Anda di halaman 1dari 21

Varicella A.

Pendahuluan Varicella merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Varicella zoster (VZV) yang dapat bermanifestasi menjadi varicella (chickenpox) dan reaktivasi latennya menimbulkan herpes zoster (shingles).1,2,3 Gejala klinis varicela dapat ditemukan pada kulit kepala, muka, badan, biasanya sangat gatal, berupa makula kemerahan, yang kemudian dapat berubah menjadi lesi-lesi vesikel. Sedangkan, herpes zoster umumnya menimbulkan lesi vesikular yang terdistribusi unilateral sesuai dengan perjalanan saraf sensori terinfeksi. Diagnosis varicella dapat ditegakkan secara klinis maupun laboratorium dengan teknik virologi dan serologi. Pencegahan yang dapat digunakan terhadap penyakit varicella adalah vaksinasi dan immunoglobulin. Obat pilihan utama terhadap penyakit varicella dan herpes zoster adalah antivirus. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi bakteri, perdarahan, dan gangguan saraf.2

B. Manifestasi Klinis Virus Varicella zoster (VZV) menyebabkan dua manifestasi penyakit yang berbeda, yaitu varicella dan herpes zoster.
1,2,3

Infeksi primer dari VZV akan bermanifestasi menjadi

penyakit varicella atau chickenpox, yang secara umum dapat terlihat pada anak usia 1 sampai 9 tahun. Infeksi primer VZV pada dewasa biasanya akan lebih berat dan dapat disertai pneumonia interstisial. Begitu pula infeksi Varicella zoster pada penderita immunocompromised, manifestasinya akan lebih berat dan dapat terjadi diseminasi.3 Penyakit varicella ditandai dengan demam yang disertai ruam pada kulit atau terkadang mukosa. Nyeri kepala, malaise, dan nafsu makan menurun seringkali dikeluhkan

pasien. Ruam diawali dengan makula, kemudian secara cepat berubah menjadi papul-papul, yang kemudian diikuti munculnya vesikel dan krusta pada lesi. Krusta akan terkelupas setelah 1 sampai 2 minggu. Virus Varicella zoster merupakan virus yang sangat infeksius dan transmisinya bisa melalui kontak langsung dengan lesi atau dari aerosol pernafasan pasien terinfeksi. Komplikasi pada sistem saraf pusat termasuk ataksia serebellar, meningitis, meningoensefalitis, dan vaskulopati.3 Breakthrough varicella merupakan infeksi yang terjadi 2 minggu pasca infeksi primer ataupun pasca immunisasi dengan ditandai munculnya kembali ruam-ruam kulit (bentuk makulopapular) tanpa disertai demam, diperkirakan disebabkan oleh VZV tipe virulen. Progresif Varicella adalah suatu keadaan yang ditandai dengan koagulopati, perdarahan hebat, dan terus munculnya lesi-lesi baru. Timbul rasa sakit yang hebat di daerah abdominal disertai dengan perdarahan pada vesikel. Faktor resiko keadaan ini adalah penderita kongenital dengan imunodefisiensi, keganasan, kemoterapi, dan jumlah limfosit <500 sel/mm. Sindroma Varicella Kongenital diketahui hanya 2% fetus dengan ibu terinfeksi varicella yang menampilkan VZV embriopati pada usia 20 minggu kehamilan. Fetus yang terinfeksi pada usia 6-12 minggu dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan ekstremitas. Infeksi pada fetus 16-20 minggu dapat menyebabkan gangguan pada mata dan otak. Infeksi pada fetus juga dapat menyebabkan gangguan pada saraf simpatis pada servikal dan lumbosacral sehingga menyebabkan sindrom horner dan disfungsi dari uretra dan sfingter anal. Gejala yang khas biasanya terlihat pada kulit, ekstremitas, mata, dan otak. Gejala pada kulit sikatriks, malformasi ekstremitas. Kelainan pada mata berupa katarak; serta afasia bila mengenai otak secara keseluruhan Pada pemeriksaan histologi ditemukan

adanya proses nekrosis pada otak. Diagnosis dapat menggunakan pemeriksaan DNA virus dengan metode PCR.2 Reaktivasi VZV menyebabkan penyakit herpes zoster. Herpes zoster biasanya diawali dengan fase prodromal ditandai dengan nyeri, gatal, parestesi, disestesi, dan sensitif terhadap sentuhan pada satu sampai tiga dermatom. Beberapa hari kemudian akan tampak ruam makulopapular unilateral pada area yang terkena, yang kemudian berkembang menjadi vesikel. Zoster dapat menyerang semua level neuroaksis. Kebanyakan akan muncul pada dada, diikuti dengan lesi di wajah, secara khas akan mengikuti distribusi saraf oftalmikus trigeminal. Pada pasien dengan status imunnocompromised, lesi bisa melibatkan semua dermatom. Herpes zoster oftalmikus seringkali disertai dengan keratitis zoster dan bisa menyebabkan kebutaan. Zoster yang menyerang ganglion genikulatum saraf fasialis dapat menyebabkan paralisis otot wajah ipsilateral, muncul ruam pada kanalis euditoris eksterna. Kombinasi ini dikenal dengan Ramsay Hunt syndrome. 3

