Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Herpes zoster adalah penyakit setempat yang terjadi terutama pada orang tua yang khas
ditandai oleh adanya nyeri radikuler yang unilateral serta adanya erupsi vesikuler yang terbatas
pada dermatom yang diinervasi oleh serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensoris
dari nervus cranialis.
Hesper zoster rupanya menggambarkan reaktifitas dari refleksi endogen yang telah menetap
dalam bentuk laten mengikuti infeksi varisela yang telah ada sebelumnya. Hubungan varisela
dan Hesper zoster pertama kali di temukan oleh Von Gokay pada tahun 1888. Ia menemukan
penderita anak-anak yang dapat terkena varisela setelah mengalami kontak dengan individu yang
mengalami infeksi herpes zoster. Implikasi neurologic dari distribusi lesi segmental herpes zoster
diperkenalkan oleh Richard Bright tahun 1931 dan adanya peradangan gonglion sensoris pada
saraf spinal pertama kali di uraikan oleh Von Bareusprung pada tahun 1862. Herpes zoster dapat
mengenai kedua jenis kelamin dan semua ras dengan prekuensi yang sama. Zoster adalah
penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa.
Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi dari herpes zoester?
2. Apa saja etiologi dari herpes zoester?
3. Apa saja manifestasi klinis dari herpes zoester?
4. Bagaimana patofiologi dari herpes zoester?
5. Pemeriksaan penunjang apa saja yang bisa dilakukan pada herpes zoester?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari herpes zoester?
7. Bagaimana pencegahan dari herpes zoester?
8. Apa saja komplikasi dari herpes zoester?
9. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan herpes zoester?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari herpes zoester.
2. Untuk mengetahui etiologi dari herpes zoester.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari herpes zoester.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari patofisiologi dari herpes zoester.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari herpes zoester.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari herpes zoester.
7. Untuk mengetahui pencegahan dari herpes zoester.
8. Untuk mengetahui komplikasi dari herpes zoester.
9. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan herpes zoester.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Herpes zoester ( singles, cacar monyet ) merupakan kelainan inflamatorik viral dimana virus
penyebabnya menimbulkan erupsi vesicular yang terasa nyeri disepanjang distribusi saraf
sensorik dari satu atau lebih ganglion posterior. Infeksi ini disebabkan oleh virus varisela, yang
dikenal sebagai virus varisela-zoester. Virus ini merupakan anggota kelompok virus DNA. Virus
cacar air dan herpes zoester tidak dapat dibedakan sehingga diberi nama virus varisela-zoester.

Pathogenesis herpes-zoester belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus


varisela zoester berpindah tempat dari lesi kuli dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik
dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada
ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi
tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoester pada umumnya
terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela tang terdapat. Aktivasi virus varisela
zoester laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi dan
imunitas selular yang merupakan factor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi
endogen.

Komplikasi hepers zoester dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang terbanyak
adalah neuralgia pasca-hepertik yaitu berupa rasa nyeri yang tersisten setelah krusta terlepas.
Komplikasi jarang terjadi pada usia dibawah 40 tahun, tetapi hamper sepertiga kasus terjadi pada
usia diatas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran
darah sehingga terjadi herpes zoester generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek
imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi. (Mutaqin & Sari, 2011)

2.2 Etiologi

Herpes zoester disebabkan oleh infeksi virus varisela zoester ( VVZ ) dan tegolong virus
berinti DNA. Virus ini berukuran 140-200 mm, yang termasuk subfamily alfa herpes varidae.
Berdasarkan sifat biologis seperti siklus reflikasi, penjamu, sifat sitotoksik, dan sel tempat hidup

3
laten di klasifikasikan ke dalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamily
alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi
vascular. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap
dalam bentuk laten di dalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan
menimbulkan kekambuhan secara periodic. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran
penjamu yang relative luas dengan siklus pendek, serta mempunyai enzim yang penting untuk
replikasi meliputi virus spesifik DNA polymerase dan virus spesifik deoxypiridine ( thymidine )
kinase yang di sintesis di dalam sel yang terinfeksi. (Mutaqin & Sari, 2011)

