Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks
virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat
mukokutan (Handoko, 2010). Varicella adalah suatu penyakit infeksi virus
akut dan menular, yang disebabkan oleh Varicella Zoster Virus dan
menyerang kulit serta mukosa, ditandai oleh adanya vesikel-vesikel.
(Rampengan, 2008). Sedangkan Herpes Zoster adalah radang kulit akut dan
setempat yang merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi
endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh
virus (Marwali, 2000).
Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria
maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda (Siregar, 2005). Sekitar
50 juta penduduk di Amerika Serikat menderita infeksi HSV pada usia 12
tahun atau lebih (Habif, 2004). Infeksi primer oleh HSV tipe I biasanya
dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasanya terjadi
sebanyak 25-50% dari populasi (Sterry, 2006).
Infeksi primer varicella memiliki tingkat kematian 2-3 per 100.000 kasus
dengan case fatality rate pada anak berumur 1-4 tahun dan 5-9 tahun (1
kematian per 100.000 kasus). Menurut Mehta 2006, insiden terbanyak
varisela terjadi pada usia 1-6 tahun dan hanya terjadi 10% pada usia lebih dari
14 tahun. Pada usia 1-14 tahun angka mortalitas varisela adalah 2 per 100.000
kasus. Angka mortalitas pada anak dengan immunocompromised lebih besar.
Kejadian varisela dapat menjadi lebih berat pada neonatus, tergantung
periode infeksi pada ibu
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia dan dapat muncul
sepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim. Tidak ada perbedaan
dalam morbiditas antara pria dan wanita. Berdasarkan studi di Eropa dan
Amerika Utara, diperkirakan ada sekitar 1,5-3 per 1000 orang per tahun pada
segala usia dan kejadian meningkat tajam pada usia lebih dari 60 tahun yaitu
sekitar 7-11 per 1000 orang per tahun (Gnann dan Whitley, 2002 dalam Finn,
Adam 2005.). Insiden herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia, di
mana lebih dari 2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang
dari 10% di bawah 20 tahun (Schmader & Oxman, 2012 dalam Katsambas,
Andreas. 2015).
Gejala yang ditimbulkan dari herpes simpleks berupa perasaan gatal, rasa
terbakar, eritema, malaise, demam dan nyeri otot (Siregar, 2005).sedangkan
pada Varicella, virus Varicela zoster dapat menyebabkan herpes zoster. Kedua
penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Diperkirakan bahwa
setelah ada kontak dengan virus varicella zoster akan terjadi varisela;
kemudian setelah penderita varisela tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap
ada dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian
virusvaricella zoster diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan herpes
zoster (Richar E, 2012).
Pada pasien dengan herpes zoster, tujuan utama terapinya adalah untuk
membatasi berkembangnya penyakit, durasi dan peningkatan rasa sakit dan
lesi di dermatom primer, mencegah penyakit di tempat lain, dan mencegah
NPH (Prabhu, 2009).
Hingga kini belum ada imunisasi untuk mencegah infeksi herpes simpleks.
Imunisasi yang ada saat ini adalah imunisasi untuk virus Varicella-Zoster atau
cacar air yang nantinya dapat mencegah herpes zoster. Tindakan prevensi
tertular penyakit herpes dengan menghindari kontak kulit ke kulit dengan
orang yang sedang mengalami infeksi primer herpes, dan tetap menjaga
imunitas tubuh. Pengobatan dengan Acyclovir pada dasarnya bertujuan untuk
memperpendek masa serangan terjadi dan mencegah kekambuhan.
Pengobatan yang tepat dan sedini mungkin dipercaya akan menyebabkan
penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurensi lebih jarang (Arnold et al.,
1990). Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Herpes Simplek, Varicella
dan Herpes Zoster ini perlu dipelajari khususnya dalam praktek asuhan
keperawatan sistem integumen secara komprehensif.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah proses pembelajaran, diharapkan mahasiswa mampu
melakukan asuhan keperawatan sistem integumen pada klien dengan
Herpes Simplek, Varicella dan Herpes Zoster.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami :
a. Anatomi Fisiologi Kulit.
b. Definisi Herpes Simplek, Varicella dan Herpes Zoster Klasifikasi
Herpes Simpleks.
c. Etiologi Herpes Simpleks, Varicella dan Herpes Zoster.
d. Patogenesis Herpes Simpleks, Varicella dan Herpes Zoster
Manifestasi Klinis Herpes Simpleks.
e. WOC Herpes Simpleks, Varicella dan Herpes Zoster.
f. Pemeriksaan Penunjang Herpes Simpleks, Varicella dan Herpes
Zoster.
g. Penatalaksanaan Herpes Simpleks, Varicella dan Herpes Zoster.
h. Komplikasi Herpes Simpleks, Varicella dan Herpes Zoster
i. Asuhan keperawatan Pada Pasien Herpes Simpleks, Varicella dan
Herpes Zoster.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Herpes zooster adalah radang kulit akut dan setempat yang
merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi endogen yang
telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus
(Marwali, 2000).
Sedangkan menurut Sjaiful (2002), merupakan penyakit
neurodermal ditandai dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi
vesikuler berkelompok dengan dasar eritematoso pada daerah kulit yang
dipersarafi oleh saraf kranialis atau spinalis.
Menurut Mansjoer A (2007) Herpes zoster (dampa,cacar ular)
adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang
terjadi setelah infeksi primer.
Dari tiga pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan, herpes
zooster adalah radang kulit akut dan setempat yang merupakan reaktivasi
virus variselo-zoster yang menyerang kulit dan mukosa ditandai dengan
nyeri radikular unilateral serta erupsi vesikuler berkelompok dengan
dasar eritematoso.
2. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicella zoster.
Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan organic,
deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa
inkubasinya 14–21 hari.
Faktor Resiko Herpes zoster.
1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat
daya tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes
zoster makin tinggi pula resiko terserang nyeri.
2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan
(immunocompromised) seperti HIV dan leukimia. Adanya lesi pada
ODHA merupakan manifestasi pertama dari immunocompromised.
3. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4. Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi
sumsum tulang.
3. Patofisiologi
Herpes zoster bermula dari Infeksi primer dari VVZ (virus varisells
zoster) ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus
mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia
permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti
masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang
kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas
dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa.
Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau
lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron.
Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari
virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana
antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari
virus sehingga terjadi herpes zoster.
4. Pathway
Organ telah terkena
infeksi varisella

