Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

PNEUMONIA

Pembimbing :

dr. Yuniasri Puspito Rini, Sp.P

Oleh :

Irdianty Fahira Junaidi

202210401011008

SMF ILMU PENYAKIT PULMONOLOGI RSUD JOMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan suatu peradangan parenchym paru-paru, mulai dari

bagian alveoli sampai bronhus, bronchiolus, yang dapat menular, dan ditandai dengan

adanya konsolidasi, sehingga mengganggu pertukaran oksigen dan carbon dioksida di

paru-paru. Pengklasifikasian yang lebih praktis untuk Pneumoia adalah menurut sifat

aquisisinya, seperti yang sering digunakan yaitu Community-assosiated Pneumonia

(CAP), Hospital associated Pneumonia (HAP) atau Health care-associated

Pneumonia (HCAP) dan Ventilator-associated Pneumonia (VAP). Hospital-acquired

pneumonia (HAP) adalah suatu Pneumonia yang terjadi 48 jam atau lebih setelah

pasien masuk rumah sakit, dan tidak dalam masa inkubasi atau diluar suatu infeksi

yang ada saat masuk rumah sakit. HAP merupakan penyebab paling umum kedua dari

infeksi diantara pasien di Rumah Sakit, dan sebagai penyebab utama kematian karena

infeksi (mortalitas-rate sekitar 30-70%), dan diperkirakan 27-50% berhubungan

langsung dengan pneumonia. Mikroba yang paling bertanggung jawab untuk HAP

adalah Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus (MSSA dan MRSA),

Pseudomonas aeruginosa, Gram negatif batang yang tidak memproduksi ESBL dan

yang memproduksi ESBL (Enterobacter sp., Escherichi coli, Klebsiella pneumonia).

Dalam proses patogenesis terjadinya pneumonia, paru-paru memiliki mekanisme

pertahanan yang kompleks dan bertahap. Manifestasi klinik dari pneumonia adalah

demam, menggigil, berkeringat, batuk (produktif, atau non produktif, atau produksi

sputum yang berlendir dan purulent), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Diagnosis
dari pneumonia nosokomial adalah melalui anamnese, gejala-gejala dan tanda-tanda

klinik (non spesifik), pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis, pemeriksaan

laboratorium dan khususnya pemeriksaan mikrobiologis. Sesudah diagnosa HAP

ditegakkan, penting untuk segera memulai terapi, sebab bila terlambat ini merupakan

cara mengatasi infeksi yang buruk (Warganegara, 2017).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneumonia adalah infeksi radang parenkim paru yang disebabkan karena

infeksi mikroorganisme. Infeksi yang didapat dari masyarakat disebut dengan

pneumonia komunitas merupakan infeksi yang paling serius. Hal tersebut selaras jika

dikaitkan dengan jumlah kasus rawat inap, yang diikuti dengan peningkatan kasus,

komplikasi yang serius dan menjadi penyebab utama kematian diantara kasus infeksi

lainnya (Natasya, 2022).

Menurut Dirjen PP dan PL, 2011 dalam (Dewi et al., 2011), pneumonia adalah

infeksi saluran pernapasan akut yang menyerang bagian jaringan paru-paru yang

disebut dengan alveoli. Banyak sekali penyebab dari pneumonia diantaranya adalah

bakteri, virus, dan jamur (Saud Bin Abdul Sattar; Sandeep Sharma., n.d, 2020).

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli). Pneumonia merupakan penyakit yang terbentuk dari infeksi akut daerah

saluran pernapasan bagian bawah yang secara spesifik mempengaruhi paru-paru

(Setyawati, 2018).

Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut yang umum terjadi yang

memengaruhi alveoli dan pohon bronkial distal paru-paru. Penyakit ini secara luas

dibagi menjadi pneumonia yang didapat dari komunitas (community-acquired

pneumonia/CAP) atau pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-acquired

pneumonia/HAP, yang mencakup pneumonia terkait ventilasi (ventilation-associated

pneumonia/VAP)) (Torres et al., 2021).


