Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pendahuluan

Herpes zoster (shingles) adalah infeksi varisela-zoster laten yang


timbul lagi. Setelah masa gatal singkat atau rasa sakit di sepanjang salah satu
atau kadang-kadang pada beberapa dermatom di tubuh, muncul bercak merah
yang cepat sekali berubah menjadi papul dan vesikel. Yang lebih sering
terkena adalah dermatom torakal dan servikal. Apabila mengenai cabang
optalmik dari saraf trigeminal,bisa menyebabkan radang kornea dan dapat
berakibat kebutaan. Setelah 1-2 minggu, krusta akan mulai lepas. Lebih dari
10% pasien mengalami neuralgia pascaherpetik (rasa panas terbakar
berkelanjutan atau sakit di area yang telah sembuh). Ini bisa berlangsung dari
hanya beberapa bulan sampai tahun. (1)
Herpes zoster sebaliknya bisa juga menyerang orang yang sehat,
terutama lansia dan juga anak-anak, namun lebih sering menimpa orang yang
menderita penyakit parah dan infeksi HIV. Ini merupakan indikator awal atas
terjangkitnya infeksi HIV di kalangan orang-orang usia muda. (1)

1.2 Definisi

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus


varisela- zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.(2)

Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat terutama terjadi
pada orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta
timbulnya lesi vesikuler yang berkelompok diatas kulit yang eritema yang
terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun
ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan

1
reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam
bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus.(2)

1.3 Epidemiologi

Penyebaran herpes zoster sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti


yang diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi
setelah penderita mendapat varisela. Kadang – kadang varisela ini berlangsung
subklinis. Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus
secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster.
(2)

Virus varicella-zoster menyebabkan dua sindrom yang berbeda. Infeksi


primer muncul sebagai varicella (cacar atau), penyakit ini menular dan
biasanya terjadi pada anak-anak. Reaktivasi virus varicella-zoster laten di
serabut ganglia dorsalis menyebabkan erupsi kulit yang disebut "herpes
zoster" (atau "shingles"). Penurunan virus-specific cell-mediated
immune(CMI) responses terjadi alamiah pada proses penuaan yang
menyebabkan immunosuppressive illness atau perawatan medis, yang
meningkatkan terjadinya shingles.(6)

Lebih dari 90 persen orang dewasa di Amerika Serikat memiliki bukti


serologis terinfeksi virus varicella-zoster dan beresiko untuk terjadinya herpes
zoster. Kejadian tahunan herpes zoster adalah sekitar 1,5 sampai 3,0 kasus per
1000 orang. Sebuah kejadian 2,0 kasus per 1000 orang akan diartikan terdapat
lebih dari 500.000 kasus setiap tahun di Amerika Serikat. Bertambahnya usia
adalah faktor risiko utama untuk terjadinya herpes zoster, kejadian herpes
zoster pada orang tua dari usia 75 tahun melebihi 10 kasus per 1000 orang/
tahun. Selama hidup risiko terkena herpes zoster diperkirakan 10 sampai 20
persen. (6)

Faktor risiko herpes zoster diperantarai oleh cell mediated immunity


(CMI). Pasien dengan penyakit neoplastik (khususnya kanker
lymphoproliferative), pengguna obat imunosupresif (termasuk
kortikosteroid), dan penerima transplantasi organ berada di risiko tinggi

2
untuk terjadinya herpes zoster. Namun, hal yang mendasari terjadinya kanker
tidak dibenarkan pada orang sehat yang mengalami herpes zoster. (6)

Herpes zoster terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi di antara


orang-orang yang seropositif untuk human immunodeficiency virus (HIV) dari
kalangan mereka yang seronegatif. Sebuah studi longitudinal menunjukkan
suatu kejadian 29,4 kasus herpes zoster per 1000 orang-tahun di antara HIV-
seropositif orang, seperti dibandingkan dengan 2,0 kasus per 1000 orang-
tahun di antara HIV-seronegatif kontrol. Karena herpes zoster mungkin terjadi
pada orang yang terinfeksi HIV yang dinyatakan asimtomatik, pengujian
serologi mungkin tepat pada pasien tanpa faktor risiko jelas untuk herpes
zoster (Misalnya, orang sehat yang lebih muda dari usia 50 tahun). (6)

