PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks
virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat
mukokutan (Handoko, 2010). Varicella adalah suatu penyakit infeksi virus
akut dan menular, yang disebabkan oleh Varicella Zoster Virus dan
menyerang kulit serta mukosa, ditandai oleh adanya vesikel-vesikel.
(Rampengan, 2008). Sedangkan Herpes Zoster adalah radang kulit akut dan
setempat yang merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi
endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh
virus (Marwali, 2000).
Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria
maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda (Siregar, 2005). Sekitar
50 juta penduduk di Amerika Serikat menderita infeksi HSV pada usia 12
tahun atau lebih (Habif, 2004). Infeksi primer oleh HSV tipe I biasanya
dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasanya terjadi
sebanyak 25-50% dari populasi (Sterry, 2006).
Infeksi primer varicella memiliki tingkat kematian 2-3 per 100.000 kasus
dengan case fatality rate pada anak berumur 1-4 tahun dan 5-9 tahun (1
kematian per 100.000 kasus). Menurut Mehta 2006, insiden terbanyak
varisela terjadi pada usia 1-6 tahun dan hanya terjadi 10% pada usia lebih dari
14 tahun. Pada usia 1-14 tahun angka mortalitas varisela adalah 2 per 100.000
kasus. Angka mortalitas pada anak dengan immunocompromised lebih besar.
Kejadian varisela dapat menjadi lebih berat pada neonatus, tergantung
periode infeksi pada ibu
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia dan dapat muncul
sepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim. Tidak ada perbedaan
dalam morbiditas antara pria dan wanita. Berdasarkan studi di Eropa dan
Amerika Utara, diperkirakan ada sekitar 1,5-3 per 1000 orang per tahun pada
segala usia dan kejadian meningkat tajam pada usia lebih dari 60 tahun yaitu
sekitar 7-11 per 1000 orang per tahun (Gnann dan Whitley, 2002 dalam Finn,
Adam 2005.). Insiden herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia, di
mana lebih dari 2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang
dari 10% di bawah 20 tahun (Schmader & Oxman, 2012 dalam Katsambas,
Andreas. 2015).
Gejala yang ditimbulkan dari herpes simpleks berupa perasaan gatal, rasa
terbakar, eritema, malaise, demam dan nyeri otot (Siregar, 2005).sedangkan
pada Varicella, virus Varicela zoster dapat menyebabkan herpes zoster. Kedua
penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Diperkirakan bahwa
setelah ada kontak dengan virus varicella zoster akan terjadi varisela;
kemudian setelah penderita varisela tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap
ada dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian
virusvaricella zoster diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan herpes
zoster (Richar E, 2012).
Pada pasien dengan herpes zoster, tujuan utama terapinya adalah untuk
membatasi berkembangnya penyakit, durasi dan peningkatan rasa sakit dan
lesi di dermatom primer, mencegah penyakit di tempat lain, dan mencegah
NPH (Prabhu, 2009).
Hingga kini belum ada imunisasi untuk mencegah infeksi herpes simpleks.
Imunisasi yang ada saat ini adalah imunisasi untuk virus Varicella-Zoster atau
cacar air yang nantinya dapat mencegah herpes zoster. Tindakan prevensi
tertular penyakit herpes dengan menghindari kontak kulit ke kulit dengan
orang yang sedang mengalami infeksi primer herpes, dan tetap menjaga
imunitas tubuh. Pengobatan dengan Acyclovir pada dasarnya bertujuan untuk
memperpendek masa serangan terjadi dan mencegah kekambuhan.
Pengobatan yang tepat dan sedini mungkin dipercaya akan menyebabkan
penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurensi lebih jarang (Arnold et al.,
1990). Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Herpes Simplek, Varicella
dan Herpes Zoster ini perlu dipelajari khususnya dalam praktek asuhan
keperawatan sistem integumen secara komprehensif.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah proses pembelajaran, diharapkan mahasiswa mampu
melakukan asuhan keperawatan sistem integumen pada klien dengan
Herpes Simplek, Varicella dan Herpes Zoster.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami :
a. Anatomi Fisiologi Kulit.
b. Definisi Herpes Simplek, Varicella dan Herpes Zoster Klasifikasi
Herpes Simpleks.
c. Etiologi Herpes Simpleks, Varicella dan Herpes Zoster.
d. Patogenesis Herpes Simpleks, Varicella dan Herpes Zoster
Manifestasi Klinis Herpes Simpleks.
e. WOC Herpes Simpleks, Varicella dan Herpes Zoster.
f. Pemeriksaan Penunjang Herpes Simpleks, Varicella dan Herpes
Zoster.
g. Penatalaksanaan Herpes Simpleks, Varicella dan Herpes Zoster.
h. Komplikasi Herpes Simpleks, Varicella dan Herpes Zoster
i. Asuhan keperawatan Pada Pasien Herpes Simpleks, Varicella dan
Herpes Zoster.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6. Manifestasi Klinik
1. Gejala prodomal
a. Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang
berlangsung selama 1 – 4 hari.
b. Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatige,
malaise, nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin
( penekanan kulit), neri, (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan
kesemutan. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung
terus menerus atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama
erupsi kulit.
c. Gejala yang mempengaruhi mata : Berupa kemerahan, sensitive
terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata. Kekeringan
mata, pandangan kabur, penurunan sensasi penglihatan dan lain
– lain.