2.2 Epidemiologi

Pneumonia adalah penyakit yang cukup lazim dan membawa beban berat

pada semua populasi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Centers for Disease Control

and Prevention (CDC) AS yang bertujuan untuk memperkirakan bebannya di

Amerika Utara menemukan bahwa CAP merupakan penyebab utama kematian

kedelapan di Amerika Serikat dan penyebab utama kematian ketujuh di Canda setelah

disesuaikan dengan berbagai perbedaan jenis kelamin dan usia. Salah satu penelitian

terbesar selama 2 tahun pada populasi Louisville yang terdiri dari 587.499 orang

dewasa dari tahun 2014 hingga 2016 menemukan bahwa insiden CAP tahunan yang

disesuaikan dengan usia adalah 649 pasien rawat inap per 100.000 orang dewasa

(interval kepercayaan 95%, 628,2 hingga 669,8), setara dengan 1.591.825 rawat inap

CAP tahunan pada orang dewasa di Amerika Serikat. Selain itu, penelitian ini

menemukan bahwa angka kematian selama rawat inap adalah 6,5%, setara dengan

102.821 kematian tahunan di Amerika Serikat. Kematian pada 30 hari, 6 bulan, dan 1

tahun masing-masing adalah 13,0%, 23,4%, dan 30,6%. Angka-angka ini lebih tinggi

pada bagian yang secara ekonomi lebih lemah dan pada populasi yang sebagian besar

adalah Hispanik atau Afrika-Amerika. Basis data Community-Acquired Pneumonia

Organization (CAPO) yang diformulasikan berdasarkan kejadian di 16 negara yang

dikelompokkan dalam 3 wilayah berbeda, yaitu Amerika Serikat/Kanada, Eropa, dan

Amerika Latin, menemukan bahwa tingkat kematian di wilayah ini masing-masing

adalah 7,3%, 9,1%, dan 13,3% (Jain, 2022).

Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecatatan yang

tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (Pneumonia

Komunitas). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di

parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. Pneumonia dapat terjadi pada

orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien

dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar

yang mengganggu daya tahan tubuh (Torres et al., 2021)

Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang-orang lanjut usia (lansia) dan

sering terjadi pada Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Juga dapat terjadi pada

pasien dengan penyakit lain seperti Diabetes Mellitus (DM), payah jantung, penyakit

arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit saraf kronik, dan penyakit hati

kronik. Faktor predisposisi lain antara berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus,

Diabetes Mellitus, keadaan imunodefisiensi, kelainan atau kelemahan struktur organ

dada dan penurunan kesadaran. Juga adanya tindakan invasif seerti infus, intubasi,

trakeostomi, atau pemasangan ventilator. Perlu diteliti faktor lingkungan khususnya

tempat kediaman misalnya di rumah jompo, penggunaan antibiotik (AB) dan obat

suntik IV, serta keadaan alkoholik yang meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman

gran negatif. Anamnesis epidemiologi haruslah mencakup keadaan lingkungan

pasien, tempat yang dikunjungi dan kontak dengan orang atau binatang yang

menderita penyakit serupa. Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3

minggu. Bila lebih lama perlu dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob

atau non bakteri seperti jamur, mikobakterium atau parasit (Cilloniz et al., 2016).

2.3 Klasifikasi
Ada banyak upaya untuk mengklasifikasikan pneumonia berdasarkan etiologi,

pengaturan klinis di mana paten memperoleh infeksi, dan pola keterlibatan parenkim

paru, di antara klasifikasi lainnya. Berdasarkan klasifikasi yang diikuti oleh American

Thoracic Society (Jain, 2022).

1. Community-Acquired Pneumonia (CAP)

Pneumonia yang didapat di luar rumah sakit dalam lingkungan

masyarakat. Definisi CAP menurut Infectious Diseases Society of America

(IDSA) adalah infeksi akut parenkim paru yang ditandai dengan terdapatnya

infiltrat baru pada foto toraks atau ditemukannya perubahan suara napas dan

atau ronkhi basah lokal pada pemeriksaan fisik paru yang konsisten dengan

pneumonia pada pasien yang tidak sedang dirawat di rumah sakit atau tempat

perawatan lain dalam waktu 14 hari sebelum timbulnya gejala. Definisi yang

lebih lengkap diberikan oleh BTS yaitu timbulnya gejala infeksi saluran napas

bawah yaitu: batuk ditambah minimal satu gejala infeksi saluran napas bawah

lain; perubahan hasil pemeriksaan fisik paru; paling kurang satu dari tanda

sistemik (berkeringat,demam, menggigil,dan atau suhu ≥380C); respons

setelah pemberian antibiotik (Arlini & Yunita, 2019).

2. Hospital-Acquired Pneumonia (HAP)

Pneumonia yang didapat 48 jam setelah dirawat di tempat rawat inap

seperti rumah sakit dan tidak mengalami inkubasi pada saat masuk dianggap

sebagai HAP. Klasifikasi ini membantu menghilangkan kebingungan seputar

istilah pneumonia yang terkait dengan perawatan kesehatan dan pneumonia

yang didapat di rumah sakit. Sekarang semua pneumonia yang didapat di


lingkungan panti jompo, fasilitas rehabilitasi, dan fasilitas kesehatan lainnya

telah dimasukkan ke dalam pneumonia yang didapat di masyarakat, dan

rumah sakit diperlukan untuk mengklasifikasikan pneumonia sebagai HAP

(Warganegara, 2017).

3. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

Pneumonia yang didapat 48 jam setelah intubasi endotrakeal dianggap

sebagai VAP. Pneumonia yang berhubungan dengan ventilator. Pneumonia

terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi trachea. Ventilator

mekanik adalah alat yang dimasukkan melalui mulut dan hidung atau lubang

didepan leher dan masuk ke dalam paru (Warganegara, 2017).

Kategori-kategori ini telah membantu menetapkan organisme umum yang

bertanggung jawab atas setiap jenis pneumonia dan membantu merumuskan pedoman

pengobatan untuk manajemen yang efisien baik di rawat inap maupun rawat jalan.

Tergantung pada pola keterlibatannya, pneumonia secara historis juga telah

dipelajari sebagai:

Pneumonia fokal non-segmental atau pneumonia lobar: melibatkan satu lobus paru.

Pneumonia bronkopneumonia multifokal atau pneumonia lobular

Pneumonia interstisial fokal atau difus (Jain, 2022).

2.4 Etiologi

Meskipun mengidentifikasi agen etiologi untuk pneumonia sangat penting untuk

pengobatan yang efektif serta pencatatan epidemiologi, hal ini jarang terlihat dalam

praktik klinis. Ulasan yang tersebar luas telah menunjukkan bahwa penyebab tunggal

pneumonia sering kali diidentifikasi pada kurang dari 10% pasien yang datang ke unit
gawat darurat. Meskipun demikian, organisme yang paling umum yang menyebabkan

pneumonia diantara lain : (Bartlett, 2018)

 Community-Acquired Pneumonia

Penyebab bakteri

Penyebab bakteri diklasifikasikan menjadi 2. Organisme tipikal yang

umum termasuk Pneumococcus, Haemophilus influenzae, Moraxella

catarrhalis, Streptococcus Grup A, dan organisme gram negatif aerobik dan

anaerobik lainnya. Organisme atipikal yang biasa terlihat dalam praktik klinis

antara lain Legionella, Mycoplasma, Chlamydia, dan lain-lain (Sattar,2022).

Di Amerika Serikat, penyebab bakteri CAP yang paling umum termasuk

Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Mycoplasma pneumoniae,

dan basil enterik gram negatif (Jain et al., 2015).

Penyebab virus

Sering diamati bahwa spesies virus menjajah nasofaring pasien CAP.

Apakah mereka adalah penyebab utama atau berkontribusi pada patogenesis

oleh penyebab bakteri sekunder masih diselidiki. Namun, beberapa agen virus

yang paling sering terlibat dalam CAP di Amerika Serikat termasuk virus

influenza yang diikuti oleh virus syncytial pernapasan, virus parainfluenza,

dan adenovirus (Jain et al., 2015)

Penyebab jamur

Infeksi jamur biasanya terjadi pada pasien dengan kondisi

imunokompromais tertentu seperti HIV dan penerima transplantasi organ.


Namun, sering kali diabaikan, beberapa spesies jamur dapat menyebabkan

pneumonia pada individu yang tidak memiliki kekebalan tubuh yang

mengakibatkan keterlambatan diagnosis dan menyebabkan hasil yang tidak

menguntungkan. Tiga yang paling umum di Amerika Utara termasuk

Histoplasma, Blastomyces, dan Coccidioides (Hage et al., 2018).

 Hospital-Acquired Pneumonia and Ventilator-Associated Pneumonia

Ada banyak tumpang tindih dalam agen etiologi pada pasien rawat inap

yang tidak berventilasi dan pasien dengan pneumonia yang berventilasi, dan

oleh karena itu, tepat untuk mempertimbangkan keduanya secara bersamaan.

Ini termasuk:

- Basil gram negatif seperti Escherichia coli, Pseudomonas aerugenosa,

Acinetobacter, dan Enterobacter, serta kokus gram positif seperti

Staphylococcus aureus; baik yang peka terhadap metisilin maupun yang

resisten, meskipun yang terakhir ini lebih banyak ditemukan. Virus dan

jamur lain yang lebih lazim pada pasien dengan gangguan sistem

kekebalan tubuh dan pasien yang sakit parah (Weiner et al., 2016).

2.5 Faktor Resiko

1. Community-Acquired Pneumonia

 Streptococcus pneumonia resisten

- Usia di atas 65 tahun

- Riwayat penggunaan antibiotik beta laktam dalam 3 bulan

- Imunosupresi (riwayat penggunaan kortikosteroid dalam waktu lama)


- Penyakit komorbid multiple

- Alkoholism

 Enteric gram negatif

- Riwayat penggunaan antibiotik

- Penyakit kardiovaskuler

- Riwayat tingggal di nursing home

- Penyakit komorbid multipel

 Pseudomonas aeruginosa

- Bronkiektasis

- Penggunaan antimikroba spektrum luas dalam 7 hari di bulan lalu

- Penggunaan kortikosteroid minimal prednison 10 mg per hari

- Malnutrisi (Arlini & Yunita, 2019).

2. Hospital-Association Pneumonia

Faktor resiko umum untuk berkembangnya HAP adalah umur lebih tua

dari 70 tahun, co-morbiditas yang serius, malnutrisi, penurunan kesadaran,

berlama lama tinggal di rumah sakit, dan penyakit obstruksi paru yang

khronis. HAP adalah infeksi yang paling umum terjadi pada pasien yang

membutuhkan perawatan pada Intensive Care Unit dan hampir 25% dari

infeksi nosokomial di Intensive care unit, dengan insiden rate 6-52%

(Warganegara, 2017).

3. Health Care-Association Pneumonia

- Mendapat terapi antibiotik didalam 90 hari sebelumnya


- Pernah masuk Rumah Sakit secara akut paling tidak 2 hari dalam 90 hari

sebelumnya

- Mengalami perawatan dirumah atau fasilitas perawatan yang diperpanjang

- Terapi infus dirumah, termasuk khemoterapi, dalam 30 hari yang lewat

- Dialisis yang panjang dalam 30 hari yang lewat

- Perawatan luka dirumah

- Anggota famili dengan infeksi melibatkan mikroba resisten obat

- Penyakit immunosupresive atau terapi Imunosupresif (Warganegara,

2017)

2.6 Patogenesis

Terdapat keseimbangan yang rumit antara organisme yang berada di saluran

pernapasan bagian bawah dan mekanisme pertahanan lokal dan sistemik (baik yang

bersifat bawaan maupun yang didapat) yang ketika terganggu akan menimbulkan

peradangan parenkim paru, yaitu pneumonia. Mekanisme pertahanan umum yang

terganggu dalam patogenesis pneumonia meliputi:

- Mekanisme pertahanan sistemik seperti imunitas yang dimediasi humoral

dan komplemen yang terganggu pada penyakit seperti common variable

immunodeficiency (CVID), agammaglobulinemia terkait-X (diturunkan),

dan asplenia fungsional (didapat). Gangguan imunitas yang diperantarai

sel merupakan predisposisi individu terhadap infeksi oleh organisme

intraseluler seperti virus dan organisme dengan virulensi rendah seperti

Pneumocystis pneumonia (PJP), penyebab jamur, dan lain-lain.


- Pembersihan mukosiliar yang sering terganggu pada perokok, keadaan

pasca virus, sindrom Kartergerner, dan kondisi terkait lainnya

- Gangguan refleks batuk yang terlihat pada pasien koma, penyalahgunaan

zat tertentu

- Akumulasi sekresi seperti yang terlihat pada fibrosis kistik atau obstruksi

bronkus

Makrofag yang menetap berfungsi untuk melindungi paru-paru dari patogen

asing. Ironisnya, reaksi inflamasi yang dipicu oleh makrofag inilah yang bertanggung

jawab atas temuan histopatologis dan klinis yang terlihat pada pneumonia. Makrofag

menelan patogen ini dan memicu molekul sinyal atau sitokin seperti TNF-a, IL-8, dan

IL-1 yang merekrut sel inflamasi seperti neutrofil ke lokasi infeksi. Mereka juga

berfungsi untuk menyajikan antigen ini ke sel T yang memicu mekanisme pertahanan

seluler dan humoral, mengaktifkan komplemen dan membentuk antibodi terhadap

organisme ini. Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan peradangan pada parenkim

paru dan membuat kapiler lapisan "bocor", yang menyebabkan kemacetan eksudatif

dan menggarisbawahi patogenesis pneumonia (Jain, 2022).

2.7 Histopatologi

Histopatologi pada pneumonia dapat dibagi menjadi : bronkopneumonia/pneumonia

lobular atau pneumonia lobar.

 Pneumonia Lobar

Pneumonia lobar adalah konsolidasi difus yang melibatkan seluruh lobus

paru. Perkembangannya dapat dibagi menjadi 4 tahap sebagai berikut:


- Congestion : Tahap ini ditandai dengan jaringan paru-paru yang tampak

sangat berat dan berlumpur, kongesti yang menyebar, pembengkakan

pembuluh darah, dan penumpukan cairan alveolar yang kaya akan

organisme infektif. Terdapat sedikit sel darah merah (RBC) dan neutrofil

pada tahap ini

- Red Hepatization : Terlihat adanya infiltrasi sel darah merah, neutrofil,

dan fibrin ke dalam cairan alveolar. Secara kasar, paru-paru tampak merah

dan keras mirip dengan hati, oleh karena itu disebut hepatisasi.