1.4 Etiologi

(4)

Varicella zoster virus (VZV) adalah penyebab diantara varicella (cacar


air) dan zoster (shingles). Tiga genotipe dari α-herpesvirus telah diidentifi
kasi dan terbukti memiliki variasi geografis. (4)

1.5 Patogenesis

3
Selama perjalanan dari varicella, VZV lewat melalui lesi di kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan diangkut secara sentripetal
sampai serabut saraf sensorik ke ganglia sensoris. Di ganglia, virus
membentuk infeksi laten yang bertahan untuk hidup. Herpes zoster terjadi
paling sering pada dermatom dimana ruam varicella terbanyak yang
diinervasi oleh saraf oftalmikus dari ganglia sensoris trigeminal dari T1 ke
L2(3)

Walaupun virus laten di ganglia mempertahankan potensi untuk


infektivitas penuh, reaktivasi bias sewaktu-waktu dan jarang, infeksi virus
tdak tampak saat fase laten. Mekanisme yang terlibat dalam reaktivasi VZV
laten tidak jelas, namun reaktivasi telah dikaitkan dengan immunosupresi,
stres emosional, iradiasi dari sumsum tulang belakang, keterlibatan tumor,
serabut ganglion dorsalis, atau struktur yang berdekatan, trauma lokal,
manipulasi bedah tulang belakang , dan sinusitis frontalis (sebagai endapan
zoster oftalmica). Yang paling penting adalah penurunan kekebalan seluler
VZV spesifik yang terjadi dengan bertambahnya usia (3)

VZV juga dapat mengaktifkan kembali tanpa menghasilkan penyakit


yang jelas. Jumlah kecil yang dilepaskan antigen virus selama reaktivasi
tersebut, diharapkan dapat merangsang dan mempertahankan system
kekebalan tubuh VZV. (3)

Ketika kekebalan seluler VZV spesifik berada pada beberapa tingkat


kritis, reakticasi virus tidak terkandung lagi. Virus berkembang biak dan
menyebar di dalam ganglion, menyebabkan nekrosis neuronal dan peradangan
parah, sebuah proses yang sering disertai dengan neuralgia parah. Infeksi VZV
kemudian menyebar secara antidromikal menuruni saraf sensorik,
menyebabkan neuritis parah, dan dilepaskan dari saraf sensorik yang berakhir
di kulit, di mana ia menghasilkan karakteristik dari vesikel zoster. Penyebaran
infeksi ganglionic proksimal sepanjang akar saraf posterior ke meninges dan
hasil serabut di leptomeningitis lokal, pleocyosis cairan serebrospinal, dan
myelitis segmental. Infeksi motor neuron di kornu anterior dan radang akun
akar saraf anterior untuk palsi lokal yang mungkin menyertai erosi kulit, dan

4
infeksi berkelanjutan dalam sistem saraf pusat (SSP) dapat mengakibatkan
komplikasi herpes zoster (meningoenchepalitis, myelitis melintang).(3)

Varicella dan herpes zoster A. Selama infeksi (varicella dan cacar air) primer
varicella-zoster virus (VZV) virus menginfeksi ganglia sensoris. B. VZV tetap dalam
fase laten dalam ganglia untuk kehidupan C. Indiviual dengan fungsi kekebalan
tubuh berkurang, VZV aktif kembali dalam ganglia sensoris, turun melalui saraf
sensorik, dan direplikasi di kulit.(3)

Patogenesa Nyeri pada Herpes Zoster dan Postherpetic Neuralgia

Nyeri adalah gejala utama dari herpes zoster. Didahului dengan gejala
ini dan umumnya disertai ruam, dan gejala ini sering berlanjut walau ruam
sudah sembuh, dengan komplikasi yang dikenal sebagai postherpetic
neuralgia (PHN). Sejumlah mekanisme yang berbeda tetapi tumpang tindih
tampaknya terlibat dalam patogenesis nyeri pada herpes zoster dan PHN.(3)