2. Timbul erupsi kulit
a. Kadang terjadi limfadenopati regional .
b. Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada
daerah yang dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat
terjadi di seluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah
ganglion torakalis.
c. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian
terbentuk papul–papul dan dalam waktu 12–24 jam lesi
berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi
pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7–10 hari.
Krusta dapat bertahan sampai 2–3 minggu kemudian
mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga menghilang.
d. Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke-4 dan kadang–
kadang sampai hari ke-7.
e. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula
hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scar).
f. Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan
mereka lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pada Herpes zoster. Tes diagnostic ini
untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps Zooster :
1. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat
membedakan herpes zoster dan herpes simplex.
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk
membedakan diagnosis herpes virus.
3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit.
4. Pemeriksaan histopatologik.
5. Pemerikasaan mikroskop electron.
6. Kultur virus.
7. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ (virus varisela zoster)
8. Deteksi antibody terhadap infeksi virus:
a. Virologi
1) Mikroskop cahaya.
2) Pemeriksaan antigen langsung (imunofluoresensi).
3) PCR
4) Kultur Virus,
b. Serologi
1) ELISA
2) Western Blot Test.
3) Biokit HSV-II.
8. Komplikasi
Herpes zoster tidak menimbulkan komplikasi pada kebanyakan
orang. Bila timbul komplikasi, hal-hal berikut dapat terjadi :
1. Neuralgia pasca herpes. Ini adalah komplikasi yang paling umum.
Nyeri saraf (neuralgia) akibat herpes zoster ini tetap bertahan setelah
lepuhan kulit menghilang.
2. Infeksi kulit. Kadang-kadang lepuhan terinfeksi oleh bakteri
sehingga kulit sekitarnya menjadi merah meradang. Jika hal ini
terjadi maka Anda mungkin perlu antibiotik.
3. Masalah mata. Herpes zoster pada mata dapat menyebabkan
peradangan sebagian atau seluruh bagian mata yang mengancam
penglihatan.
4. Kelemahan/layuh otot. Kadang-kadang, saraf yang terkena dampak
adalah saraf motorik dan saraf sensorik yang sensitif. Hal ini dapat
menimbulkan kelemahan (palsy) pada otot-otot yang dikontrol oleh
saraf.
5. Komplikasi lain. Misalnya, infeksi otak oleh virus varisela-zoster,
atau penyebaran virus ke seluruh tubuh. Ini adalah komplikasi yang
sangat serius tapi jarang terjadi.
9. Penatalaksanaan Medis
Herpes zoster biasanya sembuh sendiri setelah beberapa minggu.
Biasanya pengobatan hanya diperlukan untuk meredakan nyeri dan
mengeringkan inflamasi.
1. Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok
kalamin untuk mencegah vesikel pecah.
2. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan
larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x
sehari selama 20 menit.
3. Pereda nyeri. Salah satu masalah terbesar herpes zoster adalah rasa
nyeri. Nyeri ini kadang-kadang sangat keras. Parasetamol dapat
digunakan untuk meredakan sakit. Jika tidak cukup membantu,
silakan tanyakan kepada dokter Anda untuk meresepkan analgesik
yang lebih kuat.
4. Antivirus. Penggunaan obat antivirus diberikan 72 jam setelah
terbentuk ruam akan mempersingkat durasi terbentuknya ruam dan
meringankan rasa sakit. Apabila gelembung telah pecah, maka
penggunaan antivirus tidak efektif lagi. Steroid. Steroid membantu
mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan lepuhan.
Namun, penggunaan steroid untuk herpes zoster masih kontroversial.
Steroid juga tidak mencegah neuralgia pasca herpes.
Centers for Disease Control and Prevention. 2008. Vaksinasi Cacar Air.
http://www.immunize.org/vis/in_var.pdf
Dumasari, Ramona.2008. Varicella Dan Herpes Zozter. Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit Dan Kelamin. Universitas Sumatra Utara.
Finn, Adam 2005. Hot Topics In Infection And Immunity In Children II. New
York: Spinger
Hadinegoro , dkk. 2010. Terapi Asiklovir Pada Anak Dengan Varisela Tanpa
Penyulit . Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6,
April 2010
Joanne M. McCloskey Dochterman. 2013. Nursing Interventions Classification
(NIC). Elsevier. Mosby
Katsambas, Andreas. 2015. European Handbook of Dermatological Treatments.
New York: Spinger
Kurniawan, dkk. 2009. Varicela Zoster Pada Anak. Medicinus · Vol. 3 No. 1
Februari 2009 – Mei 2009
Mansjoer Arif dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Media Aescula plus.
Jakarta.
Mehta. 2006. Pyoderma gangrenosum on varicella lesions. Clinical and
Experimental Dermatology.Volume 32, pages 215–217, 27 November 2006
NANDA.2014. Nursing Diagnoses definitions and clasification 2015-2017 10th
edition. Wiley Blackwell
Prabhu, Smitha. 2009. Chilhood Herpes Zoster : A Clustering Of Ten Cases.
Indian Journal Of Dermatology.Vol : 54 Page 62-64
Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Edisi 2, jakarta: EGC.
Richard,E.Berhman,dkk.2012. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Jakarta:EGC.
Siregar., 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta ; EGC.
Sue Moorhead. 2013. NOC. Elsevier. Mosby
Wasitaatmadja,S,M. 2010 Anatomi Kulit dan Faal Kulit. ed. 6 Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.