Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

Tinjauan Pustaka

1.1 Definisi
Herpes zooster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivitas virus yang terjadi setelah infeksi
primer.1

1.2 Etiologi
Virus varisela zoster (VZV) tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200
nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus
replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3
subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VZV dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas
menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah
infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam
neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara
periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan
siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi
virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang
disintesis di dalam sel yang terinfeksi.2

1.3 Patogenesis
Hal yang terjadi setelah infeksi primer virus varicella zoster adalah virus tersebut berdiam
di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion cranialis. Pada orang dengan
imunokompeten, infeksi biasanya mempengaruhi satu dermatom, dan pada orang dengan
imunokompromise, infeksi mengenai beberapa dermatom. Penurunan imunitas spesifik terhadap
virus karena HIV, keganasan, kemoterapi, atau penggunaan lama kortikosteroid dapat
mengaktivasi kembali infeksi virus, yang mengenai lokasi setingkat dengan daerah persarafan
ganglion yang terkena.Reaktivasi ini menyebabkan peradangan pada ganglion yang

1
menimbulkan kerusakan neuron dan sel-sel pendukungnya. Virus juga terbawa ke axon ke area
kulit yang dipersarafi ganglion yang terkena, menyebabkan peradangan lokal.1
Infeksi primer dari VZV ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus
mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya
terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial
System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan
simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui
serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam
neuron. Virus berdiam diri di ganglion posterior saraf tepid an ganglion kranialisSelama antibodi
yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir,
tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah
reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.1,3,4
Herpes Zoster Ophtalmicus (HZO) terjadi sekitar 10-15% dari kasus Zoster. HZO terjadi
karena virus menginvasi ganglion Gasserian. Untuk alasan yang belum jelas, keterlibatan cabang
ophtalmicus (N. V1) lima kali lebih sering daripada keterlibatan dari cabang maksilaris (N. V2)
atau cabang mandibularis (N. V3).5

1.4 Manifestasi Klinis


Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom
yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi,
seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak)
dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi. Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah
erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh.
Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam kemudian
terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai
sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3
minggu. Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya
timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut
usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang. Frekuensi herpes zoster menurut
dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan

2
sakral (5%).3,6 Kelainan pada wajah diakibatkan oleh gangguan nervus trigeminus (dengan
ganglion gaseri) yang salah satu gejalanya adalah herpes zoster ophtalmicus atau nervus fasialis
dan otikus (dari ganglion genikulatum) yang disebut Ramsay Hunt Sindrom.3
Pada Herpes zoster oftalmikus ditandai erupsi herpetic unilateral pada kulit. Gejala
prodromal seperti lesu, demam ringan, mual muntah dapat timbul. Gejala prodromal berlangsung
1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk juga
dapat timbul. Selain itu timbul juga gejala fotofobia, banyak keluar air mata, kelopak mata
bengkak dan sukar dibuka karena perjalanan cabang dari nervus ophtalmicus yang member
cabang ke nervus Arnold rekuren dan N III dan N VI.2
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:
a. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V),
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi
kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal
berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata,
kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.1,2

Gambar 2. Herpes zoster oftalmikus sinistra.


2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral
pada kulit.2

3
Gambar 3. Herpes zoster fasialis dekstra.
3. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.2

Gambar 4. Herpes zoster brakialis sinistra.


4.Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.2

Gambar 5. Herpes zoster torakalis sinistra.

4
5. Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.2
6. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.2

Gambar 6. Herpes zoster sakralis dekstra.


Gambaran perkembangan rash pada herpes zoster diawali dengan munculnya lenting-
lenting kecil yang berkelompok.

1. Lenting-lenting tersebut berubah menjadi bula-bula.


2. Bula-bula terisi dengan cairan limfe, bisa pecah.
3. Terbentuknya krusta (akibat bula-bula yang pecah).
4. Lesi menghilang.