Cedera pada saraf perifer dapat memicu sinyal rasa nyeri pada saraf di
ganglion aferen. Peradangan di kulit memicu sinyal nosiseptif yang lebih
terasa nyeri di kulit. Rilis yang berlebihan dari pengeluaran asam amino dan
neuropeptida yang disebabkan oleh rentetan berkelanjutan dari impuls
afferent selama fase akut dan prodormal pada herpes zoster kemungkinan
dapat menyebabkan cedera eksitotoksik dan hilangnya hambatan interneuron
di sumsum tulang belakang. Kerusakan neuron di sumsum tulang belakang,

5
ganglion dan saraf perifer, adalah penting dalam patogenesis PHN. Kerusakan
saraf aferen primer dapat menjadi aktif secara spontan dan peka terhadap
rangsangan perifer dan simpatis. Aktivasi nosiseptor yang berlebihan dan
impuls ektopik mungkin, menurunkan sesitivitas SSP. penambahan dan
perpanjangan rangsangat pada pusat itu berbahaya. Pada klinis, ini dinamakan
allodynia (nyeri dan / atau sensasi yang tidak menyenangkan yang
ditimbulkan oleh rangsangan yang biasanya tidak menyakitkan (sentuhan
ringan) dengan rangsang sensori sedikit atau tidak ada sama sekali. (3)

Perubahan anatomi dan Fisiologi bertanggung jawab terhadap


manifestasi PHN yang dibentuk di awal perjalanan dari hepes zoster. Hali ini
akan menjelaskan korelasi antara keparahan nyeri awal dan adanya nyeri
prodormal dengan perkembangan selanjutnya dari PHN, dan kegagalan terapi
antivirus untuk mencegah PHN. (3)

6
Patognesis PHN(3)

1.6 Gejala klinis

Terbagi menjadi tiga stadium antara lain : (7)

 Stadium prodromal :
Biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena
disertai dengan panas, malaise dan nyeri kepala.

 Stadium erupsi :
Mula-mula timbul papul atau plakat berbentuk urtika yang setelah 1-2 hari
akan timbul gerombolan vesikel diatas kulit yang eritematus, sedangkan
kulit diantara gerombolan tetap normal, usia lesi pada satu gerombolan lain
adalah sama sedangkan usia lesi dengan gerombolan lain adalah tidak sama.
Lokasi lesi sesuai dermatom, unilateral dan biasanya tidak melewati garis
tengah dari tubuh.

 Stadium krustasi :
Vesikel menjadi purulen, mengalami krustasi dan lepas dalam waktu 1-2
minggu. Sering terjadi neuralgi pasca herpetica terutama pada orang tua
yang dapat berlangsung berbulan-bulan parestesi yang bersifat sementara.(7,8)
Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi – lesi
baru yang tetap timbul brlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa
resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat
juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi
penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat
persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi
pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion
kranialis memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena
member gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh
karena gangguan pada nervus trigeminus (dengan ganglion gaseri) atau
nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum).(2)

7
Dermatome Tubuh(10)

Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama


nervus trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping
itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah
persarafannya. (2)

Dermatome Wajah(11)

8
(3)

Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan


otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan
pengecapan. (2)

(3)

Herpes zoster abortif artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu


yang singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem.
(2)

Herpes zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental


ditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikel

9
yang soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau
pada orang yang kondisi fisikny sangat lemah, misalnya pada penderita
limfoma malignum.(2)

Neuralgia pascahepatik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah


bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini
dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan
gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari –hari. Kecenderungan
ini dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster diatas usia 40 tahun.(2)