C. Etiologi Virus Varicella zoster (VZV; human-herpesvirus 3) merupakan virus penyebab penyakit varicella (chickenpox) dan zoster.1,2,3,4 Virus ini merupakan virus herpes pertama yang berhasil diuarai lengkap dan vaksinnya dilisensi serta digunakan secara luas. VZV merupakan anggota dari genus Varicellovirus dengan subfamily Alpha-herpesvirus. VZV mempunyai hubungan dekat dengan anggota lain dari genus Varicellovirus, termasuk suidherpesvirus 1 dan equine-herpesvirus 1, 3, 4, 8, dan 9. Tiga grup dari VZV telah dipublikaikan skema genotipnya berdasarkan single nucleotide polymorphisms (SNPs).4

Virus yang paling dekat kekerabatannya dengan human herpesvirus adalah virus herpes simpleks.2,3,4

D. Epidemiologi dan Insidensi Meskipun varicella tersebar di seluruh dunia, terdapat perbedaan epidemiologi di daerah tropis dan daerah dingin. Pada daerah dengan iklim dingin, varicella merupakan penyakit anak-anak yang umum dan angka seropositifnya berkisar antara 53%-100% pada umur 5 tahun dan pada umur 20-30 tahun bisa lebih dari 80%. Sementara pada daerah tropis, insidensi infeksi VZV pada usia anak-anak adalah rendah, justru lebih tinggi usia dewasa. Hal ini mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas.5 Adanya perbedaan karakteristik epidemiologi dari VZV ini dihipotesiskan karena adanya faktor iklim seperti sinar ultraviolet, sehingga menyebabkan perbedaan genotip dari VZV di daerah tropis dan dingin.6 Di Amerika Serikat, sebelum pengenalan vaksin varicella tahun 1995, jumlah kasus varicella ditemukan sekitar 4 juta kasus. Insidensi varicella adalah 15-16 kasus per-1000 penduduk. Mayoritas penduduk yang menderita varicella adalah anak-anak usia <15 tahun (85%) dan insidensi pada usia spesifik tertinggi adalah anak-anak usia <5 tahun.1 Setelah pengenalan vaksin varicella, insidensi varicella dilaporkan menurun. Angka varicella rate hospitalizations setelah program imunisasi varicella dilaporkan menurun sejak program vaksinasi tahun 1995.7,8,9,11 Data active surveillance menunjukkan angka penurunan sampai 90% kejadian varicella di Amerika Serikat dari tahun 1995 sampai 2005. Sementara data dari passive surveillance dari empat negara bagian menunjukkan penurunan insidensi sebesar 53%-94% sampai tahun 2005 dibandingkan era prevaksin.10 Angka kematian akibat

varicella juga dilaporkan menurun setelah program vaksinasi digalakkan.12 Pemberian vaksinasi secara garis besar telah meningkatkan respon imunitas humoral dan seluler sehingga meningkatkan kekebalan terhadap penyakit varicella.13 E. Patogenesis Virus Varicella zoster (VZV) menginfeksi banyak tipe sel host selama fase akut, termasuk diantaranya sel T, sel B, monosit dan sel dendritic. Infeksi sel T oleh virus diperkirakan merupakan mekanisme utama penyebaran virus. Selama fase viraemik, infeksi VZV dipercaya predominan pada sel T. Pada infeksi primer akut, viral loads pada anak-anak telah dilaporkan sebanyak 1 sampai 5000 viral per 105 PBMCs dan 100 sampai 1000 per ml darah. Pada kebanyakan kasus infeksi, derajat viraemia dihubungkan dengan beratnya gambaran klinis. Respon spesifik sel T dipercaya memegang peranan penting dalam mengontrol virus dan mencegah reaktivasi virus. Respon spesifik sel T ditemukan menurun pada pasien dengan immunocompromised. Titer antibodi spesifik tampaknya tidak berkorelasi dengan beratnya gejala klinis. Oleh karena itu, respon spesifik sel T pada awal infeksi mungkin melindungi individu dari beratnya penyakit. Sebuah studi yang dilakukan pada penduduk Sri Lanka menunjukkan adanya korelasi antara tingginya viral loads dan kurangnya respon viral spesifik sel T dengan beratnya gejala klinis penyakit.5 VZV merupakan virus yang menular selama 1-2 hari sebelum lesi kulit muncul, dapat ditularkan melalui jalur respirasi, dan menimbulkan lesi pada orofaring, lesi inilah yang memfasilitasi penyebaran virus melalui jalur traktus respiratorius. Pada fase ini, penularan terjadi melalui droplet kepada membran mukosa orang sehat misalnya konjungtiva. Masa inkubasi berlangsung sekitar 14 hari, dimana virus akan menyebar ke kelenjar limfe, kemudian menuju ke hati dan sel-sel mononuklear. VZV yang ada dalam sel mononuklear