Virus demam/laten di Faktor


jaringan saraf sensori pencetus

Virus aktif Sel pointer


(reaktivasi virus) meningkatkan suhu

DK : Resiko Infeksi Herpes Zoster DK : Hipertermi

Kerusakan jaringan Nyeri otot pada Perubahan fisik


kulit tulang
DK : Gangguan
DK : Nyeri DK : Hambatan Citra Tubuh
Mobilitas Fisik

Sumber : Elizabeth J (2008)


5. Klasifikasi
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi :
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes
zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima
serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V),
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.Infeksi diawali dengan
nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi
seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4
hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata,
kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.


(http://eyewiki.aao.org/Herpes_Zoster_Ophthalmicus)

2. Herpes zoster fasialis


Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster
yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf
fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.
((http://www.medeco.de/kieferchirurgie-
dentalatlas/viruserkrankungen-der-mundschleimhaut/)

3. Herpes zoster brakialis


Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster
yang mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.


(http://www.medicinenet.com/image-
collection/herpes_zoster_picture/picture.htm)

4. Herpes zoster torakalis


Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster
yang mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.


(http://www.medicinenet.com/image-
collection/herpes_zoster_picture/picture.htm)
5. Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster
yang mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.
6. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster
yang mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.

Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.


(http://dr-suparyanto.blogspot.co.id/2014/03/penyakit-herpes-
zoster.html)

6. Manifestasi Klinik
1. Gejala prodomal
a. Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang
berlangsung selama 1 – 4 hari.
b. Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatige,
malaise, nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin
( penekanan kulit), neri, (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan
kesemutan. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung
terus menerus atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama
erupsi kulit.
c. Gejala yang mempengaruhi mata : Berupa kemerahan, sensitive
terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata. Kekeringan
mata, pandangan kabur, penurunan sensasi penglihatan dan lain
– lain.
2. Timbul erupsi kulit
a. Kadang terjadi limfadenopati regional .
b. Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada
daerah yang dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat
terjadi di seluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah
ganglion torakalis.
c. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian
terbentuk papul–papul dan dalam waktu 12–24 jam lesi
berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi
pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7–10 hari.
Krusta dapat bertahan sampai 2–3 minggu kemudian
mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga menghilang.
d. Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke-4 dan kadang–
kadang sampai hari ke-7.
e. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula
hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scar).
f. Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan
mereka lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pada Herpes zoster. Tes diagnostic ini
untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps Zooster :
1. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat
membedakan herpes zoster dan herpes simplex.
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk
membedakan diagnosis herpes virus.
3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit.
4. Pemeriksaan histopatologik.
5. Pemerikasaan mikroskop electron.
6. Kultur virus.
7. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ (virus varisela zoster)
8. Deteksi antibody terhadap infeksi virus:
a. Virologi
1) Mikroskop cahaya.
2) Pemeriksaan antigen langsung (imunofluoresensi).
3) PCR
4) Kultur Virus,
b. Serologi
1) ELISA
2) Western Blot Test.
3) Biokit HSV-II.
8. Komplikasi
Herpes zoster tidak menimbulkan komplikasi pada kebanyakan
orang. Bila timbul komplikasi, hal-hal berikut dapat terjadi :
1. Neuralgia pasca herpes. Ini adalah komplikasi yang paling umum.
Nyeri saraf (neuralgia) akibat herpes zoster ini tetap bertahan setelah
lepuhan kulit menghilang.
2. Infeksi kulit. Kadang-kadang lepuhan terinfeksi oleh bakteri
sehingga kulit sekitarnya menjadi merah meradang. Jika hal ini
terjadi maka Anda mungkin perlu antibiotik.
3. Masalah mata. Herpes zoster pada mata dapat menyebabkan
peradangan sebagian atau seluruh bagian mata yang mengancam
penglihatan.
4. Kelemahan/layuh otot. Kadang-kadang, saraf yang terkena dampak
adalah saraf motorik dan saraf sensorik yang sensitif. Hal ini dapat
menimbulkan kelemahan (palsy) pada otot-otot yang dikontrol oleh
saraf.
5. Komplikasi lain. Misalnya, infeksi otak oleh virus varisela-zoster,
atau penyebaran virus ke seluruh tubuh. Ini adalah komplikasi yang
sangat serius tapi jarang terjadi.
9. Penatalaksanaan Medis
Herpes zoster biasanya sembuh sendiri setelah beberapa minggu.
Biasanya pengobatan hanya diperlukan untuk meredakan nyeri dan
mengeringkan inflamasi.
1. Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok
kalamin untuk mencegah vesikel pecah.
2. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan
larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x
sehari selama 20 menit.
3. Pereda nyeri. Salah satu masalah terbesar herpes zoster adalah rasa
nyeri. Nyeri ini kadang-kadang sangat keras. Parasetamol dapat
digunakan untuk meredakan sakit. Jika tidak cukup membantu,
silakan tanyakan kepada dokter Anda untuk meresepkan analgesik
yang lebih kuat.
4. Antivirus. Penggunaan obat antivirus diberikan 72 jam setelah
terbentuk ruam akan mempersingkat durasi terbentuknya ruam dan
meringankan rasa sakit. Apabila gelembung telah pecah, maka
penggunaan antivirus tidak efektif lagi. Steroid. Steroid membantu
mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan lepuhan.
Namun, penggunaan steroid untuk herpes zoster masih kontroversial.
Steroid juga tidak mencegah neuralgia pasca herpes.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi
pada remaja dan dewasa muda. Jenis kelamin; dapat terjadi pada
pria dan wanita.
2) Keluhan Utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat
pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan
gatal-gatal pada daerah yang terkena pada fase-fase awal.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit
yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat,
selain itu juga terdapat lesi/vesikel perkelompok dan penderita
juga mengalami demam.
4) Riwayat Kesehatan Lalu
Tanyakan apakah klien pernah mengalami hal yang sama
sebelumnya.

