Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Varicella adalah suatu penyakit infeksi akut primer oleh virus Varicella
Zoster yang menyerang kulit, mukosa dan selaput lendir, klinis terdapat gejala
konstitusi, kelainan kulit polimorf ditandai oleh adanya vesikel-vesikel, terutama
berlokasi di bagian sentral tubuh. Sinonimnya adalah cacar air, chicken pox.1
Varicella merupakan penyakit infeksi virus akut dan cepat menular. Penyakit ini
merupakan hasil infeksi primer pada penderita yang rentan.2
Virus Varicella Zoster dapat menyebabkan 2 jenis, yaitu infeksi primer
dan sekunder. Varicella (chicken pox) merupakan suatu bentuk infeksi primer
virus Varicella Zoster yang pertama kali pada individu yang berkontak langsung
dengan virus tersebut sedangkan infeksi sekunder/rekuren (karena persistensi
virus) disebut Herpes Zoster/shingles.3
Varicella adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh varicella
zoster virus (VZV). Infeksi berulang dapat mengakibatkan terjadinya herpes
zoster, dimana telah dikenal sejak lama. Infeksi varicella primer (cacar air) susah
dibedakan dengan cacar sampai akhir abad ke-19. Pada tahun 1875, Steiner
menunjukkan bahwa cacar air disebabkan oleh cairan vesikula yang berasal dari
pasien dengan akut varicella. Observasi klinis mengenai hubungan antara varicella
dan herpes zoster dibuat pada tahun 1888 oleh von Bokay, ketika anak-anak yang
tidak terbukti memiliki kekebalan terhadap varicella setelah kontak dengan herpes
zoster. VZV diisolasi dari kedua cairan vesikular yang berasal dari cacar air dan
lesi zoster dalam kultur sel oleh Thomas Weller pada tahun 1954. Penelitian
laboratorium virus itu selanjutnya menyebabkan pengembangan vaksin varicella
hidup yang dilemahkan di Jepang pada 1970-an. Vaksin ini berlisensi untuk
digunakan di Amerika Serikat pada Maret 1995. Vaksin pertama untuk
mengurangi risiko herpes zoster ini dilisensikan pada Mei 2006.4
Pada serangan Varicella Zoster secara klinis terdapat gejala prodormal,
kelainan kulit polimorf yang timbul pertama pada tubuh dan muka, kemudian

1
menyebar ke hampir seluruh tubuh dan muka disertai erupsi kulit yang sangat
gatal. Masa inkubasi penyakit ini adalah selama 2 minggu. Gejala prodormal
berupa demam, malaise, sakit kepala, anoreksia dan batuk kering dan radang
tenggorokan yang berlangsung 2-3 hari.5

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan
penyusun dan pembaca mengenai Varicella dan sebagai salah satu syarat agar bisa
mengikuti ujian akhir di KSM Kulit dan Kelamin RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit dan
mukosa, manifestasi klinis didahului gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf,
terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.1

2.2 Epidemiologi
Varicella tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua
golongan umur, termasuk neonates (varicella kongenital). Tetapi tersering
menyerang terutama anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Bila
terjadi pada orang dewasa, umumnya gejala konstitusi lebih berat. Transmisi
penyakit ini berlangsung secara aerogen. Varicella sangat mudah menular
terutama melalui kontak langsung, droplet atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit
ataupun melalui saluran nafas, dan jarang melalui kontak tidak langsung. Masa
penularannya, pasien dapat menularkan penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi
kulit timbul sampai semua lesi timbul krusta/keropeng, biasanya kurang lebih 6-7
hari dihitung dari timbulnya gejala erupsi di kulit. Penyakit ini cepat sekali
menular pada orang-orang di lingkungan penderita. Seumur hidup seseorang
hanya satu kali menderita varicella. Serangan kedua mungkin berupa penyebaran
ke kulit pada herpes zoster.1
Varicella dapat terjadi di sepanjang tahun. Di Negara Barat, prevalensi
kejadian varicella tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi
lebih banyak). Di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit
virus menyerang pada musim peralihan. Angka kejadian di Negara kita belum
pernah diteliti, tetapi di Amerika dikatakan kira-kira 3,1-3,5 juta kasus dilaporkan
tiap tahun.6,7
Varicella umumnya terjadi pada umur 3-6 tahun. Di Amerika, kasus
terbanyak terjadi pada anak-anak di bawah umur 10 tahun yaitu 90% dan 5 %
terjadi pada usia lebih dari 15 tahun, di Jepang banyak terjadi pada anak-anak di

3
bawah umur 6 tahun di mana 96% berada pada usia di bawah 1 tahun. Pada
daerah dengan iklim tropis, Varicella sering terjadi pada usia yang lebih tua.
Tidak ada predileksi jenis kelamin, suku, ras terhadap terjadinya.5

2.3 Etiologi
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan virus
ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan penyakit
varicella, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster. Varicella Zoster Virus
(VZV) termasuk kelompok virus herpes dengan ukuran diameter kira-kira 140–
200 nm.1,2,8
Varicella-Zoster virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena
kesamaannya dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes simpleks. Inti
virus disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu
rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat
molekul 100 juta yang disusun dari 162 capsomer dan sangat infeksius. Genom
virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran
imunitas dan timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap hambatan
oleh asiklovir dan dihubungkan dengan agen antivirus.9
VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini
mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini
akan menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut
primer, kemudian setelah penderita varicella tersebut sembuh, mungkin virus itu
tetap ada di akar ganglia dorsal dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis)
dan kemudian VZV diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan Herpes
Zoster.6,7,9
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita
varicella sehingga mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru
embrio manusia.6

4
Gambar 1. Struktur partikel virus varicella-zoster

2.4 Patogenesis10
Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata-rata
14 - 17 hari) dan pada pasien yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu
kurang dari 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi
dari sekresi pernafasan (droplet infection) ataupun kontak langsung dengan lesi
kulit. Droplet infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul
lesi dikulit.
VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan
bagian atas, orofaring ataupun conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi
pada hari ke 2 - 4 yang berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti
penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang
mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4 - 6
setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi
virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum
matang sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi
di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase
ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada
hari ke 14-16, yang mengakibatkan timbulnya lesi dikulit yang khas.
Seorang anak yang menderita varicella akan dapat menularkan kepada
yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.
Pada herpes zoster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama

5
terjadinya varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa
ke ujung syaraf sensoris dan ditransportasikan secara centripetal melalui serabut
syaraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi infeksi laten
(dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi,
tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius apabila
terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut dapat diakibatkan oleh keadaan
yang menurunkan imunitas seluler seperti pada penderita karsinoma, penderita
yang mendapat pengobatan immunosuppressive termasuk kortikosteroid dan pada
orang penerima organ transplantasi. Pada saat terjadi reaktivasi, virus akan
kembali bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion
sensoris. Kemudian virus akan menyebar ke sumsum tulang serta batang otak
dan melalui saraf sensoris akan sampai kekulit dan kemudian akan timbul gejala
klinis.

2.5 Gejala Klinis


Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal
dan stadium erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit
timbul, terdapat gejala seperti demam, malaise, kadang-kadang terdapat kelainan
scarlatinaform atau morbiliform. Stadium erupsi dimulai dengan terjadinya papul
merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan
mempunyai dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan
cekungan ditengah (unumbilicated).6
Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu
tinggi, malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa
papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah
menjadi keruh (pustul) dalam waktu 24 jam dan kemudian pecah menjadi krusta.
Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Sementara proses
ini berlangsung, dalam 3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan gatal. Timbul lagi
vesikel-vesikel yang baru di sekitar vesikula yang lama, sehingga menimbulkan

6
gambaran polimorfi. Stadium erupsi yang seperti ini disebut sebagai stadium
erupsi bergelombang.1,2,6

Gambar 2. Gambaran ruam pada infeksi virus varicella zoster

Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara


sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata,
mulut, dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat
pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai gatal.1
Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak
yang lebih besar dan dewasa, munculnya erupsi kulit didahului gejala prodromal.
Ruam yang seringkali didahului oleh demam selama 2-3 hari, kedinginan,
malaise, anoreksia, sakit kepala, nyeri punggung, dan pada beberapa pasien dapat
disertai nyeri tenggorokan dan batuk kering.10
Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan
skalp, dan kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas.
Lesi baru muncul berturut-turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral.
Ruam cenderung padat kecil-kecil di punggung dan antara tulang belikat daripada
skapula dan bokong dan lebih banyak terdapat pada medial daripada tungkai
sebelah lateral. Tidak jarang terdapat lesi di telapak tangan dan telapak kaki, dan
vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar di daerah
peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan matahari.10

7
Gambar 3. Gambaran orang yang terkena infeksi varicella

Gambar 4. Infeksi varicella pada penderita dengan imunisasi

Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang
dari 12 jam, dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang
menjadi papul, vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3
mm, dan berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit.
Vesikel biasanya superfisial dan berdinding tipis, dan dikelilingi daerah
eritematosa sehingga tampak terlihat seperti “embun di atas daun mawar”. Cairan

8
vesikel cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah
vesikel menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah
sehingga menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi krusta. Krusta akan
lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan bekas bekas cekung kemerahan yang akan
berangsur menghilang. Apabila terjadi superinfeksi dari bakteri maka dapat
terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah menyembuh dapat meninggalkan bercak
hipopigmentasi yang dapat menetap selama beberapa minggu/bulan.10
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea,
saluran cerna, kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah
sehingga seringkali terlihat sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm.10

Gambar 5. Lesi dengan spektrum luas

Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara
simultan (terus-menerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus
berkembang. Suatu prospective study menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada
anak yang sehat berkisar antara 250-500. Pada kasus sekunder karena paparan di
rumah gejala klinisnya lebih berat daripada kasus primer karena paparan di
sekolah, hal ini mungkin disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan
lebih lama sehingga inokulasi virus lebih banyak.7,10
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan
tingginya demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi
pada keadaan yang berat dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5 oC.
Demam yang berkepanjangan atau yang kambuh kembali dapat disebabkan oleh

9
infeksi sekunder bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang paling
mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium vesikuler.10
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang timbul beberapa hari menjelang
kelahiran dapat menyebabkan varicella kongenital pada neonatus.1
Karena kemungkinan mendapat varicella pada masa kanak-kanak sangat
besar, maka varicella jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1000
kehamilan). Diperkirakan 17% dari anak yang dilahirkan wanita yang mendapat
varicella ketika hamil akan menderita kelainan bawaan berupa bekas luka di kulit
(cutaneous scars), berat badan lahir rendah, hypoplasia tungkai, kelumpuhan dan
atrofi tungkai, kejang, retardasi mental, korioretinitis, atrofi kortikal, katarak atau
kelainan mata lainnya. Angka kematian tinggi. Bila seorang wanita hamil
mendapat varicella dalam 21 hari sebelum ia melahirkan, maka 25% dari neonatus
yang dilahirkan akan memperlihatkan gejala varicella kongenital pada waktu
dilahirkan sampai berumur 5 hari. Biasanya varicella yang timbul berlangsung
ringan dan tidak mengakibatkan kematian. Sedangkan bila seorang wanita hamil
mendapat varicella dalam waktu 4-5 hari sebelum melahirkan, maka neonatusnya
akan memperlihatkan gejala varicella kongenital pada umur 5-10 hari. Disini
perjalanan penyakit varicella sering berat dan menyebabkan kematian sebesar 25-
30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun waktu fetus berkontak dengan
varicella dan dialirkannya antibody itu melalui plasenta kepada fetus.6

2.6 Pemeriksaan Penunjang1


Pada umumnya tidak diperlukan pada varisela tanpa komplikasi, pada
sediaan darah tepi dapat ditemukan penurunan leukosit dan peningkatan enzim
hepatik. Dapat dilakukan percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan hapus
yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan
didapati sel datia berinti banyak. Namun, hasil ini tidak spesifik untuk varisela.

10
Gambar 6. Sel datia berinti banyak

Bila keadaan laboratorium memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan


cairan vesikel dengan PCR guna membuktikan infeksi DNA VVZ, atau serologic
untuk fluoresent-antibody to membrane antigen of VVZ dan atau dengan
menggunakan tes aglutinasi lateks.

2.7 Diagnosis
Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu
penampilan dan perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama
apabila ada riwayat terpapar varicella 2-3 minggu sebelumnya.10
Varicella khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase
prodromal ringan atau bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai panas
dan gejala konstitusi ringan. Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan
penyebaran sentrifugal. Sering ditemukan lesi pada membrane mukosa.
Penularannya berlangsung cepat.2
Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan
pemeriksaan sediaan hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak
nucleus/inti), pemeriksaan mikroskop electron cairan vesikel (deteksi virus secara
langsung) dan material biopsi (kultur), dan tes serologik (meningkatnya titer).2,3

2.8 Diagnosis Banding


Varicella dapat dibedakan dengan beberapa kelainan kulit, antara lain
harus dibedakan dengan variola. Pada variola, penyakit lebih berat, memberi

11
gambaran lesi monomorf, dan penyebarannya sentripetal dimulai dari bagian akral
tubuh, yakni telapak tangan dan telapaka kaki, baru ke badan.1,2
Bedakan juga dengan herpes zoster. Pada herpes zoster lesi monomorf,
nyeri, biasanya unilateral. Pada herpes zoster juga sama-sama biasanya didahului
oleh fase prodromal, setelah fase prodromal sering disertai dengan rasa nyeri,
perubahan pada kulit terjadi pada setengah bagian badan (unilateral) dan
berbentuk garis berkaitan dengan daerah dermatom dengan lesi yang berupa
gelembung-gelembung kecil yang berkelompok di aatas dasar eritematosa. Dapat
terjadi perkembangan yang berat yang meliputi keterlibatan mata (Zoster
trigeminus I), mukosa mulut (Zoster trigeminus II, III), telinga bagian dalam
(Zoster oticus). Herpes zoster pada penderita insufisiensi imun atau tumor, terapi
resisten dengan bahaya terjadi efek generalisasi pada kulit dan manifestasi
ekstrakutan.3,8
Dermatitis herpetiform : biasanya simetris terdiri dari papula vesikuler
yang eritematosus, serta ada riwayat penyakit kronis, dan sembuh dengan
meninggalkan pigmentasi.
Impetigo : lesi impetigo yang pertama adalah vesikel yang cepat menjadi
pustula dan krusta. Distribusi lesi impetigo terletak dimana saja. Impetigo tidak
menyerang mukosa mulut.
Skabies : pada skabies terdapat papula yang sangat gatal. Lokasi biasanya
antara jari-jari kaki. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Sarcoptes
Scabiei.

2.9 Tata Laksana


Tidak ada terapi spesifik terhadap varicella. Pengobatan bersifat
simptomatik dengan antipiretik dan analgesik. Untuk panasnya dapat diberikan
asetosal atau antipiretik lain seperti asetaminofen dan metampiron. Untuk
menghilangkan rasa gatal dapat diberikan antihistamin oral atau sedative. Topikal
diberikan bedak yang ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora) seperti bedak
salisilat 1-2% atau lotio kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini
serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan

12
antibiotika berupa salep dan oral. Dapat pula diberikan obat-obat antivirus. VZIG
(varicella zoster immunoglobuline) dapat mencegah atau meringankan varicella,
diberikan intramuscular dalam 4 hari setelah terpajan. Yang penting pada penyakit
virus, umumnya adalah istirahat / tirah baring. 1,2,6
Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus. Beberapa
analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan brivudin, dan
analog pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV.
Acyclovir adalah suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh
timidin kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-
enzim selular kemudian mengubah acyclovir monofosfat menjadi trifosfat yang
mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat DNA polimerase virus.
VZV kira-kira sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap acyclovir dibandingkan
HSV.10
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang
mempunyai bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam
darah lebih tinggi dan frekuensi pemberian obat berkurang.10
Pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri.
Pengobatan topical dapat diberikan. Untuk mengatasi gatal dapat diberikan
kompres dingin, atau lotion kalamin, antihistamin oral. Cream dan lotion yang
mengandung kortikosteroid dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya tidak
digunakan. Kadang diperlukan antipiretik, tetapi pemberian golongan salisilat
sebaiknya dihindari karena sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma Reye.
Mandi rendam dengan air hangat dapat mencegah infeksi sekunder bakterial.10
Anti virus pada anak dengan pengobatan dini varicella dengan pemberian
acyclovir (dalam 24 jam setelah timbul ruam) pada anak imunokompeten berusia
2-12 tahun dengan dosis 4 x 20 mg/kgBB/hari selama 5 hari menurunkan jumlah
lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam,
demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila
pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam cenderung tidak
efektif lagi. Hal ini disebabkan karena varicella merupakan infeksi yang relatif
ringan pada anak-anak dan manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga

13
tidak memerlukan pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan
dimana harga obat tidak menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai
pada waktu yang menguntungkan (dalam 24 jam setelah timbul ruam), dan ada
kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang tua pasien dapat
kembali bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan.8,10
Pada remaja dan dewasa, pengobatan dini varicella dengan pemberian
acyclovir dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari menurunkan jumlah lesi,
penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam,
demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo.10
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada
orang dewasa muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan
dini (dalam waktu 24 jam setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral (5x800
mg selama 7 hari) secara signifikan mengurangi terbentuknya lesi yang baru,
mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan menurunkan gejala dan demam.
Dengan demikian, pengobatan rutin dari varicella pada orang dewasa tampaknya
masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir, yang
diberikan dengan dosis 200 mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan
dosis 1000 mg per oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir
pada remaja normal dan dewasa.
Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir untuk varicella selama
kehamilan karena risiko bagi janin yang dalam pengobatan belum diketahui.
Sementara dokter lain merekomendasikan pemberian acyclovir secara oral untuk
infeksi pada trisemester ketiga ketika organogenesis telah sempurna, ketika
mungkin ada peningkatan terjadinya resiko pneumonia varicella, dan ketika
infeksi dapat menyebar ke bayi yang baru lahir. Pemberian acyclovir intravena
sering dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan varicella yang disertai dengan
penyakit sistemik.10
Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa imunokompeten
dengan pneumonia varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu
36 jam dari rumah sakit) dengan acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam)
dapat mengurangi demam dan takipnea dan meningkatkan oksigenasi. Komplikasi

14
serius lainnya dari varicella pada orang yang imunokompeten, seperti ensefalitis,
meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi okular, sebaiknya diobati dengan
acyclovir intravena.10
Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan varicela
menunjukkan bahwa pengobatan dengan asiklovir intravena menurunkan insiden
komplikasi yang mengancam kehidupan visceral ketika pengobatan dimulai dalam
waktu 72 jam dari mulai timbulnya ruam. Acyclovir intravena menjadi standar
perawatan untuk varicella pada pasien yang disertai dengan imunodefisiensi
substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan famciclovir atau valacyclovir
mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan kekebalan tubuh,
tetapi tidak ada uji klinis terkontrol yang menunjukkan secara pasti. Pada penyakit
berat atau wanita hamil dapat diberikan acyclovir IV 10mg/kgBB tiap 8 jam
selama 7 hari.8,10
Serum imuno globulin-gama tidak dianjurkan kecuali pada penderita
leukemia, penyakit keganasan lain dan bila terdapat defisiensi imunologis.
Vidarabine atau adenine arabinoside in vitro mempunyai sifat anti virus terhadap
virus varicella. Vidarabine dapat digunakan dengan hasil yang baik pada penderita
pneumonie varicella. Dosis yang dianjurkan ialah 15mg/kgBB/hari, tidak toksik
terhadap sumsum tulang dan tidak menekan immune response.6

2.10 Pencegahan
Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan aktif
ataupun pasif. Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin varicella berasal dari
galur yang telah dilemahkan (live attenuated). Pasif dilakukan dengan
memberikan zoster imuno globulin (ZIG) dari zoster imun plasma (ZIP).6
Vaksin pasif dengan memberikan ZIG. ZIG ialah suatu globulin-gama
dengan titer antibodi yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah
sembuh dari infeksi herpes zoster. Pemberian ZIG sebanyak 5ml dalam 72 jam
setelah kontak dengan penderita varicella dapat mencegah penyakit ini pada anak
sehat, tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit
keganasan lainnya, pemberian ZIG tidak menyebabkan pencegahan yang

15
sempurna. Lagi pula diperlukan ZIG dengan titer yang tinggi dan dalam jumlah
yang lebih besar.6
ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari
herpes zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3 ml/kgBB.
Pemberian ZIP dalam 1-7 hari setelah kontak dengan penderita varicella pada
anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya
mengakibatkan menurunnya insidens varicella dan merubah perjalanan penyakit
varicella menjadi ringan dan dapat mencegah varicella untuk kedua kalinya.
Pemberian globulin-gama akan menyebabkan perjalanan varicella jadi ringan tapi
tidak mencegah timbulnya varicella. Dianjurkan untuk memberikan globulin-
gama kepada bayi yang dilahirkan dalam waktu 4 hari setelah ibunya
memperlihatkan tanda-tanda varicella. Ini dapat dilaksanakan pada jam-jam
pertama kehidupan bayi tersebut.6,7
Vaksin aktif dianjurkan agar vaksin varicella ini hanya diberikan kepada
penderita leukemia, penderita penyakit keganasa lainnya dan penderita dengan
defisiensi imunologis untuk mencegah komplikasi dan kematian bila kemudian
terinfeksi oleh varicella. Pada anak sehat sebaiknya vaksinasi varicella ini jangan
diberikan karena bila anak tersebut terkena penyakit ini, perjalanan penyakitnya
ringan, lagi pula semua virus herpes dapat menyebabkan suatu penyakit laten dan
akibatnya baru nyata beberapa dasawarsa setelah vaksin itu diberikan. Angka
serokonversi mencapai 97-99%. Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau
lebih. Lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksinasi ulangan
dapat diberikan setelah 4-6 tahun.1,6,7
Pemberiannya secara subkutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai
12 tahun. Pada usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu
diulangi dengan dosis yang sama. Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari
perlindungan vaksin yang diberikan masih terjadi, karena masa inkubasinya antara
7-21 hari. Sedangkan antibody yang cukup sudah timbul antara 3-6 hari setelah
vaksinasi.1
Karakteristik vaksin varicella (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus
hidup yang dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi

16
oleh Takahashi pada awal tahun 1970 dari cairan vesikular yang berasal dari anak
sehat dengan penyakit varicella. Vaksin varicella ini dilisensikan untuk
penggunaan umum di Jepang dan Korea pada tahun 1988. Vaksin ini diijinkan di
Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk orang-orang usia 12 bulan dan yang lebih
tua.4,10
Keefektifan vaksin, setelah pemberian satu dosis tunggal vaksin varicella
antigen, 97% dari anak yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun mengembangkan
titer antibodi yang dapat terdeteksi. Sedangkan lebih dari 90% dari responden
vaksin mempertahankan antibodi untuk setidaknya 6 tahun. Dalam studi di
Jepang, 97% dari anak-anak memiliki antibodi 7 sampai 10 tahun setelah
vaksinasi. Efikasi vaksin diperkirakan memiliki ketahanan 70% sampai 90%
terhadap infeksi, dan 90% sampai 100% terhadap penyakit sedang atau berat.4,5
Di antara remaja yang sehat dan orang dewasa yang berusia 13 tahun dan
yang lebih tua, rata-rata 78% mengembangkan antibodi setelah pemberian satu
dosis, dan 99% mengembangkan antibodi setelah pemberian dosis kedua yang
diberikan 4 sampai 8 minggu kemudian. Antibodi bertahan selama minimal 1
tahun pada 97% dari pemberian vaksin varicella setelah dosis kedua yang
diberikan pada 4 sampai 8 minggu setelah dosis pertama.4
Kekebalan tampaknya bertahan lama, dan mungkin permanen di sebagian
besar vaksin. Infeksi pada orang yang pernah mendapat vaksin secara signifikan
lebih ringan, dengan lesi sedikit (biasanya kurang dari 50), banyak yang
makulopapular daripada vesikuler. Dimana kebanyakan orang yang pernah
mendapat vaksinasi sebelumnya tidak terjadi demam.4,5
Meskipun pada penemuan dari beberapa studi telah menyarankan
sebaliknya, penyelidikan sebagian belum diidentifikasi waktu sejak vaksinasi
sebagai faktor risiko untuk terobosan varicella. Beberapa, tetapi tidak semua,
penyelidikan baru-baru telah mengidentifikasi adanya asma, penggunaan steroid,
dan vaksinasi di lebih muda dari 15 bulan usia sebagai faktor risiko untuk
terobosan varicella. Terobosan infeksi varicella bisa menjadi hasil dari beberapa
faktor, termasuk gangguan replikasi virus vaksin oleh sirkulasi antibodi, vaksin
impoten akibat kesalahan penyimpanan atau penanganan, atau pencatatan tidak

17
akurat. Penelitian telah menunjukkan bahwa dosis kedua vaksin varicella
meningkatkan kekebalan dan mengurangi penyakit terobosan pada anak-anak.4
Jadwal vaksinasi dan penggunaan vaksin varicella dianjurkan untuk semua
anak tanpa kontraindikasi yang berusia 12 sampai 15 bulan. Vaksin ini dapat
diberikan kepada semua anak pada usia ini terlepas dari riwayat varicella.4
Dosis kedua vaksin varicella harus diberikan pada 4 sampai 6 tahun
kemudian. Dosis kedua dapat diberikan lebih awal dari 4 sampai 6 tahun jika
setidaknya 3 bulan telah berlalu setelah dosis pertama (yaitu, interval minimum
antara dosis vaksin varicella untuk anak-anak berusia di bawah 13 tahun adalah 3
bulan). Namun, jika dosis kedua diberikan setidaknya 28 hari setelah dosis
pertama, dosis kedua tidak perlu diulang. Dosis kedua vaksin varicella ini juga
dianjurkan bagi orang yang lebih tua, dimana vaksin varicella diberikan kepada
orang-orang 13 tahun atau lebih pada 4 sampai 8 minggu kemudian.4
Semua vaksin varicella harus diberikan melalui secara subkutan. Vaksin
varicella telah terbukti aman dan efektif pada anak-anak yang sehat bila diberikan
pada saat yang sama sebagai vaksin MMR di lokasi terpisah dan dengan jarum
suntik yang terpisah. Jika vaksin varicella dan MMR tidak diberikan pada
kunjungan yang sama, maka pemberian harus dipisahkan setidaknya 28 hari.
Vaksin varicella juga dapat diberikan simultan (tapi di lokasi terpisah dengan
jarum suntik yang terpisah) dengan semua vaksin anak lainnya.4
Data dari Amerika Serikat dan Jepang dalam berbagai penelitian
menunjukkan bahwa vaksin varicella ternyata efektif sekitar 70% sampai 100%
dalam mencegah penyakit atau terjadinya keparahan penyakit jika digunakan
dalam waktu 3 hari, dan mungkin sampai 5 hari, setelah paparan. ACIP
merekomendasikan vaksin untuk digunakan pada orang yang tidak terbukti
memiliki kekebalan terhadap varicella atau pada orang yang terpapar varicella.
Jika paparan terhadap varicella tidak menyebabkan infeksi, vaksinasi pasca
paparan harus diberikan untuk memberi perlindungan terhadap paparan
berikutnya.4
Wabah varicella yang terjadi dalam beberapa keadaan (misalnya,pada
tempat penitipan anak, dan sekolah) dapat bertahan sampai dengan 6 bulan. Tetapi

18
vaksin varicella diketahui telah berhasil digunakan untuk mengendalikan wabah.
ACIP merekomendasikan pemberian dosis kedua vaksin varicella untuk
pengendalian wabah. Jadi selama wabah varicella, orang-orang yang telah
menerima satu dosis vaksin varicella harus menerima dosis kedua, yang diberikan
sesuai dengan interval vaksinasi yang telah berlalu sejak dosis pertama (3 bulan
untuk orang yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun dan setidaknya 4 minggu
untuk orang yang berusia 13 tahun dan lebih tua).4
Kontraindikasi vaksinasi pada seseorang dengan reaksi alergi yang parah
(anafilaksis) dengan komponen vaksin atau setelah dosis sebelumnya, seharusnya
tidak menerima vaksin varicella. Orang dengan imunosupresi karena leukemia,
limfoma, keganasan umum, penyakit defisiensi imun, atau terapi imunosupresif
tidak harus divaksinasi dengan vaksin varicella. Namun, pengobatan dengan dosis
rendah (kurang dari 2 mg/kg/hari), topikal, penggantian, atau steroid aerosol
bukan merupakan kontraindikasi untuk vaksinasi. Orang yang imunosupresif yang
diterapi dengan steroid telah dihentikan selama 1 bulan (3 bulan untuk
kemoterapi) dapat divaksinasi.4,5
Orang dengan imunodefisiensi seluler sedang atau berat akibat infeksi
human immunodeficiency virus (HIV), termasuk orang-orang yang didiagnosis
dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) tidak boleh menerima
vaksin varicella. Anak yang terinfeksi HIV dengan persentase CD4 T-limfosit
15% atau lebih tinggi, dan anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa dengan
jumlah CD4 200 per mikroliter atau lebih tinggi dapat dipertimbangkan untuk
vaksinasi.4
Wanita yang diketahui hamil atau mencoba untuk hamil sebaiknya tidak
menerima vaksin varicella. Sampai saat ini, tidak ada bukti yang merugikan
kehamilan atau janin yang dilaporkan di kalangan perempuan yang secara tidak
sengaja menerima vaksin varicella sesaat sebelum atau selama kehamilan. Tetapi
ACIP merekomendasikan kehamilan harus dihindari selama 1 bulan setelah
menerima vaksin varicella.4,5
Vaksinasi pada orang dengan penyakit akut, sedang atau berat sebaiknya
ditunda sampai kondisi telah membaik. Tindakan pencegahan ini dimaksudkan

19
untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pasien, seperti demam. Pada penyakit
yang cenderung ringan, seperti otitis media dan infeksi saluran pernapasan atas,
mendapat terapi antibiotik, dan paparan atau pemulihan dari penyakit lain tidak
kontraindikasi terhadap vaksin varicella. Meskipun tidak ada bukti bahwa baik
varicella atau vaksin varicella memperburuk tuberkulosis, vaksinasi tidak
dianjurkan untuk orang-orang yang dikenal memiliki TB aktif.4
Pencegahan dapat dengan mencegah infeksi sekunder misalnya seperti
kuku digunting agar pendek, mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering
mungkin.6

2.11 Komplikasi10
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih
sering terjadi pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia,
glomerulonephritis, karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan
kelainan darah (beberapa macam purpura).
1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
● Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-anak yang
berkisar antara 5 - 10%. Lesi pada kulit tersebut menjadi tempat masuk
organisme yang virulen dan apabila infeksi meluas dapat menimbulkan
impetigo, furunkel, cellulitis, dan erysipelas.
● Organisme infeksius yang sering menjadi penyebabnya adalah
streptococcus grup A dan staphylococcus aureus.
2. Scar
● Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi staphylococcus atau
streptococcus yang berasal dari garukan.
3. Pneumonia
● Dapat timbul pada anak - anak yang lebih tua dan pada orang dewasa,
yang dapat menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden
varicella pneumonia sekitar 1 : 400 kasus.
4. Neurologik
● Acute postinfeksius cerebellar ataxia

20
► Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2 - 3 minggu setelah
timbulnya varicella. Keadaan ini dapat menetap selama 2 bulan.
► Manisfestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi berdiri
hingga tidak mampu untuk berdiri dan tidak adanya koordinasi dan
dysarthria.
► Insiden berkisar 1 : 4000 kasus varicella.
● Encephalitis
► Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varicella yaitu
beberapa hari setelah timbulnya ruam. Lethargy, drowsiness dan
confusion adalah gejala yang sering dijumpai.
► Beberapa anak mengalami seizure dan perkembangan encephalitis
yang cepat dapat menimbulkan koma yang dalam.
► Merupakan komplikasi yang serius dimana angka kematian berkisar 5
- 20 %.
► Insiden berkisar 1,7 / 100.000 penderita.
5. Herpes zoster
● Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zoster,
timbul beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer.
● Varicella zoster virus menetap pada ganglion sensoris.
6. Reye syndrome
● Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty.
● Keadaan ini berhubungan dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah
digunakan acetaminophen (antipiretik) secara luas, kasus reye sindrom
mulai jarang ditemukan.

2.12 Prognosis
Perawatan yang teliti dan memperhatikan hygiene memberi prognosis
yang baik dan dapat mencegah timbulnya jaringan parut.1

21
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada hari sabtu 8 januari 2022, pukul 11.00 WIB
dengan pasien sendiri (auto-anamnesis) di poli RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
3.1.1 Identitas Pasien
a. Nama penderita : An. A
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Tanggal lahir : 24 April 2009
d. No. Rekam Medik : 32.12.91
e. Pendidikan terakhir : SMP
f. Pekerjaan : Siswa
g. Alamat : Tabalong, tanjung
3.1.2 Keluhan Utama
Bintik-bintik merah berair pada seluruh badan.
3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD dr Doris Sylvanus dengan keluhan bintik-
bintik merah berair pada seluruh badan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit
(SMRS). Awalnya hanya timbul bintik-bintik merah yang belum berair di badan
dan punggung. Lama-kelamaan bintik-bintik merah tersebut menjadi berair dan
terasa gatal. Sebelum keluhan di kulit muncul, pasien tidak merasakan badannya
panas namun waktu diperiksa suhu tubuh 37,9oC tidak disertai nyeri kepala.
Pasien beraktivitas seperti biasa.
Setelah beberapa hari, bintik-bintik merah yang berair muncul semakin
banyak di seluruh badan, mulai dari wajah sampai ke tangan dan kaki, dan terasa
semakin gatal. Pasien mengaku keluhan gatal berkurang jika pasien beraktivitas.
Bintik-bintik merah berair ada beberapa di badan yang pecah karena gesekan
dengan baju kemudian menjadi koreng yang terasa nyeri saat bergesekan dengan
baju.

22
3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami keluhan sama sebelumnya.
Pasien juga mengatakan tidak ada alergi.
3.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan keluarga tidak pernah mengalami kejadian yang sama,
tetapi ada teman satu pesantren mengalami kejadian yang sama sebelumnya.
3.1.6 Riwayat Kebersihan Diri
Pasien mengaku mandi 2-3 kali sehari. Pasien menggunakan air sumur bor
didekat rumahnya untuk mandi.

3.2 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda-tanda vital
 Tekanan darah : 110/80 mmHg
 Laju nadi : 107x/menit, kuat angkat, dan regular
 Laju napas (RR) : 20x/menit, pernapasan thorako-abdominal
 Suhu : 37,9oC di axilla
d. Pemeriksaan Generalisata
1. Kepala : Normocepal (+)
2. Mata : Edema palpebra -/-, injeksi konjungtiva -/-, sklera ikterik
-/-, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+, edema periorbital -/-
3. Hidung : Sekret (-)
4. Mulut : Labium oris pucat (-), sianosis (-), edema labia (-), lidah
pucat (-), atrofi papil lidah (-), faring hiperemis (-), tonsil
T0-T0.
5. Leher : ■ Tekanan vena jugularis (JVP) normal
■ Pembesaran kelenjar getah bening (-)
■ Pembesaran tiroid (-)

23
6. Thorax
Pulmo
Inspeksi Simetris, ketertinggalan gerak (-).
Palpasi Fremitus vokal kanan = kiri, ekspansi dada kiri = kanan
Perkusi  Sonor di semua lapang paru
 Batas paru-hepar di ICS V linea midclavicularis dextra
 Batas paru-lambung di ICS VI linea midclavicularis
sinistra
Auskultasi Suara dasar paru vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-

Cor
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V di LMCS
Perkusi Batas kiri di ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas dextra di linea sternalis dextra
Pinggang jantung di ICS II linea sternalis sinistra
Batas bawah di ICS VI linea sternalis sinistra
Auskultasi  S1-S2 tunggal dan regular, murmur (-), gallop (-)
 Heart rate = 107x/menit, regular, tunggal

7. Abdomen
Inspeksi Tampak datar, distensi (-)
Auskultasi Bising usus 8x/menit (normal)
Palpasi Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi  Pekak hepar terdengar
 Timpani

8. Ekstremitas
Extremitas superior dextra Extremitas superior sinistra
 Akral hangat, CRT <2 detik  Akral hangat, CRT <2 detik
 CRT < 2”  CRT < 2”
 Pucat palmar (-)  Pucat palmar (-)
 Motorik : 5  Motorik : 5
Sensorik dalam batas normal Sensorik dalam batas normal

Extremitas inferior dextra Extremitas inferior sinistra


 Akral hangat, CRT<2 detik  Akral hangat, CRT<2 detik
 CRT < 2”  CRT < 2”
 Motorik : 5  Motorik : 5
 Sensorik dalam batas normal  Sensorik dalam batas normal

24
e. Status Dermatologis
- Regio generalisata: tampak lesi polimorf yang terdiri atas papul dan
vesikel dengan dasar eritematosa, beberapa pustul dan beberapa
krusta kecoklatan.

3.3 Diagnosis Kerja


Diagnosis kerja pada kasus pasien An. A adalah:
 Varicella

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan

3.5 Daftar Abnormalitas


a. Anamnesis
 Muncul bintik-bintik merah yang kemudian berair dan terasa gatal
pada seluruh badan
 Dicurigai keluhan diawali demam, tetapi anak tidak merasakan
 Riwayat keluarga tidak ada mengalami keluhan yang sama, tetapi di
pesantren teman mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
b. Pemeriksaan Fisik
 Regio generalisata: tampak lesi polimorf yang terdiri atas papul dan
vesikel dengan dasar eritematosa, beberapa pustul dan beberapa
krusta kecoklatan.

3.6 Pertama kali ke poli


8 januari 2022 (Hari Pertama ke poli)
S  Bintik-bintik merah berair di seluruh badan, terasa gatal, beberapa ada
yang pecah dan terasa nyeri jika bergesekan dengan baju
 Demam (+)37,9oC
 Mual (-), muntah (-)
 Makan/minum tidak ada keluhan
O Tanda-tanda vital
TD : 110/80 mmHg
N : 78x/menit, kuat angkat, reguler

25
RR : 20x/menit
S : 37,9oC
Pemeriksaan Fisik
 Regio generalisata: tampak lesi polimorf yang terdiri atas papul dan
vesikel dengan dasar eritematosa, beberapa pustul dan beberapa krusta
kecoklatan.
A  Varicella
P  IVFD Ringer Lactate 20 tpm
 PO: Acyclovir 5 x 800 mg
 PO: Cefixime 2 x 200 mg
 PO: PCT 3 x 500 mg (jika demam)
 Topikal: Asam fusidat cream 2 dd ue
 Topikal: Bedak salicil 2 dd ue
Gambar 7. Kondisi pasien saat ke poli

Regio generalisata: tampak lesi polimorf yang terdiri atas papul


dan vesikel dengan dasar eritematosa, beberapa pustul dan beberapa krusta
kecoklatan.

26
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien An. A, Laki-laki berusia 13 tahun datang ke poli kulit dan kelamin
RSUD dr. Doris Sylvanus dengan keluhan bintik-bintik merah berair pada seluruh
badan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Awalnya hanya timbul
bintik-bintik merah yang belum berair di badan dan punggung. Lama-kelamaan
bintik-bintik merah tersebut menjadi berair dan terasa gatal. Sebelum keluhan di
kulit muncul, pasien merasakan badannya panas namun tidak terlalu tinggi disertai
nyeri kepala yang dirasakan di seluruh kepala, dan badan terasa lemas.
Setelah beberapa hari, bintik-bintik merah yang berair muncul semakin
banyak di seluruh badan, mulai dari wajah sampai ke tangan dan kaki, dan terasa
semakin gatal. Pasien mengaku keluhan gatal berkurang jika pasien beraktivitas.
Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada status dermatologis
didapatkan regio generalisata: tampak lesi polimorf yang terdiri atas papul
eritematosa, vesikel di atas dasar eritematosa, beberapa pustul dan beberapa krusta
kecoklatan.
Varicella diakibatkan oleh virus varisella zoster yang merupakan suatu
virus yang dapat menyebabkan dua penyakit. Infeksi VZV primer juga
menyebabkan penyakit varicella atau cacar air, terutama terjadi pada masa kanak-
kanak namun dapat juga menyerang orang dewasa. Biasanya virus varisela zoster
mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal dengan nama
herpes zoster atau shingles. Varicella termasuk penyakit menular dan penularan
terjadi secara airborn infection terutama pada orang serumah. Masa penularan

27
lebih kurang 7 hari dihitung dari timbulnya gejala kulit. Hal ini sesuai dengan
kasus, pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan serupa, namun teman 1
pesantren pasien mengalami hal yang serupa.
Masa inkubasi varicella berlangsung 14-21 hari. Gejala klinis dimulai
dengan gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan
nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa
yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel mirip tetesan embun
(tear drops). Vesikel kemudian berubah menjadi keruh menyerupai pustul dan
kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-
vesikel baru sehingga pada satu saat tampak gambaran polimorfi. Penyebaran
terutama di badan, kemudian menyebar secara sentrifugal ke wajah dan
ekstremitas. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.
Diagnosis banding
Diagnosis banding yaitu variola, penyakit lebih berat, memberi gambaran
lesi monomorf, dan penyebarannya sentripetal dimulai dari bagian akral tubuh,
yakni telapak tangan dan telapak kaki, baru ke badan. Varisela juga dapat
didiagnosis banding dengan herpes zoster yang juga didahului gejala prodromal
kemudian muncul erupsi kulit yang gatal atau nyeri berupa makula yang
kemudian berkembang menjadi papul kemudian menjadi vesikel yang
bergerombol unilateral sesuai dermatoml, serta pasien memiliki riwayat pernah
terpapar VZV sebelumnya. Namun karena dari anamnesis pasien belum pernah
mengalami sakit yang sama seperti ini sebelumnya dan dari pemeriksaan fisik
pada status dermatologis ditemukan gambaran lesi kulit yang polimorf, tidak
bergerombol, yang tersebar mulai dari badan lalu ke wajah dan ekskremitas, maka
variola dan herpes zooster dapat dieliminasi sebagai diagnosis banding varicella.
Tatalaksana pada pasien
Tujuan pengobatan pada pasien ini adalah untuk memperpendek
perjalanan penyakit dan mengurangi gejala klinis yang ada, yaitu dengan
pemberian anti virus yaitu asiklovir 4 x 800 mg/hari selama 5 hari, hal ini
dimaksudkan untuk menekan atau menghambat replikasi dari virus varicella
zooster, analgetik dan antipiretik parasetamol 3 x 500 mg/hari jika demam,

28
cetirizine 1 x 10 mg/hari malam hari sebelum tidur diberikan dengan maksud
untuk mengurangi gatal yang dirasakan serta mempertahankan vesikel agar tidak
pecah dan asam fusidat 2% 3 kali/hari untuk lesi yang sudah pecah untuk
menghambat pertumbuhan bakteri, di bersihkan dulu sebelum di oleskan.
Edukasi
Pasien diingatkan untuk menjaga kebersihan lesi agar tidak terjadi infeksi
sekunder. Pasien disarankan agar istirahat yang cukup, makan makanan yang
bergizi, menjaga kebersihan tubuh, dan tidak memecahan vesikel. Hal-hal diatas
bertujuan untuk memperbaiki daya tahan tubuh pasien, mencegah terjadinya
infeksi sekunder, mencegah terjadinya komplikasi dan munculnya jaringan parut.
Pasien juga diberitahu tentang kemungkinan reaktivasi VZV menjadi herpes
zoster.11
Prognosis
Prognosis umumnya baik dan dapat mencegah timbulnya jaringan parut,
bergantung pada perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene. Pada pasien
ini prognosis Quo ad vitam adalah bonam karena penyakit ini tidak mengancam
jiwa, sebab dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi.
Prognosis Quo ad functionam adalah bonam karena fungsi bagian tubuh yang
terkena tidak terganggu. Prognosis Quo ad sanationam adalah bonam karena
varicella merupakan penyakit yang bersifat self-limiting disease dan tidak
mengganggu kehidupan sosial penderita, sebab penanganan yang cepat maka
perjalanan penyakit dapat diperpendek.11

29
BAB V
KESIMPULAN

Pasien Ny. E, perempuan berusia 12 tahun, berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik, didiagnosa dengan varicella. Pengobatan yang diberikan
kepada pasien adalah acyclovir 4 x 800 mg, antipiretik paracetamol 3 x 500 mg,
cetirizine 1 x 10 mg/hari malam hari sebelum tidur diberikan dengan maksud
untuk mengurangi gatal yang dirasakan serta mempertahankan vesikel agar tidak
pecah dan asam fusidat 2% 3 kali/hari untuk lesi yang sudah pecah untuk
menghambat pertumbuhan bakteri, di bersihkan dulu sebelum di oleskan.
Pasien diberikan edukasi tentang penyakitnya dan keungkinan reaktivasi
VZV menjadi herpes zoster, menjaga kebersihan diri, tidak memecahkan vesikel,
dan memberitahu prognosis pasien adalah baik.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi
Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.

2. Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates;


2000.

3. Rassner, Steinert. Penyakit virus varisela-zoster. Dalam: Buku Ajar dan Atlas
Dermatologi; edisi 4. Jakarta: EGC; 1995.

4. Anonymous. Varicella. (homepage on the internet). 2013 (cited 2019 May


16). Available from: www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook.

5. Anonymous. 2009. Varicella (chickenpox). (homepage on the internet). 2013


(cited 2019 May 16). Available from: http://www.ncirs.edu.au/
immunisation/fact-sheets.

6. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”). Dalam:


Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2007.

7. White David, Fenner Frank. Varicella-zoster virus. In: Medical Virology;


Fourth Edition. United Kingdom: Academic Press; 1994.

8. Siregar RS. Varisela. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2.
Jakarta: EGC; 2004.

9. Lichenstein R. 2002 Oct 21. Pediatrics: Chicken vox or varicella. (serial on


the internet). 2013 (cited 2019 May 16). Available from:
http://www.emedicine.com.

31
10. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella. In:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; seventh edition, vol 1 and 2.
2008.

11. Putra AP, Varicella pada Wanita Dewasa Usia 28 Tahun. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Medula, Volume 1, Nomor 3, Oktober
2013.

32

Anda mungkin juga menyukai