- Grey Hepatization : RBC rusak dan berhubungan dengan eksudat

fibrinopurulen yang menyebabkan transformasi warna merah ke abu-abu

- Resolution : Ditandai dengan pembersihan eksudat oleh makrofag residen

dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut sisa.

 Bronkopneumonia/ Pneumonia Lobular

Bronkopneumonia ditandai dengan peradangan supuratif yang

terlokalisasi dalam bercak-bercak di sekitar bronkus yang mungkin

terlokalisasi atau tidak terlokalisasi pada satu lobus paru-paru.

Sangat jarang, bentuk pneumonia yang parah dapat menyebabkan

pembentukan abses paru, kerusakan total jaringan dan pembentukan kantong

berisi nanah di area fokus paru. Selain itu, infeksi dapat menyebar ke ruang

pleura membentuk eksudat fibrinopurulen yang mengisi ruang ini - yang

dikenal sebagai empiema (Jain, 2022).

2.8 Diagnosis
Keluhan utama pada kasus pneumonia meliputi tanda-tanda sistemik seperti

demam dengan menggigil, malaise, kehilangan nafsu makan, dan mialgia. Temuan ini

lebih sering terjadi pada pneumonia virus dibandingkan dengan pneumonia bakteri.

Sebagian kecil pasien mungkin mengalami perubahan status mental, nyeri perut,

nyeri dada, dan temuan sistemik lainnya. Temuan paru termasuk batuk dengan atau

tanpa produksi dahak. Pneumonia bakteri dikaitkan dengan dahak bernanah atau

jarang yang berwarna darah. Pneumonia virus dikaitkan dengan produksi dahak yang

encer atau kadang-kadang mukopurulen. Mungkin terdapat nyeri dada pleuritik yang

terkait dengan keterlibatan pleura. Sesak napas dan rasa berat yang menyebar di dada

juga kadang-kadang terlihat.

Temuan umum pada pemeriksaan fisik meliputi:

- Takipnea

- Takikardia

- Demam dengan atau tanpa menggigil

- Suara napas yang berkurang atau bronkial

- Egofoni dan fremitus taktil, keduanya menunjukkan adanya proses

konsolidasi

- Bunyi berderak pada auskultasi daerah paru-paru yang terkena

- Suara tumpul pada perkusi

1. Community-Acquired Pneumonia

Diagnosis CAP didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan fisis,

foto toraks dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan


jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah

dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :

 Batuk-batuk bertambah

 Perubahan karakteristik dahak / purulen

 Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam

 Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial

dan ronki Leukosit > 10.000 atau < 4500

Pemeriksaan analisis gas darah, elektrolit, ureum serta fungsi hati dilakukan untuk

menetukan derajat keparahan CAP. Uji mikrobiologi dari sputum harus dilakukan

pada pasien CAP sedang dan berat, sedangkan pada pasien CAP ringan sebaiknya

pemeriksaan mikrobiologis harus berdasarkan faktor-faktor klinis seperti usia,

penyakit komorbid dan indikator-indikator beratnya CAP serta faktor epidemiologi

dan riwayat antibiotik yang digunakan sebelumnya. Jika hasil pemeriksaan

mikrobiologis menemukan kuman penyebab maka antibitiok yang diberikan harus

diganti ke antibiotik yang lebih spesifik terhadap kuman penyebab. Pemeriksaan

sputum untuk deteksi M.Tb (BTA) dilakukan bila tidak didapatkan perbaikan setelah

pemberian antibiotik yang ditandai dengan batuk produktif yang persisten serta gejala

klinis lain yang berhubungan dengan Tb. Berdasarkan panduan IDSA pemeriksaan

kultur sputum yang disertai dengan pemeriksaan sputum Gram merupakan

pemeriksaan rutin yang harus dilakukan pada setiap pasien CAP akan tetapi hal ini

tidak menjadi pemeriksaan rutin jika tidak terdapat resiko infeksi oleh kuman resisten

menurut panduan ATS oleh karena kuman patogen penyebab CAP hanya ditemukan
pada 40-50% dari seluruh pasien. ATS dan IDSA merekomendasikan dilakukannya

pungsi pleura jika pada pemeriksaan foto torak lateral dekubitus didapatkan

gambaran ketebalan cairan >10 mm untuk menyingkirkan empiema dan efusi

parapneumonia (Arlini & Yunita, 2019).

