Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSHIP

ERITRODERMA

Disusun oleh:

Nama : dr. Nur Indria Resky

Wahana : RSD Konawe Selatan

Tanggal : 10 Mei 2020

RUMAH SAKIT DAERAH KONAWE SELATAN

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Nur Indria Resky

Judul : Eritroderma

Topik : Kulit dan Kelamin

Konawe Selatan, Mei 2020

Dokter Pembimbing I Dokter Pembimbing II

dr. Mbayo Ridwan Sandi dr. Farina Dwinanda


Faisal

2
BERITA ACARA PRESENTASI LAPORAN KASUS

Pada tanggal 10 Mei 2020 telah dipresentasikan laporan kasus oleh:

Nama : dr. Nur Indria Resky

Judul : Eritroderma

Topik : Kulit dan Kelamin

Wahana : RSD Konawe Selatan

No Nama Tanda Tangan


1 dr. Asri Mubarak
2 dr. Eka Rahmawati
3 dr. I Putu Wira Putra Suherman
4 dr. Rizky Nur Caesaria
5 dr. Inda Permatasari Ridwan
6 dr. Risky Aulia
7
8
9
10

BAB I
PENDAHULUAN

3
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat
menyebabkan fungsi kulit adalah eritroderma.(1,2)
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan
atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh
yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Dermatitis
eksfoliativa dianggap sinonim dengan eritroderma (3,4). Bagaimanapun, itu tidak
dapat mendefinisikan, karena pada gambaran klinik dapat menghasilkan penyakit
yang berbeda. Pada eritroderma terjadi peningkatan epidermal turnover rate,
kecepatan mitosis dan jumlah sel kulit germinatif meningkat lebih tinggi
dibanding normal. Selain itu, proses pematangan dan pelepasan sel melalui
epidermis menurun yang menyebabkan hilangnya sebagian besar material
epidermis, yang secara klinis ditandai dengan skuama dan pengelupasan yang
hebat. Patogenesis eritroderma masih menjadi perdebatan. Penelitian terbaru
mengatakan bahwa hal ini merupakan proses sekunder dari interaksi kompleks
antara molekul sitokin dan molekul adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2,
IL-8), molekul adhesi interselular 1 (ICAM-1), tumor necrosis faktor, dan
interferon-γ.(5) Pada banyak kasus, eritroderma umumnya kelainan kulit yang ada
sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis atopik), cutaneous T-cell
lymphoma(CTCL) atau reaksi obat. Meskipun peningkatan 50% pasien
mempunyai riwayat lesi pada kulit sebelumnya untuk onset eritroderma,
identifikasi penyakit yang menyertai menggambarkan satu dari sekian banyak
kelainan kulit. (4,6)
Pada eritroderma yang kronik eritema tidak begitu jelas, karena bercampur
dengan hiperpigmentasi. Sedangkan skuama adalah lapisan stratum korneum yang
terlepas dari kulit. Skuama mulai dari halus sampai kasar. Pada eritroderma,
skuama tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma karena alergi obat sistemik,
pada mulanya tidak disertai skuama, skuama kemudian timbul pada stadium
penyembuhan timbul. Bila eritemanya antara 50-90% dinamakan pre-eritroderma.
(1)

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

5
Eritoderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red = merah ) +
derma, dermatos (skin = kulit ), merupakan keradangan kulit yang mengenai
90% atau lebih pada permukaan kulit yang biasanya disertai skuama. Pada
beberapa kasus, skuama tidak selalu ditemukan, misalnya pada eritroderma
yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, pada mulanya tidak disertai
skuama. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas karena
bercampur dengan hiperpigmentasi.(1,6)
B. Epidemiologi
Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70
dari 100.000 populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita
namun paling sering pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset
usia rata-rata > 40 tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia.
(4)
Insiden eritroderma makin bertambah. Penyebab utamanya adalah psoriasis.
Hal tersebut seiring dengan meningkatnya insidens psoriasis.(1)
C. Etiologi
Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik,
perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan. Penyakit kulit
yang dapat menimbulkan eritroderma diantaranya adalah psoriasis 23%,
dermatitis spongiotik 20%, alergi obat 15%, CTCL atau sindrom sezary 5%.
(1,7)

a. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik


Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Obat yang
dapat menyebabkan eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri
(jarang), penisilin, barbiturat. Pada beberapa masyarakat, eritroderma
mungkin lebih tinggi karena pengobatan sendiri dan pengobatan secara
tradisional.(3) Waktu mulainya obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit
bervariasi dapat segera sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya adalah
eritema universal. Bila ada obat yang masuk lebih dari satu yang masuk ke
dalam tubuh diduga sebagai penyebabnya ialah obat yang paling sering
menyebabkan alergi.(1,8)

6
*Dikutip dari pustaka (6)

b. Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit


Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling
banyak ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun
akibat pengobatan psoriasis yang terlalu kuat. (1,6)
Dermatitis seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan
eritroderma yang juga dikenal penyakit Leiner. Etiologinya belum
diketahui pasti. Usia penderita berkisar 4-20 minggu. Ptyriasis rubra
pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula menjadi
eritroderma. Selain itu yang dapat menyebabkan eritroderma adalah
pemfigus foliaseus, dermatitis atopik dan liken planus.(1,2,9)
c. Eritroderma akibat penyakit sistemik
Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal
dapat memberi kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus
7
eritroderma yang tidak termasuk akibat alergi obat dan akibat perluasan
penyakit kulit harus dicari penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan
menyeluruh (termasuk pemeriksaan laboratorium dan sinar X toraks),
untuk melihat adanya infeksi penyakit pada alat dalam dan infeksi fokal.
Ada kalanya terdapat leukositosis namun tidak ditemukan penyebabnya,
jadi terdapat infeksi bakterial yang tersembunyi (occult infection) yang
perlu diobati. (1,10)
Harus lebih diperhatikan komplikasi sistemik akibat eritroderma
seperti ; Hipotermia, edema perifer, dan kehilangan cairan, dan albumin
dengan takikardia and kelainan jantung harus mendapatkan perawatan
yang serius. Pada eritroderma kronik dapat mengakibatkan kakeksia,
alopesia, palmoplantar keratoderma, kelainan pada kuku and ektropion.(2)
D. Patogenesis
Mekanisme terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas.
Patogenesis eritroderma berkaitan dengan patogenesis penyakit yang
mendasarinya, dermatosis yang sudah ada sebelumnya berkembang menjadi
eritroderma, atau perkembangan eritroderma idiopatik de novo tidaklah
sepenuhnya dimengerti. Penelitian terbaru imunopatogenesis infeksi yang
dimediasi toxin menunjukkan bahwa lokus patogenesitas stapilococcus
mengkodekan superantigen. Lokus-lokus tersebut mengandung gen yang
mengkodekan toxin dari toxic shock syndrome dan staphylococcal scalded-
skin syndrome. Kolonisasi staphylococcus aureus atau antigen lain merupakan
teori yang mungkin saja seperti toxic shock syndrome toxin-1, mungkin
memainkan peranan pada patogenesis eritroderma. Pasien-pasien pada dengan
eritroderma biasanya mempunyai kolonisasi S.aureus sekitar 83%, dan pada
kulit sekitar 17%, bagaimanapun juga hanya ada satu dari 6 pasien memiliki
toxin S.aureus yang positif. (6)
Dapat diketahui bahwa akibat suatu agen dalam tubuh baik itu obat-
obatan, perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik maka tubuh beraksi
berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata. Eritema
berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke

8
kulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien
merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal
jantung. Juga dapat terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit.
Penguapan cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila
suhu badan meningkat, kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu
terganggu. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator
dan peningkatan laju metabolisme basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi
meningkat sebanding laju metabolisme basal.(1)
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau
lebih sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein Hipoproteinemia
dengan berkurangnya albumin dengan peningkatan relatif globulin terutama
gammaglobulin merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi,
kemungkinan disebabkan oleh pergesaran cairan ke ruang ekstravaskuler.(1,2)
Eritroderma akut dan kronis dapat menganggu mitosis rambut dan
kuku berupa kerontokan rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan
kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan – bulan
dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif.(4)
E. Gambaran klinis
Mula-mula timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh
dalam waktu 12-48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan,
kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yang
disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia,
perubahan kuku, dan kuku dapat lepas. Dapat terjadi limfadenopati dan
hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan.
Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis.
Warnanya bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit merah terang, panas,
kering dan kalau diraba tebal. Pasien mengeluh kedinginan. Pengendalian
regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga sebagai kompensasi terhadap
kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil untuk dapat
menimbulkan panas metabolik.(3) Dahulu eritroderma dibagi menjadi primer
dan sekunder. Pendapat sekarang semua eritroderma ada penyebabnya, jadi

9
eritroderma selalu sekunder. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik
diperlukan anamnesis yang teliti untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya
alergi timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritem saja,
setelah penyembuhan barulah timbul skuama.(1)
Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis
dan dermatitis seboroik bayi. Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena dua
hal yaitu : karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu
kuat.(6) Psoriasis yang menjadi eritroderma tanda khasnya akan menghilang.
Pada eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang disebabkan
oleh penyakit psoriasis atau pengobatan yaitu kortikosteroid sistemik, steroid
topikal, komplikasi fototerapi, stress emosional yang berat, penyakit terdahulu
misalnya infeksi.(11)

10
Gambar 1. Eritroderma psoriasis Dikutip dari pustaka (3)

Dermatitis seboroik pada bayi (penyakit leiner). Usia penderita berkisar


4-20 minggu. Kelainan berupa skuama berminyak dan kekuningan di kepala.
Eritema dapat pada seluruh tubuh disertai skuama yang kasar.(12)

Gambar 2. Dermatitis Seboroik (12)

Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat


pula menjadi eritroderma. Mula-mula terdapat skuama moderat pada kulit
kepala diikuti perluasan ke dahi dan telinga; pada saat ini akan menyerupai
gambaran dermatitis seboroik. Kemudian timbul hyperkeratosis, palmo
plantaris yang jelas. Berangsur-angsur menjadi papul folikularis disekeliling
tangan dan menyebar ke kulit berambut.(1)

11
Gambar 3. Ptryasis rubra pilaris dikutip dari pustaka (6)

Pemfigus foliaseus bermula dengan vesikel/ bula berukuran kecil,


berdinding kendur yang kemudian pecah menjadi erosi dan eksudatif. Yang
khas adalah eritema menyeluruh yang disertai banyak skuama kasar,
sedangkan bula kendur hanya sedikit. Penderita mengeluh gatal dan badan
menjadi bau busuk.(13)

Gambar 4. Pemfifus Foliasius dikutip dari pustaka (13)

Dermatitis atopi dimulai dengan eritema, papul-papula, vesikel sampai


erosi dan likenifikasi. Penderita tampak gelisah, gatal dan sakit berat.(1)

Gambar 5. Dermatitis atopik diambil dari pustaka (6)

12
Permulaan timbulnya liken planus dapat mendadak atau perlahan-
lahan; dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan
mungkin kambuh lagi. Kadang-kadang menjadi kronik. Papul dengan
diameter 2-4 mm, keunguan, puncak mengkilat, poligonal. Papula
mungkin terjadi pada bekas garukan (fenomena Koebner). Bila dilihat
dengan kaca pembesar, papul mempunyai pola garis garis berwarna putih
("Wickham's striae") Lesi simetrik, biasanya pada permukaan
fleksor pergelangan tangan, menyebar ke punggungn dan tungkai. Mukosa
mulut terkena pada 50% penderita. Mungkin pula mengenai glans penis
dan mukosa vagina. Kuku kadang-kadang terkena, kuku inenipis
dan berlubang-lubang. Anak-anak jarang terkena tetapi bila terdapat
bercak kemerahan mungkin tidak khas dan dapat keliru dengan psoriasis.
Sering sangat gatal. Cenderung menyembuh dengan sendirinya.(1)

Gambar 6. Liken Planus dikutip dari pustaka (3)

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium

13
Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan
peningkatan gammaglobulins, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase
akut meningkat, leukositosis, maupun anemia ringan.(11)
2. Histopatologi
Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat
membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan
50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi,
tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis
dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis
dan perpanjangan rete ridge lebih dominan. (1,6,11)
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin
pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik,
seperti bandlike limfoid infiltrat di dermis-epidermis, dengan sel
cerebriform mononuklear atipikal dan Pautrier's microabscesses. Pasien
dengan sindrom Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari dermatitis
kronis, dan eritroderma jinak mungkin kadang-kadang menunjukkan
beberapa gambaran tidak jelas pada limfoma.(3,6)
Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit
menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya
memperlihatkan gambaran sel T matang pada eritroderma jinak maupun
ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan papiler
dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superficial juga
ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi
diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat
memperlihatkan gambaran khasnya.(6)
G. DIAGNOSIS
Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala
yang sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis
dan kuning-kemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas
psoriasis; likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema;
menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai

14
bercak kulit dalam eritroderma di pilaris rubra pityriasis; hiperkeratotik skala
besar kulit kepala, biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan
rambut rontok di CTCL dan pityriasis rubra, ektropion mungkin terjadi.
Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan diagnosis.(4,6)

+
mencari tanda dari etiologi dari
riwayat dan pemeriksaan fisik

H. terlihat multiple pada biopsy +


punch; diulangi biopsy 3-6
I.
bulan untuk menentukan
J. diagnosis pasti diagnosis pasti dan
-- pengobatan yang
tepat
K.
dilakukan pemeriksaan tambahan :
L.biopsy untuk
M.immunofluorescence,
+ CBC, CD4:
ratio CD8, CXR, biopsy kelenjar
limfa

pikirkan DD +
lain

Bagan 1. langkah untuk pasien yang dicurigai ED, CBC = pemeriksaan sel
darah, CXR = x-ray thoraks, PCP = pemeriksaan primer(6,11)

15
H. Diagnosis Banding
Ada beberapa diagnosis banding pada eritorderma :
1. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di
lapisan epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat
atopik pada keluarga asma bronchial, rhinitis alergi, konjungtivitis.
Atopik terjadi diantara 15-25% populasi, berkembang dari satu
menjadi banyak kelainan dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang
tinggi, lebih banyak karena alergi inhalasi.(11,14) Dermatitis atopik
adalah penyakit kulit yang mungkin terjadi pada usia berapapun, tetapi
biasanya timbul sebelum usia 5 tahun. Biasanya, ada tiga tahap : balita,
anak-anak dan dewasa. (1)
Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada
orang dewasa dimana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra-
existing, pruritus yang parah, likenifikasi dan prurigo nodularis,
sedangkan pada gambaran histologi terdapat akantosis ringan,
spongiosis variabel, dermal eosinofil dan parakeratosis.(6)

Gambar 7. Dikutip dari pustaka (3)

16
Gambar 8. Dikutip dari pustaka (3)

2. Psoriasis
Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan
topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas.
Ketika psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk
psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat menghilang dimana plak-
plak psoriasis menyatu, eritema dan skuama tebal universal.(1,3)
Psoriasis mungkin menjadi eritroderma dalam proses yang
berlangsung lambat dan tidak dapat dihambat atau sangat cepat. Faktor
genetik berperan. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis resiko
mendapat psoriasis 12 %, sedangkan jika salah seseorang orang
tuanya menderita psoriasis resikonya mencapai 34 – 39%.
Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema
berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan
transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. (1)

17
Gambar 9. Dikutip dari pustaka(6)

3. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis
ditandai dengan plak eritema yang sering terdapat pada daerah
tubuh yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti kulit
kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung,
ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis seboroik dapat terjadi pada
semua umur, dan meningkat pada usia 40 tahun.(12) Biasanya
lebih berat apabila terjadi pada laki-laki daripada wanita dan lebih
sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan minum
alcohol.
Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman
pityrosporum ovale yang hidup komensal di kulit berkembang
lebih subur. Pada kepala tampak eritema dan skuama halus sampai
kasar (ketombe). Kulit tampak berminyak dan menghasilkan
skuama putih yang berminyak pula. Penderita akan mengeluh rasa
gatal yang hebat.(5)DS dapat diakibatkan oleh ploriferasi epidermis
yang meningkat seperti pada psoriasis. Hal ini dapat menerangkan
mengapa terapi dengan sitostatik dapat memperbaikinya. Pada
orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya DS

18
dapat disebabkan oleh faktor kelelahan sterss emosional infeksi,
atau defisiensi imun.(1,6)

Dikutip dari pustaka (6)

I. Penatalaksanaan
Prinsip prinsip :

1. Karena banyak kehilangan cairan, kita harus memperhatikan


keseimbangan cairannya. Diberikan cairan fisiologis.
2. Anti histamin dapat menghilangkan rasa gatal.
3. Emolien.
4. Hentikan semua obat yang mempunyai potensi menyebabakan
terjadinya penyakit ini.
5. Rawat pasien diruangan yang cukup sinar matahari.
6. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misalnya
: dehidrasi, gagal jantung, dan infeksi).
7. Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti.
8. Berikan steroid sistemik jangka pendek ( bila pada permulaan sudah
dapat didiagnosis adanya psoriasis maka mulailah mengganti dengan
obat-obat anti psoriasis.
9. Mulailah pengobatan yang diperlukan untuk penyakit yang melatar
belakanginya.(1,6,12)

19
J. Prognosis
1. Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang
mendasarinya.
2. Kasus karena penyebab obat dapat membaik setelah obat penggunaan
obat dihentikan dan diberikan terapi yang sesuai.
3. Prognosis kasus akibat gangguan sistemik yang mendasarinya seperti
limfoma akan tergantung pada kondisi keberhasilan pengobatan .
4. Eritroderma disebabkan oleh dermatosa akhirnya dapat diatasi dengan
pengobatan, tetapi mungkin timbul kekambuhan.
5. Kasus idiopatik adalah kasus yang tidak terduga,dapat bertahan dalam
waktu yang lama, sering kali disertai dengan kondisi yang lemah.
6. Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara
sistemik, prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang
tercepat dibandingkan dengan golongan lain.
7. Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dngan
kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, pasien akan mengalami
ketergantungan kortikosteroid.(6,11)
K. Komplikasi
Banyak sistem organ selain epidermis dan dermis juga terlibat pada
eritroderma. Limpadenopati terjadi pada 60% dari sebagian besar kasus.
Hepatomegali ditemukan pada 20% kasus (Abrahams et al.). spenomegali
ditemukan pada 3% kasus (kesemuanya mengalami limpoma) baik pada
stadium awal dan pada hampir 20% stadium akhir.
Rusaknya barier kulit pada eritroderma menyebabkan peningkatan
extrarenal water lost (karena penguapan air berlebihan melalui barrier
kulit yang rusak). Peningkatan extrarenal water lost ini menyebabkan
kehilangan panas tubuh yang menyebabkan hipotermia dan kehilangan
cairan yang menyebabkan dehidrasi. Respon tubuh terhadap dehidrasi
dengan meningkatkan cardiac output, yang bila terus berlanjut akan
menyebabkan gagal jantung, dengan manifestasi klinis seperti takikardia,

20
sesak, dan edema. Oleh karena itu evaluasi terhadap balans cairan
sangatlah penting pada pasien eritroderma.(6,9)
Pasien dengan eritroderma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda
dari ketidakseimbangan nitrogen: edema, hipoalbuminemia, dan hilangnya
masa otot. Pada eritroderma kronik dapat mengakibatkan kakeksia,
alopesia, palmoplantar keratoderma, kelainan pada kuku and ektropion.(3,12)

BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : Tn. L
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Bumi Maroa, Konawe Selatan
Pekerjaan : Patani
Bangsa : Indonesia

21
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 03 Maret 2020
B. Anamnesis
Keluhan utama:
Gatal dan kemerahan hampir di seluruh tubuh
Perjalanan penyakit :
Pasien datang dengan keluhan gatal dan kemerahan hampir di seluruh
tubuh yang baru dirasakan sekitar 1 tahun sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya keluhan dirasakan berupa bitnik-bintik kemerahan yang muncul pada
perut dan dada, kemudian makin menyebar ke punggung, leher, lengan, dan
kedua paha. Pasien sempat memeriksakan diri ke puskesmas dan diberi obat,
namun tak kunjung sembuh. Pasien juga mengatakan 1 minggu terakhir
keluhan gatal, dan kemerahan di kulit semakin memburuk hingga
menyebabkan kulit pasien terkelupas. Keluhan lain: demam (-), batuk(-),
pilek(-), mual(-), muntah(-), BAB & BAK kesan normal.
Riwayat penggunaan obat :
Pasien rutin minum obat griseofulvin
Riwayat penyakit terdahulu:
Keluhan serupa sering berulang.
Riwayat penyakit dalam keluarga:
Disangkal
C. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS (E4M6V5)
Vital sign : - Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 89 kali/menit
- Respirasi : 20x/menit
- Suhu : 37°C
Status General

22
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-), Ikterik (-)
THT : Othorea (-)
Thoraks : Paru dan Jantung dbn
Abdomen : Pembesaran hepar (-), Pembesaran Limfa (-)
Ekstremitas : dbn

Status Dermatologis
Lokasi : Regio colli lateral, et thorakal, et abdomen, et truncal, et
extremitas superior, et extremitas inferior.
Distribusi : Generalisata
Ukuran : Miliar - Plakat
Effloresensi : Tampak makula eritema yang berbatas tidak tegas disertai erosi-
ekskoriasi, tampak krusta dan skuama halus di sekitarnya.

23
Gambar 7. Gambaran lesi pada pasien

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Rutin
PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN
WBC 6,32 [10^3/µL] (4.00 – 10.00)
RBC 4,05 [10^6/µL] (4.50 – 6.00)
HGB 10,8 [g/dL] (12.0 – 16.0)
HCT 32,1 [%] (37.0 – 48.0)
MCV 83,2 [fL] (80.0 – 97.0)
MCH 28,1 [pg] (26.5 – 33.0)
MCHC 33.1 [g/dL] (31.5 – 35.0)
PLT 376 [10^3/µL] (150 – 400)
RDW 12,4 [fL] (15.0 – 18.0)
RDW-SD 40,7 [fL] (37.0 – 54.0)
RDW-CV 12,3 [%] (10.0 – 15.0)

24
PDW 10,9 [fL] (10.0 – 18.0)
MPV 9,9 [fL] (9.0 – 13.0)
P-LCR 23,8 [%] (13.0 – 43.0)
PCT 0,38 [%] (0.17 – 0.35)
NEUT 7,68 [10^3/µL] 45.5 [%] (1.50 – 7.00) (52.0 – 75.0)
LYMPH 0,62 [10^3/µL] 46.0 [%] (1.00 – 3.70) (20.0 – 40.0)
MONO 0.52 [10^3/µL] 8.5 [%] (0.00 – 0.70) (2.0 – 8.0)
EO 0.46 [10^3/µL] [%] (0.00 – 0.40) (1.0 – 3.0)
BASO 0.01 [10^3/µL] [%] (0.00 – 0.10) (0.0 – 0.1)

2. Kimia darah
PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN
Glukosa Sewaktu 99 < 200 mg/dl
SGOT 58 L ≤ 37, P ≤ 31 U/L
SGPT 67 L ≤ 40, P ≤ 35 U/L

E. Resume
Pasien Tn. L 55 tahun, datang dengan keluhan gatal dan kemerahan
hampir di seluruh tubuh yang baru dirasakan sekitar 1 tahun sebelum
masuk rumah sakit. Awalnya keluhan dirasakan berupa bitnik-bintik
kemerahan yang muncul pada perut dan dada, kemudian makin menyebar
ke punggung, leher, lengan, dan kedua paha. Pasien sempat memeriksakan
diri ke puskesmas dan diberi obat, namun tak kunjung sembuh. Pasien
juga mengatakan 1 minggu terakhir keluhan gatal, dan kemerahan di kulit
semakin memburuk hingga menyebabkan kulit pasien terkelupas. Keluhan
lain: demam (-), batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah (-), BAB & BAK
kesan normal. Hasil pemeriksaan fisik keadaan umum sakit sedang dan
kesadaran composmentis. Status generalisata dalam batas normal. Status
dermatologi : Regio colli lateral, et thorakal, et abdomen, et truncal, et
extremitas superior, et extremitas inferior. Tampak makula eritema yang
berbatas tidak tegas disertai erosi-ekskoriasi, tampak krusta dan skuama
halus di sekitarnya. Hasil pemeriksaan penunjang ditemukan penurunan

25
jumlah eritrosit, RDW dan Limfosit count serta peningkatan jumlah
neutrophil count, leukosit urin dan enzim hati (SGOT & SGPT).
F. Diagnosis kerja
Eritroderma
G. Diagnosis Banding
1. Eritroderma e.c Psoriasis Vulgaris
2. Eritroderma e.c Dermatitis Atopi
3. Eritroderma e.c Dermatitis Seboroik
H. Penatalaksanaan
1. Terapi non medikamentosa
a. Menjaga hygiene
b. Edukasi agar pasien tidak menggaruk luka
c. Rawat pasien diruangan yang cukup sinar matahari.
2. Terapi medikamentosa
a. IVFD RL 20 tpm
b. Cetriaxone 1 gr/24 jam IV
c. Methylprednisolon 125 mg/12 jam IV
d. Pantoprazole 40 mg/12 jam IV
e. Cetrizine 10 mg 2x1 tab
f. Gentamicyn Salf u.e

I. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanactionam : dubia

J. FOLLOW UP
Tanggal Keluhan Intruksi Dokter
04/03/2020 S: Gatal dan kemerahan  IVFD RL 20 tpm
hampir di seluruh tubuh.  Cetriaxone 1 gr/24 jam IV
O: TD : 120/80mmHg  Methylprednisolon 125

26
HR : 82x/m mg/12 jam IV
P : 20x/m  Pantoprazole 40 mg/12 jam
S : 36.7° C IV
SD : Tampak makula  Cetrizine 10 mg 2x1 tab
eritema yang berbatas tidak  Gentamicyn Salf u.e
tegas disertai erosi-
ekskoriasi, tampak krusta
dan skuama halus di
sekitarnya. Pada Regio colli
lateral, thorakal, abdomen,
truncal, extremitas superior,
extremitas inferior.
A: Eritroderma
05/03/2020 S: Gatal (+), Nyeri (+)  IVFD RL 20 tpm
kemerahan (+)  Cetriaxone 1 gr/24 jam IV
O: TD : 110/80mmHg  Methylprednisolon 125
HR : 70x/m mg/12 jam IV
P : 18x/m  Pantoprazole 40 mg/12 jam
S : 36.5° C IV
SD : Tampak makula  Cetrizine 10 mg 2x1 tab
eritema yang berbatas tidak  Gentamicyn Salf u.e
tegas disertai erosi-
ekskoriasi, tampak krusta
dan skuama halus di
sekitarnya. Pada Regio colli
lateral, thorakal, abdomen,
truncal, extremitas superior,
extremitas inferior.
A: Eritroderma
06/03/2020 S: Gatal (+), Nyeri (+)  IVFD RL 20 tpm
kemerahan (+).  Cetriaxone 1 gr/24 jam IV

27
O: TD : 120/70mmHg  Methylprednisolon 125
HR : 76x/m mg/12 jam IV
P : 18x/m  Pantoprazole 40 mg/12 jam
S : 36.9° C IV
SD : Tampak makula  Cetrizine 10 mg 2x1 tab
eritema yang berbatas tidak  Gentamicyn Salf u.e
tegas disertai erosi-
ekskoriasi, tampak krusta
dan skuama halus di
sekitarnya. Pada Regio colli
lateral, thorakal, abdomen,
truncal, extremitas superior,
extremitas inferior.
A: Eritroderma
07/11/2017 S: Gatal (-), Nyeri (-) pada  Aff infus pasien boleh
punggung, kemerahan (-). pulang
O: TD : 110/70mmHg
HR : 82x/m
P : 20x/m
S : 36.7° C
SD : Tampak skuama halus
pada Regio colli lateral,
thorakal, abdomen, truncal,
extremitas
superior,extremitas inferior.
A: Eritroderma

28
BAB IV
DISKUSI KASUS

Diagnosis eritroderma pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis


dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien adalah seorang laki-
laki usia 55 tahun. Sesuai kepustakaan Insidens eritroderma sangat bervariasi,
menurut penelitian dari 0,9-70 dari 100.000 populasi. Penyakit ini dapat mengenai
pria ataupun wanita namun paling sering pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1,
dengan onset usia rata-rata > 40 tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada
semua usia.(2,4)
Pada anamnesis diketahui keluhan utama yang dialami pasien ini adalah
rasa gatal dan kemerahan hampir di seluruh tubuh yang baru dirasakan sekitar 1
tahun sebelum masuk rumah sakit. Awalnya keluhan dirasakan berupa bintik-
bintik kemerahan yang muncul pada perut dan dada, kemudian makin menyebar
ke punggung, leher, lengan, dan kedua paha. Sesuai kepustakaan “Eritoderma”
berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red = merah ) + derma, dermatos (skin
= kulit ), merupakan keradangan kulit yang mengenai 90% atau lebih pada
permukaan kulit yang biasanya disertai skuama. Mula-mula gejala eritroderma
adalah timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh dalam waktu
12-48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian
menyeluruh. Pada beberapa kasus, skuama tidak selalu ditemukan, misalnya pada
eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, pada mulanya tidak
disertai skuama.(1,3,6,12)
Pasien juga mengatakan 1 minggu terakhir keluhan gatal, dan kemerahan
di kulit semakin memburuk hingga menyebabkan kulit pasien terkelupas.
Kelainan kulit yang terjadi pada pasien ini dapat dicurigai sebagai gejala dari
eritroderma. Hal ini dapat didasarkan dari pemeriksaan status dermatologi : Regio
colli lateral, et thorakal, et abdomen, et truncal, et extremitas superior, et
extremitas inferior. Tampak makula eritema yang berbatas tidak tegas disertai
erosi-ekskoriasi, tampak krusta dan skuama halus di sekitarnya. Sesuai
kepustakaan menyatakan bahwa Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah

29
lipatan, kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama
yang disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia,
perubahan kuku, dan kuku dapat lepas. Dapat terjadi limfadenopati dan
hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan.
Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya
bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau
diraba tebal. (3,6,11)
Pasien sempat memeriksakan diri ke puskesmas dan diberi obat, namun
tak kunjung sembuh. Sesuai kepustakaan bahwa patofisiologi yang terjadi pada
eritoderma belum jelas tetapi dapat diketahui akibat proses alergi-imunologi dan
keganasan, maka tubuh bereaksi berupa pelebaran pembuluh darah kapiler
(eritema) yang universal. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat sehingga kehilangan panas
bertambah, berbeda dengan psoriasis vulgaris, umumnya alergi timbul akut dalam
waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritem saja, setelah penyembuhan
barulah timbul skuama.
Hasil pemeriksaan penunjang ditemukan penurunan jumlah eritrosit, RDW
dan Limfosit count serta peningkatan jumlah neutrophil count dan enzim hati
(SGOT & SGPT). