Maret 2016
Dokter sebagai garda terdepan untuk mengawal kesehatan, memegang peranan penting untuk
menentukan taraf kesehatan suatu negara. Kualitas dokter dapat mencerminkan sejauh apa peran
garda terdepan seorang dokter terwujud, hal ini tentu akan berdampak besar terhadap kesehatan
masyarakat. Namun kenyataan yang ada dalam upaya menjamin kualitas kedokteran yang ada
terdapat beberapa permasalahan dengan fokus isu yang berbeda. Fokus isu tersebut akan menjadi
poin dalam kajian ini, dan poin permasalahan yang akan diangkat dalam tulisan ini antara lain :
Carut marut dan kontroversi yang menyelimuti sistem pendidikan kedokteran di Indonesia perlu di
benahi. Mulai dari tahap preklinik dan klinik yang rawan privatisasi, hingga tahap internship yang
masih memiliki banyak kekurangan disana sini harus segera ditangani oleh pemerintah. Aksi nyata
harus dilakukan pemerintah, seperti dengan memberikan alokasi dana lebih besar untuk kesehatan,
terutama pendidikan kedokteran, dan peninjauan ulang sistem internship yang sarat masalah.
Namun sekali lagi, permasalahan yang banyak terjadi di dunia pendidikan kedokteran bukanlah
hanya permasalahan pemerintah namun permasalahan kita bersama. Duduk diam dan menyaksikan
segala sesuatunya terjadi bukanlah sikap generasi bangsa Indonesia yang menginginkan perubahan.
Saat ini Indonesia memiliki 75 Fakultas Kedokteran yang terdiri dari Fakultas Kedokteran Negeri
maupun swasta. Fakultas-fakultas kedokteran tersebut memiliki akreditasi yang beragam, mulai dari
A sampai C. Jumlah yang cukup banyak tapi masih belum cukup memenuhi kebutuhan kita. Apakah
kita akan menambah jumlah fakultas kedokteran untuk menambah jumlah lulusan dokter di
Indonesia? Apakah tindakan tersebut akan menyelesaikan masalah-masalah kesehatan di Negara
kita ? Jawabannya adalah tidak, karena diperlukan waktu lama untuk menyamaratakan kualitas
fakultas kedokteran dan lulusan dokter di Indonesia. Selain itu, mendirikan suatu fakultas
kedokteran bukanlah hal yang mudah, ada banyak sekali persyaratan yang harus dilengkapi oleh
perguruan tinggi yang bersangkutan. Hal tersebut memerlukan komitmen tinggi dari para pemangku
kebijakan terkait. Hilangnya komitmen dan intregitas akan mengakibatkan tidak terpenuhinya
standar fakultas kedokteran yang mumpuni yang akan berdampak terhadap kualitas lulusan dokter.
Selanjutnya yang terjadi adalah menjamurnya fakultas kedokteran di Indonesia namun tidak disertai
perbaikan kualitas kesehatan bangsa Indonesia. Maka dari itu, perlu dilakukan moratorium fakultas
kedokteran baru sehingga fokus kita kini hanya untuk meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran
dan lulusannya, bukan untuk menambah kuantitasnya.
Pengertian Moratorium
Moratorium berasal dari Bahasa latin morari yang berarti penundaan, adalah otorisasi legal untuk
menunda pembayaran utang atau kewajiban tertentu selama batas waktu yang ditentukan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, moratorium adalah (1) penangguhan pembayaran utang
didasarkan pada undang-undang agar dapat mencegah krisis keungan yang semakin hebat. (2)
penundaan; penangguhan.
Perkembangan kebijakan moratorium dari waktu ke waktu
Kebijakan moratorium sebenarnya telah dilaksanakan sejak tahun 2010 dan terus berlaku
hingga saat kajian ini ditulis. Komitmen untuk melaksanakan moratorium tidak hanya
disampaikan oleh Kementrian Riset dan Perguruan Tinggi sebagai pemangku kebijakan yang
bertanggung jawab atas perijinan pendirian program studi. Kebijakan moratorium
senantiasa mendapat dukungan dari banyak pihak dari tahun ke tahun.
Mendikbud Mohammad Nuh menuturkan, saat ini Kemendikbud tidak asal dalam
mengeluarkan izin operasional FK baru. Sejak kebijakan moratorium dicabut, Kemendikbud
baru mengeluarkan satu izin pendirian FK baru yakni FK milik Universitas Nahdlatul Ulama
Surabaya (Unusa). Izin untuk FK baru itu keluar karena Kemendikbud menilai institusi Unusa
sudah memenuhi persyaratan Kemendikbud M.Nuh menjelaskan aturan baru pendirian FK
merujuk kepada Undang-Undang 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran (Dikdok). Dalam
UU itu, sedikitnya ada empat persyaratan yang wajib dipenuhi unviersitas atau institusi
untuk mendirikan FK. Empat persyaratan itu adalah, memiliki dosen dan tenaga
kependidikan sesuai dengan aturan yang berlaku. Kemudian memiliki gedung untuk
penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya memiliki laboratorium biomedis, laboratorium
kedokteran klinis, laboratorium bioetika (humaniorakesehatan), serta laboratorium
kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat. Syarat terakhir adalah, institusi wajib
memiliki RS pendidikan. Skema lainnya adalah memiliki RS yang bekerjasama dengan RS
pendidikan lainnya. Syarat-syarat tadi ditetapkan untuk menjamin pendidikan dokter
berkualitias. Sesuai dengan UU Dikdok mengamanatkan pendidikan dokter harus
menghasilkan dokter yang bermartabat, bermutu, kompeten, berbudiluhur, dan berbudaya
menolong. Selain itu juga mencetak dokter yang berorientasi dengan keselamatan pasien,
bermoral, dan berjiwa sosial tinggi. Pertimbangan Kemendikbud mengeluarkan kebijakan
moratorium pendidikan FK baru, disebabkan karena ada FK yang menjalankan pendidikan
tidak sehat. Diantaranya adalah menerima mahasiswa baru dengan rasio yang tidak wajar,
hingga ratusan orang. Pada aturan yang baru, setiap FK baru dibatasi hanya boleh menerima
mahasiswa baru sebanyak 50 orang saja. Kemudian untuk akreditasi FK baru, langsung
ditetapkan mendapatkan akreditasi terendah dan diharapkan ditingkatkan sambil berjalan.
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mengungkapkan, banyak fakultas kedokteran (FK) berdiri
tanpa memperhatikan kualitas. Pendirian hanya didasari oleh keinginan menggenjot profit
dan biasanya terjadi pada institusi pendidikan swasta. Prof bambang juga mengatakan
bahwa apabila selama rentang waktu diberlakukan moratorium pendirian fakultas
kedokteran, terdapat universitas yang mendirikan fakultas kedokteran , maka pendirian
tersebut dianggap tindakan illegal.
Ikatan Dokter Indonesia (Maret 2015)
IDI menyatakan sikap mendukung kebijakan moratorium. IDI meminta pemerintah untuk
meninjau masalah usulan pendirian fakultas kedokteran (FK) baru. Dalam pandangan Ketua
Purna IDI Prijo Sidipratomo, perbaikan kualitas fakultas-fakultas kedokteran yang sudah ada
pada semua universitas di Indonesia mesti didahulukan. Maka, pemerintah pun dapat lebih
fokus pada ihwal menghasilkan dokter yang kompeten dan beretika.
Moratorium perlu dilakukan, karena perlu dilakukan perbaikan terlebih dahulu kualitas
fakultas-fakultas kedokteran yang ada. Untuk menghasilkan sarjana-sarjana atau dokter-
dokter yang bisa terjamin kualitasnya di tengah masyarakat. Apalagi, untuk mendirikan
sebuah fakultas kedokteran itu diperlukan persyaratan dan biaya sangat mahal. Sehingga,
tidak sembarangan pihak bersedia mendirikan institusi pendidikan yang benar-benar
berkualitas. sebuah universitas yang baru didirikan, tidak bisa lantas langsung mendirikan
sebuah FK.
Pemerintah ingin menata kembali pendidikan kedokteran yang sarat masalah. Berdasarkan
data, hanya 18 atau 20 persen mahasiswa kedokteran yang dinyatakan lulus Ujian
Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Kedokteran (UKMPPD). Ini pertanda ada proses
yang kurang baik. Beliau mengatakan salah satu bentuk penataan tersebut adalah
moratorium FK. Penghentian pendirian FK baru ini akan berlaku hingga proses
pembelajaran di bidang kedokteran berjalan kembali baik. Menurutnya, moratorium
tersebut dimaksudkan menjaga kualitas lulusan pendidikan kedokteran. Ditambahkan,
pemerintah ingin fokus untuk memperbaiki FK yang bermasalah. Selain itu, pemerintah
akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap sekitar 32 FK yang bermasalah.
Pemerintah juga akan melaksanakan pembinaan setiap enam bulan sekali terhadap FK-FK
bermasalah tersebut. Dengan melihat jumlah mahasiswa yang lulus UKMPPD di fakultas
kedokteran bermasalah masih di bawah 60 persen, tuturnya. "Kebutuhan dokter sangat
besar. Karena itu, jangan sampai memproduksi dokter yang tidak ada mutunya." Menristek
Dikti M Nasir di BPPT II, Jakarta, Senin (28/9/2015).
Notulensi Audiensi ISMKI bersama Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Selasa 8 Maret 2016
mengenai Moratorium.
ISMKI sebagai wadah aspirasi mahasiswa kedokteran Indonesia juga turut andil dalam
keberlangsungan kebijakan moratorium pendirian fakultas kedokteran. Dalam rangka
menjalankan fungsi pengawasan, ISMKI melaksanakan audiensi dengan KKI dengan hasil
sebagai berikut :
1) Kemenristek dikti belum mengemukakan secara resmi nama-nama Universitas yang layak
membuka FK yang baru dari 35 Universitas yang mendaftarkan secara resmi pada Januari-
Maret 2015 ketika moratorium dicabut melalui press conference (harusnya dilaksanakan
pada bulan januari) dan KKI sudah sering menanyakan hal ini pada pihak Kemenristekdikti RI
terkait Moratorium. Dan belum ada kepastian sampai sekarang.
2) Hal yang diutamakan untuk tahun 2016 adalah peningkatan akreditasi Fakultas Kedokteran C
menjadi B (target KKI 10-15 FK).
4) Ketua KKI mempunyai program untuk melakukan penutupan FK dalam rangka menyaring FK
- FK dengan cara tidak asal menutup tetapi dengan terlebih dahulu melakukan pembinaan
terhadap FK FK yang masih berakreditasi C menjadi B.
5) FK Univ. Bosowa tidak termasuk dalam daftar 35 Universitas yang mendaftarkan diri pada
tahun 2015.
6) Pada tahun 2015 ada 35 calon Fakultas kedokteran dan menyebar di seluruh Indonesia
(tidak termasuk Bosowa) yang mendaftar pada bulan januari- maret 2015. KKI berencana
untuk tidak akan memberikan izin kepada lebih dari 5 perguruan tinggi (diusahakan tidak
lebih dari 3, dengan alasan sudah banyaknya FK dengan usaha untuk membenahi yang sudah
ada ).
7) KKI sudah mendesak Presiden dan Kemenristek dikti terkait Moratorium Pembukaan FK dan
dari KKI memiliki kualifikasi tersendiri untuk membuka Fakultas Kedokteran.
8) Untuk membuka PPDS baru ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, diantaranya adalah
harus mendapat surat rekomendasi dari KKI (wajib), jika tidak maka tidak akan bisa.
9) Untuk membuka FK baru, Terdapat 5 TIM yaitu KKI, DIKTI, IDI, AIPKI dan ARSPI dari masing-
masing ada 1 wakil. Tim ini yang akan menilai calon FK dari SDM, sarana, prasarana,
kurikulum, dan lain-lain. Lalu di evaluasi dan dinilai apakah pantas dibuka atau tidak dan
tetap wewenang dari Tim. Bukan mutlak dari KKI.
10) KKI selama ini telah melakukan proses Monitoring dan Evaluasi (monev) terhadap FK dan
FKG. Hasilnya terdapat 3 FK, 1 FKG, dan 1 PPDS yang akan direkomendasikan kepada
Kemenristek dikti RI untuk dibekukan (disuspend) dengan tidak menerima mahasiswa baru
sembari FK tersebut melakukan perbaikan
Pelaksanaan kebijakan moratorium pendirian fakultas kedokteran
Perjalanan kebijakan moratorium tidaklah sesuai dengan yang telah direncanakan sejak awal. Ada
banyak penyimpangan-penyimpangan terkait kebijakan moratorium yang terus berkembang bahkan
sejak kebijakan moratorium tersebut dilaksanakan
Maret 2016
Berita yang sangat mengejutkan ditengah-tengah kebijakan moratorium pendidikan
kedokteran di Indonesia yang telah disepakati bersama oleh banyak pihak.
Gambar 1. Berita Pemberian Izin dibukanya Prodi Kedokteran di 8 PTN dan PTS (Kompas)
Kedelapan PT yang membuka program studi kedokteran tahun ini adalah Universitas
Khairun Ternate, Universitas Surabaya, Universitas Ciputra Surabaya, Universitas
Muhammadiyah Surabaya, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahin Malang,
UIN Alauddin Makassar, Universitas Bosowa Makassar, dan Universitas Wahid Hasyim
Semarang. Pernyataan Muhammad Nasir selaku Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi menjadi tanya besar bagi beberapa pihak dikarenakan pemberian izin pendirian FK
kepada 8 Perguruan Tinggi dianggap menyalahi kebijakan moratorium FK yang sedang
berjalan hingga saat ini.
Gambar 2. Penyerahan SK Prodi Kedokteran Baru
Bila kita lihat data diatas, perkiraan kekurangan dokter pada tahun 2019 adalah 3,639 dan
meningkat hingga menjadi 4,080 pada tahun 2025. Sementara itu diperkiraan terdapat
12.988 retaker UKMPPD pada tahun 2016 ini. Banyaknya jumlah retaker disebabkan oleh
rendahnya jumlah presentase kelulusan UKMPPD dibeberapa institusi.
Institusi (PTN dan PTS) dengan kelulusan UKMPPD terendah
Peningkatan kualitas fakultas kedokteran dan kualitas lulusan dokter akan meningkatkan
kelulusan UKMPPD dan dengan demikian apabila jumlah retaker dapat dikurangi , bahkan
dapat menutupi kekurangan dokter di Indonesia hingga tahun 2025 bahkan akan
berkelebihan. Hal tersebut dapat dicapai hanya dengan memaksimalkan kualitas 75 Fakultas
kedokteran yang ada tanpa perlu menambah jumlah fakultas kedokteran lagi.
Sementara itu menurut data terbaru yang dikeluarkan Konsil Kedokteran Indonesia pada
tahun 2015 akhir, terdapat peningkatan jumlah fakultas kedokteran menjadi sebanyak 75
Fakultas Kedokteran. Namun hal ini tidak menjamin peningkatan kualitas pendidikan
fakultas kedokteran, karena tidak terjadi peningkatan kualitas fakultas kedokteran yang
signifikan, justru jumlah fakultas kedokteran terakreditasi C dari hanya 25 FK pada tahun
2015 awal menjadi 30 FK pada akhir tahun 2015
Senada dengan data kemajuan kualitas fakultas kedokteran yang diunggah beberapa
lembaga organisasi diatas, menurut data terbaru LAMPTKES pada akhir tahun 2015 secara
presentase , dari 75 fakultas kedokteran di Indonesia hanya 4,98% dengan akreditasi A,
58,36% dengan akreditasi B dan 36,66% dengan akreditasi C.
Hal ini berdasar pada sistem rekruitmen calon mahasiswa baru dilakukan sesuai
dengan ketentuan dan kemampuan institusi, berdasarkan ketentuan Kuota Penerimaan
Mahasiswa Baru pada Fakultas atau Program Studi Kedokteran pada SE No: 576/E/HK/2013
di bawah ini yang merujuk kepada hasil kelulusan UKMPPD terhadap kuota penerimaan
mahasiswa baru. Sebagai contoh, Institusi X berakreditasi A dengan hasil kelulusan UKMPPD
85%, maka institusi tersebut berhak menerima 230 mahasiswa baru.
Rasio dokter umum terhadap jumlah puskesmas menunjukkan distributif data yang
sangat variatif. Rasio tertinggi dimiliki oleh provinsi Kepulauan Riau sebesar 4,21 dimana
dengan 73 puskesmas yang ada, terdapat 307 dokter umum, sehingga dapat diperkirakan
bahwa satu puskesmas dapat dilayani oleh 3-4 dokter umum. Keadaan sebaliknya justru
terjadi pada Provinsi Papua Barat dimana terdapat 149 puskesmas namun jumlah dokter
umum yang tersedia hanyalah sejumlah 61 dokter sehingga dapat dipastikan ada beberapa
puskesmas yang tidak memiliki dokter atau seorang dokter harus membawahi beberapa
puskesmas. Namun secara keseluruhan ternyata rasio dokter umum dengan puskesmas di
suatu daerah dapat dikatakan cukup memadai, dikarenakan hanya terdapat 2 provinsi
dengan rasio <1 , dan 20 provinsi dengan rasio > 1,0 , dan sisanya memiliki rasio dokter
terhadap puskesmas sebesar > 2. Pada tahun 2014, secara nasional, rasio dokter umum per
puskesmas adalah sebesar 1.83 ,dimana berarti setidaknya setiap satu puskesmas di
Indonesia telah dilayani oleh satu orang dokter umum. Secara umum jumlah dokter yang
bekerja di puskesmas telah tercapai, tetapi persebarannya yang belum merata.
RASIO DOKTER UMUM, DOKTER GIGI, PERAWAT DAN BIDAN TERHADAP JUMLAH PUSKESMAS
MENURUT PROVINSI TAHUN 2014
5. Rumah Sakit Utama Pendidikan Salah satu persayaratan pendidikan kedokteran adalah
tersedianya Rumah Sakit Utama pendidikan (RSUP) kedokteran dalam jaringan lahan
praktek yang kelayakannya dinilai oleh pakar pendidikan kedokteran sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan dalam panduan pendidikan kedokteran (Dirjen Dikti 2002). Pada tahun
2006 KKI juga telah mengesahkan Standar Pendidikan Profesi Kedokteran dimana dikatakan
bahwa Institusi pendidikan kedokteran harus menjamin tersedianya fasilitas pendidikan
klinik bagi mahasiswa yang terdiri dari RS Pendidikan dan sarana kesehatan lain yang
diperlukan.
Standar RSUP diatur menurut PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93
TAHUN 2015. Didalamnya terdapat 40 pasal yang mengatur mengenai standar RSUP yang
harus dimiliki oleh setiap fakultas kedokteran. Syarat ini tentu bukan merupakan hal yang
mudah untuk dipenuhi oleh setiap institusi. RSUP menjadi sangat penting karena pada
pendidikan klinik, mahasiswa kedokteran akan menghabiskan sebagian besar waktunya di
RSUP untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya guna memperlengkapi kualifikasinya sebagai
seorang dokter kelak. Oleh karena itu apabila suatu FK tidak memiliki RSUP yang memadai
bagi mahasiswanya, maka yang terjadi adalah penurunan kualitas mahasiswa lulusannya.
Dengan menambah fakultas kedokteran, tentu akan semakin banyak diperlukan RSUP
dimana bahkan saat ini masih banyak FK yang telah berdiri puluhan tahun namun belum
memiliki RSUP nya sendiri. Sehingga alangkah lebih bijaknya apabila pemerintah dan kita
bersama fokus untuk memperhatikan dan membenahi FK yang sudah ada agar setidaknya
memenuhi standar yang telah ditetapkan pemerintah.
1. KKI.go.id
2. Ban-PT
3. Buku Profil Kesehatan Indonesia 2014. Kementrian Kesehatan RI.
4. Buku Sewindu KKI