1.7 Diagnosis

Teknik yang sama digunakan untuk mendiagnosis varicella dan


digunakan untuk mendiagnosa herpes zoster juga. Tampilan klinis seringkali
cukup untuk menegakkan diagnosis, dan pada hapusan Tzanck dapat
mengkonfirmasi kecurigaan klinis.(5,6,9). Namun, lokasi atau penampilan dari
lesi kulit mungkin atipikal (terutama di immunocompromised pasien)
sehingga membutuhkan konfirmasi laboratorium. (6)

Kultur virus adalah dimungkin, tetapi virus varicella-zoster itu labil


dan relatif sulit untuk pulih dari penyeka lesi kulit. Sebuah uji direct
imunofluorescence lebih sensitif dibandingkan kultur virus dan memiliki
tambahan keuntungan dari biaya yang lebih murah dan waktu yang lebih
cepat. Seperti kultur virus, direct imunofluorescence assay dapat membedakan
infeksi virus herpes simplex dengan infeksi virus varisela-zoster. Polymerase-
chain-reaction techniques yang berguna untuk mendeteksi DNA virus
varicella-zoster di cairan dan jaringan.(6)

Tzanck smear dan Direct Immunoflouscene assay(6)

10

(6)
Herpes simplex zosteriform bisa dengan hasil positif untuk Tzanck
smear, namun jumlah lesi biasanya lebih terbatas dan derajat nyeri
substansialnya kurang. Persiapan selain Tzanck, uji DFA lebih disukai untuk
kultur virus, karena cepat, identifikasi jenis virus, dan memiliki hasil yang
lebih akurat. Bila dibandingkan pada VZV, Tzanck smear adalah 75% positif
(sampai dengan 10% false-positif dan variabilitas yang tinggi, tergantung pada
keterampilan edema interseluler dan intraseluler.(5)

Bagian atas dari dermis, dilatasi pembuluh darah, edema, dan infiltrasi
perivaskular limfosit dan leukosit polimorfonuklear, Limfosit atipikal
mungkin juga ditemukan. Sebuah vaskulitis leukocytoclastic mendasari kesan
infeksi VZV selama HSV. Inflamasi dan perubahan degeneratif juga dicatat
dalam serabut ganglia posterior dan serabut saraf dorsalis yang terkena. Lesi
sesuai dengan sistem persarafan dari ganglon saraf yang terkena, dengan
nekrosis sel-sel saraf.(5)

1.8 Diagnosis banding

Herpes Simpleks Definisi : Penyakit akut yang ditandai dengan


timbulnya vesikula yang berkelompok diatas dasar
eritema, berulang, mengenai permukaan mukokutaneus.
Etiologi : Disebabkan oleh virus herpes simplex.
Gejala klinis :Lesi primer didahului gejala prodromal
berupa rasa panas ( terbakar ) dan gatal. Setelah timbul
lesi dapat terjadi demam, malaise dan nyeri otot.
Predileksi : mukosa
Status dermatologi
(3) : berupa vesikel yang mudah
pecah, erosi, ulcus dangkal bergerombol di atas dasar
eritema dan disertai rasa nyeri. Predileksi pada wanita
antara lain labium mayor, labium minor, klitoris, vagina,
serviks dan anus. Pada laki-laki antara lain di batang
penis, glans penis dan anus. Ekstragenital yaitu hidung,
bibir, lidah, palatum dan faring.(9)

11
(3)

Varisella Definisi : vesikula yang tersebar, terutama menyerang


anak-anak, bersifat mudah menular
Etiologi : virus Varisela zoster.
Predileksi : Paling banyak di badan, kemudian muka,
kepala dan ekstremitas.
Gejala Klinis : Pada stadium prodomal timbul banyak
makula atau papula yang cepat berubah menjadi
vesikula, yang umur dari lesi tersebut tidak sama. Kulit
sekitar lesi eritematus. Pada anamnesa ada kontak
dengan penderita varisela atau herpes zoster. Khas pada
infeksi virus pada vesikula ada bentukan umbilikasi
(delle) yaitu vesikula yang ditengah nya cekung
kedalam. Distribusinya bersifat sentripetal.(7)

(3)

Dermatitis Kontak Definisi : Dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit


Alergika
dengan bahan yang bersifat sebagai alergen. Disini ada

12
riwayat alergi dan merupakan paparan ulang.
Predileksi : Seluruh tubuh
Status dermatologis : Dapat akut, subakut dan kronis.
Lesi akut berupa lesi polimorf yaitu tampak makula
yang eritematus, batas tidak jelas pada efloresensi dan
diatas makula yang eritematus terdapat papul, vesikel,
bula yang bila pecah menjadi lesi yang eksudatif.(9)

(3)

Dermatitis Definisi : Dermatitis yang bersifat kronis dan rasa gatal


herpetivormis
yang sangat dengan kekambuhan yang tinggi.
Status dermatologi : berupa berupa lesi polimorf yang
bergerombol pada dasar yang eritematus.
Predileksi : pada kepala, kuduk, lipatan ketiak bagian
belakang, sakrum, bokong dan lengan bawah.
Distribusinya simetris, akut dan polimorf.(9)

(3)

Dermatitis Definisi : Dermatitis venenata adalah kelainan akibat


Venenata
gigitan atau tusukan serangga yang disebabkan reaksi
terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan

13
arthropoda penyerang
Predileksi : Seluruh tubuh
Status Dermatologis : Berupa eritema, edema, panas,
nyeri, bisa berbentuk papula, pustule, maupun krusta. (9)
Terdapat 2 macam lesi yang diakibatkan oleh gigitan
serangga, yaitu : (1)
a. Nodul eritematus, akibat
serangga memasukkan (menyuntikkan) bahan –
bahan berbahaya ke dalam kulit yang menyebabkan
keradangan.
b. Dermatitis kontak iritan, akibat
cairan yang dikeluarkan serangga waktu berbenturan
/ bersentuhan dengan kulit.

((3)
14
1.9 Penatalaksanaan

Umum
1. Analgetika : Metampiron sehari 4 x 1 tablet
2. Bila ada infeksi sekunder :
- Erytromycin 250-500 mg sehari 3 x 1 tablet
- Dicloxacillin 125-250 mg sehari 3 x 1 tablet
3. Lokal :
- Bila basah : kompres larutan garam faali
- Bila erosi : salep sodium fusidate
- Bila kering : bedak salycil 2%

Khusus
1. Acyclovir
 Dosis: dewasa : 800 mg sehari 5 kali selama 7-10 hari
Anak : 20 mg/kgBB sampai 800 mg sehari 4 kali
Acyclovir tidak dapat menghilangkan neuralgi pasca herpetik
2. Neuralgia pasca herpetik
a. Aspirin : 500 mg sehari 3 kali.
b. Anti depresan trisiklik : Amitriptylin 50- 100 mg/hari
- Hari pertama : 1 tablet (25mg)
- Hari kedua : sehari 2 kali satu tablet
- Hari ketiga : sehari 3 kali satu tablet
c. Carbamazepine:200mg sehari 1-2 kali ( untuk trigeminal
neuralgia).
3. Herpes zoster ophtalmicus perlu konsul ke spesialis mata atau dapat
diberikan:
- acyclovir salep mata 5 kali setiap 4 jam
- dan juga ofloxacin atau ciprofloxacin obat tetes mata
o
hari 1 dan 2 : 1 tetes/2-4 jam,
o
hari 3-7 :1 tetes 4 kali/hari.(7,8)
Pencegahan
Pemberian vaksin varicella virus vaccine (oka strain)

15
Indikasi :
-
usia tua (>60 tahun)
-
pasien imunokompromais dengan penyakit kronik (7)

1.10 Komplikasi

 Neuralgia paska herpetik.


Adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan
lebih dari sebulan setelah penyakitnay sembuh. Neuralgia ini dapat
berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Nyeri bisa
dirasakan terus-menerus atau hilang timbulndan bisa semakin memburuk
pada malam hari atau jika terkena panas maupun dingin. Keadaan ini
cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 %
dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka
semakin tinggi persentasenya.(9)
 Infeksi sekunder.
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi
H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.(2)
 Kelainan pada mata.
Disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster pada cabang pertama
pada nervus trigeminus (N. Ophtalmicus) sehingga menimbulkan

16
kelainan pada mata. Selain itu, virus dapat menyerang cabang kedua
(N.Maxilaris) dan cabang ketiga (N.Mandibularis) yang menyebabkan
kelainan kulit pada daerah persarafannya. Kelainan yang muncul dapat
berupa: ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan
neuritis optic.(9)
 Ramsay Hunt Sindrom
Paralisa wajah akut yang disertai dengan vesikel-vesikel virus
herpes zoster pada kulit telinga, liang telinga ataupun keduanya,
diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan nervus optikus, sehingga
memberikan gejala paralisa otot muka ( paralisa bell ), kelainan kulit
yang sesuai dengan tingkat ;persarafan, tinitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus dan nausea juga terdapat gangguan pengecapan.
Herpes zoster ini terjadi bila mengenai ganglion genikulatum.(9)

 Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem
saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu
sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah,
diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus.
Umumnya akan sembuh spontan.(2)

17
1.11 Prognosis

Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis


bergantung pada tindakan perawatan secara dini.(2,9)

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : An. JN

Umur : 5 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat : Medan

Agama : Islam

Suku/bangsa : Melayu

Tanggal pemeriksaan : 18 maret 2018

2.2 ANAMNESA (ALLOANAMNESA)

18
Keluhan Utama :

Bentol-bentol kemerahan

Riwayat Penyakit Sekarang

Penderita datang ke poli Kulit dan Kelamin dengan keluhan bintil –


bintil kemerahan bergerombol disertai gelembung-gelembung kecil berisi
air yang diketahui sejak 2 hari yang lalu. Awalnya pasien merasa demam dan
batuk-batuk sehingga kondisinya kurang fit kemudian timbul merah-merah
pada leher sebelah kanan dan lama-kelamaan timbul bintil – bintil berisi air
bergerombol pada leher kanannya. Pasien juga mengeluh gatal dan nyeri
sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Penderita tidak pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya.
 Riwayat varicella disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Alergi, disangkal.
 Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini

Riwayat Psikososial
 Penderita mandi 2x sehari
 Air yang dipergunakan di rumah pasien adalah air PDAM.
 Kebersihan rumah dan sekitar tempat tinggal pasien cukup bersih.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

19
Status gizi : Baik

Kepala : dalam batas normal

Leher : lihat status dermatologis

Thorax : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Extremitas : dalam batas normal

Genital : dalam batas normal

2. Status Dermatologis

 Regio : Regio servikal dextra, cabang dari nervus trigeminus


V1,V2,V3.
 Effloresensi : Terdapat vesikel yang bergerombol dengan dasar makula
eritematosa yang menyebar pada daerah facialis sinistra. Vesikel berisi
cairan jernih. Ukuran vesikel bervariasi, sebagian besar vesikel masih
tampak utuh dan beberapa tampak pecah. Lokasi lesi unilateral
sinistra.

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan

2.5 DIAGNOSA
Herpes zoster oftalmika sinistra.

2.6 DIAGNOSA BANDING


- Varicella

20
2.7 PLANNING
PLANNING DIAGNOSA

 Tzank smear

PLANNING TERAPI

Terapi Pengobatan
 Acyclovir tablet 5 x 800 mg selama 7 hari
 Erithromycin kapl 2 x 500 mg
 Asam mefenamat 3 x 500 mg/hari
 Jika gejala membaik dan lesi sudah hilang dilanjutkan terapi
pencegahan

PLANNING EDUKASI

- Memberi penjelasan kepada penderita bahwa nyeri pada daerah ini


bisa timbul lagi tanpa harus ada bintil berisi air..
- Menjaga kesehatan untuk mempertahankan sistem kekebalan
tubuh.
- Menjelaskan kepada penderita untuk menaati aturan terapi

2.8 PROGNOSA
Kurang baik, karena penderita masih anak-anak.

Foto Kasus (Herpes Zoster Oftalmika Sinistra)