Penilaian derajat keparahan penyakit

Penilaian derajat beratnya CAP dapat mempergunakan beberapa skor yaitu CURB-65

(confusion, uremia, respiratory rate, low blood pressure, age 65 years or greater)

seperti terlihat pada gambar 1 di bawah ini:

Pasien pneumonia yang mendapatkan skor 0 dengan skor CURB- 65 dapat

rawat jalan dengan diberikan antimikroba oral selama 5 hari. Pneumonia derajat

sedang jika hasil skor CURB-65 1 atau 2 dan pasien harus dirujuk ke rumah sakit,

skor 3-4 tergolong pneumonia berat dan harus segera mendapatkan antimikroba
empirik. Beratnya CAP juga dapat dinilai dengan pneumonia severity index (PSI)

skor. Parameter-parameter yang digunakan pada PSI skor serta interpretasi hasilnya

terlihat pada gambar (Arlini & Yunita, 2019).

Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap CAP

adalah :

1. Skor PORT/PSI lebih dari 70

2. Bila skor PORT/PSI kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila

dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini:


- Frekuensi napas > 30/menit

- Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg

- Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

- Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

- Tekanan sistolik < 90 mmHg

- Tekanan diastolik < 60 mmHg

3. Pneumonia pada pengguna NAPZA

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih

kriteria di bawah ini:

Kriteria minor:

- Frekuensi napas > 30/menit

- Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg

- Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

- Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

- Tekanan sistolik < 90 mmHg

- Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor adalah sebagai berikut :

- Membutuhkan ventilasi mekanik

- Infiltrat bertambah > 50%

- Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)

- Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita

riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis


Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah

penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu

(membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam

[syok septik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250

mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik

< 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi

untuk perawatan Ruang Rawat Intensif (Arlini & Yunita, 2019).

4. Hospital-Association Pneumonia, Health Care-Association Pneumonia,

Ventilator-Association Pneumonia

Diagnosis dari pneumonia nosokomial adalah melalui anamnese,

gejala-gejala dan tanda-tanda klinik (non spesifik), pemeriksaan fisik,

pemeriksaan radiologis, pemeriksaan laboratorium dan khususnya

pemeriksaan mikrobiologis. Bagaimanapun dua atau lebih manifestasi klinik

(demam, leukositosis, sputum purulen), kekeruhan paru yang baru atau

progresif pada radiologi dada mendekati 70% sensitif dan 75% spesifik untuk

diagnosis VAP pada satu penelitian (Warganegara, 2017).

Walaupun terdapat banyak test-test yang digunakan, semuanya

mempunyai hambatan dan tak satupun betul-betul sensitif dan spesifik untuk

dipertimbangkan sebagai test gold standart. Kultur darah mempunyai nilai

diagnostik dan prognostik, tetapi sensitivitasnya hanya 8-20%, dan perannya

terbatas. Serupa, dengan pemeriksaan sputum juga tidak sensitif dan tidak

digunakan secara rutin. Test noninvasif yang paling berguna adalah

pemeriksaan aspirasi tracheobronchial (TBAs). Metoda ini mempunyai


derajad sensitivitas yang tinggi, tapi kelemahannya tes ini tidak dapat

membedakan antara mikroba yang beranggungjawab sebagai penyebab

pneumoni dan koloni dari flora normal. Teknik invasive brochoscopy yaitu

dengan mengambil sampel langsung dari saluran nafas bagian bawah tanpa

kontaminasi dari saluran nafas bagian atas atau sekresi oral, hasilnya terlihat

tidak berbeda secara bermakna dengan teknik noninvasif. Diagnosis banding

dari gejala dan tanda infeksai saluran nafas bagian bawah yang baru pada

penderita di rumah sakit adalah congstive heart failure, atelektasis, aspirasi,

Akut Respiratory Distress Sindrome (ARDS), tromboembolisme paru,

perdarahan paru, dan reaksi obat (Warganegara, 2017).

2.8 Penunjang

Evaluasi CAP dan HAP meliputi:

Evaluasi Klinis

Meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh seperti yang

dirangkum dalam bagian di atas.

Evaluasi Radiologi

Menurut pedoman Infectious Diseases Society of America (IDSA) dan

American Thoracic Society (ATS), infiltrasi yang dapat dibuktikan dengan rontgen

dada diperlukan dan dianggap sebagai metode terbaik (dengan temuan klinis yang

mendukung) untuk mendiagnosis pneumonia.[2] Temuannya dapat bervariasi, mulai

dari infiltrasi lobar hingga interstisial, hingga lesi kavitas yang terkadang dengan

tingkat cairan udara yang menunjukkan proses penyakit yang lebih parah (Jain,

2022).
Evaluasi Laboratorium

Ini termasuk serangkaian tes seperti kultur darah, kultur dahak dan mikroskop,

jumlah darah rutin, dan jumlah limfosit. Tes khusus seperti tes antigen urin, aspirasi

bronkus, atau dahak yang diinduksi dapat digunakan untuk patogen tertentu. Dua tes,

prokalsitonin dan protein C-reaktif membantu membedakan penyebab virus dari

bakteri ketika temuan klinis dan radiologis mungkin tidak jelas. Perlu juga dicatat

bahwa pengobatan antibiotik empiris dapat dimulai pada semua kasus pneumonia

yang khas, dan seluruh rangkaian tes jarang diperlukan (Jain, 2022).

Evaluasi VAP, di sisi lain, sedikit berbeda dengan CAP. Dibutuhkan bukti

radiologis dan mikrobiologis sebelum memulai terapi antimikroba. VAP harus

dicurigai pada pasien berventilasi yang mengalami dispnea onset baru, penurunan

saturasi oksigen pada pengaturan ventilator yang sama, demam dengan menggigil

atau infiltrat paru onset baru. Semua pasien yang dicurigai memerlukan rontgen dada

(atau CT scan jika temuan rontgen tidak meyakinkan). Ini harus diikuti dengan teknik

pengambilan sampel invasif seperti mini broncho-alveolar lavage (BAL) atau

bronchoscopic BAL atau bahkan sikat spesimen terlindung (PSB) untuk

mengidentifikasi organisme penyebab. Setelah diagnosis dikonfirmasi, terapi

antimikroba yang tepat dapat dimulai (Jain, 2022).

2.9 Tatalaksana

Penatalaksanaan CAP melibatkan stratifikasi risiko awal pasien dan untuk

memutuskan apakah akan mengelola pasien secara rawat jalan, di bangsal pengobatan

umum, atau di unit perawatan intensif (ICU). Skala "CURB-65" telah digunakan

secara luas untuk tujuan ini. Komponen dari skala ini meliputi kebingungan, uremia
(BUN lebih besar dari 20 mg/dl), laju pernapasan lebih besar dari 30 per menit,

tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau diastolik kurang dari 60 mmHg,

dan usia lebih besar dari 65 tahun. Satu poin diberikan untuk setiap kriteria positif

yang dipenuhi oleh pasien. Disposisi pasien diputuskan sebagai berikut (Arlini &

Yunita, 2019).

4. Skor 0 hingga 1: Penanganan pasien rawat jalan. Pasien-pasien ini diobati

secara empiris dengan menggunakan Fluoroquinolones atau Beta-laktam +

Makrolida jika ada komorbiditas yang merugikan dan dengan Makrolida atau

Doksisiklin jika tidak ada komorbiditas

5. Skor 2 hingga 3 menunjukkan penerimaan dan pengelolaan di bangsal

pengobatan umum. Pengobatan lini pertama adalah pilihan antara

fluoroquinolones atau makrolida ditambah beta-laktam

6. Skor 4 atau lebih memerlukan manajemen di ICU. Regimen empiris, dalam

hal ini, adalah pilihan antara kombinasi antara beta-laktam ditambah

fluoroquinolon atau beta-laktam ditambah makrolida.


Penatalaksanaan VAP dan HAP sesuai dengan pedoman ATS/IDSA.

Penatalaksanaannya jauh lebih lama, rumit, dan melibatkan penggunaan antibiotik

spektrum luas dibandingkan dengan penatalaksanaan CAP. Hal ini melibatkan

identifikasi dini tanda-tanda pneumonia dan evaluasi menyeluruh seperti yang

dibahas di atas, sebelum memulai terapi empiris. Terapi empirik dipandu oleh pola

resistensi yang lazim di wilayah tersebut serta faktor risiko pasien terhadap organisme

yang resisten terhadap banyak obat. Umumnya, rejimen yang mencakup S. aureus,

Pseudomonas, dan basil gram negatif dirancang untuk pasien HAP dan VAP. Untuk

pasien tanpa faktor risiko MDR, rejimen yang umumnya diikuti adalah
piperasilin/tazobaktam plus cefepime plus levofloksasin. Untuk pasien dengan faktor

risiko MDR, rejimen yang lebih disukai adalah kombinasi Aminoglikosida bersama

dengan salah satu dari imipenem, meropenem, aztreonam, piperasilin/tazobaktam,

ceftazidime, atau sefepime (Warganegara, 2017).


