Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FARMAKOTERAPI III

ARTIKEL ILMIAH
SAKIT CACAR

Nama Penyusun

Ditya Oktaviani 1800023222


Fitta Damahayuningrum 1800023223
Salsa Melina Gayuh A 1800023224
Veronika Aritonang 1800023225

FAKULTAS FARMASI TAHUN 2020


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA
II

Abstrak

Penyakit varisella atau yang dikenal juga dengan nama chickenpox atau di
Indonesia lebih dikenal dengan nama cacar air merupakan salah satu dari penyakit
kulit.Varisella tersebar merata diseluruh dunia dan menular melalui infeksi jalan nafas
melalui nasopharing.Varicella Zoster Virus bertanggung jawab atas penyakit
ini.Infeksi primer biasanya terjadi pada usia anak-anak.Varisella merupakan infeksi
primer dari virus varisella dimana hasil reaktivasi dari infeksi laten dapat
menyebabkan herpes zoster.Gejala yang biasanya ditunjukan dari penyakit ini yaitu
sakit kepala,demam,kelelahan ringan,muncul ruam pada kulit dan gatal.Mengingat
kasus cacar air banyak menyerang anak-anak dan sifat penularannya yang begitu
cepat dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar. Oleh karena itu,oleh karena itu
kami menulis makalah ini untuk memahami apa itu penyakit cacar,cara penularan
serta cara pengobatan penyakit ini.

Kata kunci : varicella, herpes zoster, gejala, pengobatan.

Abstrack
Varicella disease or also known as chicken pox or in Indonesia better known as
chicken pox is one of the skin diseases. Varicella is well known throughout the world
and infection through respiratory infections through the nasopharynx. Varicella Zoster
Virus is responsible for this disease. primary Usually occurs in children. Varicella is a
primary infection of the varicella virus where reactivation results from latent infection
can cause shingles. Symptoms usually shown by this disease are headache, fever,
lightheadedness, skin rash and itching. cases of chickenpox attack many children and
the nature of the transmission that is so fast can cause considerable harm. Therefore,
therefore we write this paper to understand what smallpox is, how it is transmitted and
how to treat this disease.

Key words: varicella, herpes zoster, symptoms, treatment.


1

I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Saat ini, semakin banyak jenis penyakit bermunculan. Salah satu
penyebabnya adalah gaya hidup dan lingkungan yang tidak sehat. Penyakit
yang timbul dari penyakit tidak menular hingga penyakit infeksi. Salah satu
penyakit yang sering terjadi adalah varicella.
Penyakit varicella disebut juga dengan cacar air, di Indonesia penyakit
ini biasa disebut dengan cacar air. Cacar air merupakan penyakit yang umum
terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Setelah
sembuh dari varicella, virus tetap laten di ganglia akar dorsal yang dapat
diaktifkan kembali menjadi herpes zoster (HZ), atau lebih dikenal dengan
shingles. atau dompo. Herpes zoster merupakan penyakit kulit yang ditandai
dengan munculnya ruam kulit dengan distribusi dermatomal dan disertai rasa
nyeri yang hebat (Christo, 2007).
Mengingat kasus cacar air banyak menyerang anak-anak dan sifat
penularannya yang begitu cepat dapat menimbulkan kerugian yang cukup
besar. Oleh karena itu,oleh karena itu kami menulis makalah ini untuk
memahami apa itu penyakit cacar,cara penularan serta cara pengobatan
penyakit ini.
2

II. Tinjauan Pustaka

2.1. Gambaran kasus


Laki-laki, 15 th, BB=40kg, TB=152 cm. Pelajar SLTP. Mengalami keluhan
adanya bintil-bintil kecil berair di kulit dan terasa sedikit sakit. 1-2 hari pasien
bertemu dengan penderita cacar. Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini
sebelumnya. Kata Dokter, pasien sakit cacar.

2.2. Daftar permasalahan dan rumusan permasalahan kasus sementara


Data objektif : Umur pasien 15 tahun, BB=40 kg, TB= 152 cm dan
adanya bintil-bintil kecil berair di kulit pasien.
Data subjektif : Bintil-bintil kecil berair di kulit pasien terasa
sedikit sakit.
Rumusan masalahan : Pasien didiagnosis mengalami penyakit cacar air.

2.3. Definisi, etiologi, dan faktor resiko


Cacar Air/Varicella/Chicken Pox merupakan Infeksi akut primer oleh virus
varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala
konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Masa Inkubasi 14-21 hari (Permenkes, 2014).
Penyakit ini memiliki etiologi yang disebabkan oleh virus varicella zoster
(VZV) merupakan famili human (alpha) herpes virus, terdiri atas DNA double
stranded, tertutup inti yang mengandung protein dan dibungkus oleh
glikoprotein.Penyakit ini disebabkan oleh virus, yang mudah menular melalui
percikan ludah, serta kontak langsung dengan cairan yang berasal dari
ruam.sehingga lebih rentan menyerang anak-anak di bawah usia 12 tahun. Selain
itu untuk orang-orang yang belum pernah mendapat imunisasi cacar air,belum
menerima vaksin cacar air, terutama ibu hamil dan bekerja di tempat umum,
seperti di sekolah atau rumah sakit juga beresiko terpapar.
Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata - rata 14
- 17 hari) dan pada anak yang imunokomproais biasanya lebih singkat yaitu
kurang dari 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi
dari sekresi pernafasan (droplet infection) ataupun kontak langsung dengan lesi
3

kulit. Droplet infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul
lesi dikulit.
VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan
bagian atas, orofaring ataupun conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi
pada hari ke 2 - 4 yang berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti
penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang
mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4 - 6
setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi
virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum
matang sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi
di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase
ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada
hari ke 14-16, yang mengakibatkan timbulnya lesi dikulit yang khas.

2.4. Manifestasi klinik dan patofisiologi


Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa biasanya
didahului dengan gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual dan
anoreksia, yang terjadi 1 - 2 hari sebelum timbulnya lesi dikulit sedangkan pada
anak kecil (usia lebih muda) yang imunokompeten, gejala prodormal jarang
dijumpai hanya demam dan malaise ringan dan timbul bersamaan dengan
munculnya lesi dikulit.
Patofiologis dari penyakit ini ialah dimulai pada
saat varicella-zoster virus (VZV) masuk ke tubuh melalui mukosa saluran nafas
atau orofaring. Pada fase viremia pertama terjadi penyebaran virus dari lokasi
masuknya virus menuju ke pembuluh darah dan limfe. Selanjutnya VZV akan
berkembang biak di sel retikuloendotelial. Pada kebanyakan kasus, virus dapat
mengatasi mekanisme sistem imunitas tubuh non-spesifik seperti interferon.
Fase viremia kedua terjadi 14-16 hari kemudian ketika virus kembali
memasuki aliran darah. Pada saat ini akan muncul demam dan malaise. Terjadi
penyebaran virus ke seluruh tubuh, khususnya kulit dan mukosa. Infeksi VZV
pada lapisan Malphigi menghasilkan edema intraselular dan edema interselular
yang memberi gambaran khas pada bentuk vesikel. Pada keadaan normal siklus
ini akan berakhir setelah 3 hari akibat berhasilnya sistem kekebalan humoral dan
4

selular spesifik. Timbulnya penyulit diakibatkan kegagalan respons imun tubuh


mengatasi replikasi dan penyebaran virus.
Paparan VZV pada individu dengan sistem imunitas yang baik menghasilkan
kekebalan tubuh berupa antibodi immunoglobulin G (IgG), immunoglobulin M
(IgM) dan immunoglobulin A (IgA) yang memberikan efek proteksi seumur
hidup. Pada umumnya individu hanya mengalami satu kali infeksi varicella
sepanjang hidupnya. Jika terjadi infeksi VZV kembali mungkin berupa
penyebaran ke kulit pada herpes zoster.
Setelah infeksi primer, VZV diduga bersembunyi dalam fase latennya di
ganglion dorsalis neuron sensoris. Reaktivasi virus VZV menimbulkan
sekumpulan gejala yang disebut herpes zoster atau ruam saraf (shingles), yaitu
berupa : lesi vesikuler pada kulit yang terdistribusi hanya pada dermatom neuron
sensoris tertentu. Reaktivasi virus VZV biasanya terjadi pada usia dewasa dan
bertahun-tahun setelah infeksi pertama cacar air. Penderita herpes zoster juga
dapat menularkan cacar air kepada orang lain, khususnya yang belum pernah
menderita cacar air.

2.5. Pedoman terapi, penatalaksanaan umum, standart terapi dan clinical practice
guideline evidence based kasus
Prinsip penatalaksanaan cacar air (varicella) adalah suportif. Pada beberapa
keadaan, dapat diperlukan penggunaan antivirus.
a. Terapi suportif
Pada anak yang sehat, gejala cacar air (varicella) yang timbul umumnya
ringan dan dapat sembuh sendiri. Terapi simptomatik yang dapat diberikan
berupa:
⚫ Pengobatan topikal di lesi kulit dapat menggunakan lotio calamine atau
kompres dingin untuk mengurangi rasa gatal
⚫ Tetap menjaga kebersihan kulit dengan mandi dua kali sehari.
⚫ Hindari memencet atau memecahkan vesikel, serta berhati-hati dalam
membersihkan badan dengan handuk sehingga vesikel tidak pecah.
⚫ Apabila terdapat infeksi sekunder pada lesi kulit, boleh ditambahkan
antibiotik topikal atau sistemik.
5

⚫ Penggunaan antihistamin sebagai pereda gatal dapat diberikan dengan pilihan:


difenhidramin 1,25 mg/kg, loratadine 5-10 mg/hari, dan chlorpheniramine
maleate 6-12 mg/hari
⚫ Penggunaan antipiretik jarang diperlukan. Aspirin berisiko menimbulkan
Sindrom Reye, sedangkan parasetamol cenderung memperburuk penyakit
dan tidak meringankan gejala. Namun beberapa sumber menyatakan
pemakaian parasetamol masih bisa diberikan.
B. Terapi antivirus
Terapi antivirus tidak diberikan pada kasus cacar air (varicella) tanpa
penyulit. Terapi antivirus diberikan secepatnya pada kasus varicella dengan
penyulit atau pada pasien dengan risiko tinggi. Yang dapat digolongkan sebagai
pasien dengan risiko tinggi adalah:
Penderita keganasan atau kelainan limfoproliferatif
⚫ Pengguna kortikosteroid, seperti anak dengan asma atau dermatitis atopik
⚫ Sindroma nefrotik
⚫ Pasien yang sedang dalam terapi kanker (sitostatik, radioterapi)
⚫ Defisiensi imun, misalnya pada penderita HIV/AIDS
Penatalaksanaan terapi Menurut Permenkes Nomor 5 Tahun 2014
6

Penatalaksanaan terapi menurut Ayoade et al, 2018

Penetapan permasalahan dan kasus definitif ialah:


⚫ infeksi virus varicella zoster sehingga dimungkinkan pemberian antivirus:
asiklovir.
⚫ Nyeri yang dirasakan oleh pasien sehingga dimungkinkan pemberian analgetik:
parasetamol.
Penetapan terapi definitif dan kemungkinan obat untuk mencapai target terapi
1. Tujuan terapi: untuk mengurangi lamanya penyakit dan komplikasi cacar air,
dengan efek samping perawatan yang minimal.
a. Asiklovir (antivirus) untuk pasien dewasa 5 x 800 mg/hari (oral) diberikan selama
7-10 hari dan efektif diberikanpada 24 jam pertama setelah timbul lesi.
Mekanisme kerja: mengganggu sintesis DNA dan menghambat replikasi virus.
Monitoring obat: Kadar urea dan kreatinin dalam darah. Kotraindikasi:
Hipersensitif. Perh./Perg.: hati-hati pada penderita gangguan fungsi ginjal dan
lanjut usia dengan kelainan creatinine clearance.
b. Parasetamol (analgetik) untuk pasien dewasa 3 x 500 mg/hari (oral), hanya
dikonsumsi ketika nyeri muncul. Mekanisme kerja: menghambat kerja enzim
COX-1 dan COX-2 sehingga prostaglandin tidak tersintesis. Monitoring obat:
Pemeriksaan kreatinin perlu dilakukan pada pasien dengan gangguan ginjal. Pada
pasien dengan gangguan hepar kronis, pemantauan fungsi hepar perlu dilakukan
secara berkala. Kontraindikasi: Penderita keruskan fungsi hati.
7

Ananlisis kemanjuran,keamanan obat

Dari jurnal tersebut dijelaskan bahwa pemberian oral asiklovir dibandingkan


dengan placebo (pada manusia usia 0-18 tahun) lebih efektif dijadikan treatment cacar
air, dengan catatan keefektifannya ini hanya pada durasi demam yang disebabkan oleh
infeksi varicella zoster. Tapi, tidak efektif dalam mengurangi waktu tidak munculnya
lesi baru (evidencenya masih lemah).

Kesimpulannya:
Pada pengobatan cacar air pemilihan obat didasarkan pada kuat-lemahnya daya
tahan tubuh pasien. Pada pasien kuat imun, terapi yang dapat diterapkan adalah terapi
suportif, sementara pada pasien lemah imun perlu diberikan terapi antivirus selain itu
ditambahkan pula terapi suportif (bila diperlukan).
8

DAFTAR KONTROBUTOR
1. Pemahaman kasus :
a. Ditya Oktaviani
b. Fitta Damahayuningrum
c. Salsa Melina Gayuh A
d. Veronika Aritonang
2. Pencarian materi untuk ppt maupun makalah
a. Ditya Oktaviani
b. Fitta Damahayuningrum
c. Salsa Melina Gayuh A
d. Veronika Aritonang
3. Pembuatan makalah
a. Ditya Oktaviani
b. Veronika Aritonang
4. Pembuatan Power point dan Audio
a. Fitta Damahayuningrum
b. Salsa Melina Gayuh A
9

DAFTAR PUSTAKA
Ayoade, G., Karande, V., Khan, L. & Hamlen,K., 2018. Decentralized IoT Data
Management Using Block Chain and Trusted Execution Environment. dallas, s.n.

Christo PJ, Hobelmann G, Maine DN. 2007. Post-herpetic neuralgia in older


adults. Drugs Aging Journal; 24(1):1-19. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17233544/

Center for Disease Control and Prevention (CDC). Chickenpox (Varicella) Prevention
& Treatment. Apr 2016 [Accessed: 20 Desember 2020]; Available from:
https://www.cdc.gov/chickenpox/about/prevention-treatment

Folusakin Ayoade; Sandeep Kumar. Varicella Zoster (Chickenpox). November 23,


2018. [Accessed 20 Desember 2020]; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448191/

Medscape. Chickenpox. Apr 2017 [Accessed: 20 Desember 2020]; Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/1131785-overview#a3

Permenkes RI No 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di


Fasilitas Kesehatan Primer.

Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; . h.
152-159

Anda mungkin juga menyukai