21
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Identitas Pasien


Pada kasus ini pasien dengan identitas Ny. NF, seorang wanita berusia
56 tahun. Hal ini sesuai dengan jurnal yang menyatakan bahwa bertambahnya
usia merupakan faktor resiko terjadinya herpes zoster.(6)

3.2 Anamnesis
Penderita datang ke poli Kulit dan Kelamin RSU Haji dengan keluhan
bintil – bintil bergerombol berisi air yang diketahui sejak 3 hari yang lalu.
Awalnya pasien merasa demam dan batuk-batuk sehingga kondisinya kurang

22
fit. Anamnesis diatas sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa stadium
awal dari hepres zoster adalah stadium prodormal yang biasanya ditandai
dengan rasa sakit dan parestesia pada dermatom yang terkena disertai dengan
panas, malaise dan nyeri kepala.(7,8)
Kemudian timbul merah-merah pada wajahnya dan lama-kelamaan
timbul bintil – bintil berisi air bergerombol, hal ini sesuai dengan pustaka
yang menyatakan bahwa stadium erupsi ditandai dengan mula-mula timbul
papul atau plakat berbentuk urtika yang setelah 1-2 hari akan timbul
gerombolan vesikel diatas kulit yang eritematus, sedangkan kulit diantara
gerombolan tetap normal, usia lesi pada satu gerombolan lain adalah sama
sedangkan usia lesi dengan gerombolan lain adalah tidak sama(7,8).
Lokasi pada wajah sisi kiri, hanya terdapat pada wajah dan tidak
didapatkan pada bagian tubuh lainnya, hal ini sesuai dengan pustaka yang
menyatakan bahwa lokasi lesi sesuai dermatom, unilateral dan biasanya tidak
melewati garis tengah dari tubuh.(1,2,7,8)
Pada bintil- bintil tersebut terasa gatal, nyeri dan panas, ada bintil-
bintil yang masih utuh dan ada yang sudah pecah karena bekas garukan/
gesekan dengan jilbab, hal ini sesuai dengan pustaka yang menyatakan
bahwa stadium krustasi ditandai oleh vesikel menjadi purulen, mengalami
krustasi dan lepas dalam waktu 1-2 minggu. Sering terjadi neuralgi pasca
herpetica terutama pada orang tua yang dapat berlangsung berbulan-bulan
parestesi yang bersifat sementara.(7,8)
Bintil-bintil tsb juga berada dekat mata kiri penderita dan
membengkak sehingga mata sulit untuk dibuka, penderita juga mengeluh
nyeri pada matanya dan pandangan seperti dobel sehingga pasien disarankan
untuk konsul ke poli mata, hal ini sesuai dengan pustaka yang menyatakan
bahwa Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama
nervus trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping
itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah
persarafannya.(2)
3.3 Pemeriksaan Fisik
Pada status dermatologis regio oftalmikus sinistra, cabang dari nervus
trigeminus V1,V2,V3 terdapat vesikel yang bergerombol dengan dasar
makula eritematosa yang menyebar pada daerah facialis sinistra. Vesikel

23
berisi cairan jernih. Ukuran vesikel bervariasi, sebagian besar vesikel masih
tampak utuh dan beberapa tampak pecah. Lokasi lesi unilateral sinistra.
Pada pustaka dikatakan bahwa effloresensi tampak gerombolan
vesikel diatas kulit eritematus, isi vesikel sebagian jernih sebagian keruh di
beberapa tempat terdapat pustula, erosi, krusta. Kulit diantara gerombolan
vesikel normal, unilateral sesuai dermatom.(7)

3.4 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat diambil diagnosis Herpes
Zoster Oftalmika sinistra. Diagnosis banding varicella karena dari anamnesis
riwayat varicella disangkal.