5) Riwayat Kesehatan Keluarga


Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau
teman dekat yang terinfeksi virus ini.
6) Riwayat Psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada
bagian muka atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya
mengalami gangguan konsep diri.hal itu meliputi perubahan
citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan
peran, atau identitas diri.
Reaksi yang mungkin timbul adalah :
a) Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian
tubuh.
b) Menarik diri dari kontak social.
c) Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya
lesi, dan daya tahan tubuh klien. pada kondisi awal/saat proses
peradangan , dapat terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan
perubahan tanda-tanda vital yang lain. Pada pengkajian kulit,
ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri ,edema di
sekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder. Pada
pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah
bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan
pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayor dan
minor, klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat
jenis, bentuk, ukuran / luas, warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar
limfe regional, periksa adanya pembesaran; pada beberapa kasus
dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe regional.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon
individu terhadap nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon
perilaku. Secara fisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan denyut
jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah;
pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah.
Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-10
untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih skala yang sesuai
dengan usia perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah
untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan.
2. Diagnosa
a. Hipertermia berhubugan dengan penyakit.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
pigmentasi kulit (timbul bula, kemerahan).
d. Gangguan citra diri berhubungan dengan penyakit.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
g. Ketidakefektifan pola seksual berhubungan dengan takut infeksi
menular seksual.
3. Intervensi

Tujuan dan Kritera


No Diagnosa Intervensi
hasil
1. Hipertermia Selama dilakukan 1. Monitor suhu
berhubugan dengan tindakan pasien.
penyakit. keperawatan, pasien 2. Monitor nadi,
mampu RR pasien
mempertahankan 3. Monitor intake
kondisi normotermi. output pasien.
Dengan kriteria hasil 4. Berikan
: penjelasan
1. Suhu tubuh dalam tentang penyebab
rentang normal. demam atau
2. Nadi dan RR peningkatan suhu
dalam rentang tubuh.
normal 5. Beri kompres
hangat di daerah
ketiak dan dahi.
6. Kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
antiviral,
antipiretik.

2. Nyeri akut Selama dilakukan 1. Lakukan


berhubungan dengan tindakan pengkajian nyeri
agen cidera biologis. keperawatan, nyeri secara
pasien hilang. komprehensif.
Dengan kriteria hasil 2. Observasi reaksi
: nonverbal dari
1. Pasien mampu ketidaknyamana
mengontrol nyeri. n.
2. Melaporkan nyeri 3. Kontrol
berkurang lingkungan yang
menggunakan dapat
managemen nyeri. mempengaruhi
3. Mampu nyeri seperti
mengenali nyeri suhu ruangan,
(skala, intensitas, pencahayaan,
frekuensi). kebisingan.
4. Ajarkan tentang
teknik
pernafasan /
relaksasi.
5. Kolaborasi
pemberian
analgetik.
6. Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
7. Anjurkan klien
untuk beristirahat

3. Kerusakan integritas Selama dilakukan 1. Observasi


kulit berhubungan tindakan keaadan bula
dengan perubahan keperawatan, pasien pasien.
pigmentasi kulit mampumencapai 2. Anjurkan pada
(timbul bula, penyembuhan pada pasien untuk
kemerahan) kulit. tidak menggaruk
Dengan kriteria hasil bula.
: 3. Jaga kebersihan
1. Integritas kulit kulit.
yang baik bisa 4. Kolaborasi
dipertahankan dengan dokter
(pigmentasinya) dalam pemberian
2. Luka atau lesi pda obat topikal.
kulit menunjukan
proses
penyembuhan
dengan adanya
regenerasi
jaringan

4. Gangguan citra diri Setelah dilakukan 1. Dorong klien


berhubungan dengan tindakan mengungkapkan
penyakit keperawatan pasien perasaannya.
tidak mengalami 2. Jelaskan tentang
gangguan citra pengobatan,
tubuh. perawatan.
Dengan kriteria hasil 3. Fasilitasi kontak
: individu dengan
1. Body image kelompok kecil.
positif. 4. Beri
2. Mempertahankan reinforcement
interaksi sosial. yang positif.