BAB III

KESIMPULAN

Pneumonia merupakan suatu peradangan parenchym paru-paru, mulai dari

bagian alveoli sampai bronhus, bronchiolus, yang dapat menular. Hospital-acquired

pneumonia (HAP) adalah suatu Pneumonia yang terjadi 48 jam atau lebih setelah

pasien masuk rumah sakit, dan tidak dalam masa inkubasi atau diluar suatu infeksi

yang ada saat masuk rumah sakit. Health Care-associated pneumonia (HCAP) adalah

Pneumonia yang terjadi pada anggota masyarakat (yang tidak dirawat di rumah sakit),

yang secara ekstensif kontak dengan perawatan kesehatan, sehingga merubah resiko

mereka terhadap mikroba yang virulent dan resisten dengan obat. Sesudah diagnosa

HAP ditegakkan, penting untuk segera memulai terapi, sebab bila terlambat ini

merupakan cara mengatasi infeksi yang buruk.


DAFTAR PUSTAKA

Arlini, & Yunita. (2019). Diagnosis Community Aquired Pneumonia (CAP) dan Tatalaksana

Terkini. Bagian Pulmunologi Dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas

Syiah Kuala, 86–97.

Bartlett, J. G. (2018). Diagnostic tests for agents of community-acquired pneumonia. Clinical

Infectious Diseases, 52(SUPPL. 4). https://doi.org/10.1093/cid/cir045

Cilloniz, C., Martin-Loeches, I., Garcia-Vidal, C., Jose, A. S., & Torres, A. (2016). Microbial

etiology of pneumonia: Epidemiology, diagnosis and resistance patterns. International

Journal of Molecular Sciences, 17(12). https://doi.org/10.3390/ijms17122120

Dewi, T., Misnaniarti, M., & Mutahar, R. (2011). Determinant of Occurence Pneumonia Among

Under Five Years Old Children Between Age 6-59 Month in Work Area of Kemalaraja

Public Health Center of Regency Ogan Komering Ulu. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat,

2(1), 15–24.

Hage, C. A., Knox, K. S., & Wheat, L. J. (2018). Endemic mycoses: Overlooked causes of

community acquired pneumonia. Respiratory Medicine, 106(6), 769–776.

https://doi.org/10.1016/j.rmed.2012.02.004

Jain, S., Self, W. H., Wunderink, R. G., Fakhran, S., Balk, R., Bramley, A. M., Reed, C., Grijalva,

C. G., Anderson, E. J., Courtney, D. M., Chappell, J. D., Qi, C., Hart, E. M., Carroll, F.,

Trabue, C., Donnelly, H. K., Williams, D. J., Zhu, Y., Arnold, S. R., … Finelli, L. (2015).

Community-Acquired Pneumonia Requiring Hospitalization among U.S. Adults. New

England Journal of Medicine, 373(5), 415–427. https://doi.org/10.1056/nejmoa1500245


Jain V, Vashisht R, Yilmaz G, et al. Pneumonia Pathology. [Updated 2022 Aug 1]. In: StatPearls

[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526116/

Natasya, F. A. (2022). Tatalaksana Pneumonia. Jurnal Medika Hutama, 03(02), 2392–2399.

Saud Bin Abdul Sattar; Sandeep Sharma. (2020). Bacterial Pneumonia.

Sattar SBA, Sharma S. Bacterial Pneumonia. [Updated 2022 Aug 24]. In: StatPearls [Internet].

Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513321/

Setyawati, A. (2018). Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku Keluarga dengan

Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Demangan Kota Madiun.

JKM (Jurnal Kesehatan Masyarakat) Cendekia Utama.

https://doi.org/10.31596/jkm.v6i1.245

Torres, A., Cilloniz, C., Niederman, M. S., Menéndez, R., Chalmers, J. D., Wunderink, R. G., &

van der Poll, T. (2021). Pneumonia. Nature Reviews Disease Primers, 7(1).

https://doi.org/10.1038/s41572-021-00259-0

Warganegara, E. (2017). Pneumonia Nosokomial: Hospital-Acquired, Ventilator-Associated, dan

Health Care-Associated. Jurnal Kedokteran Unila, 1(3), 612–618.

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/1729

Weiner, L. M., Webb, A. K., Limbago, B., Dudeck, M. A., Patel, J., Kallen, A. J., Edwards, J. R.,

& Sievert, D. M. (2016). Antimicrobial-Resistant Pathogens Associated with Healthcare-

Associated Infections: Summary of Data Reported to the National Healthcare Safety

Network at the Centers for Disease Control and Prevention, 2011-2014. Infection Control

and Hospital Epidemiology, 37(11), 1288–1301. https://doi.org/10.1017/ice.2016.174

Anda mungkin juga menyukai