Gambar 7. Sekelompok vesikel-vesikel dalam bentuk variasi

5
Gambar 8. Vesikel pecah menjadi krusta dan mungkin dapat menjadi scar jika
inflamasi berat

1.5 Diagnosis
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa
hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit. 7 Adakalanya sebelum timbul
kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan malaise. Kelainan kulit
tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang
dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih,
setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi,
vesikel dan bula dapat menjadi krusta.8
Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri
lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.
Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit
pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral,
dan mengenai satu dermatom.8
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan
diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan
vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik.4,9 Pada
pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan
serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus
ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster
dapat dilihat secara imunofluoresensi.1,2

6
Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan tetapi
pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain2:
1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop
elektron.
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
3. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

1.6 Diagnosis Banding


- Herpes simpleks
Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas dasar
kulit yang kemerahan. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa gatal atau seperti
terbakar yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Herpes simpleks terdiri atas 2,
yaitu tipe 1 dan 2. Lesi yang disebabkan herpes simpleks tipe 1 biasanya ditemukan pada bibir,
rongga mulut, tenggorokan, dan jari tangan. Lokalisasi penyakit yang disebabkan oleh herpes
simpleks tipe 2 umumnya adalah di bawah pusat, terutama di sekitar alat genitalia eksterna.1

- Varisela
Gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi
vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi
pustul dan kemudian menjadi krusta. Lesi menyebar secara sentrifugal dari badan ke muka dan
ekstremitas.1

- Impetigo vesiko-bulosa
Terdapat lesi berupa vesikel dan bula yang mudah pecah dan menjadi krusta. Tempat
predileksi di ketiak, dada, punggung dan sering bersamaan dengan miliaria. Penyakit ini lebih
sering dijumpai pada anak-anak.1

1.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi herpes zoster pada orang dewasa usia lanjut adalah selain
mempercepat proses penyembuhan juga untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri akut dan
mencegah terjadinya neuralgia pasca herpes. Pemberian obat antivirus merupakan salah satu dari

7
beberapa intervensi untuk mempercepat proses penyembuhan dan mempersingkat lamanya
nyeri.3

1.7.1 Pengobatan Umum

Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan kepada
orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun. Usahakan
agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar. Untuk mencegah
infeksi sekunder jaga kebersihan badan.8

1.7.2 Pengobatan Khusus

a. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir dan
famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat
diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul.
Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5800 mg/hari selama 7 hari,sedangkan melalui
intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang
tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah
valasiklovir. Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam
plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3200 mg/hari selama 7 hari.9,10
Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi
imunitas. Jika lesi baru masih tetap timbul obat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan
sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.9

b. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus herpes
zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500
mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.9,10

c. Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus
sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison

8
dengan dosis 320 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis
prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat
antivirus.3

d. Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan
bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi
sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap
antibiotik. Bila terjadi infeksi sekunder dapat diberikan antibiotic lokal misalnya salep
kloramfenikol 2%.3

Pada HZO dibutuhkan pengobatan yang agresif dan monitoring karena kemungkinan
keterlibatan infeksi mata. Keterlibatan infeksi pada mata terjadi pada setengah dari herpes zoster
ophtalmicus. Secara sederhana, keterlibatan mata ditandai dengan adanya vesikel pada ujung
hibung karena keterlibatan cabang nasociliar (hukum Hutchinson).3

e. Pengobatan neuralgia pasca herpetik


Obat yang direkomendasikan di antaranya gabapentin dosisnya 1.800 mg 2.400 mg per
hari. Hari pertama dosisnya 300 mg sehari diberikan sebelum tidur, setiap 3 hari dosis dinaikkan
300 mg sehari sehingga mencapai 1.800 mg sehari.1

Segera konsultasi dengan ahli yang tepat jika ditemukan gejala yang berkaitan dengan
meningitis (herpes zoster oftalmikus), gigi (zoster cabang maksilaris), infeksi telinga atau
ketulian (sindrom Ramsay Hunt), infeksi orofaring (zoster pharyngis/laryngis),
meningoencephalitis, and encephalomyelitis; dan ketika terdapat komplikasi motorik ataupun
kandung kemih, paru, serta traktus gastrointestinalis.