mulai

menghilang

24

jam

sebelum

terjadinya

ruam

kulit;

pada

penderita

immunocompromised, virus menghilang lebih lambat yaitu 24-72 jam setelah timbulnya ruam kulit. Virus-virus ini bermigrasi dan bereplikasi dari kapiler menuju ke jaringan kulit dan menyebabkan lesi makulopapular, vesikuler, dan krusta. Infeksi ini menyebabkan timbulnya fusi dari sel epitel membentuk sel multinukleus yang ditandai dengan adanya inklusi eosinofilik intranuklear. Perkembangan vesikel berhubungan dengan peristiwa ballooning, yakni degenerasi sel epitelial akan menyebabkan timbulnya ruangan yang berisi oleh cairan. Penyebaran lesi di kulit diketahui disebabkan oleh adanya protein ORF47kinase yang berguna pada proses replikasi virus.2 Infeksi VZV pada ganglion dorsalis merupakan akibat penjalaran lesi mukokutan melalui akson sel neuron pada infeksi primer atau disebabkan oleh penularan dari sel mononuklear terinfeksi sebelum terjadinya ruam-ruam pada kulit. Reaktivasi VZV simptomatik dapat menyebabkan timbulnya lesi vesikular pada kulit yang terdistribusi hanya pada dermatom tertentu mengikuti saraf sensori tertentu. Terjadi proses inflamasi, nekrosis, dan disrupsi morfologi dari sel neuron dan nonneuron menyebabkan myelitis, defisit fungsi motorik, dan neuralgia postherpetik (PHN).2 Telah disebutkan bahwa respon imun spesifik VZV yang diperantarai sel merupakan komponen penting untuk kesembuhan dari infkesi primer (varicella) atau reaktivasinya (herpes zoster).14 Infeksi VZV akan menginduksi pembentukan formasi inflamasi NLRP3 (nucleotide-binding oligomerization domain (NOD)-like receptor P3) dan proses ini membentuk sitokin proinflamasi IL-1 dengan aktivasi kaspase-1 pada sel yang terinfeksi.15 F. Pemeriksaan Fisik 1. Rash

1. Setiap lesi mulai sebagai makula merah dan melewati tahap papula, vesikel, pustula, dan krusta. 2. Kemerahan atau pembengkakan di sekitar lesi mengarah pada kecurigaan superinfeksi bakteri. 3. Vesikel yang tampak pada dasar lesi eritem memberikan gambaran sebagai mutiara atau titik embun di kelopak mawar (pearl or dewdrop on a rose petal). 4. Beberapa lesi dapat muncul di orofaring. 5. Lesi pada mata merupakan hal yang jarang 6. Lesi baru akan mengalami erupsi selama 3-5 hari. 7. Biasanya krusta akan terbentuk selama 6 hari (kisaran 2-12 hari), dan akan benarbenar sembuh dalam 16 hari (kisaran 7-34 hari). 8. Erupsi yang berkepanjangan dari lesi baru atau krustasi dan penyembuhan yang tertunda dapat terjadi pada gangguan imunitas seluler. 2. Demam 1. Demam yang muncul biasanya mempunyai gradiasi yang rendah (100-102F) tetapi mungkin tinggi 106F. 2. Pada anak-anak sehat, demam biasanya akan mereda dalam waktu 4 hari. 3. Demam yang berkepanjangan mendorong kecurigaan atas terjadinya atau imunodefisiensi. komplikasi

G. Diagnosis dan Pengobatan Diagnosis varicella ditegakkan dengan adanya ruam vesikular yang khas. Penanganan bertujuan untuk mengurangi gejala. Asetaminofen digunakan untuk mengontrol demam, pemberian cairan untuk hidrasi, dan pengobatan topical untuk ruam dengan pruritus.

Pengobatan dengan injeksi asiklovir diperlukan pada pasien dengan resiko atau terbukti secara klinis mengalami disseminated disease. Injeksi asiklovir bisa juga diberikan pada neonatus yang terpapar VZV segera setelah lahir. Pada anak yang sehat, antiviral tidak diwajibkan, tetapi sebuah penelitian menunjukkan bahwa pemberian asiklovir oral dalam 24 jam awal dapat mengurangi durasi demam satu hari dan mengurangi tanda dan gejala kutaneus maupun sistemik yang berat.3 Pengobatan herpes zoster harus berdasarkan status imun dan umur. Pada pasien imunokompeten dengan usia di bawah 50 tahun, analgesik diberikan untuk menurangi nyeri. Antiviral sebenarnya tidak diperlukan, tetapi pemberiannya dapat mempercepat hilangnya ruam. Pada pasien imunokompeten dengan usia di atas 50 tahun, pemberian analgesik dan antiviral direkomendasikan, dan sangat esensial pada pasien dengan zoster oftalmikus.3 Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis varicella dapat dilakukan dengan teknik PCR maupun serologi. Pada pemeriksaan serologi, adanya IgM serum spesifik VZV menunjukkan pasien baru saja terpapar VZV. Kelemahan pemeriksaan IgM serum adalah tidak dapat membedakan antara infeksi primer, reinfeksi, atau reaktivasi. Pemeriksaan aviditas IgG sangat berguna untuk mengkonfirmasi adanya infeksi primer, yang ditunjukkan dengan low-avidity pada antibody IgG, akan tetapi pada breakthrough varicella pemeriksaan aviditas IgG menunjukkan high-avidity sebagai respon vaksinasi. Pemeriksaan yang paling reliable dan sensitif untuk varicella adalah dengan mendeteksi DNA VZV dari sampel lesi kulit dengan PCR.1 H. Pencegahan

