Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

VARICELLA

Oleh :
Irdianty Fahira Junaidi
202210401011008

Pembimbing :

dr. Sri Adila Nurainiwati, SpKK


dr. Dwi Nurwulan Pravitasari, SpKK

SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN JOMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, shalawat
serta salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para
sahabatnya. Syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “Varicella”. Dalam penyelesaian referat ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada dr. Sri Adilla N, Sp.KK
dan dr. Dwi Nuwulan P, Sp. KK, juga kepada seluruh tenaga medis maupun
non-medis RSUD Jombang dan seluruh teman-teman dokter muda di RSUD
Jombang, atas dukungan serta doanya.
Laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan saran dan kritik
yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jombang, 21 Oktober 2022

Penulis

2
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Varisela adalah suatu penyakit infeksi akut primer menular, disebabkan oleh

Varicella Zooster Virus (VZV), yang menyerang kulit dan mukosa, dan ditandai

dengan adanya vesikel-vesikel (Putra, 2019). Varicella-Zoster Virus (VZV)

merupakan virus patogen yaitu Alpha-herpesvirus yang menyebabkan chickenpox

(Varicella) sebagai infeksi primer, yang biasanya terjadi pada anak-anak terutama

pada daerah yang belum menyediakan vaksin (Kennedy & Gershon, 2018)

Varisela (cacar air, chicken pox) merupakan eksantema vesikular yang sangat

menular akibat infeksi akut primer eksogen dari virus varisela zoster (VVZ) pada

individu yang rentan, yang mengenai kulit dan mukosa, dengan manifestasi klinis

berupa gejala konstitusi, kelainan kulit polimorfik terutama di sentral tubuh

(Wijanarko, 2021).

1.2 Epidemiologi

Varisela dapat terjadi di seluruh dunia, namun ada perbedaan yang mencolok

pada daerah dengan beriklim tropis. Hal tersebut yang mengakibatkan alasan

musim dan daerah yang belum jelas. Pada daerah beiklim sedang, varisela terjadi

peningkatan selama musim dingin dan awal musim semi (Daulagala & Noordeen,

2018).

Varisela dilaporkan lebih sering terjadi pada kelompok usia anak-anak

dengan usia <10 tahun dan 90% dewasa telah memiliki antibodi terhadap VVZ

(Al Turab, 2018). Tetapi pada negara tropis dan subtropis lebih sering menyerang

3
orang dewasa muda dan tua. Kemungkinan yang dapat dipertimbangkan adalah

anak-anak banyak sudah melakukan tindakan vaksinasi pada saat vaksin

ditemukan, sedangkan pada orang dewasa banyak yang tidak melakukan vaksinasi

karena pada saat mereka masih anak-anak, vaksin belum ditemukan (Sondakh et

al., 2019).

Tidak ada perbedaan gender dalam kejadian cacar air kecuali pada kelompok

usia 15-24 tahun. Penelitian di Swedia, yang telah disebutkan di atas, juga

melaporkan hasil serupa di mana ditemukan distribusi jenis kelamin yang merata

antar kedua jenis kelamin. Akan tetapi, hasil di Karbala, Iran menemukan kasus

varicella lebih banyak terjadi pada pria (66%) dari pada wanita (Ni Putu Tiza

Murtia Marghal & Made Wardhana, 2021)

1.3 Etiologi

Etiologi dari varisela adalah virus Varicella-Zoster, yang merupakan alpha

herpes virus (famili herpesviridae), hanya memiliki satu serotipe. VVZ

merupakan virus DNA berantai ganda (di dalam nukleokapsid) memiliki

membran luar (amplop ikosahedral) dengan tonjolan glikoproterin sebagai terget

imunitas humoral dan selular. Manusia merupakan satu-satunya reservoir yang

diketahui. Varisela ditularkan melalui jalur udara dan juga kontak langsung.

Pemicu dari reaktivasi virus termasuk immunosupresi dari penyakit atau obat-

obatan, trauma, penyinaran sinar X, infeksi dan keganasan (Apriasari & Pramitha,

2019).

Virus ini memiliki daya penularan yang tinggi dan dapat cepat menyebar.

Infeksi awal berasal dari mukosa saluran pernapasan bagian atas. Setelah 2-6 hari,

virus memasuki sirkulasi dan serangan viremia lain terjadi dalam 10-12 hari. Pada

4
saat ini fase erupsi muncul. Antibodi IgA, IgM dan IgG diproduksi tetapi antibodi

IgG yang memberikan kekebalan seumur hidup. Selain infeksi primer, varisela

terlokalisasi pada saraf sensorik dan dapat diaktifkan kembali yang nantinya akan

menjadi Herpes Zoster (Ayoade, 2022)

1.4 Patogenesis

VZV masuk ke tubuh host melalui sistem pernapasan dan konjungtiva.

Kemudian bereplikasi di tempat masuknya yaitu nasofaring dan kelenjar getah

bening regional. Viremia primer terjadi 4 hingga 6 hari setelah infeksi dan

menyebarkan virus ke organ, seperti hati, limpa, dan ganglion sensorik. Replikasi

lebih lanjut di visera diikuti oleh viremia sekunder yang terjadi pada kulit. Virus

dapat dibiakkan dari mononuklear sel orang yang terinfeksi dari 5 hari

sebelumnya hingga 1-2 hari setelah munculnya ruam (CDC, 2021).

VVZ masuk melalui mukosa saluran napas atas dan orofaring, kemudian

menginfeksi kelenjar getah bening regional (Sel T tonsillar). Masa inkubasi

berkisar antara 10-21 hari. Viremia primer terjadi pada awal masa inkubasi,

setelah virus menyebar melalui vaskuler dan limfatik (4-6 hari setelah infeksi). Sel

T yang terinfeksi akan membawa virus ke sistem retikuloendotelial (tempat utama

replikasi virus selama masa inkubasi) dan kulit. Eliminasi virus dilakukan oleh

imunitas non spesifik (interferon dan sel natural killer) dan spesifik dan apabila

proses ini gagal maka akan terjadi viremia sekunder dalam 10-14 hari setelah

infeksi. Viremia sekunder akan menimbulkan erupsi varisela terutama di sentral

tubuh. Pada kulit, VVZ menginfeksi sel epitel stratum basal dan stratum

spinosum. Infeksi ini akan menghasilkan lesi papular, yang akan berubah menjadi

vesikel intraepitel dalam 12-24 jam, akibat meningkatnya sel epitel yang

5
terinfeksi. Pada kasus tanpa tervaksinasi biasanya bermula di wajah dan kulit

kepala, kemudian menyebar secara cepat ke badan, dan menyisihkan ekskremitas.

Lesi baru bermunculan terus menerus dalam suatu kumpulan yang terdistribusi

dibagian sentral. Lesi lebih padat diantara skapula, dan bagian medial dari lengan

dan tungkai, serta dapat muncul lebih awal dalam jumlah besar di daerah

inflamasi (sunburn), dan tidak jarang di telapak tangan-kaki (Wijanarko, 2021).

1.5 Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Ruam secara maksimal mengenai batang tubuh dengan vesikel

makulopapular gatal yang menyebar ke leher dan anggota badan. Setelah 12-72

jam lesi berubah menjadi pustula (mirip dengan vesikel tetapi mengandung bahan

purulen) yang sering pecah sehingga menimbulkan keropeng. Lesi tidak semua

muncul dan berkembang menjadi koreng pada saat yang bersamaan, melainkan

muncul secara bergelombang, juga mengenai selaput lendir, terutama di rongga

mulut dan daerah tonsil. Pustula biasanya dapat sembuh tanpa meninggalkan

gejala sisa tetapi jika digaruk dapat terinfeksi oleh Staphylococcus dan

Streptococcus dan meninggalkan bekas luka permanen (Freer & Pistello, 2018).

Gejala prodormal pada remaja dan dewasa yang dapat terjadi adalah nyeri

otot, mual, nafsu makan menurun, dan sakit kepala diikuti ruam, sariawan, malise

dan demam ringan. Manifestasi oral dapat mendahului ruam kulit. Pada anak-

anak, penyakit mungkin tidak didahului oleh gejala prodormal, dan tanda awalnya

bisa berupa ruam atau lesi rongga mulut. Ruam dimulai sebagai titik merah kecil

di wajah, kulit kepala, batang tubuh, lengan atas dan kaki. Selama 10-12 jam

berikutnya berkembang menjadi benjolan kecil, benjolan berisi air, dan pustula;

dan akhirnya pusaran dan pembentukan keropeng. Sebagai catatan, ruam cacar air

6
terjadi pada tahap evolusi yang berbeda atau yang disebut dengan lesi polimorfik

(Gershon et al., 2019).

Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14-21 hari. Gejala klinis dimulai

dengan gajela prodormal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, dan

nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa

yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas

mirip tetesan embun (tear drops) di atas dasar yang eritematosa. Vesikel akan

berubah menjadi keruh menyerupai pustul dan kemudain menjadi krusta.

Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel baru serhingga pada

satu saat tampak gambaran polimorfik (National centre for immunisation research

& surveillance, 2019).

1.6 Diagnosis

Pemeriksaan penunjang dilakukan bila kasus yang muncul tidak biasa atau

terdapat komplikasi. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

adalah pemeriksaan Tzank smear untuk menemukan adanya sel datia berinti

banyak. Dilakukan dengan cara melakukan kerokan dasar vesikel, dibuat sediaan

hapus dengan pewarnaan Giemsa, Hematoxylin Eosin, atau pewaranaan lain.

Pemeriksaan ini tidak spesifik dengan sensitivitas sebesar 60%. Pemeriksaan

menggunakan polymerase chain reaction (PCR) merupakan pemeriksaan

diagnostik terbaik dengan sensitivitas dan spesifitas yang baik, serta hasil yang

cepat (satu hari atau kurang). Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari DNA

VVZ dari cairan vesikel (spesimen terbaik) atau spesimen lain (kerokan lesi,

krusta, biopsi jaringan, darah, saliva, atau cairan serebrospinal). PCR dapat

7
membedakan VVZ dari herpes simpleks virus, atau membedakan strain liar

dengan strain vaksin Oka (Weinmann et al., 2018).

Pemeriksaan kultur VVZ merupakan baku emas untuk mendiagnosis varisela.

Isolasi virus dapat dilakukan dalam 1-2 hari setelah onset ruam. Kultur

membutuhkan waktu satu minggu atau lebih. Sensitivitas kultur lebih rendah

dibandingkan dengan PCR. Kultur dapat digunakan untuk menentukan sensitivitas

terhadap antivirus. Spesimen diaspirasi dari vesikel baru dengan cairan yang

jernih. Resiko kegagalan meningkat setelah vesikel menjadi pustul, dan tidak

pernah diisolasi dari krusta. Histopatologi juga dapat dilakukan dimana pada

varisela dapat ditemukan akantosis, degenerasi balon, badan inklusi intranuklear

eosinofilik (asidofilik), dan sel raksasa berinti banyak (akibat fusi dari sel epitel

yang terinfeksi dengan sel disekitarnya). Pada dermis dapat ditemukan edema dan

infiltrat sel mononuklear. Pemeriksaan dengan pewarnaan imunofluoresen atau

imunoperoksidase dari materi selular vesikel baru atau prevesikuler dapat

mendeteksi VVZ lebih sering dibandingkan dengan kultur. Pemeriksaan

menggunakan enzyme immunoassays dapat mendeteksi antigen VVZ dengan lebih

cepat, tetapi sensitivitas dan spesifitasnya lebih rendah dari PCR (Cowl et al.,

2017).

Pemeriksaan serologi digunakan untuk melakukan diagnsosis secara

retrospektif dengan membandingkan serum akut dan konvalesen. Tes ini jarang

dilakukan, dan biasanya dilakukan untuk pasien yang rentan dan menjadi kandidat

untuk isolasi atau profilaksis. Pemeriksaan serologis dapat dilakukan dengan

solid-phase enzyme-linked immunosorbent assay, fluorescent-antibody to

membrane antigen of VZV, atau tes aglutinasi lateks. Beberapa pemeriksaan

8
tambahan lain berupa pemeriksaan darah tepi, dimana dapat ditemukan penurunan

leukosit.1 Dapat juga terjadi peningkatan sedang pada enzim hepar (Wijanarko,

2021).

1.7 Diagnosis Banding

Penegakan diagnosis dari varisela tidaklah sulit, ruam yang khas dan riwayat

paparan akan menuntun ke diagnosis yang tepat. Beberapa diagnosis banding dari

varisela yaitu eksantema vesikuler dari virus Coxsackie, Echovirus, dan campak

yang atipikal. Biasanya penyakit-penyakit ini memiliki lesi yang morbiliformis

dengan komponen hemoragik dibandingkan vesikuler mupun vesikopustuler. HZ

diseminata juga dapat menyerupai varisela bila penyebaran berasal dari area HZ

(ganglion saraf yang terkena) yang kecil, tidak nyeri, dan erupsi dermatomal yang

kurang nyata. Sedangkan untuk herpes simpleks diseminata biasanya jarang

terjadi dan terbatas pada pasien dengan imunokompromais yang berat. Lesi

biasanya terkonsentrasi dan mengelilingi lokasi infeksi primer atau rekuren (mulut

atau genital eksternal), pasien tampak toksik dan terdapat keterlibatan viseral.

Pada variola, klinis lebih berat dengan erupsi kulit bersifat monomorf (semua lesi

dalam tahap evolusi yang sama), lesi lebih besar, dengan distribusi dimulai di

akral tubuh (telapak tangan dan kaki). Impetigo, hipersensitivitas gigitan

serangga, hand, foot, and mouth disease, dan skabies impeteginisata juga dapat

menjadi diagnosis banding (Wijanarko, 2021).

Diagnosis banding dari Varisella :

 Insect bites
 Impetigo
 Small pox
 Drug eruptions
 Dermatitis herpetiformis

9
(Ayoade, 2022)

1.8 Pengobatan

Pengobatan pada pasien dengan imunitas yang baik ditujukan untuk mencegah

terjadinya komplikasi. Tatalaksana secara umum yaitu menjaga higienitas yang

baik termasuk mandi setiap hari, melakukan perawatan kulit yang cermat, dan

memotong kuku. Pengobatan secara topikal dapat menggunakan bedak untuk

mencegah vesikel pecah terlalu dini, dapat ditambahkan zat anti gatal (mentol,

kamfora). Antivirus topikal tidak memiliki peranan dalam pengobatan varisela.

Antibiotik topikal dapat digunakan bila terdapat infeksi sekunder. Pengobatan

secara sistemik berupa antivirus analog nukleosida (analog guanosin) yaitu

asiklovir dan pensiklovir. Valasiklovir (valin ester dari asiklovir) dan famsiklovir

(prodrug pensiklovir) diserap lebih baik dan kadarnya dalam darah lebih tinggi,

sehingga lebih dipilih dalam terapi varisela dibandingkan asiklovir. Pemberian

terapi dalam 24 jam setelah onset akan mengurangi waktu pembentukan krusta,

tingkat penyakit, durasi gejala dan demam. Dosis yang dapat diberikan pada

remaja (≥ 40 kg) dan dewasa adalah valasiklovir 1 g per oral (po) setiap 8 jam

selama 7 hari, atau famsiklovir 500 mg po setiap 8 jam selama 7 hari, atau

asiklovir 800 mg po 5 kali/ hari selama 7 hari. Lini kedua adalah foskarnet

(analog pirofosfat) terutama untuk kasus VVZ yang resisten terhadap nukleosida.

Lini ketiga adalah cidofovir. Pada kasus dengan komplikasi pneumonia, dapat

diberikan asiklovir (dalam 36 jam masuk rawat inap) 10-15mg/ kgBB intravena

(iv) setiap 8 jam selama 7-10 hari serta bantuan respirasi. Komplikasi lain seperti

ensefalitis, meningoensefalits, mielitis, dan kompilkasi okular juga diterapi

dengan asiklovir iv. Sedangkan terapi simptomatik dapat berupa antipiretik

10
analgesik dan antihistamin (dengan efek sedatif ataupun sedatif) untuk pruritus.

Antibiotik oral dapat diberikan bila terdapat infeksi sekunder (Wijanarko, 2021)

1.9 Prognosis dan Komplikasi

Pada pasien immunokompeten prognosis penyakit baik, namun pada pasien

immunokompromais infeksi memiliki angka morbiditas yang tinggi (Ayoade,

2022).

Risiko komplikasi dari varisela bertambah dengan meningkatnya usia,

sehingga lebih sering terjadi pada kasus dewasa dibandingan anak-anak.

Superinfeksi bakteri (Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus) terjadi

akibat ekskoriasi pada lesi akibat garukan (Sondakh et al., 2019).

Pneumonia varisela merupakan komplikasi varisela yang serius pada dewasa

(20% kasus). Angka mortalitasnya mencapai 24% pada pasien dewasa yang

imunokompeten.16 Faktor risikonya dapat terjadi pada laki-laki, kehamilan,

riwayat penyakit paru, merokok, imunokompromais, dan memiliki lebih dari 100

lesi. Makrofag alveolus dapat menjadi rentan terhadap infeksi virus akibat

merokok. Gejalanya berupa batuk kering, dispnea, takipnea, demam tinggi, nyeri

dada pleuritik, sianosis, dan hemoptsis pada 1-6 hari serelah onset ruam.

Ditemukan pula angka yang tinggi terjadinya gagal napas. Pemeriksaan

pencitraan memperlihatkan densitas noduler difus peribronkial (seperti

pneumonia virus lainnya) diseluruh lapang paru dan dapat ditemukan

pneumonitis interstisial (Kennedy & Gershon, 2018).

Komplikasi pada mata dapat terjadi akibat replikasi VVZ ataupun reaksi

imunitas akibat infeksi virus, yang terbentuk dalam beberapa hari hingga minggu

setelah ruam kulit muncul. Manifestasi yang muncul dapat bervariasi seperti

11
konjungtivitis, keratitis, uveitis anterior, vasukilitis retina, korioretinitis, neuritis

optik, dan lain-lain. Beberapa komplikasi lainnya adalah ensefalitis,

glomerulonephritis, miokarditis, hepatitis, otitis, orkitis, pankreatitis, gastritis,

lesi ulseratif di usus, artritis, arteritis dan kelainan darah. Komplikasi-komplikasi

ini kemungkinan akibat infeksi VVZ di parenkim atau endovaskular (Putra,

2019).

12
BAB 2

TINJAUAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. T

Umur : 51 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan :-

Pendidikan :-

Suku : Jawa

Alamat : Kedung Perak, Jombang

Status perkawinan :-

Tanggal Pemeriksaan : 14 Oktober 2022

1.2 Anamnesis

 Keluhan utama

Gatal disertai bintil berisi air di seluruh tubuh

 Riwayat penyakit sekarang

 Pasien datang dengan keluhan gatal disertai bintil berisi air di seluruh

tubuhnya sejak 1 hari yang lalu

 3 hari sebelum munculnya bintil berisi air, pasien mengeluh tidak enak

badan dan demam

 Pasien menceritakan bahwa 2 hari yang lalu, hanya terdapat bercak

kemerahan pada perutnya. Keesokan harinya muncul bintil berisi air

yang menyebar ke seluruh tubuhnya

13
 Riwayat penyakit dahulu

- Pasien sudah pernah mengalami cacar air sewaktu kecil

 Riwayat penyakit keluarga

- Pasien merasa tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami

penyakit serupa

 Riwayat Sosial

- Pasien seorang ibu rumah tangga

1.3 Pemeriksaan Fisik

 Status Pasien

KU : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : -

Nadi : 84 kali per menit

Respirasi : 25 kali per menit

Suhu aksila : 36,7o C

 Status General

Kepala : Normochepali

Leher : dbn

Mata : Anemia (-/-), Ikterus (-/-)

Thorax : Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen : Distensi (-) , Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, Oedem (-), Dbn

 Status Dermatologi

14
Efloresensi : Et regio facialis terdapat makula eritematosa, multiple

papula, vesikel, pustula disertai dengan krusta

Efloresensi : Et regio antebrachii dextra et sinistra terdapat makula

eritematosa, multiple papula, vesikel dan pustula

15
Efloresensi : Et regio abdomen terdapat makula eritematosa, multiple

papula, vesikel dan pustula

Efloresensi : Et regio thorakalis terdapat multiple makula eritematosa

batas jelas

16
Efloresensi : Et regio truncus terdapat makula eritematosa batas jelas,

multiple papul, vesikel, dan pustula

Efloresensi : Et regio axilla dextra et sinistra terdapat makula eritematosa

dengan multiple papula, vesikel dan pustula disertai dengan krusta

Resume

Ny. T, perempuan, 51 tahun, bertempat tinggal di Jombang datang ke poli

kulit RSUD Jombang dengan keluhan gatal disertai bintil berasa air sejak 1 hari

yang lalu. Pasien menceritakan bahwa 3 hari sebelum munculnya bintil berisi air,

pasien sempat tidak enak badan serta demam. Kemudian pasien juga menceritakan

bahwa awalnya hanya ada bercak kemerahan pada perut pasien, kemudian

keesokan harinya muncul bintil berisi air di seluruh tubuhnya. Keadaan umum

baik, pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan lokalis didapatkan

effloresensi et regio generalisata (seluruh tubuh) didapatkan multiple papula,

vesikel, pustula, dan disertai krusta yang menyebar (polimorfik).

1.4 Diagnosis

Varicella

1.5 Diagnosa Banding

17
- Hipersensitivitas Gigitan Serangga

- Hand Foot Mouth Disease

1.6 Planning

1.6.1 Diagnosis

- Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis

- Tzank Smear : Ditemukan adanya Multinucleated Giant Cell

1.6.2 Terapi

 Medikamentosa

o Asiklovir oral 5x800 mg selama 7 hari

o Bedak Salysil 2% 2x/hari

o Salep Sodium Fusidate 2% 2x/hari

 Non Medikamentosa

- Istirahat yang cukup

- Menghindari pasien pencetus varicella

1.6.3 Monitoring

- Keluhan pasien (gatal, nyeri)

- Gambaran lesi pasien

1.6.4 Edukasi

o Menjelaskan kepada pasien terkait varicella (cacar air), cacar air

merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus ini dapat

menyebar melalui sistem pernapasan. Oleh karena itu, pasien

disarankan untuk tetap memakai masker meskipun di rumah,

karena penularan virus Varicella Zoster yang cepat

18
o Dikarenakan cacar air disebabkan oleh virus, oleh karena ini

penyakit dapat sembuh sendiri dengan istirahat yang cukup

o Cacar air ini memiliki 2 fase, yaitu fase prodormal : pada fase ini

pasien dapat merasakan tidak enak badan, lemas, demam, sakit

kepala hingga nyeri tenggorokan. Kemudian setelah fase

prodormal, muncullah fase erupsi yaitu keluhan kulit pada pasien

o Menjelaskan terkait tatalaksana yang akan diberikan yaitu anti

virus Asiklovir yang diminum 5 kali sehari sebanyak 2 tablet

sekaligus, pemberian bedak salysil 2% digunakan pada plentingan

yang belum pecah untuk mengurangi rasa gatal dan mencegah

plentingan agar tidak pecah, kemudian pemberian salep antibiotik

sodium fusidate 2% digunakan pada plentingan yang sudah pecah

(keropeng)

o Pasien tetap boleh mandi seperti biasa, namun pada saat memakai

sabun dan handuk tidak boleh terlalu ditekan agar plentingan tidak

pecah

1.7 Prognosis

Varicella tidak mengancam kehidupan, umumnya sembuh antivirus

dengan istirahta yang cukup. Karena rasa gatal yang lama dan berat jika

digaruk berisiko terjadi infeksi sekunder.

19
BAB 3

PEMBAHASAN

Pada pasien ini berjenis kelamin perempuan dengan usia 51 tahun.

Berdasarkan data identitas, jenis kelamin telah sesuai dengan teori dan penelitian

yang mengatakan bahwa Varicella lebih sering mengenai wanita. Namun, dari

usia tidak sesuai dengan teori dan penelitian, yang mengatakan Varicella 95%

mengenai anak-anak dan 5%nya mengenai dewasa. Pada penelitian dikatakan

bahwa Varicella terbanyak terjadi pada usia 0-15 tahun sedangkan pasien berusia

51 tahun. Alamat jombang juga sudah sesuai dengan teori yang menyatakan

Varicella sering terjadi di negara beriklim tropis.

Pasien datang dengan keluhan gatal disertai bintil berisi air sejak 1 hari

yang lalu. Sebelum munculnya bintil berisi air, 3 hari sebelumnya pasien

mengeluhkan adanya rasa tidak enak badan. Hal ini sesuai dengan teori yang

mengatakan fase prodormal pada kasus Varicella terjadi 1-3 hari. Lalu pasien juga

menceritakan bahwa sebelum munculnya bintil berisi air, hanya ada bercak

kemerahan pada perut. Keesokan harinya muncul bintil berisi air pada seluruh

tubuhnya. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa akan terjadi

perubahan dari maukla eritematosa menjadi papula dan vesikel dalam 8-12 jam.

Keluhan subjektif sudah sesuai dengan keluhan yang dapat timbul akibat adanya

Varicella yakni berupa keluhan gatal mulai dari ringan hingga berat dan dapat

juga disertai dengan rasa perih dan panas.

Keadaan umum anak baik, pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada

pemeriksaan lokalis didapatkan effloresensi et regio generalisata (seluruh tubuh)

20
didapatkan multiple papula, vesikel, pustula, dan disertai krusta yang menyebar

(polimorfik). Dari pemeriksaan lokalis didapatkan effloresensi yang sesuai dengan

Varicella yakni dapat didapatkan berbagai stadium lesi (polimorfik). Predileksi

tersering diadapatkan lesi Varicella adalah di kepala dan lengan, kemudian diikuti

pada seluruh tubuh, lengan dan tungkai, dan lengan saja.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pasien dimana terdapat

lesi khas berupa lesi polimorfik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang

Tzank Smear yang nantinya akan didapatkan gambaran Multinucleated Giant

Cell.

Pasien diberikan terapi berupa anti virus Asiklovir 5x800 mg selama 7

hari. Sedangkan untuk obat topikal diberikan bedak salysil 2% yang diaplikasikan

pada vesikel yang belum pecah 2x/hari. Kemudian diberikan juga salpe antibiotik

sodium fusidate 2% yang diaplikasikan pada vesikel yang sudah pecah yang

dioleskan 2x/hari. Selain asiklovir, dapat juga diberikan valasiklovir 1 g per oral

(po) setiap 8 jam selama 7 hari, atau famsiklovir 500 mg po setiap 8 jam selama 7

hari. Varicella tidak mengancam kehidupan, umumnya sembuh dengan terapi anti

virus dan istirahat yang cukup. Karena rasa gatal yang lama dan berat jika digaruk

berisiko terjadi infeksi sekunder.

21
BAB 4

KESIMPULAN

Varisela (cacar air, chicken pox) merupakan eksantema vesikular yang

sangat menular akibat infeksi akut primer eksogen dari virus varisela zoster

(VVZ) pada individu yang rentan, yang mengenai kulit dan mukosa, dengan

manifestasi klinis berupa gejala konstitusi, kelainan kulit polimorfik terutama di

sentral tubuh.. Varisela dilaporkan lebih sering terjadi pada kelompok usia anak-

anak dengan usia <10 tahun dan 90% dewasa telah memiliki antibodi terhadap

VVZ. Tetapi pada negara tropis dan subtropis lebih sering menyerang orang

dewasa muda dan tua. Kemungkinan yang dapat dipertimbangkan adalah anak-

anak banyak sudah melakukan tindakan vaksinasi pada saat vaksin ditemukan,

sedangkan pada orang dewasa banyak yang tidak melakukan vaksinasi karena

pada saat mereka masih anak-anak, vaksin belum ditemukan. Ruam dimulai

sebagai titik merah kecil di wajah, kulit kepala, batang tubuh, lengan atas dan

kaki. Selama 10-12 jam berikutnya berkembang menjadi benjolan kecil, benjolan

berisi air, dan pustula; dan akhirnya pusaran dan pembentukan keropeng. Sebagai

catatan, ruam cacar air terjadi pada tahap evolusi yang berbeda atau yang disebut

dengan lesi polimorfik Diagnosis ditegakkan berdasarkan bentuk khas, yakni

dimana terdapat lesi khas berupa lesi polimorfik.

Ny. T, perempuan, 51 tahun, bertempat tinggal di Jombang datang ke poli

kulit RSUD Jombang dengan keluhan gatal disertai bintil berasa air sejak 1 hari

yang lalu. Pasien menceritakan bahwa 3 hari sebelum munculnya bintil berisi air,

pasien sempat tidak enak badan serta demam. Kemudian pasien juga menceritakan

bahwa awalnya hanya ada bercak kemerahan pada perut pasien, kemudian

22
keesokan harinya muncul bintil berisi air di seluruh tubuhnya. Keadaan umum

baik, pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan lokalis didapatkan

effloresensi et regio generalisata (seluruh tubuh) didapatkan multiple papula,

vesikel, pustula, dan disertai krusta yang menyebar (polimorfik). Dari anamnesis

dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis sebagi Varicella dan diberikan terapi

berupa Asiklovir 5x800 mg selama 7 hari, Bedak Salysil 2% 2x/hari, Sodium

Fusidate 2% cream 2x/hari.

23
DAFTAR PUSTAKA

Al-Turab M, Chehadeh W. Varicella infection in the Middle East: Prevalence,

complications, and vaccination. J Res Med Sci. 2018 Apr 26;23:19. doi:

10.4103/jrms.JRMS_979_17. PMID: 29887897; PMCID: PMC5961286.

Apriasari, M. L., & Pramitha, S. R. (2019). Management of Varicella Zoster In Adult

Patient ( Case report ). Dentino (Jur. Ked. Gigi), 4(1), 101–105.

Ayoade F, Kumar S. Varicella Zoster. [Updated 2022 Aug 8]. In: StatPearls [Internet].

Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448191/

CDC. (2021). Varicella; Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases

14TH Edition. 329–348.

Cowl, C. T., Prakash, U. B. S., Shawn Mitchell, P., & Migden, M. R. (2017). Varicella-

zoster virus detection by polymerase chain reaction using bronchoalveolar lavage

specimens. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 162(2 I),

753–754. https://doi.org/10.1164/ajrccm.162.2.9912039

Daulagala, S. W. P. L., & Noordeen, F. (2018). Epidemiology and factors influencing

varicella infections in tropical countries including Sri Lanka. VirusDisease, 29(3),

277–284. https://doi.org/10.1007/s13337-018-0459-z

Freer, G., & Pistello, M. (2018). Varicella-zoster virus infection: Natural history, clinical

manifestations, immunity and current and future vaccination strategies. New

Microbiologica, 41(2), 95–105.

Gershon, A. A., Breuer, J., Cohen, J. I., Cohrs, R. J., Gershon, M. D., Gilden, D., Grose,

C., Hambleton, S., Kennedy, P. G. E., Oxman, M. N., Seward, J. F., & Yamanishi,

K. (2019). Varicella zoster virus infection. Nature Reviews Disease Primers,

1(July), 1–19. https://doi.org/10.1038/nrdp.2015.16

Kennedy, P. G. E., & Gershon, A. A. (2018). Clinical features of varicella-zoster virus

24
infection. Viruses, 10(11), 1–11. https://doi.org/10.3390/v10110609

Kinanti Prabawaningrum, Iskandar Zulkarnain. 2017. Profil infeksi virus di Divisi

Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.

Soetomo Surabaya. Surabaya. BIKKK : Periodical of Dermatology and

Venereology, Vol. 27 No. 1, h24-31

National centre for immunisation research & surveillance. (2019). Fact sheet: Varicella

( chickenpox ). Varicella-Zoster (Chickenpox) Vaccines for Australian Children,

July, 1–6. http://www.ncirs.edu.au/assets/provider_resources/fact-sheets/varicella-

fact-sheet.pdf

Ni Putu Tiza Murtia Marghal, & Made Wardhana. (2021). Karakteristik Penderita Cacar

Air (Varicella) di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Jurnal Medika Udayana,

10(6), 51.

Prabawaningrum, K., & Zulkarnain, I. (2017). Viral infection profile in Pediatric

Dermatology Division clinic of Dermatology and Venereology Outpatient Dr.

Soetomo General Hospital Surabaya. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin,

27(1), 24-31

Putra. (2019). Varicella Pada Wanita Dewasa Usia 28 Tahun. Medula, 2(3), 111.

juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/120/118

Rosyidah, D. U., & Anam, Z. H. F. (2020). LAPORAN KASUS: CACAR AIR PADA

REMAJA MUDA USIA 14 TAHUN DI PONDOK PESANTREN

Sondakh, C. C., Kandou, R. T., & Kapantow, G. M. (2019). Profil Varicela di Poliklinik

Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado Periode Januari-Desember

2012. E-CliniC, 3(1), 2–6. https://doi.org/10.35790/ecl.3.1.2015.6820

Weinmann, S., Chun, C., Mullooly, J. P., Riedlinger, K., Houston, H., Loparev, V. N.,

Schmid, D. S., & Seward, J. F. (2018). Laboratory diagnosis and characteristics of

breakthrough varicella in children. Journal of Infectious Diseases, 197(SUPPL. 2).

https://doi.org/10.1086/522148

25
Wijanarko, M. S. P. (2021). Varisela pada Dewasa, Kehamilan, dan Kondisi

Imunokompromais. Jurnal Kedokteran Meditek, 27(1), 81–87.

https://doi.org/10.36452/jkdoktmeditek.v27i1.1938

26

Anda mungkin juga menyukai