1.8 Komplikasi
- Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik (PHN) adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun.
Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10-15 % dengan gradasi

9
nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya. Pada
HZO, kejadian PHN lebih sering daripada manifestasi zoster yang lain.1

- Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya
pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat
disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.1

- Kelainan pada mata


Keterlibatan mata dapat mengancam penglihatan jika tidak terdeteksi dan diterapi dengan
tepat. Adanya edem orbita adalah emergensi ophtalmologi dan pasien harus dirujuk ke spesialis
mata. Iritis, iridocyclitis, glaucoma, dan ulkus kornea dapat terjadi pada kasus ini. Keterlibatan
hanya di daerah dibawah fisura palpebra inferior tanpa disertai keterlibatan dari kelopak atas dan
nasal menunjukkan tidak adanya komplikasi pada mata karena daerah kelopak bawah diinervasi
oleh nervus maksillaris superior.1

- Sindrom Ramsay Hunt


Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus ganglion
genikulatum), sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit
yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus,
nausea, dan gangguan pengecapan.1

- Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus
secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini
biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti:
di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan
sembuh spontan.1

1.9 Prognosis
Prognosis penyakit ini pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi pada usia tua
risiko terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat menimbulkan makula

10
hiperpigmentasi atau sikatrik. Dengan memperhatikan higiene & perawatan yang teliti akan
memberikan prognosis yang baik & jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit.

BAB 2
Laporan Kasus

UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : G/Laki-laki/14 Tahun
b. No MR : Pasien Umum
c. Pekerjaan/pendidikan : Pelajar SMP
d. Alamat : Tanjung Aur, Air Dingin.
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan : Belum Menikah
b. Jumlah Anak : Anak ketiga dari tiga bersaudara
c. Status Ekonomi Keluarga :
Kurang mampu
Penghasilan Rp. 1.500.000 yang berasal dari penghasilan kakak pertama pasien
yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dengan jumlah 3 anggota keluarga.
d. Kondisi Rumah :
- Rumah semi permanen terdiri dari 1 ruang tamu, 1 ruang makan, 1 dapur dan 2
kamar tidur, WC dalam rumah dengan septik tank, ventilasi udara dalam ruang
tamu kurang, jendela cukup namun jarang dibuka, perkarangan tidak ada, listrik
ada, sumber air dari PDAM, sampah di bakar.
- Kesan : higine dan sanitasi kurang baik
3. Kondisi Lingkungan Keluarga
- Rumah pasien dihuni 3 orang yaitu pasien, ibu pasien dan saudara perempuan
pasien.

11
4. Aspek Psikologis di keluarga
- Hubungan pasien dengan anggota rumah lain baik.
5. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga
- Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
- Pasien pernah menderita cacar air waktu kecil
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti pasien.
6. Keluhan Utama
Gelembung-gelembung yang berisi cairan di atas kulit yang kemerahan di dada
dan punggung kanan yang terasa nyeri sejak 3 hari yang lalu.
7. Riwayat Penyakit Sekarang (Autoanamsesis dan Alloanamnesis)
- Gelembung-gelembung yang berisi cairan di atas kulit yang kemerahan yang
terasa nyeri pada pada dada dan punggung kanan sejak 3 hari yang lalu. Pada
awalnya muncul kemerahan yang disertai rasa gatal pada dada kanan sejak 4 hari
yang lalu. Kemudian muncul gelembung berisi cairan yang jumlahnya makin lama
makin bertambah banyak. Gelembung ini terasa nyeri dan membuat pasien tidak
bisa tidur. Nyeri semakin bertambah jika terkena gesekan baju.
- Sejak 1 minggu yang lalu pasien mengeluhkan batuk dan demam, namun pada
saat datang pasien sudah tidak mengeluhkan demam dan batuknya.
- Pasien juga mengeluhkan badan tidak enak dan lemas.
- Kelainan seperti ini di bagian tubuh lain tidak ada
- Ibu pasien mengaku bahwa anaknya sering mengeluhkan kelelahan dan nafsu
makannya berkurang dari biasanya.
- Riwayat kontak dengan penderita penyakit seperti ini tidak ada.
- Riwayat kontak dengan penderita cacar air tidak ada.
- Riwayat menderita cacar air ketika kecil ada, namun ibu pasien tidak ingat kapan
anaknya mengalami cacar air.
- Riwayat minum jamu-jamuan dan obat jangka lama disangkal.
- Pasien belum pernah berobat untuk keluhan ini sebelumnya

8. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : CMC
Nadi : 88x/ menit
Nafas :18x/menit
Suhu : 36,9 0C
BB : 30 kg
TB : 130cm
BMI : 17,8
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

12
Kulit : Turgor kulit baik.
THT : Dalam batas normal
Leher : Tidak ditemukan pembesaran KGB
Thorak :
Paru
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi :
Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan : LSD
Atas : RIC II
Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Hati dan Lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Anggota gerak : Perfusi baik, akral hangat

Status Dermatologikus
- Lokasi : Dada kanan dan punggung kanan
- Distribusi : unilateral terlokalisir sesuai dermatom
- Susunan : Herpetiformis
- Bentuk : Khas (bulat)
- Batas : Tegas, tidak tegas
- Ukuran : Millier hingga Plakat
- Effloresensi : Vesikel keruh berkelompok diatas plak eritema disertai bula.

Status Venerologikus : Tidak ditemukan kelainan


Kelainan Selaput : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan kuku : Kuku dan jaringan sehati sekitar kuku tidak ditemukan
kelainan
Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran KGB
9. Laboratorium Anjuran : -
10. Diagnosis Kerja :
Herpes Zooster thorakalis setinggi dermatom T6-T8 dextra
11. Diagnosis Banding : -

13
12. Manajemen
a. Preventif :
- Jangan menggaruk/memecahkan vesikel atau mengoleskan obat-obatan/rempah-
rempah tradisional yang tidak terjamin kebersihannya karena dapat menyebabkan
terjadinya infeksi sekunder.
- Istirahat yang cukup dengan tidur minimal 8 jam sehari
- Mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang dan nutrisi yang cukup untuk
meningkatkan daya tahan tubuh seperti nasi, lontong, ikan, telur serta sayur dan
buah-buahan.
- Jaga kebersihan badan dengan cara mandi 2 kali sehari dengan air bersih untuk
mengurangi gatal-gatal dan mencegah infeksi lain akibat bakteri (infeksi
sekunder).
b. Promotif :
- Menjelaskan kepada pasien dan ibu pasien bahwa penyakit herpes zooster yang di
alami pasien merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh virus yang sangat
menular sehingga anggota keluarga pasien yang lain harus menjaga ketahanan
tubuh agar tidak tertular penyakit ini.
- Menjelaskan kepada pasien dan ibu pasien bahwa penyakit yang diderita pasien
adalah penyakit yang mudah menular melalui udara (inhalasi) dan dianjurkan
kepada pasien agar beristirahat dirumah.
- Menjelaskan kepada ibu dan pasien bahwa lesi kulit tersebut mudah terinfeksi
apabila gelembung terpecah oleh karena itu hindari menggaruk/ memecahkan
gelembung dan jangan mengoleskan obat-obatan/rempah-rempah tradisional
karena dapat menambah penyakit lain di kulit tersebut.
- Menjelaskan kepada pasien dan ibu pasien bahwa penyakit yang diderita pasien
ini bisa menimbulkan komplikasi berupa nyeri pasca herpetik (Neuralgia pasca
herpetik) yang dapat terjadi walaupun lesi kulitnya telah sembuh.
- Minum obat selama 7-10 hari tergantung dari respon pengobatan, minum obat
tidak boleh putus, jika obat sudah habis sebelum pengobatan selesai maka pasien
harus kembali satu hari sebelum obat habis.
- Menjelaskan kepada pasien dan ibu pasien bahwa dalam pengobatan nantinya
pasien akan diberikan obat antivirus yang diminum 5 kali sehari (setiap 5 jam),
oleh karena itu diberikan anjuran jadwal meminum obat pada pasien yaitu pada
jam 05.00-10.00-15.00-20.00-24.00 agar pasien lebih mudah mengingat jadwal
minum obatnya.

14
c. Kuratif :
- Acyclovir 5x600 mg (obat diminum satu setengah tablet)
Keterangan : BBx 20mg : 30 x 20 = 600 mg
- Asam Mafenamat 3x500 mg
- Bedak kocok dioleskan pada gelembung yang belum pecah 2-3 kali sehari setelah
mandi
d. Rehabilitatif :
- Kontrol kembali ke puskesmas bila obat-obat sudah habis
- Jika terjadi nyeri pada wajah (neuralgia pasca herpetik) atau terdapat nanah
(infeksi) pada lesi, segera kontrol ke puskesmas untuk pengobatan.

15
Dinas Kesehatan Kodya Padang

Puskesmas Air Dingin

Dokter : Nalia Maharani, Amelia

Tanggal : 23 Februari 2015

R/ Asiklovir Tab 400 mg No XL

S5dd tab 1

R Asam Mafenamat tab 500 mg no XV

S3dd tab 1

R/ bedak kocok fls No 1

ue (2 x sehari setelah mandi, dioleskan pada lesi yang belum pecah)

Pro : Tn. G

Umur : 14 tahun

Alamat : Tanjung Aur

16
17
18
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.
2. Niode NJ, Suling PL. Insiden Herpes Zoster Pada Anak di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Manado. Perkembangan Penyakit Kulit dan Kelamin di Indonesia Menjelang Abad
21. Perdoski. Surabaya: Airlangga University Press, 1999 ; 215.
3. Indrarini, Soepardiman L. Penatalaksaan Infeksi Virus Varisela-Zoster pada Bayi dan
Anak. Media Dermato-Venereologica Indonesiana. Volume 27. Jakarta: Perdoski: 2000;
65-71.
4. Stankus SJ, Dlugopolski M, Packer D. Management of Herpes Zoster and Post Herpetic
Neuralgia. eMedicine World Medical Library. Diakses pada tanggal 23 Februari 2014.
http://www.emedicine.com/info_herpes_zoster.htm.
5. Naros WE. Tinjauan Retrospektif Penyakit Herpes Zoster Pada Penderita Yang Dirawat
Di Bagian Kulit Dan Kelamin RSUP DR. M. Djamil Padang Periode 1993-1997. Skripsi.
Padang: 1999; 5-9.
6. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit
kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.
7. Anonim. Herpes Zoster. Diakses pada tanggal 24 Februari 2014 dari
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/23/basics/pathophysiology.html
8. Stankus SJ, Dlugopolski M, Packer D. Management of Herpes Zoster and Post Herpetic
Neuralgia. eMedicine World Medical Library. Diakses pada 24 Februari 2014 pada:
http://www.emedicine.com/info_herpes_zoster.htm
9. Andrews. Viral Diseases. Diseases of the Skin. Clinical Dermatology. 9th Edition.
Philadelphia: WB Saunders Company, 2000; 486-491.
10. Wilmana PF. Antivirus dan Interferon. Farmakologi dan Terapi. Edisi Ke-4. Jakarta:
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995; 617.

19

Anda mungkin juga menyukai