American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan anak-anak yang terkena varicella untuk tidak masuk sekolah sampai hari keenam rash muncul. Mungkin ini tidak mencegah penyebaran varicella karena anak telah terinfeksi sebelum rash muncul. a. Vaksinasi 1) Vaksin varicella terdiri dari Oka strain virus varicella hidup yang dilemahkan. Vaksin i ni aman dan sangat imunogenik. Vaksin ini disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1995 dan telah banyak mengurangi kejadian dan kematian akibat varicella. 2) Vaksin ini telah ditemukan memiliki efikasi protektif sekitar 71-100% terhadap varicella. Namun, perlindungan terhadap varicella sedang dan berat jauh lebih tinggi (95-100%). 3) Bayi Waktu besar 5 1 lahir paruh anak m em i l i ki antibodi memiliki Namun, Dosis sekitar vaksin ini kadar vaksin tunggal 85% antibodi adalah antibodi varicella yang dari maternal sekitar yang protektif 6 untuk dan varicella. sebagian usia usia

minggu, rendah

sangat

setelah setelah

bulan. tahun.

direkomendasikan diberikan penerima. akan

memberikan yang terhadap

perlindungan ditimbulkan

Imunitas

(vaccine-conferred

immunity)

varicella akan berkurang dari waktu ke waktu, yang mana hal ini membuat penerima vaksin lebih rentan terhadap penyakit ini. Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) dan AAP sekarang ini merekomendasikan 2 dosis vaksin ini untuk semua anak. Setelah dosis pcrtama pada usia 12-15 bulan, dosis kedua harus diberikan pada usia 4-6 tahun. Semua orang yang telah menerima satu dosis vaksin kapan pun di masa lalu harus diberikan dosis kedua. 4). Dua dosis vaksi n varicella memberikan 98% perlindungan terhadap

varicella, dan 100% perlindungan terhadap varicella berat pada anak-anak. Anak yang diberikan varicella. dua dosis vaksin juga memiliki insiden kesembuhan yang baik atas

5). Sembuhnya penyakit terjadi setelah 42 hari dari imunisasi. Ketika itu terjadi, biasanya penyakit yang timbul adalah ringan tetapi dapat menyebar ke individu yang rentan lainnya. Anak-anak i n i biasanya memiiiki kurang dari 50 lesi pada kulit, dan demam rendah dan cepat reda. Sakit kepala, sakit tenggorokan, malaise, dan anoreksia kurang sering terjadi. 6). Beberapa studi menemukan bahwa breakthrough penyakit lebih umum terjadi j i ka vaksin diberikan sebelum usia 14 bulan, dalam waktu 28 hari vaksinasi MMR, dan jika anak itu sedang menerima terapi steroid oral. Durasi antara vaksinasi dan paparan juga sangat signifikan. Penelitian lain tidak menemukan hubungan tersebut. 7). Protokol penelilian memungkinkan vaksin varicella diberikan untuk pasien dengan leukemia saat mereka berada dalam stadium remisi. Serokonversi menunjukkan nilai yang baik pada anak dengan leukemia. 8). Postexpositre prophylaxis, jika diberikan dalam waktu 36-72 jam setelah kontak, dapat mencegah atau melemahkan penyakit pada individu yang terpapar. Obat ini memungkinkan digunakan untuk vaksinasi dalam mengendalikan wabah pada anak-anak rentan. 9). Wabah dapat terjadi, bahkan pada anak dengan tingkat tinggi vaksinasi. Anak yang telah divaksinasi dapat mengembangkan penyakit ringan namun infeksius. Wabah dapat dikontrol dengan memberikan vaksinasi pada anak-anak yang immmunized dan remaja di daerah itu. b. Varicella-zoster imun globulin 1) VZIG digunakan sebagai postexposure prophylaxis pada individu yang berisiko tinggi. Pemberian sesegera mungkin setelah terpapar adalah jalan terbaik, tapi VZIG dapat mencegah atau melemahkan varicella jika diberikan dalam wakiu 96 jam setelah kontak. 2) Dosisnya adalah 125 unit/10 kg berat badan; 125 unit adalah dosis minimum. Dosis maksimum adalah 625 IU.