3.5 Penatalaksanaan
Pada kasus diatas pasien mendapat terapi berupa Acyclovir tablet
5x800mg selama 7 hari, obat harus dihabiskan dan diminum secara teratur,
eritromisin kapl 2x500mg dan asam mefenamat 3x500mg diminum saat
nyeri, jika nyeri sudah hilang obat tidaak perlu diminum lagi.
Selain terapi medikamentosa, pasien diberitahu agar menjaga
kesehatannya sehingga dapat mempertahankan sistem kekebalan tubuhnya
dan tidak mudah terserang infeksi berulang.

3.6 Prognosis
Kurang baik karena pasien berusia 56 tahun, menurut pustaka
menyatakan bahwa neuralgia pascahepatik adalah rasa nyeri yang timbul pada
daerah bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh.
Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun
dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari –hari.
Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster diatas
usia 40 tahun.(2)

24
BAB IV
KESIMPULAN

Dilaporkan bahwa terdapat pasien dengan diagnosis Herpes Zoster


Oftalmika sinistra pada Ny. NF berusia 56 tahun. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dengan keluhan bintil-bintil berisi air bergerombol pada
wajah bagian kiri yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik pada regio facialis sinistra tampak vesikel yang
bergerombol dengan dasar makula eritematosa yang menyebar pada daerah
facialis sinistra. Vesikel berisi cairan jernih. Ukuran vesikel bervariasi, sebagian
besar vesikel masih tampak utuh dan beberapa tampak pecah. Lokasi lesi
unilateral sinistra.
Pada kasus diatas pasien mendapat terapi berupa Acyclovir tablet
5x800mg selama 7 hari, obat harus dihabiskan dan diminum secara teratur,
eritromisin kapl 2x500mg dan asam mefenamat 3x500mg diminum saat nyeri,
jika nyeri sudah hilang obat tidaak perlu diminum lagi.Selain terapi
medikamentosa, pasien diberitahu agar menjaga kesehatannya sehingga dapat
mempertahankan sistem kekebalan tubuhnya dan tidak mudah terserang infeksi
berulang.
Prognosa pada pasien ini kurang baik karena usianya lebih dari 40 tahun
dan resiko terjadinya neuralgia post herpetik bertambah.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsoe, Emmy, Menaldi, et al, 2007, Penyakit Kulit Yang Umum di


Indonesia, Hal. 68, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2. Djuanda Prof, Kosasih, Wiryadi, et al, 2007, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Hal. 110 – 112 Penyakit Virus oleh Ronny P. Handoko, Jakarta, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

3. Wolff, Goldsmith, Katz, et al, 2008, Fitz Patrick’ Dermatology in General


Medicine Seventh Edition Volumes 1&2 Chapter 194 (pages 1885 – 1889),
United States of America, The McGraw – Hill Companies

4. Burns, Tony, Breathnach, Cox, et al, 2010, Rook’s textbook of Dermatology


Eight Edition Volume 1 Chapter 33 (pages 33.22), Wiley Blackwell

5. D.James.William, et al, 10th edition © 2006, Saunders Elsevier, Andrews’


Diseases of the Skin Clinical Dermatology, (pages 372 – 377) Philadelphia,
Pennsylvanian, USA

6. Gnann, John W, Witley, Richard J, 2002, Journal of Herpes Zoster, New


England, New England Journal of Medicine

7. Barakbah, Pohan, Sukanto, et al, 2007, Atlas Penyakit Kulit & Kelamin
cetakan kedua Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Hal 14-19,
Surabaya, Airlangga University Press

8. Murtiastutik. Dwi, 2005, Pedoman Diagnostik Dan Terapi RSU Dr. Soetomo
edisi III, hal 56-58, Surabaya

9. Abdullah. Benny, Kurniawan. Ovaldo, dr, SpKK, 2009, Dermatologi


Pengetahuan Dasar dan Kasus di Rumah Sakit, Surabaya : Pusat Penerbitan
dan Percetakan Universitas Surabaya hal: 86-90

10. http://drugline.org/medic/term/dermatome/

11. http://zizaidermatology.wordpress.com/2012/02/19/shingles-part-1-viral-
phases/

26

Anda mungkin juga menyukai