2.3 Manifestasi Klinis

Herpes zoster biasanya mengenai suatu dermatom, dimana yang paling sering biasanya
adalah pada dada dan perut. Daerah yang paling sering terkena adalah daerah thorakal. Frekuensi
penyakit ini pada pria dan wanita sama. Sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang
dewasa.
a. Gejala prodromal : demam, pusing, malaise maupun lokal seperti nyeri otot-tulang,
gatal, pegal dan sebagainya.
b. Gejala konstitusi : sakit kepala, malaise, dan demam terjadi pada 5% penderita
(terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.
Setelah timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok
dengan dasar kulit yang eritema dan edema. Vesikel ini berisi cairan jernih kemudian menjadi
keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi pastala dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah
yang disebut herpes zoster haemoragik dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga
menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks. Massa tunasnya 7-12 hari. Massa
aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kurang lebih 1-2 minggu.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi lokalisata dan hampir selalu
unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umunya lesi terbatas pada daerah
kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.
Timbulnya erupsi mungkin didahului oleh rasa nyeri di daerah dermatom, dimana hal ini
dapat menyebabkan terjadinya kesalahan diagnosis sebagai kelainan dibagian dalam. Rasa nyeri
bisa bersifat membakar (panas), tajam (seperti tersayat atau robek), menusuk atau berupa
perasaan pegal. Lesi berupa sederetan kelompok vesikel unilateral dengan dasar kulit yang

4
eritematosa. Erupsi dimulai dengan makulopapula eritematus. 12-24 jam kemudian terbentuk
vesikula yang dapat berubah menjadi pustule pada hari ke 3. Seminggu sampai 10 hari
kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap 2-3 minggu. Disamping
gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit
ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persyarafan.
Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik tetapi pada susunan saraf pusat
kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinan hal tersebut.
Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas.

Herpes zoster oftalmikus terjadi kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena
gangguan pada nervus trigeminus atas nervusfasialis dan otikus seperti :

a. menimbulkan kelainan pada mata


b. kelainan kulit pada daerah persyarafannya
c. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasalis dan otikus
d. pengelihatan ganda
e. paralisis otot muka (Paralisis Bell)
f. tinnitus vertigo
g. nistagmus
h. Nausea
i. gangguan pengecapan

Herpes zoster : kelainan kulit hanya berupa vesikel dan eritema.

Pada Herpes Zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelainan
kulit yang menyebar secara generalisa berupa vesikel yang solitar dan ada umbilikasi. Nauralgia
pasca laterpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. Nyeri ini dapat
berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi.
Hal ini cenderung dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun.

Herpes zoster pada orang dewasa yang sehat biasanya terlokalisasi dan bersifat benigna.
Namun pada pasien yang sistem kekebalannya terganggu penyekit tersebut dapat menjadi berat
dan perjalan kliniknya bisa menimbulkan ketidakmampuan yang akut. Keluhan yang berat
biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan

5
erupsinya cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap,
walaupun krustanya sudah menghilang.

2.4 Patofisiologi

Sesudah seseorang menderita cacar air, virus varisela-zoester yang diyakini sebagai
penyebab penyakit herpes zoster hidup secara inaktif (dormant) di dalam sel-sel saraf di dekat
otak dan medulla spinalis. Kemudian hari ke 3 virus yang laten ini mengalami reaktivitas, virus
tersebut menjalar melalui saraf perifer ke kulit. Virus varisela yang dormant diaktifkan dan
timbul vesikel-vesikel meradang unilateral disepanjang satu dermatom. Kulit disekitarnya
mengalami edema dan perdarahan. Keadaan ini biasanya didahului atau disertai nyeri hebat dan
atau rasa terbakar. Herpes zoster sangat nyeri, karena cabang saraf mengalami peradangan.
Herpes zoster adalah infeksi yang dialami mereka yang tidak mempunyai kekebalan terhadap
varisel ( misalnya mereka yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varisela dalam bentuk cacar
air ). herpes zoster dapat berlangsung selama kurang lebih tiga minggu. Nyeri yang timbul
setelah serangan herpes disebut neuralgia pascaherpetika dan berlangsung selama beberapa
bulan. Meskipun setiap saraf dapat terkena, tetapi saraf torakal, lumbal atau cranial agaknya
paling sering terserang. Herpes zoester dapat berlangsung selama kurang lebih 3 minggu.

Adanya keterlibatan saraf perifer secara local memberikan respon nyeri, kerusakan integritas
jaringan terjadi akibat adanya vesikula. Respon sistematik memberikan manifestasi peningkatan
suhu tubuh, perasaan tidak enak badan dan gangguan gastrointestinal. Respon psikologis pada
kondisi adanya lesi pada kulit memberikan respon kecemasan dan gangguan gambaran diri.
(Mutaqin & Sari, 2011)

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Penyakit herpes zoester dapat dideteksi melalui tes , yaitu : (Maharani, 2015)
a. Kultur virus
Cairan dari unilepuh yang baru pecah dapat diambil dan dimasukkan ke dalam medis
virus untuk segera dianalisa di laboratorium virology. Apabila waktu pengiriman cukup
lama, sampel dapat diletakkan pada es cair. Pertumbuhan varicella-zoester akan

6
memakan waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki tingkat sensitivitas 30-70% dengan
spesifitas mencapai 100%.
b. Deteksi antigen
Uji antibody fluoresens langsung lebih sensitive bila dibandingkan dengan teknik kultur
sel. Sel dari ruam atau lesi diambil dengan menggunakan scapel ( semacam pisau ) atau
jarum, kemudian dioleskan pada kaca dan diwarnai dengan antobodi monoclonal yang
terkonjugasi dengan pewarna fluoresens. Uji ini akan mendeteksi glikokroten virus.
c. Uji serologi
Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi herpes zoester adalah ELISA.
d. PCR
PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella- zoester di dalam caira tubuh,
contohnya cairan serebrospina.

2.6 Penatalaksanaan

Terapi yang dapat diberikan pada pasien herpes zoster :

a. Terapi sistematik hanya bersifat simtomatik misalnya pemberian analgetika untuk


mengurangi neuralgia. Dapat pula ditambahkan neurotropik : vitamin B1, B6 dan B12.
Antibotika diberikan bila ada infeksi sekunder.
b. IDU 5-40% dalam 100% DMSO (dimetilsulfoksid) dipakai secara topical.
c. Local : diberi bedak. Losiokalamin dapat diberikan untuk mengurangi rasa tidak enak
dan meengeringkan lesi vesikuler.
d. Pemberian secara oral prenison 30 mg/hari atau tiamsinolon 48 mg sehari akan
memperpendek masa neuralgia pasca herpetika, terutama pada orang tua dan seyogianya
sudah diberikan sejak awal timbulnya erupsi.
e. Pengobatan dengan imunomodulator, seperti isoprinosin dan antivirus seperti interveron
dapat pula dipertimbangkan.
f. Asiklovir (zovirax) 5x200 mg sehari selama 5 hari kemungkinan dapat memperpendek
dan memperingan penyakit ini. Asiklovir telah menunjukkan keefektifan dalam
menurunkan keparahan dari infeksi varisella pada pasien dengan imunosupresi. Obat ini
juga dianjurkan pada pejamu dengan imun yang kompeten dengan varisella pneumonia

7
yang terlihat pada cacar air. Dalam hal ini, keuntungan asiklovir untuk pengobatan
manifestasi herpes zoster pada pasien dengan imun kompeten masih dalam penelitian.
g. Imun globulin varisella khusus (V-zig) tersedia untuk orang dewasa dengan supresi
imun atau yang telah terpajan cacar air ini. V-zig telah terbukti menurunkan keparahan
infeksi varisella pada seseorang.
h. Vaksinasi. Vaksinasi untuk varisella bukan merupakan bagian rekomendasi dari jadwal
imunisasi anak rutin.vaksin telah dikembangkan dan secara aktif dievaluasi. Anak
dengan supresi imun sering diberi vaksin varisella, sementara kemoterapi ditunda dalam
periode imunisasi saat itu.
i. Rasa nyeri dikendalikan dengan pemberian analgesic. Kortikosteroid sistemik dapat
diberikan kepada pasien-pasien yang berusia di atas 50 tahun untuk mengurangi insiden
dan durasi neuralgia postherpetika ( nyeri persisiten pada saraf yang terkena setelah
terjadi kesembuhan). Triamsonolon dapat disuntikkan secara subkutan sebagai preparat
anti inflamsi didaerah yang terasa nyeri.

2.7 Pencegahan

Herpes zoester hanya dapat dicegah jika tidak pernah memiliki cacar air, atau jika memiliki
kekebalan sangat baik terhadap virus cacar air. Pencegahan yang lebih aktif adalah dengan
imunisasi cacar air. Untuk mencegah herpes zoester, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah
pemberian vaksinasi. Vaksin berfungsi untuk meningkatkan respon spesifik limfosit sitotoksik
terhadap virus tersebut pada pasien seropositive usia lanjut. Vaksin herpes zoester dapat berupa
virus herpes zoester yang telah dilemahkan atau komponen selular virus tersebut yang berperan
sebagai antigen. Penggunaan virus yang telah dilemahkan telah terbukti dapat mencegah atau
mengurangi resiko terkena penyakit tersebut pada pasien yang rentan, yaitu orang lanjut usia dan
penderita imunokompeten, serta imunosupresi. (Maharani, 2015)

2.8 Komplikasi

Herpes zoester tidak menimbulkan komplikasi pada kebanyakan orang. Bila timbul
komplikasi, hal-hal beruikut dapat terjadi : (Maharani, 2015)

a. Neuralgia pasca herpes

8
Ini adalah komplikasi yang paling umum. Nyeri saraf ( neuralgia ) akibat herpes zoester
ini tetap bertahan setelah lepuhan kulit menghilang. Masalah ini jarang terjadi pada orang
yang berusia dibawah 50 tahun. Rasa nyeri biasanya secara bertahap menghilang dalam 1
bulan, tetapi pada beberapa orang dapat berlangsung berbulan-bulan bila tanpa
pengobatan.
b. Infeksi kulit
Kadang-kadang lepuhan terinfeksi oleh bakteri kulit sekitarnya menjadi merah meradang.
Jika hal ini terjadi maka mungkin perlu antibiotic.
c. Masalah mata
Herpes zoester pada mata dapat menyebabkan peradangan sebagian atau seluruh bagian
mata yang mengancam penglihatan.
d. Kelemahan atau layuh otot
Kadang-kadang, saraf yang terkena dampak adalah saraf motoric dan saraf sensorik yang
sensitive. Hal ini dapat menimbulkan kelemahan ( palsy ) pada otot-otot yang dikontrol
oleh saraf.
e. Komplikasi lain
Misalnya, infeksi otot oleh virus varisela zoester, atau penyebaran virus ke seluruh tubuh.
Ini adalah komplikasi yang sangat serius tapi jarang terjadi. Penderita herpes zoester
dengan system kekebalan tubuh lemah lebih beresiko mengembangkan komplikasi
langka ini.

2.9 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1) Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, tanggal MRS, alamat, diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Pada pasien herpes zoster mengeluh demam, pusing, malaise, nyeri otot, gatal-gatal,
pegal dan timbul aritema dan kemudian menjadi vesikel
3) Riwayat penyakit sekarang

9
Adanya keluhan utama demam pusing, malaise, nyeri otot, gatal-gatal, nyeri kepala
setelah itu timbul eritema pada waktu singkat (1-2 hari) timbul vesikel yang
berkelompok).
4) Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui penyakit yang pernah diderita lain seperti penyakit kulit lain dan
riwayat penyakit yang sama. Biasanya klien pernah menderit penyakit cacar,
Riwayat immunocompromised (HIV/AIDS, leukimia). Riwayat terapi radiasi.
5) Riwayat penyakit keluarga
Untuk mengetahui adanya anggota keluarga yang menderita penyakit menurun
(HT, DM dan lain-lain) atau penyakit kulit yang menular.
6) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Meliputi persepsi klien terhadap kesehatan dan penyakitnya, serta tatalaksana
hidup sehat pasien.
b) Pola nutrisi dan metatolisme
Pada herpes zoster mengalami mual muntah .
c) Pola aktivitas dan latihan
Pada herpes zoester tidak terjadi gangguan pada aktivitas dan latihan
d) Pola eliminasi
Pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada pola eliminasi.
e) Pola istirahat dan tidur
Pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada pola istirahat dan tidur.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada pasien herpes zoster terdapat rasa nyeri otot, kepala, dan pada pola kognitif
pasien biasanya tidak mengerti penyebab penyakitnya.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien herpes zoster mengalami gangguan gambaran diri karena adanya
eritema dan vesikel yang bergerombol.
h) Pola hubungan 
Pada pasien herpes zoster tidak ada gangguan pola hubungan peran.
i) Pola reproduksi dan sexsual 

10
Pada pasien herpers zoster tidak ada gangguan pola reproduksi dan sexsual.
j) Pola penanggulangan stress
Pada pasien herpes zoster tidak ada gangguan pola penanggulangan stress.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien herpes zoster tidak ada gangguan pada pola tata nilai dan
kepercayaan.
7) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Kesadaran, tekanan darah, suhu, nadi frekuensi dan kualitas, pernapasan
frekuensi, iramanya tipe pernapasan.
b) Kepala
Terdapat nyeri kepala pada pasien herpes zoster
c) Muka 
Pada sindrom rumsay hunt terdapat kelainan pada otot muka dan kelainan kulit
muka
d) Mata
Pada herpes zoster oftaimikus tidak terdapat kelainan pada mata
e) Telinga
Pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada telinga
f) Hidung
Pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada hidung
g) Mulut dan faring
Tidak terjadi gangguan pada mulut dan faring
h) Leher
Tidak terjadi gangguan pada leher
i) Thorak 
Pada pasien herpes zoster daerah yang paling sering terkena adalah daerah
thorakal.
j) Paru
Pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada paru

11
k) Jantung
Pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada jantung
l) Abdomen
Pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada abdomen
Inguinal, genital dan anus
Pada pasien herpes zoster terjadi pembesaran, kelenjar getah bening
m) Integumen
Terdapat eritema, gatal-gatal, vesikel yang bergerombol dengan dasar kulit
yang eritematosa dan odema, vesikel berisi cairan jernih kemudian dapat
menjadi pustul dan krustu.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi.
3. Nyeri berhubungan dengan respon inflamasi local sekunder dari kerusakan saraf
perifer kulit.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi
tidak adekuat, respon sekunder dari mual, muntah dan anoreksia.
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur kulit

c. Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


KRITERIA HASIL
1. Hipertermi Setelah dilakukan 1. Monitor suhu 1. Peningkatan suhu
berhubungan tindakan tubuh pasien tubuh yang
dengan respon keperawatan selama 2. Berikan kompres berkelanjutan pada
inflamasi sistemik .... x 24 jam, dingin didaerah pasien akan
diharapkan suhu aksila memberikan
tubuh menurun 3. Pertahankan tirah komplikasi pada
dengan kriteria hasil: baring total dalam kondisi penyakit
fase akut

12
Suhu tubuh 36-370C 4. Pertahankan yang lebih parah
asupan cairan 2. Memberikan
minimal 2.500ml respon dingin pada
sehari pusat pengatur
panas dan pada
pembuluh darah
besar
3. Mengurangi
peningkatan
metabolisme
umum
4. Selain sebagai
pemenuhan hidrasi
tubuh juga sebagai
peningkatan
pengeluaran panas
tubuh melalui
system
perkemihan maka
panas tubuh juga
dapat keluar
melalui urine
2. Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji/catat 1. Mengetahui
integritas kulit tindakan ukuran, warna, ukuran dan warna
berhubungan keperawatan selama luka, perhatikan luka serta adanya
dengan lesi. .... x 24 jam, jaringan yang  jaringan yang
diharapkan nekrotik dan nekrotik
intergritas kulit kondisi sekitar (mengetahui
kembali normal luka. keadaan luka dan
dengan kriteria hasil : keadaan sekitar
a. Mulai terjadi luka).

13
granulasi pada 2. Lakukan 2. Mempermudah
daerah lesi perawatan luka terjadinya
b. Tidak ada yang tepat dan granulasi dan
tanga-tanda tindakan kontrol meminimalkan
infeksi infeksi. resiko infeksi.
c. Lesi mulai 3. Anjurkan pasien 3. Menjaga
mengering untuk selalu kebersihan dan
cuci tangan meminimalkan
4. Kolaborasi terjadinya
dengan tim penyebaran
medis untuk infeksi.
pemberian 4. Mempercepat
terapi (asiklovir proses
5 x 800mg/hari). penyembuhan. .
Asiklovir
menurunkan
keparahan dari
infeksi varisella
pada pasien
dengan
imunosupresi.

3. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji skala nyeri, 1. Mengetahui


dengan respon tindakan frekuensi dan derajat nyeri
inflamasi local keperawatan selama daerah nyeri 2. Untuk
sekunder dari .... x 24 jam, 2. Observasi tanda- memonitoring
kerusakan saraf diharapkan nyeri tanda vital keadaan umum
perifer kulit. pasien berkurang/ 3. Berikan posisi pasien
terkontrol dengan yang aman 3. Pasien akan
kriteria hasil : 4. Berikan merasa nyaman

14
- Pasien tampak lingkungan yang 4. Pasien merasa
tenang nyaman dan tenang dan
- Nyeri skala 2 – 3 tenang nyaman
- Tanda-tanda vital 5. Ajarkan tehnik 5. Mengurangi rasa
dalam batas relaksasi dan nyeri
normal dekstraksi 6. Dengan napas
6. Anjurkan pasien panjang nyeri
untuk napas dapat berkurang
panjang dan terkontrol
7. Kolaborasi dengan 7. Analgetik dapat
tim medis untuk menurunkan rasa
pemberian nyeri
analgetik
4. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Kaji status nutrisi 1. Memvalidasi dan
nutrisi kurang dari asuhan keperawatan pasien, turgor menetapkan
kebutuhan selama …x 24 jam, kulit, berat badan, derajat masalah
berhubungan diharapkan asupan dan derajat untuk menetapkan
dengan intake nutrisi pasien penurunan berat pilihan intervensi
nutrisi tidak terpenuhi dengan badan, integritas yang tepat.
adekuat, respon criteria hasil : mukosa oral,
sekunder dari mual, - Pasien dapat kemampuan
muntah dan mempertahankan menelan, riwayat
anoreksia. status malnutrisi mual/ muntah dan
yang adekuat diare.
2. Berguna dalam
- Tidak terjadi 2. Pantau intake dan
mengukur
penurunan berat output, timbang
keefektifan nutrisi
badan lebih dari BB secara
dan dukungan
½ kg dalam 3 periodic.
cairan.
hari.
3. Menurunkan rasa
3. Ajarkan perawatan
tak enak karena
mulut sebelum
sisa makanan, sisa

15
dan sesudah sputum atau obat
makan. untuk pengobatan
yang dapat
merangsang
muntah.
4. Merencanakan diet
dengan kandungan
4. Kolaborasi dengan nutrisi yang
ahli gizi untuk adekuat untuk
menetapkan memenuhi
komposisi dan peningkatan
jenis diet yang kebutuhan energy
tepat. dan kalori
sehubungan
dengan status
hipermatabolik
pasien.

5. Gangguan citra Setelah dilakukan 1. Kaji perubahan 1. Mengetahui


tubuh berhubungan tindakan perilaku pasien tingkat
dengan perubahan keperawatan selama seperti menutup ketidakpercayaan
struktur kulit. selama … x24 jam diri, malu diri pasien dalam
diharapkan pasien berhadapan menentukan
tidak mengalami dengan orang lain. intervensi
gangguan citra diri selanjutnya.
dengan kriteria hasil : 2. Bersikap realistis 2. Meningkatkan
- Dapat dan positif selama kepercayaan dan
berinteraksi pengobatan, pada mengadakan
seperti biasa. penyuluhan hubungan antara
- Rasa percaya diri pasien. perawat-pasien
timbul kembali. 3. Beri harapan 3. Meningkatkan

16
- Menyatakan dalam parameter perilaku positif
penerimaan situasi individu.
situasi diri 4. Berikan penguatan 4. Kata-kata penguatan
- Memasukan positif terhadap dapat mendukung
perubahan dalam kemajuan. terjadinya perilaku
konsep diri tanpa 5. Dorong interaksi koping positif.
harga diri negatif keluarga 5. Mempertahankan
garis komunikasi
dan memberikan
dukungan terus-
menerus pada pasien
6. Meningkatkan
6. Berikan kelompok
ventilasi perasaan
pendukung untuk
dan memungkinkan
orang terdekat.
respon yang lebih
Berikan informasi
membantu pasien.
tentang bagaimana
mereka dapat
membantu pasien

d. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang
lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. (Perry, 2005)

e. Evaluasi
Hari/Tgl
No No Dx Evaluasi TTd
Jam

1 1 - Suhu tubuh pasien 36-370C

17
2 2 - Tidak ada tanga-tanda
infeksi
- Lesi mulai mengering

3 3 - Pasien tampak tenang


- Nyeri skala 2 – 3
- Tanda-tanda vital dalam
batas normal

4 4 - Pasien dapat mempertahankan


status malnutrisi yang adekuat
- Tidak terjadi penurunan berat
badan lebih dari ½ kg dalam 3
hari

5 5 - Dapat berinteraksi seperti


biasa.
- Rasa percaya diri timbul
kembali.
- Menyatakan penerimaan
situasi diri
- Memasukan perubahan dalam
konsep diri tanpa harga diri
negative

18
BAB III

PENUTUP

19
3.1 Kesimpulan

Herpes zoester ( singles, cacar monyet ) merupakan kelainan inflamatorik viral dimana
virus penyebabnya menimbulkan erupsi vesicular yang terasa nyeri disepanjang distribusi
saraf sensorik dari satu atau lebih ganglion posterior. Herpes zoester disebabkan oleh infeksi
virus varisela zoester ( VVZ ) dan tegolong virus berinti DNA. Herpes zoster : kelainan kulit
hanya berupa vesikel dan eritema. Sesudah seseorang menderita cacar air, virus varisela-
zoester yang diyakini sebagai penyebab penyakit herpes zoster hidup secara inaktif (dormant)
di dalam sel-sel saraf di dekap otak dan medulla spinalis. Herpes zoester hanya dapat dicegah
jika tidak pernah memiliki cacar air, atau jika memiliki kekebalan sangat baik terhadap virus
cacar air. Pencegahan yang lebih aktif adalah dengan imunisasi cacar air.

3.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan tentu saja diharapkan mampu memahami konsep dasar
mengenai sistem integument khusunya dalam askep pada gangguan system integument
dengan pendekatan proses keperawatan pada klien herpes zoester. Fasilitator disarankan
dapat menambah literature yang terdapat diperpustakaan sehingga mahasiswa mampu
menambah refrensi bacaaanya dan tidak terpaku pada satu atau dua buku saja. Selain dengan
teori, diharpakan adanya praktik sehingga mahasiswa mampu memahami dengan baik dan
dapat mempraktikkan teori yang sudah didapatkan selama proses belajar mengajar dikelas.

DAFTAR PUSTAKA

20
Maharani, A. (2015). Penyakit Kulit. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Mutaqin, A., & Sari, K. (2011). Asuhan Kperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta:
Salemba Medika.

21

Anda mungkin juga menyukai