Anda di halaman 1dari 8

REFERAT SKILL

Blok Kedokteran Industri dan Lingkungan

Mediasi Advokasi

Oleh :

Irdianty Fahira Junaidi

201810330311012

Kelompok Skill 2

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2021
Pengertian
Mediasi adalah suatu penyelesaian konflik dengan menengahi atau memberikan suatu pola
penyelesaian secara berimbang. Pada penyelesaian ini diperlukan seorang mediator sebagai
seorang penengah. Mediasi adalah suatu proses negosiasi pemecahan konflik dimana pihak
penengah (pihak ketiga) yang tidak memihak (impartial), mampu bekerjasama dengan kedua
belah pihak untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi dengan memuaskan kedua pihak.
Mediasi juga dapat diartikan adalah suatu proses dimana adanya bantuan dari seseorang atau
beberapa orang, secara sistematis menyelesaikan permasalahan untuk mencari alternatif dan
mencapai penyelesaian yang dapat mengakomodasi kebutuhan mereka sesuai kemampuan.
Dalam masalah kesehatan di masyarakat, beberapa konflik yang muncul seperti penentuan
keputusan dalam hal menentukan pilihan kemana harus berobat. Seringkali hal ini menjadi suatu
kebingungan akibat kurangnya informasi tentang hal tersebut atau tidak diberikannya pilihan
(alternatif) pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi. Dalam konsep pelayanan kesehatan
dengan model pendekatan dokter keluarga, masalah ini dapat dieliminasi sekecil mungkin. Hal
ini dimungkinkan karena seorang dokter keluarga diharapkan mampu menjadi penengah dengan
memberikan informasi yang sejelas-jelasnya dan diharapkan mampu memberikan alternatif
terhadap masalah kesehatan yang dihadapi oleh seorang penderita atau suatu keluarga yang
menghadapi masalah kesehatan.
Tujuan
Tujuan mediasi adalah untuk:
1. Menghasilkan suatu rencana (kesepakatan) ke depan yang dapat diterima dan dijalankan
oleh pihak yang mengalami konflik
2. Mempersiapkan pihak yang mengalami konflik untuk menerima konsekuensi dari
keputusan yang mereka putuskan
3. Mengurangi kekhawatiran dan dampak negatif dari penyelesaian yang mereka putuskan.

Peran dan Fungsi Mediator


Peran mediator adalah:
1. Mempersiapkan dan membuat suatu pertemuan
2. Merumuskan kesepakatan yang akan diambil
3. Mengendalikan emosi pihak yang mengalami konflik
4. Membantu pihak yang mengalami konflik agar menyadari, menerima masalah yang
muncul dan menyakinkan bahwa masalah yang terjadi bisa diselesaikan
5. Membantu menganalis alternatif pemecahan masalah yang dihadapi

Fungsi mediator adalah:


1. Sebagai katalisator, membangun suasana yang kondusif (nyaman)
2. Sebagi ”pendidik”, berusaha memahami keterbatasan dan kendala yang ada pada pihak yang
mengalami konflik
3. Sebagai penerjemah, berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan melalui bahasa atau
ungkapan yang baik dengan tanpa mengurangi sasaran yang akan dicapai
4. Sebagai narasumber, mendayagunakan sumber-sumber informasi yang tersedia
5. Sebagai ”penyandang berita buruk”, meredam sikap emosional pihak yang mengalami konflik
6. Sebagai ”agent realitas”, memberi pengertian secara jelas apabila terdapat pendapat dari pihak
yang mengalami konflik berpendapat yang tidak rasional
7. Sebagai ”kambing hitam”, siap disalahkan apabila terjadi kesalahan dalam membuat
kesepakatan.