3) VZIG diberikan secara intramuskular dan tidak pernah diberikan secara intravena (IV). Durasi yang diharapkan dari perlindungan VZIG adalah sekitar 3 minggu. Pada pasien yang diberikan IV imunoglobulin (IVIG) tidak diperlukan VZIG j i k a infus IVIG terbaru mereka telah diberikan dalam waktu 3 minggu. 4) VZIG bukan vaksin VZIG mengurangi insiden varicella komplikasi varicella. I ebih dan tingkat kematian varicella, profllaksis normal. paparan

Penggunaan untuk

postexposure kekebalan berikut pasien dengan

disukai untuk

diindikasikan

orang-orang

yang signifikan: a. Bayi yang baru lahir dari ibu yang mengalami varicella 5 hari sebelum sampai 2 hari setetah persalinan b. Anak-anak belum c. Orang dengan leukemia atau limfoma yang belum divaksinasi dan

pernah dengan

mengalami HIV,

varicella sebelumnya

acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), atau

gangguan kekebalan lain d. Orang yang menerima obat-obatan yang menekan fungsi kekebalan (misalnya, steroid sistemik) e. Wanita hamil f. Individu cacar air. g. Imunoglobiilin intravena ( I V I G ) sepenuhnya diketahui. I. Komplikasi dapat digunakan untuk mencegah varicella immunocompromised yang tidak memiliki riwayat pasti mengalami

sctelah paparan j i k a VZIG tid ak tersedia. Kemanjuran k li n i s n ya belum

a. Infeksi bakteri sekunder

1). Varicella me nj a di

predisposisi pasien terhadap infeksi bakteri. Infeksi pada k u l i t

yang m e n g a l a m i lesi m e r u pa ka n ha! yang sering terjadi dan terjadi pada 5-10% anakanak. Lesi kul i t merupakan portal of entry organisme virulen; dapat pula terjadi selulitis yang menyebar cepat, septikemia, dan infeksi serius lain. 2) Organisme yang sering bertindak sebagai agen infeksius adalah streptokokus grup A dan Staphylococcus aureus. Varicella menempatkan pasien pada resiko tinggi untuk mengalami penyakit streptokokus grup A invasif. Selain sindrom syok toksik, kelompok streptokokus grup A dapat menyebabkan necrotizing fasciitis, bakteremia, osteomyelitis, pyomyositis, gangrene, abses subgaleal, arthritis, dan meningitis pada pasien dengan varicella. 3) Spesies staphylococcal juga menyebabkan infeksi yang parah pada anak dengan varicella. Infeksi staphylococcal pada pasien ini dilaporkan menyebabkan selulitis, impetiginous pox infections, staphylococcal scalded skin syndrome, toxic shock syndrome, perikarditis, dan osteomyelitis. 4) Tanda dan gejala infeksi bakteri sekunder dapat dibedakan dari varicella tanpa komplikasi pada 3-4 hari pertama. 5). Tingkat kecurigaan yang tinggi diperlukan untuk pengenalan awal dan perawatan yang tepat waktu infeksi sekunder. 6). Tersangka infeksi sekunder adalah jika manifestasi sistemik pada pasien tidak membaik dalam waktu 3-4 hari, kembali demam atau memburuk, atau kondisi anak memburuk setelah perbaikan awal. 7). Kecurigaan adanya i n f e k si bakteri sekunder seharusnya mendorong RS untuk memberikan terapi awal antibiotik empiris sampai hasil kultur tersedia. Leukositosis neutrophilic dan neutrophilia terjadi hanya dalam beberapa kasus yang melibatkan infeksi bakteri yang serius. b. Komplikasi SSP 1) Acute postinfections cerebellar ataxia adalah komplikasi SSP paling yang paling sering terjadi, dengan kejadian 1 kasus per 4.000 pasien dengan varicella.

a. Ataxia dapat terjadi tiba-tiba, dan biasanya terjadi 2-3 minggu setelah onset varicella. Kondisi ini bisa bertahan selama 2 bulan. b. Manifestasinya dapat beragam, mulai terhuyung-huyung saat berdiri sampai ketidakmampuan untuk berdiri dan berjalan, dengan disertai diskoordinasi dan dysarthria. Manifestasi yang muncul akan maksimal saat onset; adanya waxing dan waning akan menunjukkan diagnosis lain. c. Sensorium tidak terganggu, bahkan ketika ataksia terjadi secara berat. d. Prognosis untuk pasien dengan ataksia baik, tetapi beberapa anak mungkin memiliki sisa ataksia, dikoordinasi, atau dysarthria. 2) Ensefalitis terjadi pada 1,7 pasien per 100.000 kasus varicella pada anak sehat usia 114tahun. a. Penyakit ini muncul pada varicella akut selama beberapa hari setelah onset rash. Letargi, muncul. b. Beberapa anak mungkin mengalami kejang, berkembang menjadi koma. c. Komplikasi yang serius dari varicella ini mempunyai tingkat kematian 5-20%. 3) Sindrom Reye dikaitkan dengan varicella ketika menggunakan aspirin adalah umum. Identifikasi asosiasi ini sekarang telah membuat acetaminophen obat pilihan, dan sindrom Reye telah menjadi langka. 4) Komplikasi neurologis lainnya termasuk meningitis aseptis, sindrom Guillain-Barr dan polyadiculitis. 5) Pneumonia a. Pneumonia terutama t erjadi pada anak-anak yang lebih t ua dan pada orang dewasa serta dapat me mi l i ki hasil yang fatal. b. Gejala pernapasan biasanya muncul 3-4 hari setelah rash. dan ensefalitis yang dapat cepat drowsiness, mengantuk, dan kebingungan merupakan gejala yang biasa

