengalami keluhan yang serupa.

Pasien dapat didiagnosis menderita penyakit scabies, di mana hal ini sesuai dengan
teori yang ada bahwa dengan ditemukannya 2 dari 4 tanda kardinal scabies maka diagnosis
klinis dapat ditegakkan.(1) Diagnosis ditegakkan jika ditemukan 2 dari 4 gejala kardinal,
yakni:

1. Pruritus nocturna (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada
malam hari
2. Ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh anggota keluarga,
sebagian tetangga yang berdekatan
3. Ditemukannya kanalikulus pada tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-
abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjangnya 1cm, pada ujung
terowongan dtemukan papul dan vesikel
4. Menemukan tungau. Merupakan hal yang paling diagnostik

Di mana tanda kardinal yang ditemukan adalah pruritus nocturna, adanya orang
disekitar pasien yang mengalami keluhan yang sama. Dari status dermatologinya kita
dapatkan bahwa lesi regional pada regio olecranal dextra, antebrachii dextra sinistra,
interdigitalis bilateral, palmar dan dorsum manus bilateral. Lesi multiple, diskret, bilateral,
batas tegas, bentuk bulat, ukuran milier sampai lentikular dengan diameter 0,2 - 0,7 cm.
Effloresensi papul eritematosa, pustul, eksoriasi, krusta. Hal ini sesuai dengan diagnosis
scabies, di mana di dalam teori dikatakan bahwa predileksi terjadinya pada daerah stratum

30
korneum yang tipis. Selain itu pada pasien ini, pada kedua telapak tangan juga didapatkan
eflloresensi berupa pustula, bentuk bulat, berbatas tegas, penyebaran diskrit, dan multiple,
sesuai dengan teori yang ada maka diduga pada pasien ini telah timbul infeksi sekunder yang
sebelumnya didahului oleh timbulnya demam.

Pada kasus ini dipikirkan diagnosis banding yaitu prurigo hebra yang merupakan
penyakit kulit kronis dimulai sejak baik atau anak, sering terdapat pada anak dengan tingkat
sosial ekonomi dan hygiene rendah. Penyebab pasti belum diketahui, diduga sebagai penyakit
herediter. Tanda khasnya adalah adanya papul-papul miliar tidak berwarna, berbentuk kubah,
sangat gatal. Tempat predileksinya di ekstremitas bagian ekstensor dan simetris. Sedangkan
pada dermatitis, meskipun memberikan kelainan kulit yang hampir sama namun pada
dermatitis ketika anamnesa tidak didapatkan adanya anggota keluarga/ teman sekamar yang
menderita keluhan yang sama.

Penatalaksanaan pada kasus scabies dapat dilakukan dengan non- medikamentosa dan
medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa, yaitu dengan memberikan edukasi
seperti rajin melakukan pengobatan dan seluruh anggota asrama yang terkena harus diobati,
menjaga kebersihan pasie dan orang-orang disekitarnya, seluruh pakaian dicuci dengan
menggunakan air hangat, kasur, bantal dan benda-benda lain yang tidak dapat dicuci dapat
dijemur, kontrol seminggu sekali untuk melihat hasil terapi dan perkembangan penyait.

Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan pemberian obat
Scabimite (Permethrin 5%) yang dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari selama 8-12
jam, satu kali dalam seminggu. Pada teori yang telah dikemukakan bahwa obat topikal yang
paling baik diberikan berupa permethrin 5% mengingat efektif pada semua stadium scabies
dan toksisitasnya rendah. Kemudian diberikan juga cetirizine 10 mg (1 x 1) yang merupakan
antihistamin untuk mengurangi gatal yang dialami pasien terutama pada malam hari. Selain
itu diberikan Gentamicin cream 0,1% yang merupakan antibiotik topikal yang digunakan
pada lesi yang sudah terkena infeksi sekunder.

Prognosis dari scabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila diobati dengan
benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi. Selain itu perlu juga dilakukan
pengobatan kepada keluarga pasien / anggota asrama yang mengalami keluhan yang sama.
Bila perjalanannya scabies tidak diobati dengan baik dan adekuat maka Sarcoptes scabiei
akan tetap hidup dalam tubuh manusia karena manusia merupakan host definitive dari
Sarcoptes scabiei.

31
DAFTAR PUSTAKA

1 Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis In: Wolff
K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks dermatology in
general medicine. 7th ed. United state of America. McGraw-Hill; 2008. p. 2029-2032.

2 Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ, Tennenhouse JD,
Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care; An Illustrated Guide: Humana Press;
2006. p. 105-11

3 Currie JB, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New England J Med.
2010; 362: p. 718.
32
4 Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J.
2005; 81: p. 8 - 10.

5 Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006; 345: p. 1718-1723.

6 Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In: Rooks
textbook of dermatology. 8th ed. United kingdom. Willey-blackwell; 2010. p. 38.36
38.38.

7 Handoko,PR. Scabies. In: Prof.Dr.dr.Adi Djuanda, editor. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Ed 6. Jakarta. FK UI; 2010.p.122-123

8 Granholm JM, Olazowaki J. Scabies prevention and control manual. Michigan


department of community health. 2005; 1: p. 10.

9 Habif TP. Infestations and bites. In: Habif TP, editor. A clinical dermatology : a color
guide to diagnosis and therapy. 4th ed. London. Mosby; 2004. p. 500.

10 Amiruddin MD. Scabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit. Ed 1.
Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas kedokteran universitas
hasanuddin; 2003. p. 5-10.

11 Oakley A. Scabies: Diagnosis and Management. BPJ journals. 2012; 19: p. 12-16.

12 William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Parasitic infestations, stings, and bites. In: Sue
Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews Disease of the skin: Clinical Dermatology.
10th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. p. 453

13 Hengge UR, Currie BJ, Jager G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a Ubiquitous
Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006; 6: p. 771

14 Park JH, Kim CW, Kim SS. Scabies: The Diagnosis Accuracy of Dermoscopy for
Scabies. Ann Dermatology. 2012; 24: p. 194-99.

15 Elston DM. Bites and stings. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors.
Bolognia: Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby Elsevier; 2008. p. 84

33
16 Jones JB. Eczema, lichenidentificatio, prurigo and erythroderma. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rooks textbook of dermatology. 8th ed.
USA. Willey-blackwell; 2010. p. 23.42 22.43.

17 Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and treatment. Bmj journals. 2005; 331:
p. 619, 622.

18 Leone PE. Scabies and Pediculosis Pubis : An Update of Treatment Regiments and
General Review. CID journals. 2007; 44: p. 153-59.

34

Anda mungkin juga menyukai