5. Ketidakseimbangan Selama dilakukan 1. Monitor


nutrisi kurang dari tindakan mual/muntah.
kebutuhan tubuh keperawatan, 2. Observasi dan
berhubungan dengan kebutuhan nutrisi kaji intake
intake tidak adekuat. pasien terpenuhi. pasien.
Dengan kriteria hasil 3. Anjurkan makan
: sedikit-sedikit
1. Tidak ada tanda- tapi sering.
tanda malnutrisi. 4. Hidangkan
2. Tidak ada makanan selagi
mual/muntah. hangat.
5. Kolaborasi
dengan ahli gizi
dalam pemberian
dan penyusunan
menu favorite
klien.
6. Kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
anti emetik dan
penambah nafsu
makan.

6. Resiko infeksi Selama dilakukan 1. Tekankan


berhubungan dengan tindakan pentingnya
gangguan integritas keperawatan, pasien teknik cuci
kulit. terhindar dari infeksi tangan yang baik
sekunder. untuk semua
Dengan kriteria hasil individu yang
: datang kontak
1. Klien mampu dengan pasien.
mendeskripsikan 2. Gunakan skort,
proses penularan sarung tangan,
penyakit, faktor masker dan
yang teknik aseptic,
mempengaruhi selama
penularan serta perawatan kulit.
penatalaksanaan. 3. Cukur atau ikat
2. Menunjukan rambut di sekitar
kemampuan daerah yang
untuk mencegah terdapat erupsi.
timbulnya infeksi 4. Bersihkan
baru. jaringan nekrotik
3. Menunjukan / yang lepas
perilaku hidup (termasuk
sehat. pecahnya lepuh).
5. Kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
antiviral.

7. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat


pola seksual tindakan kecemasan klien
berhubungan dengan keperawatan, pola yang
takut infeksi menular seksual pasien berhubungan
seksual. kembali efektif. dengan pola
Dengan kriteria hasil seksual.
: 2. Jelaskan pada
1. Pola seksualitas klien waktu
klien normal. untuk melakukan
2. Klien terlihat hubungan
tidak cemas seksual sesuai
terhadap aktifitas kondisinya.
seksualnya. 3. Beri edukasi
3. Klien mampu tentang keadaan
menggunakan klien apabila
mekanisme berhubungan
koping yang seksual.
efektif. 4. Anjurkan pada
pasien untuk
mengikuti
program
pengobatan dan
perawatan
sampai tuntas.
DAFTAR PUSTAKA

Centers for Disease Control and Prevention. 2008. Vaksinasi Cacar Air.
http://www.immunize.org/vis/in_var.pdf
Dumasari, Ramona.2008. Varicella Dan Herpes Zozter. Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit Dan Kelamin. Universitas Sumatra Utara.
Finn, Adam 2005. Hot Topics In Infection And Immunity In Children II. New
York: Spinger
Hadinegoro , dkk. 2010. Terapi Asiklovir Pada Anak Dengan Varisela Tanpa
Penyulit . Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6,
April 2010
Joanne M. McCloskey Dochterman. 2013. Nursing Interventions Classification
(NIC). Elsevier. Mosby
Katsambas, Andreas. 2015. European Handbook of Dermatological Treatments.
New York: Spinger
Kurniawan, dkk. 2009. Varicela Zoster Pada Anak. Medicinus · Vol. 3 No. 1
Februari 2009 – Mei 2009
Mansjoer Arif dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Media Aescula plus.
Jakarta.
Mehta. 2006. Pyoderma gangrenosum on varicella lesions. Clinical and
Experimental Dermatology.Volume 32, pages 215–217, 27 November 2006
NANDA.2014. Nursing Diagnoses definitions and clasification 2015-2017 10th
edition. Wiley Blackwell
Prabhu, Smitha. 2009. Chilhood Herpes Zoster : A Clustering Of Ten Cases.
Indian Journal Of Dermatology.Vol : 54 Page 62-64
Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Edisi 2, jakarta: EGC.
Richard,E.Berhman,dkk.2012. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Jakarta:EGC.
Siregar., 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta ; EGC.
Sue Moorhead. 2013. NOC. Elsevier. Mosby
Wasitaatmadja,S,M. 2010 Anatomi Kulit dan Faal Kulit. ed. 6 Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai