Anda di halaman 1dari 9

FAKULTAS KEDOKTERAN UNSWAGATI

RIAN DAMAYANTI (1081700015)

Skenario

Bintul berair dan bergerombol

Seorang laki-laki berusia 25 th dating ke poliklinik umum dengan keluhan timbul bintul berair di
tubuhnya sejak 2 hari yang lalu. Bintul tersebut tidak gatal, yang ada terasa nyeri seperti terbakar dan
hanya muncul di pinggang sebelah kiri saja, tampak bergerombol. Beberapa hari sebelumnya ia merasa
badannya meriaang dan ia hnaya minum obat warung saja, kemudian meriangnya membaik tapi timbul
bintul tersebut. Ia mengatakan kepada dokter yang memeriksanya bahwa ia sudah pernah sakit cacar
dan ia bertanya apakah kali ini juga cacar, padahal yang ia tahu cacar hanya timbul sekali seumur hidup.
Lalu dokter member penjelasan dan obat untuk keluhannya.

Kata kunci

1. Bintul berair
2. Tidak gatal, nyeri seperti terbakar, bintul hanya muncul di pinggang sebelah kiri, tampak
bergerombol.
3. Beberapa hari sebelumnya meriang
4. RPD: cacar

Daftar masalah

1. Definisi bintul berair


2. Macam bintul berair
3. Penyebab terjadinya bintul berair
4. Mekanisme/patofisiologi terjadinya bintul berair
5. Diagnosis apa saja yang gejalanya seperti diatas?
6. Diagnosis yang paling mungkin dari geejala diatas?

Analisis masalah

1. Bintik kecil yang menonjol dan berisi cairan


2. – jernih, - kuning, - merah, -keruh, -hijau, -hitam
3. Virus (varicela zoster), bakteri, jamur, parasit, alergi
4. SB
5. Varicela, Herpes zoster, Herpes Simplex, Impetigo, Vesica bulosa.
6. Herpes zoster

Main problem

“ HERPES ZOSTER”
Sasaran belajar

1. Definisi, pathogenesis, diagnosis, diagnosis banding (DD), komplikasi, penatalaksanaan,


prognosis HERPES ZOSTER
2. Mekanisme/patofisiologi terjadinya bintul berair?

HERPES ZOSTER

Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama
dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral
serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal
maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara pria
dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5
per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus
berusia di bawah 20 tahun.
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus varisela zoster
berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan
secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten,
virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk
berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi
ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang
berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan
pejamu terhadap infeksi endogen.
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang terbanyak adalah neuralgia
paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi
pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran
dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi herpes zoster
generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan
imunosupresi.
Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu: mengatasi inveksi virus akut,
mengatasi nyeri akut ynag ditimbulkan oleh virus herpes zoster dan mencegah timbulnya neuralgia
paska herpetik.

Definisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada orang tua yang khas
ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom
yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis.
Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam
bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus.
Sinonim
Shingles, dampa, cacar ular.

-Epidemiologi
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar
merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka
kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan
sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun.
Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela dan
herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela,
virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya
tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun.
Kurnia Djaya pernah melaporkan kasus hepes zoster pada bayi usia 11 bulan.

-Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus berinti DNA, virus
ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya
seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3
subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan
infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi
oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang
laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa
mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta
mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik
deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.

Patogenesis
Varicella Zoster Virus dapat menyebabkan varicella dan herpes zoster. Kontak pertama dengan virus ini
akan menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut primer, sedangkan bila
penderita varicella sembuh atau dalam bentuk laten dan kemudian terjadi serangan kembali maka yang
akan muncul adalah Herpes Zoster.

Infeksi primer dari VZV ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi
dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik.
Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian
mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus
ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih
ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam
darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu
dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi
herpes zoster.

Varisela :: virus à mukosa sal.nafas atas à multiplikasi à pemb. Darah dan limfe à kulit à lesi primer à
saraf perifer à ganglion dorsal root à infeksi laten.

Herpes :: virus teraktifasi à saraf perifer à kulit à lesi.


Gambaran Klinis
Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena.
Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala,
malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum
terjadi erupsi.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang
erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi
oleh salah satu ganglion saraf sensorik.
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam kemudian
terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari
kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu.
Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan
ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap,
walaupun krustanya sudah menghilang.
Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial
(20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri
yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.
Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu,
demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia,
banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.
-

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.

2. Herpes zoster fasialis


Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang
menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.

3. Herpes zoster brakialis


Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus brakialis yang
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.

4. Herpes zoster torakalis


Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus torakalis yang
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.

5. Herpes zoster lumbalis


Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus lumbalis yang
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

6. Herpes zoster sakralis


Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus sakralis yang
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.

Diagnosis
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa hari sebelum
atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit. Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit
didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan malaise. Kelainan kulit tersebut mula-mula
berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan
menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan
dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta.
Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya
pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya. Namun bila erupsi sudah
terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas
vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom.
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan diagnosis dengan
menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi
dengan mikroskop elektron, serta tes serologik. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel
limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil,
hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron
dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi.
Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan tetapi pada keadaan
yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:

1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop elektron
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
3. Tes serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

Diagnosis Banding
Herpes simpleks
Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas dasar kulit yang
kemerahan. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa gatal atau seperti terbakar yang
terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Herpes simpleks terdiri atas 2, yaitu tipe 1 dan 2. Lesi
yang disebabkan herpes simpleks tipe 1 biasanya ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan
jari tangan. Lokalisasi penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 umumnya adalah di bawah
pusat, terutama di sekitar alat genitalia eksterna.
Varisela
Gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dan
kemudian menjadi krusta. Lesi menyebar secara sentrifugal dari badan ke muka dan ekstremitas.

Impetigo vesiko-bulosa
Terdapat lesi berupa vesikel dan bula yang mudah pecah dan menjadi krusta. Tempat predileksi di
ketiak, dada, punggung dan sering bersamaan dengan miliaria. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada
anak-anak.

Komplikasi
Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. Neuralgia ini
dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada
umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 – 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya.
Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada yang
disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi.
Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik, keratitis, skleritis,
uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.

Sindrom Ramsay Hunt


Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan
gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus,
vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.
Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus secara
kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul
dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma,
batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.

Penatalaksanaan
Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:

1. Mengatasi infeksi virus akut


2. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster
3. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.

Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan kepada orang lain
yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun.
Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar. Untuk
mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.
Pengobatan Khusus
I. Sistemik
1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir dan famsiklovir.
Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun
intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang
dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan
pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat
digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama
7 hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga
bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3×200 mg/hari selama 7 hari.
2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster. Obat yang
biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan
sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.
3. Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini mungkin
untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 3×20 mg/hari,
setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan
tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.

II Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan
tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif
diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.

Prognosis
Terhadap penyakitnya pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi usia tua risiko terjadinya
komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau
sikatrik. Dengan memperhatikan higiene & perawatan yang teliti akan memberikan prognosis yang baik
& jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit.

Kesimpulan
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit
dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi atas: herpes zoster oftalmikus, fasialis, brakialis, torakalis,
lumbalis, dan sakralis. Manifestasi klinis herpes zoster dapat berupa kelompok-kelompok vesikel sampai
bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai
dengan letak syaraf yang terinfeksi virus.
Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika
diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium sederhana, yaitu tes Tzanck dengan menemukan
sel datia berinti banyak.
Pada umumnya penyakit herpes zoster dapat sembuh sendiri (self limiting disease), tetapi pada
beberapa kasus dapat timbul komplikasi. Semakin lanjut usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya
komplikasi.

-
-DAFTAR PUSTAKA

1. Melton CD. Herpes Zoster. eMedicine World Medical Library:


http://www.emedicine.com/EMERG/topic823.htm [diakses pada tanggal 24 September 2000].
2. Stawiski MA. Infeksi Kulit. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC, 1995;
1291.
3. Siregar RS. Penyakit Virus. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi Ke-2. Jakarta: ECG, 2005 ;
84-7.
4. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000; 92-4.
5. Achdannasich. Herpes Zoster Bilateral Asimetris-Pada Anak. Perkembangan Penyakit Kulit dan
Kelamin Indonesia Menjelang Abad 21. Perdoski. Surabaya: Airlangga University Press, 1999 ;
212-4.
6. Indrarini, Soepardiman L. Penatalaksaan Infeksi Virus Varisela-Zoster pada Bayi dan Anak. Media
Dermato-Venereologica Indonesiana. Volume 27. Jakarta: Perdoski, 2000; 65s-71s.
7. Niode NJ, Suling PL. Insiden Herpes Zoster Pada Anak di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP
Manado. Perkembangan Penyakit Kulit dan Kelamin di Indonesia Menjelang Abad 21. Perdoski.
Surabaya: Airlangga University Press, 1999 ; 215.
8. Stankus SJ, Dlugopolski M, Packer D. Management of Herpes Zoster and Post Herpetic Neuralgia.
eMedicine World Medical Library: http://www.emedicine.com/info_herpes_zoster.htm [diakses
pada tanggal 24 September 2000].
9. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.
10. Naros WE. Tinjauan Retrospektif Penyakit Herpes Zoster Pada Penderita Yang Dirawat Di Bagian
Kulit Dan Kelamin RSUP DR. M. Djamil Padang Periode 1993-1997. Skripsi. Padang: 1999; 5-9.
11. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit dan
Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.
12. Andrews. Viral Diseases. Diseases of the Skin. Clinical Dermatology. 9th Edition. Philadelphia:
WB Saunders Company, 2000; 486-491.
13. Wilmana PF. Antivirus dan Interferon. Farmakologi dan Terapi. Edisi Ke-4. Jakarta: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995; 617.
14. Daili ES, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Jakarta: Medical
Multimedia, 2005; 68-9.
15. Moon JE. Herpes Zoster. eMedicine World Medical Library:
http://www.emedicine.com/med/topic1007.htm [diakses pada tanggal 24 September 2000].
16. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000, 128-9.

Anda mungkin juga menyukai