N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Kedokteran keluarga adalah upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab
dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin
pasien, juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja. (Azwar Azrul, 1996)
Pelayanan dokter keluarga melibatkan dokter keluarga sebagai penyaring di tingkat
primer sebagai bagian suatu jaringan pelayanan kesehatan terpadu yang melibatkan dokter
spesialis di tingkat pelayanan sekunder dan rumah sakit rujukan sebagai tempat pelayanan
rawat inap, diselenggarakan secara komprehensif, kontinu, integratif, holistik, koordinatif
dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungannya serta
pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memilah jenis kelamin, usia
serta faktor-faktor lainnya. (Depkes, 1996)
Kusta/ Lepra / Morbus Hansen adalah penyakit menular yang dapat disembuhkan
tetapi angka morbiditasnya tinggi karena berkaitan dengan kecacatan atau disabilitas.
Meskipun prevalensi kusta telah menurun secara bermakna selama 20 tahun terakhir, tetapi
kusta masih merupakan masalah yang cukup serius di masyarakat karena pandangan negatif
terhadap penderita kusta dan kecacatan permanen yang dapat terjadi pada penderita kusta.
Menurut laporan dari 103 negara, prevalensi kusta pada akhir bulan ketiga tahun 2014 yaitu
terdapat 180.464 kasus, dengan jumlah kasus baru yang terdeteksi selama tahun 2013 yaitu
215.557 (tidak termasuk kasus yang jumlahnya sangat kecil di Eropa). Sedangkan
berdasarkan data epidemiologi jumlah kasus baru pada penyakit kusta tahun 2012 di
Indonesia yaitu sebanyak 17.980 orang, angka ini turun dari 2011 yaitu 20.023 orang.
Sedangkan prevalensi 2012 yaitu 23.252 orang (0,96/10.000), dengan kriteria eliminasi
adalah < 1 / 10.000 penduduk, karena itu Indonesia sudah masuk dalam kriteria negara yang
sudah mengeliminasi kusta. Untuk cacat tingkat 2 (cacat yang terlihat) tahun 2012 sebesar
0,85 / 100.000 penduduk. Kini lebih banyak ditemukan hidden cases antara lain karena
pencarian kasus meningkat dengan dana Bantuan Operasional Kesehatan, active case
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
finding dan lain-lain serta jumlah kasus baru anak < 15 tahun pada 2012 adalah sebesar 1.959
atau 10,9% dari total kasus baru. (Kemenkes, 2015)
Alasan dilakukannya kunjungan rumah adalah karena Tn. N datang
ke Puskesmas Srengseng dengan keluhan bercak putih di pipi kirinya, dari
anamnesa diketahui bahwa pasien sudah mengalami bercak putih sejak 3
bulan sebelumnya dan belum pernah berobat. Tn. N masih sangat aktif
bekerja dan melakukan aktivitas baik dirumah maupun lingkungannya dan
tidak menyadari penularan dari penyakit kusta yang dideritanya. Akibat
yang dapat ditimbulkan bila pasien tidak dikunjungi adalah dalam jangka
pendek akan terjadi penularan ke orang-orang sekitar dan jangka
panjangnya akan terjadi kecacatan. Untuk mencegah hal tersebut maka
dilakukan kunjungan rumah agar pasien mengetahui cara penularan
penyakitnya dan akibat yang dapat ditimbulkan jika tidak teratur berobat.
I.2
Perumusan masalah
1.2.1
Pernyataan masalah
Tidak teratasinya penyakit Morbus Hansen pada Tn. N
1.2.2
Pertanyaan masalah
1. Apa yang menyebabkan munculnya penyakit Morbus Hansen pada Tn. N?
2. Apa faktor internal yang menyebabkan tidak teratasinya penyakit Morbus
Hansen pada Tn. N?
3. Apa faktor eksternal yang menyebabkan tidak teratasinya penyakit Morbus
Hansen pada Tn. N?
4. Apa alternatif jalan keluar dari masalah yang dihadapi Tn. N?
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
I.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan umum
Teratasinya penyakit Morbus Hansen pada Tn. N
1.3.2
Tujuan khusus
1. Diketahuinya sumber penularan penyakit Morbus Hansen pada Tn. N
2. Diketahuinya faktor internal yang menyebabkan tidak teratasinya penyakit
Morbus Hansen pada Tn. N
3. Diketahuinya faktor eksternal yang menyebabkan tidak teratasinya penyakit
Morbus Hansen pada Tn. N
4. Diketahuinya alternatif jalan keluar dari masalah yang dihadapi Tn. N
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
BAB II
KERANGKA TEORI
II.1.
Definisi
Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium leprae yang memiliki sifat obligat intraseluler. Masa inkubasi M. leprae
sangat bervariasi mulai dari 40 hari sampai 40 tahun, dengan waktu rata-rata 3-5 tahun. Hal
ini disebabkan karena multiplikasi dari kuman tersebut bersifat sangat lambat. Bakteri ini
awalnya menyerang sistem saraf perifer, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa, saluran
pernapasan bagian atas, sistem retikulo-endothelial, mata, otot, tulang, hingga testis. Lesi
pada sistem saraf perifer dapat menyebabkan kehilangan fungsi saraf meliputi sensorik,
motorik, dan otonom. Lesi pada kulit menyebabkan gangguan integritas dan estetika kulit.
(Djuanda et al. 2010)
II.2.
Etiologi
Bakteri penyebab panyakit ini adalah Mycobaterium leprae yang ditemukan oleh G.A.
HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia. M leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 m x
0,8 m. Bakteri ini tergolong dalam kelompok gram positif, bersifat tahan asam dan belum
dapat dibiakkan dalam media artifisial. Secara mikroskopis, kuman ini memiliki bentuk khas
yaitu terlihat seperti basil yang bergerombol seperti ikatan cerutu. Pada pemeriksaan dengan
menggunakan miskroskop elektron, basil ini dapat terlihat dalam berbagai bentuk. Yang
paling sering terlihat yaitu berbentuk filament yang agak sedikit bengkok. (Djuanda et al.
2010; WHO, 2012)
II.3.
Epidemiologi
Penularan Morbus Hansen diduga dapat terjadi melalui dua cara, pertama yaitu kontak
langsung dalam jangka waktu yang lama dan erat. Kedua yaitu dapat menular melalui droplet
yang keluar dari mulut dan hidung dengan jarak yang dekat dan frekuensi yang sering dengan
penderita yang belum mendapat pengobatan. (Djuanda et al. 2010)
Eliminasi Morbus Hansen secara global telah tercapai pada tahun 2000. Hampir 16
juta pasien Morbus Hansen telah sembuh dengan pengobatan MDT (Multi Drug Treatment)
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 27 April 2015 - 20 Juni 2015 4
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
dalam 20 tahun terakhir. Menurut laporan dari 103 negara, prevalensi Morbus Hansen pada
akhir bulan ketiga tahun 2014 yaitu terdapat 180.464 kasus, dengan jumlah kasus baru yang
terdeteksi selama tahun 2013 yaitu 215.557 (tidak termasuk kasus yang jumlahnya sangat
kecil di Eropa). Jumlah kasus baru menunjukkan transmisi infeksi yang masih terjadi di suatu
komunitas. Sejumlah 13 negara melaporkan tidak ada kasus baru sama sekali pada tahun
2013. Statistik global memperlihatkan ada 206.107 (96%) kasus baru dari 14 negara dan
hanya 4% sisanya merupakan jumlah kasus baru dari negara lain selain 14 negara tersebut.
Negara yang termasuk daerah endemis yaitu: Angola, Bangladesh, Brazil, Republik Rakyat
Cina, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, India, Indonesia, Madagaskar, Mozambique,
Myanmar, Nepal, Nigeria, Filipina, Sudan Selatan, Sri Lanka, Sudan and Republik Serikat
Tanzania.
Indonesia merupakan salah satu negara endemis Morbus Hansen, dimana negara ini
menduduki peringkat ketiga jumlah penderita Morbus Hansen terbanyak pada tahun 2009
setelah India dan Brazil dengan prevalensi 1,7 per 10.000 penduduk. Pada akhir tahun 2012,
telah dilaporkan terdapat sebanyak 20.023 kasus Morbus Hansen baru di Indonesia. Sekitar
80% dari kasus Morbus Hansen baru merupakan Morbus Hansen tipe Multibasilar, bentuk
infeksius dari Morbus Hansen yang belum diterapi; 10% dari kasus Morbus Hansen baru
terjadi pada anak-anak yang menunjukkan bahwa penyakit tersebut masih memiliki transmisi
tinggi di masyarakat; dan hampir 8% penderita kasus Morbus Hansen baru mengalami
kecacatan yang signifikan. Morbus Hansen dapat mengenai semua usia, tetapi anak-anak
lebih rentan daripada orang dewasa. Frekuensi tertinggi didapatkan pada usia 25-35 tahun.
(Djuanda et al. 2010; WHO, 2012; Depkes RI, 2013)
II.4.
Patogenesis
M. leprae mempunyai patogenesitas dan daya invasi yang rendah, karena pada
penderita Morbus Hansen yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu menunjukkan
gejala yang lebih berat, bahkan dapat terjadi sebaliknya. Hal tersebut dapat terjadi karena
terdapat respon imun yang berbeda-beda pada setiap penderita yang mempengaruhi
timbulnya reaksi granuloma yang dapat sembuh sendiri atau progresif. (Djuanda et al. 2010)
Lipoprotein yang berhubungan dengan dinding sel, ligan untuk mengenali pola
reseptor seperti TLR2 (Toll-like Receptor 2) dan NOD2 (Nucleotide-binding Oligomerization
Domain Containing 2) pada sistem imun alami, mungkin berperan dalam memulai respon
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 27 April 2015 - 20 Juni 2015 5
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
awal host terhadap M. leprae. Respon ini penting dalam menentukan gejala klinis yang akan
timbul kemudian. Phenolic glycolipid I merupakan konstituen imunogenik yang spesifik pada
lapisan luar dinding sel kuman yang bersifat sangat nonpolar. Kuman ini masuk ke dalam
saraf di mediasi oleh ikatan antara trisakarida yang terdapat dalam phenolic glycolipid I
dengan laminin-2 di lamina basalis unit akson sel Schwann, yang merupakan alasan mengapa
M. leprae merupakan satu-satunya bakteri yang dapat menginvasi sistem saraf perifer. (Wolff
et al. 2012)
Masuknya M. leprae dalam tubuh ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) dan
melalui dua signal yaitu signal pertama serta kedua. Signal pertama adalah tergantung pada
TCR- terkait antigen (T cell Receptor) yang dipresentasikan oleh molekul MHC (Major
Histocompatibility Complex) pada permukaan APC (Antigen-presenting Cell), sedangkan
signal kedua adalah produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan dari molekul
kostimulator APC yang berinteraksi dengan ligan sel T melalui CD28 (Cluster of
Differentiation 28). Kedua signal ini akan mengaktivasi To sehingga To akan berdiferensiasi
menjadi Th1 (T helper-1) dan Th2 (T helper-2). Adanya TNF (Tumor Necrosis Factor
alpha) dan IL-12 (Interleukin-12) akan membantu diferensiasi To menjadi Th1. (Walker dan
Lockwood, 2006; Wolff et al. 2012)
Th1 akan menghasilkan IL-2 dan IFN- (Interferon-gamma) yang akan meningkatkan
fagositosis makrofag (fenolat glikolipid I yang menrupakan lemak dari M. leprae akan
berikatan melalui reseptor CR1 (Complement Receptor type 1), CR3, CR4 pada
permukaannya lalu difagositosis) dan proliferasi sel B. Selain itu, IL-2 juga akan
mengaktifkan CTL (Cytotoxic T-Lymphocyte) lalu CD8+. Dalam fagosit, fenolat glikolipid
akan melindungi bakteri dan penghancuran oksidatif oleh anion superoksida dan radikal
hidroksil yang dapat menghancurkan secara kimiawi. Kegagalan membunuh antigen tersebut
membuat sitokin dan growth factor terus dihasilkan dan akan merusak jaringan, akibatnya
makrofag akan terus diaktifkan dan lama kelamaan sitoplasma dan organel makrofag akan
membesar menjadi sel epiteloid yang akan bersatu membentuk granuloma yang penuh
kuman. Granuloma dapat ditemukan terutama pada area tubuh yang suhunya lebih dingin,
seperti cuping telinga, hidung, penonjolan tulang pipi, alis mata, dan kaki. (Walker dan
Lockwood, 2012)
Th2 akan menghasilkan IL4, IL-10, IL-5, IL-13 dimana IL-5 akan mengaktivasi
eosinofil, IL-4 dan IL0-10 mengaktivasi makrofag, IL-4 sendiri akan mengaktivasi sel B
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 27 April 2015 - 20 Juni 2015 6
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
untuk menghasilkan IgG (Immunoglobulin G) dan IgE, selain itu IL-4, IL-10, dan IL-13 akan
mengaktivasi sel mast. (Walker dan Lockwood, 2006; Wolff et al. 2012)
Sinyal I tanpa adanya sinyal II akan menginduksi sel T anergi dan membuat tidak
teraktivasinya APC secara lengkap sehingga menyebabkan respon ke arah Th2. Pada Leprosi
Tuberkuloid Th1 akan lebih tinggi dibandingkan Th2, sedangkan pada Leprosi Lepromatous
Th2 akan lebih tinggi dibandingkan Th1. (Walker dan Lockwood, 2006; Wolff et al. 2008)
II.5.
Diagnosis
Diagnosis Morbus Hansen biasanya sering ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala
Lesi kulit yang bersifat tetap dan dengan kehilangan sensasi yang pasti, dengan atau
sekitarnya, tetapi dapat juga berwarna kemerahan. Dapat berbentuk makula, papul atau nodul.
Hilang sensasi merupakan tanda yang khas pada Morbus Hansen, yang dapat terjadi pada lesi
kulit apabila diberikan sentuhan ringan atau tusukan jarum. Penebalan saraf tepi juga
merupakan tanda yang khas pada Morbus Hansen, biasanya diikuti tanda lain sebagai akibat
dari kerusakan pada saraf tersebut. Diantaranya yaitu kehilangan sensasi di kulit dan
kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf tersebut. Apabila tidak terdapat tanda-tanda
tersebut, penebalan saraf saja tanpa kehilangan sensasi dan/atau kelemahan otot sering
merupakan tanda yang harus dipertimbangkan untuk Morbus Hansen. (WHO, 2012)
Pemeriksaan bakterioskopik dapat dilakukan untuk membantu dalam menegakkan
diagnosis dan mengamati perkembangan pengobatan. Sediaan biasanya diambil dari kerokan
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 27 April 2015 - 20 Juni 2015 7
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan
terhadap kuman basil tahan asam (BTA) yaitu dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Kerokan
kulit untuk pemeriksaan rutin biasanya diambil dari minimal 4-6 tempat, yaitu kedua cuping
telinga bagian bawah dan 2-4 lesi lain yang paling aktif, artinya lesi yang paling eritematosa
dan infiltrative. Sediaan tersebut diperiksa dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran
lensa obyektif 100x. Hasil pemeriksaan BTA ini dinyatakan dengan Indeks Bakteri (IB)
dengan nilai 0 sampai 6+: (Djuanda et al. 2010)
virchow atau sel lepra atau sel busa yang sebenarnya adalah histiosit (makrofag pada jaringan
kulit) yang tidak dapat menghancurkan M. leprae yang masuk ke dalam tubuh karena sistem
imun seluler (SIS) yang rendah dari host, sehingga dijadikan tempat berkembang biak oleh
bakteri tersebut. Gambaran histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan
saraf yang lebih nyata, tidak ada kuman atau hanya sedikit. Pada tipe lepromatosa terdapat
kelim sunyi subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung dibawah
epidermis yang jaringannya tidak patologik. Pada tipe borderline, terdapat campuran unsurunsur tersebut. (Djuanda et al. 2010)
Pemeriksaan serologik dilakukan apabila diagnosis Morbus Hansen masih meragukan
akibat tanda klinis dan hasil pemeriksaan bakteriologik yang tidak jelas. Pemeriksaan ini
berdasar pada antibodi yang terbentuk pada tubuh seseorang yang terinfeksi M. leprae.
Terdapat dua jenis antibodi yang dapat terbentuk, yaitu antibodi spesifik dan non-spesifik.
Antibodi spesifik diantaranya anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16
kD serta 35 kD. Sedangkan antibodi yang non-spesifik antara lain antibodi antilipoarabinomanan (LAM), yang juga dihasilkan oleh kuman M. tuberculosis. Pemeriksaan
serologik yang dapat dilakukan yaitu: (Djuanda et al. 2010)
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
II.6.
sistem imun seluler (SIS) penderita. Klasifikasi tersebut diantaranya adalah klasifikasi
Ridley-Jopling, klasifikasi India, klasifikasi Madrid, dan klasifikasi WHO. (Djuanda et al.
2010)
Pada klasifikasi Ridley-Jopling (1966), Morbus Hansen dianggap sebagai suatu
spektrum determinate klinis mulai dari daya kekebalan tubuh yang rendah pada suatu sisi
sampai mereka yang memiliki kekebalan tubuh yang tinggi terhadap M.leprae di sisi yang
lainnya. Kekebalan seluler (cell mediated imunity = CMI) seseorang yang akan menentukan
apakah dia akan menderita Morbus Hansen apabila individu tersebut mendapat infeksi
M.leprae dan tipe Morbus Hansen yang akan dideritanya pada spektrum penyakit Morbus
Hansen. Kelima tipe Morbus Hansen menurut Ridley-Jopling adalah tipe Lepromatous (LL),
tipe Borderline Lepromatous (BL), tipe Mid-Borderline (BB), tipe Borderline Tuberculoid
(BT), dan tipe Tuberculoid (TT). (Djuanda et al. 2010; Wolff et al. 2008)
Tuberculoid polar (TT) merupakan tipe tuberkuloid 100% dan lepromatous polar
(LL) merupakan tipe lepromatosa 100%. Keduanya merupakan tipe yang stabil dan tidak
mungkin berubah tipe. Sedangkan tipe diantara tuberkuloid indefinite (Ti) dan lepromatosa
indefinite (Li) yaitu borderline tuberculoid (BT), mid borderline (BB), dan borderline
lepramatous (BL) merupakan bentuk yang tidak stabil sehingga dapat berubah tipe sesuai
derajat imunitas. Tipe tuberkuloid indefinite (Ti) dan lepromatosa indefinite (Li) merupakan
tipe borderline atau campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa. BB adalah tipe campuran
yang terdiri atas 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa. BT dan Ti lebih banyak
tuberkuloidnya, sedangkan BL dan Li lebih banyak lepromatosanya. Tipe indeterminate (I)
tidak dimasukkan ke dalam spektrum. Pada fase ini, kemungkinan untuk kembali sembuh
sebesar 70%. Sementara 30% sisanya kemungkinan dapat berkembang menjadi tipe-tipe di
dalam spektrum diatas. (Djuanda et al. 2010)
Pada klasifikasi Madrid (1953), penyakit Morbus Hansen dibagi atas Indeterminate
(I), Tuberculoid (T), Borderline-Dimorphous (B), Lepromatous (L). Klasifikasi ini
merupakan klasifikasi paling sederhana berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 27 April 2015 - 20 Juni 2015 9
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
bakteriologis, dan pemeriksaan histopatologi, sesuai rekomendasi dari International Leprosy
Association. (Djuanda et al. 2010)
WHO mulai mengembangkan klasifikasi Morbus Hansen pada tahun 1981, yaitu
membagi Morbus Hansen menjadi multibasilar dan pausibasilar. Yang termasuk multibasilar
yaitu tipe LL, BL dan BB pada klasifikasi Ridley-Jopling dengan indeks bakteri (IB) lebih
dari 2+ dan pausibasilar adalah tipe I, TT dan BT dengan IB kurang dari 2+. Pada tahun 1987
WHO mengembangkan klasifikasi untuk kepentingan pengobatan yaitu Morbus Hansen PB
adalah Morbus Hansen dengan BTA negatif pada pemeriksaan kerokan jaringan kulit, yaitu I,
TT dan BT menurut klasifikasi Ridley-Jopling. Bila pada tipe tersebut disertai BTA positif,
makan akan dimasukkan ke dalam Morbus Hansen MB. Dan Morbus Hansen MB yaitu tipe
BB, BL dan LL atau tipe apapun dengan hasil BTA positif. Karena pemeriksaan kerokan
jaringan kulit tidak selalu tersedia, maka pada tahun 1995 WHO menyederhanakan klasifikasi
untuk memudahkan pengobatan di lapangan yaitu berdasarkan hitung lesi dan jumlah saraf
yang terkena. Sampai saat ini Departemen Kesehatan Indonesia menerapkan klasifikasi
menurut WHO sebagai pedoman pengobatan penderita Morbus Hansen. Klasifikasi tersebut
bertujuan untuk menentukan regimen pengobatan, prognosis, dan komplikasi, menentukan
operasional, misalnya menemukan pasien-pasien yang menular yang mempunyai nilai
epidemiologis tinggi sebagai target utama pengobatan dan untuk identifikasi pasien yang
kemungkinan besar akan menderita cacat. (Djuanda et al. 2010; WHO, 2012)
Tabel 1. Klasifikasi Morbus Hansen menurut WHO
Lesi Kulit
(makula datar, papul yang
meninggi, nodus)
Pausibasilar (PB)
Jumlah: 1-5 lesi
Warna:
Hipopigmentasi/
Multibasilar (MB)
Jumlah: >5 lesi
Distribusi: simetris
Anestesia: kurang jelas
eritema
Distribusi: asimetris
Anestesia: jelas
Kerusakan Saraf
Hanya satu cabang saraf
Banyak cabang saraf
Sumber : Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta Kemenkes RI 2012
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Sifat
Lepromatosa (LL)
Borderline
Mid borderline
lepromatosa (BL)
(BB)
Makula
Makula
Plakat
Infiltrat difus
Plakat
Dome-shaped
Papul
Papul
(kubah)
Nodus
Tidak terhitung,
Sukar dihitung,
Punched-out
Dapat dihitung,
Distribusi
Permukaan
kulit sehat
Simetris
Halus berkilat
sehat
Hampir simetris
Halus berkilat
ada
Asimetris
Agak kasar, agak
Batas
Anesthesia
Tidak jelas
Tidak ada sampai
Agak jelas
Tak jelas
berkilat
Agak jelas
Lebih jelas
Lesi
Bentuk
Jumlah
tidak jelas
BTA
Lesi kulit
Banyak (ada
Banyak
Agak banyak
Sekret hidung
globus)
Banyak (ada
Biasanya negatif
Negatif
globus)
Tes lepromin
Negatif
Negatif
Biasanya negatif
Tabel 2. Gambaran klinis, bakteriologik, dan imunologik Morbus Hansen multibasilar (MB)
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Tabel 3. Gambaran klinis, bakteriologik, dan imunologik Morbus Hansen pausibasilar (PB)
Sifat
Tuberkuloid (TT)
Borderline
Indeterminate (I)
Tuberkuloid (BT)
Lesi
Bentuk
Jumlah
Distribusi
Permukaan
Batas
Anesthesia
Makula dibatasi
dibatasi infiltrat
Asimetris
Kering bersisik
Jelas
dengan satelit
Masih asimetris
Kering bersisik
Jelas
Variasi
Halus, agak berkilat
Dapat jelas atau
Jelas
Jelas
Hanya makula
jelas
BTA
Lesi kulit
Tes lepromin
1+
Positif lemah
Biasanya negatif
Dapat positif lemah
atau negatif
Sumber : Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta Kemenkes RI 2012
II.7.
Penatalaksanaan
Pengobatan Morbus Hansen sejak tahun 1971 menggunakan multi drug treatment
(MDT) sesuai dengan rekomendasi WHO. Tujuan penggunaan MDT pada terapi Morbus
Hansen yaitu sebagai usaha untuk mencegah dan mengobati resistensi, memperpendek masa
pengobatan dan mempercepat pemutusan mata rantai penularan. Cara pemberian MDT sesuai
dengan rekomendasi WHO yang digunakan di Indonesia terbagi menjadi: (Djuanda et al.
2010)
1. Regimen MDT untuk MB (BB, BL, LL, atau semua tipe dengan BTA positif) yaitu:
Rifampisin 600 mg setiap bulan, dalam pengawasan
DDS 100 mg setiap hari
Klofazimin: 300 mg setiap bulan, dalam pengawasan, diteruskan 50 mg sehari
atau 100 mg selama sehari atau 3 kali 100 mg setiap minggu
Mula-mula kombinasi obat ini diberikan 12 dosis dalam 12 sampai 18 bulan dengan
syarat bakterioskopis harus negatif. Apabila masih positif, pengobatan dilanjutkan
sampai bakterioskopis negatif. Selama pengobatan dilakukan pemeriksaan klinis
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 27 April 2015 - 20 Juni 2015 13
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
setiap bulan dan bakterioskopis minimal setiap 3 bulan. Rata-rata lama pengobatan
Morbus Hansen MB ini selama 2 sampai 3 tahun. Penghentian pemberian obat disebut
Release From Treatment (RFT). Setelah RFT dilakukan tindak lanjut secara klinis dan
bakterioskopis minimal setiap tahun selama 5 tahun. Jika bakterioskopis tetap negatif
dan klinis tidak terdapat lesi baru, maka dinyatakan bebas dari pengamatan atau
disebut Release From Control (RFC).
2. Regimen MDT untuk PB (I, TT, BT, dengan BTA negatif) yaitu:
Rifampisin 600 mg setiap bulan, dalam pengawasan
DDS 100 mg setiap hari
Kedua obat ini diberikan dalam 6 dosis selama 6 sampai 9 bulan. RFT dapat
dilakukan setelah 6-9 bulan. Selama pengobatan, harus dilakukan pemeriksaan klinis
setiap bulan dan bakterioskopis setelah 6 bulan pada akhir pengobatan. Setelah RFT,
pemeriksaan minimal dilakukan setiap tahun selama 2 tahun secara klinis dan
bakterioskopis. Jika tidak ada keaktifan baru, maka dapat dinyatakan RFC.
3. Pengobatan Lesi Tunggal: Kasus PB dengan lesi tunggal ditatalaksana dengan
Rifampisin 600 mg + Ofloksasin 400 mg + Minosiklin 100 mg (dosis tunggal).
4. Pengobatan Situasi Khusus
1) Pasien yang tidak dapat mengonsumsi rifampisin (karena efek samping atau
resisten rifampisin).
Dilakukan pengobatan selama 24 bulan:
- 6 bulan pertama: Setiap hari mengkonsumsi 50 mg Klofazimin ditambah dengan dua dari
antara (1) Ofloksasin 400 mg, (2) Minosiklin 100 mg, dan (3) Klaritromisin 500 mg
- 18 bulan berikutnya: Setiap hari konsumsi 50 mg Klofazimin, ditambah dengan 100 mg
Minosiklin ATAU Ofloksasin 400 mg. Apabila tersedia, Ofloksasin dapat diganti dengan
Moksifloksasin 400 mg.
2) Pasien yang tidak dapat mengonsumsi Klofazimin (efek samping)
Dapat diganti dengan ofloksasin 400 mg, atau monisiklin 100 mg, atau
moksifloksasin 400 mg dalam regiemen MB 12 bulan. Dapat juga diganti
regimen MDT 12 bulan dengan konsumsi rifampisin 600 mg + ofloksasin 400 mg
+ minosiklin 100 mg setiap bulan selama 24 bulan.
3) Pasien yang tidak dapat konsumsi dapson/DDS
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Pada regimen pengobatan MB, DDS distop segera. Pada regimen pengobatan PB,
klofazimin dapat digunakan untuk menggantikan DDS, dengan dosis yang sama
dengan dosis pada regimen pengobatan MB.
II.8.
bersifat akut pada perjalanan penyakit yang kronis. Mekanisme reaksi ini belum jelas, tetapi
diduga karena reaksi imun pada penderita saat dilakukan pengobatan. Terdapat dua reaksi
kusta yaitu:
1. ENL (Eritema Nodosum Leprosum)
ENL biasanya terjadi pada tipe Morbus Hansen MB, terutama LL dan BL.
Reaksi ini diduga terjadi karena respon imun humoral yang membentuk kompleks
imun antigen antibodi. ENL banyak terjadi pada saat pengobatan karena banyak
kuman Morbus Hansen yang mati, sehingga banyak antigen yang dilepaskan dan
bereaksi dengan antibodi, serta mengaktifkan sistem komplemen. Gejala klinis yang
timbul pada reaksi ini berupa nodus eritema yang nyeri dengan tempat predileksi di
lengan dan tungkai. Apabila sudah mengenai organ lain, bisa menimbulkan gejala
seperti iridosiklitis, neuritis akut, limfadenitis, artritis, orkitis dan nefritis akut.
2. Reaksi reversal
Reaksi reversal hanya dapat terjadi pada tipe borderline (Li, BL, BB, BT, Ti).
Yang berperan dalam terjadinya reaksi ini yaitu sistem imunitas seluler (SIS), dimana
terjadi peningkatan secara mendadak pada SIS tersebut, sehingga biasanya tipe kusta
akan bergerak kearah TT. Mekanisme terjadinya reaksi ini juga diperkirakan
berhubungan dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Gejala klinis reaksi reversal
ialah umumnya sebagian atau seluruh lesi akan bertambah aktif dan bisa juga timbul
lesi baru.
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
II.9 Kerangka teori
Morbus Hansen
Bakteri
Mycobacterium
leprae
(Agent)
Sumber penularan
(Faktor lingkungan)
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
BAB III
DATA KLINIS
III.1. Identitas
Nama Pasien
: Tn. N
Umur Pasien
: 46 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Srengseng RT 5 RW 2
Agama
: Islam
Suku
: Betawi
Suku bangsa
: Indonesia
Pekerjaan
III.2. Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis (istri) pada tanggal 9 Mei 2015 di rumah pasien.
Keluhan utama
Bercak putih di pipi kiri
Keluhan tambahan
Tangan dan kaki terasa baal
Riwayat perjalanan penyakit
Pasien datang ke Puskesmas Kelurahan Srengseng dengan keluhan bercak putih di
pipi kiri sejak 3 bulan yang lalu. Bercak putih tersebut berbentuk bulat dengan tepi
kemerahan dan berdiameter 4-5 cm. Pasien merasa bercak tersebut tidak menimbulkan rasa
gatal. Bercak di pipi kiri mulai menyebar ke dada, punggung, paha, sekitar selangkangan,
tungkai atas, tungkai bawah dan kaki sejak 2 bulan yang lalu. Bercak awalnya rata dengan
permukaan kulit, tetapi kemudian meninggi sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga merasa baal
pada tempat yang terdapat bercak putih tersebut, disertai rasa baal pada kedua tangan dan
kedua kaki yang semakin bertambah parah sejak 1 bulan terakhir. Keluhan ini berawal
muncul sejak 3 bulan yang lalu, tetapi pasien tidak menghiraukannya dan mengganggap
bercak tersebut akan hilang dengan sendirinya, sehingga pasien tidak pergi berobat ke
fasilitas kesehatan terdekat. Sampai keluhan-keluhan tambahan yang lain muncul, sehingga
mulai mengganggu pasien dan akhirnya pasien pergi berobat ke Puskesmas. Satu tahun yang
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 27 April 2015 - 20 Juni 2015 17
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
lalu pasien pernah mengalami keluhan yang serupa, tetapi pasien tidak pergi berobat dan
pasien mengatakan keluhan tersebut hilang dengan sendirinya setelah beberapa minggu.
Keluhan yang dirasakan pasien tidak mengganggu aktivitas sehari-hari nya, sehingga pasien
tetap beraktivitas seperti biasa dan pergi bekerja setiap hari. Sebelumnya pasien bekerja
sebagai sopir pribadi, sekarang pasien tetap bekerja tetapi hanya mengerjakan pekerjaan
rumah tangga dirumah majikannya. Hal tersebut karena majikan pasien takut pasien
menularkan penyakitnya kepada anak-anaknya, sehingga untuk sementara pasien tidak
diperbolehkan mengendarai kendaraannya. Pasien sudah bekerja selama 2 tahun sebagai sopir
pribadi, tetapi pasien mengaku bahwa di lingkungan tempat ia bekerja tidak ada orang yang
mengalami keluhan yang serupa. Sebelumnya pasien pernah bekerja sebagai pegawai bank
bagian keuangan selama 5 tahun dan mandor proyek bangunan selama 10 tahun. Dan pasien
juga menyangkal bahwa terdapat orang yang mengalami keluhan serupa dengan dirinya di
lingkungan tempat ia bekerja dahulu. Pasien tergabung dalam kegiatan Majelis Taklim di
masjid dekat rumahnya dan tidak ada anggota Majelis Taklim yang mengalami keluhan yang
sama. Riwayat buang air besar normal, lancar, teratur satu kali sehari, warna coklat,
konsistensi normal, tidak ada lendir, tidak ada darah, tidak nyeri. Riwayat buang air kecil
lancar dengan frekuensi 4-5x sehari, warna kuning jernih, tidak nyeri, tidak ada darah.
: Disangkal
: Disangkal
: Diakui
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Ibu pasien
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat imunisasi
Pasien mengatakan pasien tidak mendapat imunisasi apapun sejak kecil.
Riwayat makan
Makan pagi : Nasi putih, telur ceplok, nugget
Makan siang : Nasi putih, ikan bawal balado, tempe goreng, sayur bayam
Makan malam : Nasi putih, ayam goreng, sayur lodeh
Selingan
: Pisang goreng tepung, teh manis
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 27 April 2015 - 20 Juni 2015 18
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Kesan : Kualitas
: Gizi cukup
Kuantitas
: Porsi yang dimakan cukup
Riwayat olahraga
Pasien tidak pernah berolahraga.
Riwayat pengobatan
Pasien pertama kali pergi berobat ke Puskesmas, kemudian pasien dirujuk ke RS.
Sitanala. Pasien rutin berobat setiap bulan. Pasien berobat dengan menggunakan kartu
BPJS.
III.3. Pemeriksaan fisik
Tanggal
: 9 Mei 2015
Pukul
: 10.00 WIB
: Baik
Kesadaran
Status generalis
: Nadi
Pernafasan
: 20x/menit
Suhu
: 36,7C
TD
: 110/70 mmHg
Data antropometri
Berat badan
: 75 kg
Tinggi badan
: 168 cm
IMT
: 25.67 kg/m2
Kesan
Pemeriksaan fisik
Kepala
Bentuk dan ukuran
terdapat benjolan.
Rambut dan kulit
dicabut.
Wajah
Mata
: Simetris
: Palpebra superior et inferior tidak edema, konjungtiva anemis
-/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat, isokor, diameter 3mm, reflek cahaya +/+, jarak antar
mata normal
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 27 April 2015 - 20 Juni 2015 19
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Hidung
tarik
Mulut dan bibir
tenang, faring tenang, mukosa mulut tidak ada kelainan, stomatitis -, karies gigi Kelenjar getah bening: Tidak teraba membesar (submental, supraklavikular, servikal,
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: Tampak datar
Auskulatsi
Perkusi
Palpasi
: Supel, nyeri tekan di ke-empat kuadran (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar
Ekstremitas
Kulit
Status dermatologikus:
-
Regio
Distribusi
Warna
Ukuran
Jumlah
Efloresensi primer
: Seluruh tubuh
: Generalisata
: Putih dengan tepi kemerahan
: Plakat
: Multipel
: Plak
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Saraf kranial
Motorik
5/5/5/5
Pemeriksaan sensibilitas
Di daerah lesi:
-
Halus kasar
kaki
Panas dingin
Tajam-tumpul
: Tidak dilakukan
: Hipo-estesi di wajah, dada, punggung, selangkangan, paha,
kaki
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 27 April 2015 - 20 Juni 2015 21
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Genitalia
G
0
III.5. Diagnosa
Diagnosa Kerja
Diagnosa tambahan
Diagnosa banding
: Ptyriasis versikolor
Non-farmakologis
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
BAB IV
DATA KELUARGA DAN LINGKUNGAN
IV.1.
Struktur keluarga
Pasien adalah laki-laki berusia 46 tahun, anak ketiga dari sepuluh bersaudara. Kedua
orang tua pasien sudah meninggal dunia. Pasien memiliki tiga orang anak, dua orang laki-laki
dan satu orang perempuan. Saat ini pasien tinggal serumah bersama istri dan ketiga anaknya.
No.
Nama
L/
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
Hub. Dengan
1.
2.
3.
Tn. N
Ny. Y
Tn. FR
P
L
P
L
(thn)
46
41
21
pokok
Asisten RT
Ibu RT
-
terakhir
SMA
SMA
S1
pasien
Pasien
Istri
Anak
4.
Nn. RR
15
SMP
Anak
menikah
Belum
Anak
menikah
Belum
5.
An. AA
TKK
Ket.
Pasien
Belum
menikah
Tabel 5. Daftar anggota keluarga Tn. N menurut jenis kelamin, umur, pekerjaan pokok,
pendidikan terakhir dan hubungan keluarga
Sumber: Modifikasi penulis
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
IV.2.
Genogram keluarga
Tn. R
b:? D:2011
Ny. S
b:? D:2011
Tn. E
b:? D:1991
Ny. I
b:?
m:
?
m:
?
Tn. N
b: 1969
Ny. Y
b: 1974
m:199
3
FA
b: 1994
RR
b: 2000
AA
b: 2010
Keterangan:
Laki-laki
Perempuan
Alm. Laki-laki
Alm. Perempuan
Tinggal 1 rumah
Menikah
:m
Lahir
:b
Meninggal
:D
Gambar 2. Genogram Keluarga Tn. N
IV.3.
Riwayat imunisasi
keluarga
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Daftar
JK
Umur
Keluarga
(tahun)
Tn. N
L
46
Ny. Y
P
41
Tn. FR
L
21
Nn. RR
P
15
An. AA
L
5
Sumber : Modifikasi penulis
Campak
BCG
+
+
+
+
+
+
Vaksinasi
DPT
+
+
+
Polio
HB
+
+
+
+
+
+
Keterangan:
JK
: Jenis kelamin
HB
: Hepatitis B
: Laki-laki
DPT
: Perempuan
Kesimpulan: Tn. N dan Ny. Y tidak mendapat imunisasi sama sekali, sedangkan anak-anak
Tn. N mendapat imunisasi lengkap.
IV.4.
Kondisi ekonomi
Penghasilan keluarga berasal dari pasien sendiri yang bekerja sebagai sopir pribadi dengan
penghasilan Rp 3.000.000,- per bulan dan kos-kosan yang berada dirumah pasien dengan
jumlah pendapatan Rp 5.500.000,- per bulan. Jadi, total penghasilan yang pasien dapatkan
dalam sebulan yaitu sekitar Rp 8.500.000,-. Uang yang didapat pasien digunakan untuk biaya
pendidikan anak-anaknya dan untuk keperluan sehari-hari.
Perincian pengeluaran rutin tiap bulan:
Makanan dan minuman (Rp 50.000,-/hari)
: Rp 1.500.000,-
: Rp 7.000.000,-
: Rp
600.000,-
Biaya lain-lain
: Rp
400.000,-
Total
: Rp 9.500.000,-
Tidak terdapat sisa uang untuk ditabung, tetapi setiap bulan pasien kekurangan Rp
1.000.000,- dan untuk kekurangan nya itu biasanya pasien meminjam ke ibu mertuanya.
IV.5.
Pola berobat
Pasien pergi berobat ke Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
IV.6.
masakan rumah yang dimasak oleh istrinya, tetapi terkadang pasien juga membeli makanan
diluar.
Berat
(g)
100
50
150
20
10
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
349
79
192
180
37,6
837,6
6,8
6,4
9,96
0
0
23,16
0,7
5,75
12,04
20
0
38,49
78,9
0,35
10,44
0
9,4
99,09
Makan siang: Nasi putih, ikan bawal balado, tempe goreng, sayur bayam, teh manis
Bahan
Berat
(g)
Beras
100
Ikan bawal 100
Tempe
50
Bayam
100
Minyak
15
Gula
10
Subtotal
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
349
85,31
80
45
135
37,6
731,91
6,8
17,81
9,15
3,5
0
0
37,26
0,7
1,59
2
0,5
15
0
19,79
78,9
0
6,35
6,5
0
9,4
101,15
Berat
(g)
Pisang raja 100
Tepung
10
Minyak
15
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
133
35,7
135
1,2
0,89
0
0,2
0,13
15
31,6
7,73
0
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Gula
Subtotal
10
37,6
296,3
0
2,09
0
15,33
9,4
48,73
Makan malam: Nasi putih, ayam goreng, sayur lodeh, teh manis
Bahan
Bera
t (g)
100
100
50
25
25
Beras
Ayam
Labu siam
Tempe
Kacang
belinjo
Jagung
50
Kacang
50
panjang
Santan
50
Minyak
10
Gula
10
Subtotal
TOTAL
Berat Badan: 75 kg
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
349
95
14,5
40
43,5
6,8
18,2
0,3
4,575
1,5
0,7
2,5
0,05
1
0,1875
Karbohidrat
(g)
78,9
0
3,25
3,175
8,9375
19,5
22,5
1,1
1,35
0,05
0,15
3,7
2,7
64
90
37,6
775,6
2641,41 kkal
1,0
0
0
34,825
97,335 g
5,0
10
0
19,6375
93,24 g
3,8
0
9,4
1113,86
362,83 g
Lama (jam)
7
4
Perhitungan
7 x 1 x 73,43
4 x 1,7 x 73,43
Total (kkal)
514,01
499,32
4 x 1,5 x 73,43
440,58
1
4
1
1
2
24
1 x 3,2 x 73,43
4 x 1,4 x 73,43
1 x 1,4 x 73,43
1 x 1,8 x 73,43
2 x 1,4 x 73,43
234,97
411,20
102,80
132,17
205,60
2.540,65
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Kebutuhan per jam: 2.540,65 kkal/24 = 105,86 kkal/jam
Aktivitas: 105,86/73,43 = 1,44 Aktivitas ringan
Protein: 1,2 g/kgBB/hari 1,2g x 75 = 90 g/hari 90g x 4 kkal = 360 kkal/hari
P/E Ratio: [(90g x 4 kkal)/ 2.540,65 kkal] x 100% = 14,16%
Lemak: 25% 25/100 x 2.540,65 kkal = 635,16 kkal/hari 70,57 g/hari
Karbohidrat: 100%-(25%+14,16%) = 60,84% 60,84/100 x 2.540,65 kcal = 1545,73
kkal/hari 386,43 g/hari
Selisih
Asupan
Kebutuhan
Selisih
Energi (kkal)
2641,41
2.540,65
+ 100,76
Protein (g)
97,33
90
+ 7,33
Lemak (g)
93,24
70,57
+ 22,67
Karbohidrat (g)
362,83
386,43
- 23,6
IV.7.
Kondisi rumah
Perumahan
a. Status rumah
b. Lokasi rumah
: Milik sendiri
: Rumah pasien terletak sekitar 550m dari Puskesmas
Kelurahan Srengseng dan 80m dari Jalan Raya Srengseng. Jalan menuju rumah
dapat ditempuh menggunakan mobil, tetapi setelah memasuki gang harus
ditempuh dengan berjalan kaki. Letak rumah pasien berdempetan dengan
tetangga sebelah kanan dan kiri.
c. Kondisi bangunan
o Luas bangunan
: 10m x 14m = 140 m2
o Luas tanah
: 10m x 16m = 160 m2
o Rumah terdiri dari
: 2 lantai (lantai bawah adalah rumah pasien, sedangkan
lantai atas merupakan kos-kosan yang disewakan)
o Jumlah ruangan
: 9 ruangan (1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, 3 kamar
o
o
o
o
o
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
hari.
Air bersih
Keperluan air untuk kebutuhan sehari-hari didapat dari air tanah yang
memiliki kedalaman 20 meter yang digunakan untuk minum, mandi, memasak
mencuci motor dan mencuci pakaian. Kriteria air secara fisik yaitu jernih, tidak
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Kamar mandi berada di dalam rumah, berjumlah 1 buah yang terletak
disebelah dapur. Terdiri dari bak mandi berisi air untuk mandi dan jamban jongkok.
Lantai kamar mandi terbuat dari keramik. Kebersihan kamar mandi cukup terjaga
dengan baik. Luas kamar mandi 2m x 2m.
Jamban
Jamban berukuran sekitar 35 cm x 50cm, berjenis leher angsa dan berada
dalam kamar mandi.
Septic tank
Jarak septic tank ke sumur bor adalah 10 m.
Pembuangan sampah
Sampah rumah tangga dikumpulkan di bak sampah di depan rumah dan
diambil oleh petugas kebersihan. Sampah di lingkungan rumah dan dirumah pasien
tidak berserakan, sehingga rumah pasien selalu terlihat bersih setiap harinya.
Pembuangan limbah
Air limbah yang berasal dari kamar mandi dan dapur pasien dialirkan melalui
pipa yang berada di dalam tanah dan mengalir sampai ke selokan di samping depan
rumah. Selokan mengalir lancar, bersih, dan tidak ada sampah yang menumpuk.
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
IV.8.
Denah lokasi
Rumah
Pasien
Tanah
koson
gg
SMA
ABATA
Jalan H. Mandor
Salim
SMP
ABATA
Jalan
BII
Puskesmas
Kel.
Srengseng
Halte
Warung
Makan
Kantor
Kelurahan
Srengseng
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
IV.9.
Denah rumah
10
m
3,5
m
2
m
1,5
m
Dapu
r
3
m
Kamar
mandi
Kamar
tidur
1,5
m
4,5
m
3
m
Ruang
makan
R.
shalat
Kamar
tidur
14
m
3
m
6,5
m
4,5
m
Ruang
keluarga
Ruang
tamu
3
m
Kamar
tidur
5,5
m
3,5
m
Skala 1:100
Gambar 4. Denah rumah
Sumber : Modifikasi penulis
1,5
m
12
m
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
IV.10. Mandala of health
Body
Tn. N laki-laki berusia 46 tahun dengan Morbus Hansen tipe Multi Basiler dan
Obesitas tingkat I
Mind
Tn. N menganggap bahwa penyakitnya tidak perlu diobati dan akan hilang
dengan sendirinya
Tn. N menganggap bahwa penyakitnya tidak menular
Tn. N merasa malu akan penyakit yang dideritanya
Tn. N merasa tidak ada masalah dengan berat badannya
Spirit
Tn. N memiliki kemauan untuk sembuh dari penyakitnya dan tidak ada kemauan
untuk menurunkan berat badan
Level pertama
Human biology
o Tidak terdapat faktor genetik pada penyakit Tn. N
Family
o Tn. N tinggal bersama istri dan ketiga orang anaknya
Personal behavior
o Tn. N tidak pernah berolahraga
o Tn. N tidak teratur minum obat
Psycho-socio-economic environment
o Tn. N tidak tahu dan tidak mengerti tentang penyakit yang ia derita yaitu
Morbus Hansen
o Tn. N merasa malu akan penyakit yang dideritanya
o Pekerjaan Tn. N menjadi terganggu akibat penyakit yang dideritanya
o Tn. N mengkhawatirkan biaya pengeluaran yang lebih besar daripada
pemasukan
o Tn. N tidak tahu bahwa berat badannya sekarang terlalu gemuk
Physical environment
o Rumah Tn. N berhimpitan dengan rumah tetangga sebelahnya sehingga
cahaya matahari yang masuk kedalam rumah sangat kurang
o Ventilasi di rumah Tn. N kurang
Level kedua
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 27 April 2015 - 20 Juni 2015 33
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Community
o Tn. N ikut serta dalam Majelis Taklim di masjid dekat rumahnya selama 10
tahun. Tidak ada anggota yang mengalami keluhan serupa dengan Tn. N pada
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Personal behavior
Psycho-socio-economic environment
1. Rumah Tn. N berhimpitan dengan rumah tetangga sebelahnya sehingga cahaya matahari yang masuk kedalam rumah sangat kurang
Sirkulasi udara dalam rumah kurang baik karena berdempetan dengan rumah sekitarnya
Human made environment
Physical environment
Lifestyle -
1. Tn. N tidak tahu dan tidak mengerti tentang penyakit yang ia derita yaitu Morbus Hansen
di masjid dekat rumahnya selama 10 tahun. Tidak ada anggota yang mengalami keluhan serupa dengan Tn. N Community
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
BAB V
DIAGNOSTIK HOLISTIK
V.1
Ringkasan (Resume)
Telah diperiksa seorang laki-laki 46 tahun datang dengan keluhan bercak putih di pipi
kiri sejak 3 bulan yang lalu. Bercak putih tersebut tidak gatal, berbentuk bulat dengan tepi
kemerahan dan berdiameter 4-5 cm. Bercak di pipi kiri mulai menyebar ke dada, punggung,
paha, sekitar selangkangan, tungkai atas, tungkai bawah dan kaki sejak 2 bulan yang lalu.
Bercak awalnya rata dengan permukaan kulit, tetapi kemudian meninggi sejak 1 bulan yang
lalu. Pasien juga merasa baal pada tempat yang terdapat bercak putih tersebut, disertai rasa
baal pada kedua tangan dan kedua kaki yang semakin bertambah parah sejak 1 bulan terakhir.
Keluhan ini berawal muncul sejak 3 bulan yang lalu, tetapi pasien tidak menghiraukannya
dan mengganggap bercak tersebut akan hilang dengan sendirinya, sehingga pasien tidak pergi
berobat ke fasilitas kesehatan terdekat. Pada saat ini pasien berobat secara teratur di Rumah
Sakit Kusta Sitanala.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan:
IMT
: 25.67 kg/m2
Kesan
Kulit:
Status dermatologikus :
- Regio
: Seluruh tubuh
- Distribusi
: Generalisata
- Warna
: Putih dengan tepi kemerahan
- Ukuran
: Plakat
- Jumlah
: Multipel
- Efloresensi primer
: Plak
- Efloresensi sekunder : - Konfigurasi
:- Batas
: Tegas
Kuku: jaringan sekitar kuku tidak ditemukan kelainan
Pemeriksaan sensibilitas
Di daerah lesi:
-
Halus kasar
kaki
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 27 April 2015 - 20 Juni 2015 37
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
-
Panas dingin
Tajam-tumpul
: tidak dilakukan
: hipo-estesi di wajah, dada, punggung, selangkangan, paha,
kaki
Pemeriksaan Penunjang:
Lokasi
BI
MI
Cuping telinga kanan
+1
0
Cuping telinga kiri
+1
Dahi
+1
Dagu
+1
Jari tengah tangan kanan +1
Jari tengah tangan kiri
+1
Sumber: Rumah Sakit Kusta Sitanala
S
0
F
100
G
0
Non-farmakologis
V.2.
Diagnosis holistik
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
o Kurangnya pengetahuan keluarga terhadap penyakit pasien (penyebab,
faktor risiko, cara penularan, pengobatan, pencegahan, komplikasi dan
prognosis)
o Tempat tinggal pasien kurang mendapat cahaya matahari dikarenakan
jendela dan pintu di rumah pasien sering ditutup
o Tempat tinggal pasien kurang memiliki ventilasi sehingga sirkulasi udara
tidak lancar
o Adanya pandangan masyarakat sekitar bahwa penyakit kusta merupakan
V.3.
Diagnosa Keluarga
Bentuk Keluarga
a. Keturunan
: Patrilinier
b. Perkawinan
: Monogami
c. Pemukiman
: Matrilokal
d. Jenis Keluarga
: Inti family
e. Kekuasaan
: Patriakal
Fungsi Keluarga
o Fisiologis (APGAR)
Adaptation:
Anak anak pasien dapat mengikuti saran kedua orang tua terhadap
keputusan yang akan diambil. Pasien dapat mendukung dan memberi
masukan yang lebih baik dalam pendidikan dan pekerjaan anak-anaknya.
(2)
Partnership:
Komunikasi antara pasien dan istri berlangsung baik, dapat saling
berbagi dan saling mengisi. Namun komunikasi antara pasien dengan
anak-anaknya berlangsung kurang baik dikarenakan waktu untuk
berkomunikasi sangat sedikit karena pasien sibuk bekerja dan berbagai
aktifitas sosial masyarakat lainnya. (1)
Growth:
Dukungan keluarga terhadap masalah kesehatan pasien masih kurang
dikarenakan ketidaktahuan anggota keluarga mengenai kusta dan
kesibukan masing-masing anggota keluarga. (1)
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Affection:
Hubungan kasih sayang berlangsung baik namun kurangnya interaksi
antar anggota keluarga. (1)
Resolve:
Pasien dan istri merasa kurang puas terhadap kebersamaan dan waktu
yang dihabiskan bersama dengan anak-anaknya dikarenakan kurangnya
waktu dan kesibukan masing-masing. (1).
Total skor: 6 (cukup)
o Patologis (SCREEM)
Social : Interaksi keluarga dengan lingkungan sekitar baik.
Culture : Keluarga pasien menghormati dan menghargai budaya,
tatakrama, sopan-santun masyarakat di lingkungan tempat tinggal
pasien.
Religious : Setiap anggota keluarga taat beribadah sholat 5 waktu dan
mengaji.
Economic : Status ekonomi keluarga kurang cukup untuk memenuhi
hidup sehari-hari.
Education: Tingkat pendidikan terakhir pasien dan istrinya yaitu SMA,
sedangkan ketiga anak pasien masih bersekolah dengan tingkat
pendidikan terakhir S1, SD dan TKK.
Medical: Pelayanan kesehatan keluarga ditanggung BPJS.
V.4.
1
2
4
5
7
6
Gambar
Siklus Keluarga
(Duvall)
Bagian
Ilmu6.Kesehatan
Masyarakat
Sumber
a: ModifikasiUniversitas
penulis
Fakultas
Kedokteran
Tarumanagara
Periode 27 April 2015 - 20 Juni 2015 40
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
BAB VI
RENCANA PENATALAKSAAN HOLISTIK
DAN KOMPREHENSIF
VI.1. Axis I (aspek personal)
Setelah mendapatkan axis I pada Tn. N, maka disusun rencana penatalaksaan sebagai
berikut:
Gejala:
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Karena Tn. N menderita Obesitas I, maka dari asupan (menu) yang dianjurkan
dikurangi 500-1000 kcal/hari 2.540,65 1000 = 1540,65 kcal/hari
Jadi menu yang dianjurkan yaitu 1540,65 kcal/hari
Jumlah kalori: 1540,65 kcal/hari
Protein: 1,2 g/kgBB/hari 1,2 g x 75 = 90 g/hari 90g x 4 kcal = 360 kcal/hari
P/E Ratio: [(90 g x 4 kcal)/1540,65 kcal] x 100% = 23,36 %
Lemak: 25% 25/100 x 1540,65 kcal = 385,16 kcal/hari 42,79 g/hari
Karbohidrat: 100%-(25%+23,36%) = 51,64 % 51,64/100 x 1540,65 kcal = 795,59 kcal/hari
198,89 g/hari
Berat (g)
100
50
50
100
5
Energi (kkal)
349
45,5
39,5
45
45
Protein (g)
6,8
9,5
3,9
3,5
0
Lemak (g)
0,7
0,85
2,3
0,5
5
Karbohidrat (g)
78,9
0
0,8
6,5
0
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Subtotal
524
23,7
9,35
86,2
Energi (kkal)
52
173
Protein (g)
0,5
11,55
Lemak (g)
0
0,85
Karbohidrat (g)
12,4
29,75
225
12,05
0,85
42,15
Protein (g)
6,8
18,2
9,15
3
0
37,15
Lemak (g)
0,7
1,25
2
0,3
10
14,25
Karbohidrat (g)
78,9
0
6,35
5,4
0
90,65
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Berat (g)
100
50
merah
Subtotal
Berat (g)
100
100
50
100
10
Energi (kkal)
349
95
80
36
90
650
Pisang ambon
9,8
1,2
0,2
Subtotal
9,8
1,2
0,2
Makan malam : nasi, telur balado sayur labu siam jagung muda
Berat (g)
Beras
Telur
Minyak
Labu siam
Jagung muda
Subtotal
Total
100
50
5
100
50
Energi
(kkal)
349
79
45
29
19,5
481
1.889,8
Protein (g)
6,8
6,4
0
0,6
1,1
14,9
89
22, 58
22, 58
Lemak (g)
Karbohidrat
0,7
5,75
5
0,1
0,05
11,6
36,25
(g)
78,9
0,35
0
6,5
3,7
89,5
331,08
Selisih
Asupan
Kebutuha
Energi (kkal)
1.889,8
1540,65
Protein (g)
89
90
Lemak (g)
36,25
42,79
Karbohidrat (g)
331,08
198,89
n
Selisih
+ 349,15
-1
- 6,54
+ 132,19
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
bergantian
Tn. N menganggap bahwa penyakitnya tidak menular
Rencana penatalaksanaan:
o Menjelaskan tentang cara penularan penyakit kusta dan cara pencegahannya
Tn. N tidak pernah berolahraga
Rencana penatalaksanaan:
o Menganjurkan pasien agar berolahraga minimal 3x/minggu dan setiap kali
berolahraga minimal 50 menit
Tn. N suka makanan bersantan
Rencana penatalaksanaan:
o Memberi tahu pasien agar mengurangi konsumsi makanan bersantan
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Setelah mendapatkan axis IV pada Tn.N, maka disusun rencana penatalaksanaan
sebagai berikut:
Aspek:
Kurangnya dukungan keluarga dalam mengawasi pasien untuk minum obat (tidak ada
PMO)
Rencana penatalaksanaan:
o Memberi tahu keluarga agar ikut mengingatkan dan memotivasi pasien untuk
dan jendela yang agar rumah lebih banyak mendapat cahaya matahari
Tempat tinggal pasien kurang memiliki ventilasi sehingga udara sirkulasi udara tidak
lancar
Rencana penatalaksanaan:
o Menyarankan pasien dan keluarga agar lebih sering membuka pintu dan
jendela di rumah
Adanya pandangan masyarakat sekitar bahwa penyakit kusta merupakan penyakit
yang memalukan dan harus diasingkan karena dapat menular
Rencana penatalaksanaan:
o Memberikan pengertian tentang pandangan yang benar tentang penyakit kusta
Biaya pengeluaran yang lebih besar daripada pemasukan
Rencana penatalaksanaan:
o Menyarankan pasien dan keluarga untuk berhemat dan menyarankan istri
pasien untuk membantu penghasilan dengan membuat warung kecil-kecilan di
depan rumah pasien
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Status fungsional: 5 (Mampu melakukan tugas sehari-hari tanpa hambatan)
Rencana penatalaksanaan: Tidak dilakukan
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
BAB VII
INTERVENSI, HASIL INTERVENSI DAN PROGNOSIS
VII.1. Intervensi dan hasil intervensi
Kunjungan ke rumah pasien dilakukan pada tanggal 11 Mei 2015 sampai dengan 16
Mei 2015. Setiap kunjungan ke rumah pasien dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pengamatan keadaan di dalam dan luar rumah. Intervensi dilakukan mulai tanggal 21 Mei
2015. Pengamatan hasil intervensi dilakukan pada tanggal 25 Mei 2015, 29 Mei 2015 dan 3
Juni 2015.
VII.1.1. Axis I (aspek personal)
Setelah dilakukan penatalaksanaan axis I pada Tn. N maka didapatkan hasil intervensi
sebagai berikut:
Gejala:
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
VII.1.2. Axis II (aspek klinis)
Setelah dilakukan penatalaksanaan axis II pada Tn. N maka didapatkan hasil
intervensi sebagai berikut:
Diagnosa:
belum berkurang
o Non farmakologis:
Pasien sudah mengetahui dan dapat menjelaskan kembali tentang cara
minum obat, efek samping yang dapat terjadi dan pasien sudah teratur
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
minimal 50 menit
Hasil intervensi:
o Farmakologis: Tidak ada
o Non farmakologis:
Pasien sudah mengurangi porsi makan sehari-hari (sesuai dengan menu
yang dianjurkan)
Pasien sudah mengkonsumsi buah-buahan tetapi hanya 2x/minggu
Pasien masih sulit untuk makan secara perlahan-lahan karena tidak
terbiasa
Pasien masih tidak bisa untuk membagi porsi makannya menjadi 5-
tidur
Pasien masih belum berolahraga karena terhalang pekerjaan dan
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
o Pasien sudah mengetahui dan mengerti tentang penyakitnya secara benar
sehingga pasien tidak memiliki pandangan dan informasi yang salah tentang
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
o Memberi tahu pasien agar mengurangi konsumsi makanan bersantan
Hasil intervensi:
o Pasien sudah mengurangi konsumsi makanan bersantan dan mengikuti anjuran
menu yang telah diberikan pada kunjungan tanggal 25 Mei 2015
VII.1.2. Axis IV (aspek eksternal)
Setelah dilakukan penatalaksanaan axis IV pada Tn. N maka didapatkan hasil
intervensi sebagai berikut
Aspek:
Kurangnya dukungan keluarga dalam mengawasi pasien untuk minum obat (tidak ada
PMO)
Rencana penatalaksanaan:
o Memberi tahu keluarga agar ikut mengingatkan dan memotivasi pasien untuk
minum obat setiap hari dan menjadi PMO secara bergantian
Hasil intervensi:
o Keluarga sudah ikut berperan dalam mengingatkan dan memotivasi pasien
untuk minum obat setiap hari dan masih sulit untuk menjadi PMO secara
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
o Pasien masih belum dapat membuka lebih banyak pintu dan jendela
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
VII.2. Prognosis morbus Hansen
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam
: bonam
: dubia ad bonam
: dubia
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
VIII.1. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa sumber penularan dari penyakit yang diderita Tn.N belum
dapat diketahui secara pasti, tetapi dicurigai sumber penularan kemungkinan saat Tn.
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
untuk minum obat setiap hari dan menjadi PMO secara bergantian
Memberikan informasi tentang penyakit Morbus Hansen yang dialami
pasien terutama mengenai penyebab, faktor risiko, cara penularan,
cahaya matahari
Menyarankan pasien dan keluarga agar lebih sering membuka pintu
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
4. Mengharuskan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat
tinggal.
VIII.3. Saran untuk tim selanjutnya
1. Memonitor gejala klinis, komplikasi, dan melanjutkan intervensi yang telah
dijalankan.
2. Memantau kepatuhan minum obat pasien dan frekuensi kontrol ke RS Sitanala.
VIII.4. Saran untuk puskesmas
1. Menyarankan puskesmas untuk melakukan penyuluhan mengenai kusta.
2. Menyarankan agar puskesmas memantau perkembangan pasien dan penularannya
ke warga sekitar.
Laporan Kunjungan Kasus Morbus Hansen tipe Multibasilar pada Tn. N dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat, DKI Jakarta periode 30 April 2015 - 20 Juni 2015
Daftar Pustaka
Azwar, A. (1994). Program menjaga mutu pelayanan kesehatan, Yayasan Penerbitan
IDI, Jakarta: 6.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. (2013). Profil pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan tahun
2012.
Departemen Kesehatan RI. (1996). Dokter Keluarga. [Diakses: 10 Mei 2015]. Diunduh dari:
http://www.ppjk.depkes.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=63
Departemen Kesehatan RI. (2013). Program Pengendalian Penyakit Kusta di
Indonesia. [Diakses: 10 Mei 2015]. Diunduh dari: http://pppl.depkes.go.id/berita?
id=948)
Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi, et al. (2010). Ilmu penyakit kulit dan kelamin : Edisi
6. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: hal. 73-83.
Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan
Lingkungan. (2012). Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta.
Walker SL, Lockwood DNJ. (2006). The clinical and immunological features of
leprosy. Br Med Bull. [Diakses: 10 Mei 2015]; 77-78:103-121. Diunduh dari:
http://bmb.oxfordjournals.org/content/77-78/1/103.full.pdf+html
Wolff K, Doldsmith, Stevern, Barbara. (2012). Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine 8th ed. USA : McGraw Hill.
World Health Organization. (2012). Leprosy elimination. [Diakses: 10 Mei
2015]. Diunduh dari: http://www.who.int/lep/en/
a
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs101/en/