6). Herpes zoster. a. Sebuah komplikasi tertunda dari varicella, herpes zoster infeksi, terjadi dalam bulan sampai tahun setelah infeksi primer pada sekitar 15% dari pasien. b. Komplikasi tersebut disebabkan oleh virus yang terus-menerus menetap dalam ganglions sensorik. c. Herpes zoster terdiri dari rash vesikular unilateral, yang terbatas pada 1-3 dermatom. Rash ini sering menyakitkan pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa. Di antara manfaat kesehatan dari imunisasi rutin varicella pada anak adalah penurunan risiko seumur hidup untuk reaktivasi virus sebagai herpes zoster. d. Otitis media: sekitar 5% anak dengan varicella dapat mengembangkan otitis media, yang disebabkan oleh patogen penyebab yang biasa muncul pada otitis media. e. Trombositopenia f. Hepatitis: Hepatitis merupakan self-limited accompaniment pada varicella. i. Hepatitis berat dengan maniiestasi klinis jarang terjadi pada anak-anak sehat dengan varicella. ii. Peningkatan yang signifikan atas alanine aminotransferase (ALT) terjadi pada 20-50% anak-anak dan remaja, namun peningkatan ini akan kembali normal dalam waktu satu bulan di hampir semua kasus. i i i . Keterlibatan hati t i d a k tergantung pada t i ng ka t keparahan k u l i t da n manifestasi sistemik. g. Glomerulonefritis h. Dengue va ri c e ll a

J. Prognosis

Anak sehat yang mengalami varicella mempunyai prognosis yang sangat baik. Anak yang berada pada kondisi immunocompromised berisiko untuk mengalami penyakit berat dan kematian (misalnya, tingkat kematian anak dcngan leukemia adalah 7%). Neonatal varicella tingkat kematian dapat mencapai 30%. Episode kejadian varicella akan memberikan kekebalan. Episode kedua ini sangat jarang terjadi. a. Varicella ringan dan sedang prognosisnya baik b. Angka kematian pneumonia varicella adalah 10% pada pasien dengan sistem imun yang baik, dan 30% pada penderita immunucompromised. c. Angka morbidilas dan mortalitasnya cukup tinggi d. Bila seseorang telah terinfeksi varicella, akan memberikan ketahanan seumur walaupun akhir-akhir ini reinfeksi sekunder telah dilaporkan. hidup

K. Edukasi pada pasien Berikut ini adalah aspek edukasi pasien: a. Mandikan anak secara teratur untuk mengurangi gatal dan mencegah infeksi sekunder b. Garukan dapat menyebabkan infeksi sekunder dan bekas luka. 1) Jaga agar kuku pendek. 2) Memakai sarung tangan atau kaus kaki di tangan di malam hari dapat membantu mencegah goresan. c. Jangan gunakan obat yang mengandung aspirin. d. Beritahulah orangtua untuk membawa anak-anak ke rumah sakit jika terjadi gejala berikut: 1) Kemerahan yang tidak biasa, pembengkakan, atau nyeri di sekitar daerah rash 2) Menolak untuk minum cairan

3) Tanda-tanda dehidrasi, seperti kencing sedikit dan berwarna kuning, mengantuk, mulut dan bibir kering, haus yang berlebihan, atau letargi 4) Bingung, lekas marah, mengantuk, atau kesulitan bangun 5) Ketidakmampuan untuk berjalan atau kelemahan yang tidak biasa 6) Keluhan sakit kepala parah, leher kaku, dan/atau sakit punggung 7) Sering muntah 8) Kesulitan bernapas, nyeri dada, mengi, napas cepat, atau batuk parah 9) Demam bertahan lebih dari 4 hari atau kembali demam setelah penurunan suhu badan sampai pada tingkat normal 10) Penampilan yang lebih sakit dibandingkan saat terakhir kali sakit sebagaimana dilihat oleh dokter L. Masalah Khusus Kehamilan adalah waktu yang rentan terkena penyakit. Varicella menyebabkan berbagai kehamilan. Anak yang immunocompromised seringkali mengalami varicella yang berat dan menimbuikan komplikasi, dan tingkat kematian mereka lebih tinggi daripada anak-anak yang imunokompeten. Anak-anak ini mungkin mengalami demam tinggi berkepanjangan, rash luas, dan hepatitis. Komplikasi yang paling serius adalah pneumonia virus, yang tidak responsif terhadap terapi antivirus dan bisa mengakibatkan kematian. Kategori atas pasien immunocompromised: a. Anak-anak dengan keganasan apapun b. Anak-anak pada kemoterapi kanker c. Anak-anak menjalani terapi kortikosteroid dosis tinggi hal yang merugikan bagi dapat

ibu dan bayi, tergantung pada tahap

d. Anak-anak dengan bawaan immunodeficiencies selular e. Anak-anak pada terapi imunosupresif f. Anak-anak dengan infeksi HIV g. Anak dengan eksim atau dermatitis mungkin memiliki manifestasi kulit parah selarna varicella

M. Vaksinasi Varicella Di Amerika Serikat sejak tahun 1995 telah diberlakukan vaksinasi varicella 1 dosis. Namun kemudian, kebijakan vaksin 1 dosis diubah menjadi 2 dosis pada tahun 2006. Target vaksinasi varicella 1 dosis ditargetkan pada anak-anak 12-18 bulan dan juga termasuk catchup bagi anak yang lebih tua dan orang dewasa.12 Setelah vaksinasi diimplementasikan, terjadi penurunan secara substansial dari segi morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan. Namun demikian, sekitar 15% penerima vaksin tidak mendapat level antibodi yang protektif pada pemberian 1 dosis. Diperkirakan, imunitas terinduksi vaksin semakin berkurang seiring waktu berjalan. Pada tahun 2006, ACIP menyetujui penggunaan vaksin varicella dengan 3 pendekatan: 1) implementasi program vaksinasi 2 dosis untuk anak-anak, dimana dosis-1 diberikan pada umur 12-15 bulan dan dosis-2 pada umur 4-6 tahun; 2) vaksinasi 2 dosis untuk catch-up anak-anak, remaja, dewasa yang telah menerima dosis-1; 3) Vaksinasi rutin untuk untuk semua orang sehat usia 13tahun tanpa bukti imunitas.16 Kriteria imunitas untuk varicella adalah telah terdokumentasi mendapat 2 dosis vaksin, pemeriksaan laboratorium menunjukkan imunitas, dan riwayat terdiagnosis varicella atau herpes zoster.17 Expert Panel of the Infectious Diseases Society of America (IDSA) telah mengeluarkan pedoman program vaksinasi untuk penerima vaksin imunokompeten maupun

immunocompromised mencakup semua usia.18

Secara garis besar, ada 3 tahap perkembangan vaksin varicella. Tahap pertama adalah pelemahan VZV dan uji coba awal keamanan, imunogenitas, dan efikasinya yang dilakukan semuanya di Jepang. Tahap ke-2, studi tentang imunogenitas dan keamanan dilakukan di Amerika melibatkan resipien immunocompromised dan selanjutnya resipien sehat. Tahap ke2 ini kemudian menghasilkan vaksin varicella dosis-1 yang dlisensi dan digunakan di Amerika pada tahun 1995. Perkembangan selanjutnya pada tahap ke-3 adalah mengembangkan vaksin yang tidak hanya mencegah varicella tetapi juga herpes zoster.19 Vaksin varicella berasal dari virus hidup yang dilemahkan. VZV merupakan virus yang sangat menular dan pada pasien immunocompromised infeksi VZV dapat menyebabkan diseminasi, pneumonia, dan ensefalitis.20 Penggunaan vaksin varicella sudah demikian luas. Studi yang dilakukan menunjukkan bahwa penggunaan vaksin varicella secara garis besar aman.21,22 Vaksin varicella efektif untuk mencegah baik varicella maupun herpes zoster.23 Breakthrough varicella dilaporkan terjadi pada anak-anak yang mendapat vaksin varicella. Sekitar 1 dari 5 anak yang mendapat vaksin varicella mungkin bisa berkembang menjadi breakthrough varicella.24 Breakthrough varicella dilaporkan banyka terjadi pada pemberian vaksin pada usia di bawah 14 atau 15 bulan, akan tetapi penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan efektifitas pemberian vaksin berdasarkan umur dan mendukung rekomendasi usia pemberian vaksin ini. 25 Breakthrough varicella kebanyakan terjadi setelah pemberian vaksin dosis primer. Pemberian vaksin dosis kedua diharapkan mampu meningkatkan serokonversi dan efektifitas vaksinasi.26 Penelitian pada ibu hamil yang mendapat vaksin varicella tidak terbukti menimbulkan sindrom varicella kongenital.27 Kejadian varicella pada bayi menurun sejak diberlakukannya vaksinasi varicella pada tahun 1995.28 Pemberian vaksin varicella juga bukan merupakan

faktor resiko terjadinya stroke iskemik yang merupakan salah satu komplikasi dari penyakit varicella.29 Vaksinasi varicella sebaiknya tetap dilaksanakan secara universal.30

Daftar Pustaka

1. Schmid, D.S. & Jumaan, A.O. 2010. Impact of Varicella vaccine on Varicella zoster virus dynamics. Clin. Microbiol Rev. Vol 23, No.1. p. 202-217. 2. Kurniwan, M., Dessy, N. & Tatang, M. 2009. Varicella zoster pada anak. Medicinus. Vol. 3, No. 1. 3. Mueller, N.H., Gilden, D.H., Cohrs, R.J., Mahalingam, R. & Nagel, M.A. 2008. Varicella zoster virus infection: clinical features, molecular pathogenesis of disease, and latency. Neurol Clin. 2008 August; 26(3): 675viii. 4. Breuer, J., Grose, C., Norberg, P., Tipples, G. & Schmid, D.S. 2010. A proposal for a common nomenclature for viral clades that form the species varicella-zoster virus: summary

of VZV Nomenclature Meeting 2008, Barts and the London School of Medicine and Dentistry, 2425 July 2008. Journal of General Virology (2010), 91, 821828. 5. Malavige, N.M., Jones, L., Kamaladasa, S.D., Wijewickrama, A., Seneviratne, S.L., Black, A.P. & Ogg, G.S. 2008. Viral load, clinical disease severity and cellular immune responses in primary Varicella zoster virus infection in Sri Lanka. Plos One 2008 Nov; Vol. 3, Issue 11, e3789. 6. Rice, P.S. 2011. Ultra-violet radiation is responsible for the differences in global epidemiology of chickenpox and the evolution of varicella-zoster virus as man migrated out of Africa. Rice Virology Journal 2011, 8:189. 7. Patel, M.S., Gebremariam, A. & Davis, M.M. 2008. Herpes zoster related hospitalizations and expenditures before and after introduction of the varicella vaccine in the United States. Infect. Control Hosp. Epidemiol 2008; 29:1157-1163. 8. Reynolds, M.A., Watson, B.M., Plott-Adams, K.K., Jumaa, A.O., Galil, K., Maupin, T.J., Zhang, J.X. & Sewards, J.F. 2008. Epidemiology of varicella hospitalizations in the United States, 19952005. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S1206. 9. Shah, S.S., Wood, S.M., Luan, X. & Ratner, A.J. 2010. Decline in varicella-related ambulatory visits and hospitalizations in the United States since routine immunization against varicella. Pediatr Infect Dis J. 2010 March; 29(3): 199204. 10. Lopez, A.S., Zhang, J., Brown, C. & Stephanie B. 2011. Varicella-related hospitalizations in the United States, 2000-2006: The 1-dose varicella vaccination era. Pediatrics 2011; 127; 238. 11. Marin, M., Meissner H.C. & Seward, J.F. 2008. Varicella prevention in the United States: a review of successes and challenges. Pediatrics 2008; 122; e744.

12. Marin, M., Zhang, J.X. & Seward, J.F. 2011. Near elimination of varicella deaths in the US after implementation of the vaccination program. Pediatrics 2011; 128; 214. 13. Watson, B. 2008. Humoral and cell-mediated immune responses in children and adults after 1 and 2 doses of varicella vaccine. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S143-6. 14. Weinberg, A., Lazar, A.A., Zerbe, G.O., Hayward, A.R., Chan, I.S.F., Vessey, R., Silber, J.L., MacGregor, R.R., Chan, K., Gershon, A.A. & Levin, M.J. 2010. Influence of age and nature of primary infection on varicella-zoster virus-specific cell-mediated immune responses. J Infect Dis. 2010 April 1; 201(7): 1024-1030. 15. Nour, A.M., Reichelt M., Ku, Cha-Chi, Ho, Min-Yin, Heineman, T.C. & Arvin, A.M. 2011. Varicella zoster virus infection triggers formation of an interleukin-1 (IL-1)-processing inflammasome complex. The Journal Of Biological Chemistry Vol. 286, No. 20. pp. 1792117933. 16. Hechter, R.C., Chao, C., Li, Q., Jacobsen, S.J. & Tseng, Hung-Fu. 2011. Second-dose varicella vaccination coverage in children and adolescents in a managed care organization in california, 20062009. The Pediatric Infectious Disease Journal Vol. 30, No. 8. 17. Wolfe, R.M. 2012. Update on adult immunizations. JABFM JulyAugust 2012, Vol. 25, No. 4. 18. Pickering, L.K., Baker, C.J., Feed, G.L., Gall, S.A., Grogg, S.A., Poland, G.A., Rodewald, L.E., Schaffner, W., Stinchfield, P., Tan, L., Zimmerman, R.K. & Orenstein, W.A. 2009. Immunization programs for infants, children, adolescents, and adults: clinical practice guidelines by the Infectious Diseases Society of America. Clinical Infectious Diseases 2009; 49: 817-40.

Anda mungkin juga menyukai