Tahapan Mediasi
Tahapan proses mediasi secara garis besar adalah:
a. Tahap Pertama: Pertemuan
Mengagendakan waktu pertemuan yang tepat.
b. Tahap Kedua: Mengumpulkan dan membagi informasi
Mendengarkan pendapat dari pihak yang mengalami masalah dan memberikan informasi
yang sejelas-jelasnya pada pihak tersebut.
c. Tahap Ketiga: Menyampaikan alternatif pemecahan masalah
Menyampaikan beberapa alternatif pemecahan masalah terhadap masalah yang dihadapi
dengan memberikan informasi yang jelas termasuk segala kemungkinan yang akan
dihadapi pada saat alternatif tersebut dipilih.Pemilihan alternatif pemecahan masalah ini
diserahkan sepenuhnya kepada pihak yang mengalami konflik
d. Tahap Keempat: Pengambilan Keputusan
Pada tahap ini, sudah dibuat sebuah keputusan penyelesaian masalah yang telah
dipertimbangkan dengan matang dengan memperhatikan kemampuan yang ada.

Aplikasi Dalam Bidang Kesehatan


Seorang dokter khususnya dokter keluarga diharapkan mampu untuk memberikan informasi
yang lengkap dan jelas terhadap masalah kesehatan yang dihadapi seorang penderita atau sebuah
keluarga sehingga mereka bisa mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan kemampuan yang
mereka miliki. Seorang dokter juga harus bisa memberikan ”rasa aman” terhadap pilihan yang
telah dibuat oleh penderita dan keluarganya sehingga penderita dan keluarga lebih yakin dalam
melangkah untuk menyelesaikan masalahnya, yang pada akhirnya diharapkan dapat
mempercepat proses penyembuhannya.

ADVOKASI: KONSEP DAN IMPLEMENTASINYA.


Pengertian
Advokasi sudah menjadi suatu kosa kata baku dalam kamus organisasi non pemerintah di
Indonesia bahkan dunia. Banyak pengertian tentang advokasi, khususnya dihubungkan dengan
suatu kegiatan pembelaan kasus di peradilan. Hal ini disadari karena terpengaruh oleh padanan
kata dari bahasa Belanda: advocaat, advocateur, yang memang berarti pengacara hukum atau
pembela. Namun, jika kita mengadopsi dari bahasa Inggris maka, to advocate tidak hanya berarti
”membela” (to defend) tetapi juga dapat berarti ”memajukan” atau ”mengemukakan” (to
promote), dengan kata lain juga berarti berusaha ”menciptakan” (to create) yang baru yang
belum ada. Selain itu advokasi dapat juga dimaknai sebagai suatu kegiatan melakukan
”perubahan” (to change) secara terorganisir dan sistematis. Dengan demikian maka, advokasi
digunakan dalam rangka mencapai tujuan tertentu secara terorganisir dan sistematis untuk
melakukan suatu perubahan dalam penyelesaian masalah secara bertahap dan maju.
Dalam pelayanan kesehatan yang lalu sebelum dikembangkan upaya pelayanan kesehatan
yang holistik oleh tim dokter keluarga, maka berbagai keterbatasan yang dihadapi oleh para
pasien dan keluarganya tidak dapat diakomodir dalam proses pelayanan kesehatan yang terjadi
misalnya keterbatasan pasien dan keluarganya dalam hal pembiayaan kesehatan, informasi yang
benar mengenai pelayanan kesehatan yang benar. Hal ini akan menjadikan program pelayanan
kesehatan yang sedang terjadi menjadi tidak tuntas cenderung tidak efektif serta efisien,
khususnya bagi pasien atau masyarakat “yang tidak mampu”.
Demikian pula dalam bidang hukum, bagi masyarakat yang mengalami kejadian “kasus
hukum” dimana masyarakat memiliki banyak keterbatasan dalam bidang informasi hukum dan
bahkan kemampuan pembiayaan, maka proses advokasi (pembelaan) perlu dilakukan agar
masyarakat baik secara individu atau secara kolektif dapat menggunakan haknya untuk mencapai
kesejahteraan bagi dirinya. Berdasarkan pada analogi proses hukum diatas yang pada dasarnya
dapat terjadi juga pada proses pelayanan kesehatan pada masyarakat, maka seharusnya dalam
upaya pelayanan kesehatan proses advokasi kesehatan (pembelaan) perlu diciptakan dan
dikembangkan serta diaplikasikan pada setiap kasus pelayanan kesehatan baik individu maupun
kelompok yang mengalami keterbatasan kemampuan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan
yang memadai. Dokter keluarga yang seharusnya sudah mendapatkan ketrampilan khusus
sebagai dokter umum plus, perlu memahami materi dan proses advokasi bidang pelayanan
kesehatan pada setiap pasien yang dihadapinya, baik secara individual maupun secara kolektif,
bila diperlukan.

Advokasi Dalam Bidang Pelayanan Kesehatan


Melakukan berbagai upaya “pembelaan” non medis teknis agar berbagai keterbatasan
sosial, ekonomi, budaya yang terjadi pada proses perawatan, pengobatan dan promosi kesehatan
pada individu maupun kelompok masyarakat dapat diatasi secara maximal agar prosedur, proses
pelayanan kesehatan dapat dijalankan secara lebih optimal, sehingga mencapai hasil pelayanan
kesehatan yang maksimal.
Secara operasional advokasi bidang pelayanan kesehatan memiliki komponen
sebagai berikut:
1. Upaya mendorong berbagai kemampuan individu dari pasien, keluarga pasien,
masyarakat disekitar pasien agar dapat berperan aktif dalam proses upaya pelayanan
kesehatan bagi pasien tersebut (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif)
2. Upaya mendorong berbagai kemampuan individu dan kelompok dari masyarakat yang
memiliki perhatian terhadap nasib orang lain
3. Upaya memperjuangkan nasib pasien secara individu maupun kelompok pada institusi
yang bertanggung jawab terhadap nasib masyarakat tersebut seperti: Jaring Pengaman
Sosial (JPS), asuransi kesehatan, dinas sosial, pemerintahan desa, pemerintahan
kecamatan, pemerintah daerah dan bahkan Dewan Perwakilan Rakyat agar masalah
keterbatasan kemampuan mendapatkan pelayanan kesehatan dapat ditanggulangi secara
berkelanjutan
4. Upaya memperjuangkan nasib pasien melalui dana bantuan lembaga swadaya
masyarakat, dan lain-lain.

Aplikasi Kegiatan Advokasi Dalam Pelayanan Kesehatan


Beberapa kegiatan advokasi yang dapat diterapkan dalam pelayanan kesehatan,
yaitu:
a. Melakukan koordinasi pendekatan secara familiair terhadap pasien dan keluarganya serta
masyarakat sekitar agar bekerja sama dalam upaya membantu pelayanan kesehatan yang
sedang dilakukan oleh dokter

keluarga pada pasien yang “dibela” dengan cara:


1. Menghimpun dana dan fasilitas kesehatan dengan berbagai cara agar dapat
mendukung program pelayanan kesehatan meliputi kegiatan promosi, prevensi,
pengobatan dan rehabilitasi agar proses pelayanan kesehatan dapat tuntas,
contohnya antara lain:
i. Mengkoordinir berbagai sumbangan uang, sumbangan bahan dan barang,
sumbangan makanan bergizi, sumbangan obat-obatan dan fasilitas lain, dan
lain-lain

ii. Mengkoordinir berbagai upaya pinjaman sementara dari berbagai fasilitas


kesehatan yang dapat dipinjamkan

2. Mengkoordinir kegiatan saling bekerja sama antar keluarga pasien dan masyarakat
agar saling memperhatikan dan melayani masyarakat yang menderita sakit,
khususnya dalam memberikan jalan keluar kesulitan yang dihadapi pasien antara lain
dengan cara:
a. Melakukan upaya menggalang partisipasi masyarakat luas melalui media
informasi yang ada (koran, TV, radio) agar proses pelayanan kesehatan dapat
mendapatkan bantuan
b. Melakukan upaya “hearing” atau penyampaian masalah kendala pelayanan
kesehatan dari individu dan kelompok masyarakat pada institusi yang berwenang
mendukung upaya pelayanan kesehatan misalnya: dinas sosial, pemda, dinas
kesehatan, DPR, dan lain-lain.
c. Mengembangkan pendekatan upaya ”kewiraswastaan” antara pasien dan keluarga
dengan komunitas dan badan“kewiraswastaan” untuk mengangkat status ekonomi
penderita dalam upaya hidup sehat.
Manfaat Advokasi
1. Upaya advokasi (pembelaan) terhadap pasien sehubungan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal, pada konsep
pemerataan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan akan lebih menyempurnakan upaya
pelayanan kesehatan pada masyarakat. Pendekatan advokasi dokter keluarga (Dokter
Umum Plus) merupakan komponen strategis dalam upaya peningkatan kualitas dan
pemerataan pelayanan kesehatan pada masyarakat.

PEMBIAYAAN KESEHATAN
Biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu berdasarkan:
1. Penyedia Pelayanan Kesehatan (Health Provider) Adalah besarnya dana yang harus
disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan, maka dilihat pengertian ini
bahwa biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama pemerintah
dan ataupun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan menyelenggarakan upaya
kesehatan. Besarnya dana bagi penyedia pelayanan kesehatan lebih menunjuk kepada
seluruh biaya investasi (investment cost) serta seluruh biaya operasional (operational
cost).
2. Pemakai Jasa Pelayanan (Health consumer) Adalah besarnya dana yang harus disediakan
untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Dalam hal ini biaya kesehatan menjadi
persoalan utama para
pemakai jasa pelayanan, namun dalam batas-batas tertentu pemerintah juga turut serta, yakni
dalam rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang
membutuhkannya. Besarnya dana bagi pemakai jasa pelayanan lebih menunjuk pada jumlah
uang yang harus dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya
kesehatan. (Azwar, A. 1999).
Sistem pembiayaan pelayanan kesehatan haruslah bertujuan untuk:
1) Risk spreading
Pembiayaan kesehatan harus mampu meratakan besaran risiko biaya sepanjang waktu
sehingga besaran tersebut dapat terjangkau oleh setiap rumah tangga. Artinya sebuah sistem
pembiayaan harus mampu memprediksikan risiko kesakitan individu dan besarnya
pembiayaan dalam jangka waktu tertentu (misalnya satu tahun). Kemudian besaran tersebut
diratakan atau disebarkan dalam tiap bulan sehingga menjadi premi (iuran, tabungan)
bulanan yang terjangkau.
2) Risk pooling
Beberapa jenis pelayanan kesehatan (meskipun risiko rendah dan tidak merata) dapat sangat
mahal misalnya hemodialisis, operasi spesialis (jantung koroner) yang tidak dapat
ditanggung oleh tabungan individu (risk spreading). Sistem pembiayaan harus mampu
menghitung dengan mengakumulasikan risiko suatu kesakitan dengan biaya yang mahal
antar individu dalam suatu komunitas sehingga kelompok masyarakat dengan tingkat
kebutuhan rendah (tidak terjangkit sakit, tidak membutuhkan pelayanan kesehatan) dapat
mensubsidi kelompok masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Secara
sederhana, suatu sistem pembiayaan akan menghitung risiko terjadinya masalah kesehatan
dengan biaya mahal dalam satu komunitas, dan menghitung besaran biaya tersebut
kemudian membaginya kepada setiap individu anggota komunitas. Sehingga sesuai dengan
prinsip solidaritas, besaran biaya pelayanan kesehatan yang mahal tidak ditanggung dari
tabungan individu tapi ditanggung bersama oleh masyarakat.
3) Connection between ill-health and poverty
Sehubungan dengan adanya keterkaitan antara kemiskinan dan kesehatan, suatu sistem
pembiayaan juga harus mampu memastikan bahwa orang miskin juga mampu mendapatkan
pelayanan kesehatan yang layak sesuai standar dan kebutuhan sehingga tidak harus
mengeluarkan pembiayaan yang besarnya tidak proporsional dengan pendapatan.Pada
umumnya di negara miskin dan berkembang hal ini sering terjadi. Orang miskin harus
membayar biaya pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau oleh penghasilan mereka dan
juga memperoleh pelayanan kesehatan di bawah standar.
4) Fundamental importance of health
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar dimana individu tidak dapatmenikmati kehidupan
tanpa status kesehatan yang baik.

Sehingga pada akhirnya tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan


kesehatan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara
berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan
guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Hal ini seperti yang
tertuang dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN).
Biaya kesehatan pada kenyataannya semakin lama akan semakin tinggi. Tingginya biaya
kesehatan ini disebabkan oleh beberapa hal, beberapa yang terpenting diantaranya sebagai
berikut:
1. Tingkat Inflasi
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang terjadi di
masyarakat. Apabila terjadi kenaikan harga di masyarakat, maka secara otomatis biaya
investasi dan juga biaya operasional pelayanan kesehatan akan meningkat pula, yang tentu
saja akan dibebankan kepada pengguna jasa.
2. Tingkat Permintaan
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat permintaan yang
ditemukan di masyarakat. Untuk bidang kesehatan, tingkat permintaan itu dipengaruhi
sedikitnya oleh dua faktor, yaitu meningkatnya kuantitas penduduk yang memerlukan
pelayanan kesehatan, yang karena jumlahnya lebih atau bertambah banyak, maka biaya
yang harus disediakan meningkat pula. Faktor kedua adalah meningkatnya kualitas
penduduk. Dengan tingkat pendidikan dan penghasilan yang lebih baik, mereka akan
menuntut penyediaan layanan kesehatan yang baik pula dan hal ini membutuhkan biaya
pelayana kesehatan yang lebih baik dan lebih besar. Kedua hal tersebut tentu saja akan
sangat mempengaruhi besarnya biaya yang dibutuhkan dalam pelayanan dan pemeliharaan
kesehatan.
3. Kemajuan Ilmu dan Teknologi
Sejalan dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan (penggunaan peralatan kedokteran yang modern dan canggih) memberikan
konsekuensi tersendiri, yaitu tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam berinvestasi.
Hal ini membawa akibat dibebankannya biaya investasi dan operasional tersebut pada
pemakai jasa pelayanan kesehatan.
4. Perubahan Pola Penyakit
Meningkatnya biaya kesehatan juga dipengaruhi adanya perubahan pola penyakit, yang
bergeser dari penyakit yang sifatnya akut menjadi penyakit yang bersifat kronis.
Dibandingkan dengan berbagai penyakit akut, perawatan berbagai penyakit kronis ternyata
lebih lama. Akibatnya biaya yang dikeluarkan untuk perawatan dan penyembuhan penyakit
ini akan lebih besar. Hal ini akan sangat mempengaruhi tingginya biaya kesehatan.
5. Perubahan Pola Pelayanan Kesehatan
Perubahan pola pelayanan kesehatan ini terjadi akibat perkembangan keilmuan dalam
bidang kedokteran sehingga terbentuk spesialisasi dan subspesialisasi yang menyebabkan
pelayanan kesehatan menjadi terkotak- kotak (fragmented health service) dan satu sama
lain seolah tidak berhubungan. Akibatnya sering terjadi tumpang tindih atau pengulangan
metoda pemeriksaan yang sama dan pemberian obat-obatan yang dilakukan pada seorang
pasien, yang tentu berdampak pada semakin meningkatnya beban biaya yang harus
ditanggung oleh pasien selaku pengguna jasa layanan kesehatan ini. Selain itu, dengan
adanya pembagian spesialisasi dan subspesialisasi tenaga pelayanan kesehatan,
menyebabkan hari perawatan juga akan meningkat.
6. Perubahan Pola Hubungan Dokter-Pasien
Sistem kekeluargaan yang dulu mendasari hubungan dokter-pasien seakan sirna. Dengan
adanya perkembangan spesialisasi dan subspesialisasi serta penggunaan berbagai peralatan
yang ditunjang dengan kemajuan ilmu dan teknologi, mengakibatkan meningkatnya biaya
yang harus dikeluarkan oleh pasien, hal ini tentu saja membuat pasien menuntut adanya
kepastian pengobatan dan penyembuhan dari penyakitnya. Hal ini diperberat dengan
semakin tingginya tingkat pendidikan pasien selaku pengguna jasa layanan kesehatan, yang
mendorong semakin kritisnya pemikiran dan pengetahuan mereka tentang masalah
kesehatan. Hingga bila terjadi hal-hal yang tidak diharapkan yang timbul selama masa
pearwatan atau pengobatan, dapat menimbulkan perselisihan yang cukup besar dan dapat
mendorong munculnya sengket bahkan tuntutan hukum ke pengadilan.
Hal tersebut diatas mendorong para dokter sering melakukan pemeriksaan yang
berlebihan (over utilization), demi kepastian akan tindakan mereka dalam melakukan
pengobatan dan perawatan, dan juga dengan tujuan mengurangi kemungkinan kesalahan
yang dilakukan dalam mendiagnosa penyakit yang diderita pasiennya. Konsekuensi yang
terjadi adalah semakin tingginya biaya yang dibutuhkan oleh pasien untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan. Upaya lain yang sering dilakukan para dokter dalam melindungi
dirinya terhadap tuntutan yang mungkin terjadi, dengan cara mengasuransikan praktek
kedokterannya. Dengan semakin seringnya tuntutan hokum atas diri dokter menyebabkan
premi yang harus dibayar meningkat dari tahun ke tahun, dengan dampak semakin
meningkatnya biaya pelayanan kesehatan yang diajukan.
7. Lemahnya Mekanisme Pengendalian Biaya
Kurangnya peraturan perUndang-Undangan yang ditetapkan untuk mengatur dan
membatasi pemakaian biaya pelayanan kesehatan menyebabkan pemakaiannya sering tidak
terkendali, yang akhirnya akan membebani penanggung (perusahaan) dan masyarakat
secara keseluruhan.
8. Penyalahgunaan Asuransi Kesehatan
Asuransi kesehatan (health insurance) sebenamya merupakan salah satu mekanisme
pengendalian biaya kesehatan, sesuai dengan anjuran yang diterapkan oleh pemerintah.
Tetapi jika diterapkan secara tidak tepat sebagaimana yang lazim ditemukan pada bentuk
yang konvensional (third party sistem) dengan sistem mengganti biaya (reimbursement)
justru akan mendorong naiknya biaya kesehatan. (Medis Online, 2009). Biaya kesehatan
banyak macamnya, karena kesemuanya tergantung dari jenis dan kompleksitas pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan dan atau yang dimanfaatkan. Hanya saja disesuaikan
dengan pembagian pelayanan kesehatan, maka biaya kesehatan tersebut dapat dibedakan
atas dua macam yaitu:
1) Biaya pelayanan kedokteran
Biaya yang dimaksudkan adalah yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan
atau memanfaatkan pelayanan kedokteran, yakni yang tujuan utamanya untuk
mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan penderita.
2) Biaya pelayanan kesehatan masyarakat
Biaya yang dimaksud adalah yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yakni yang tujuan utamanya untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit.

Anda mungkin juga menyukai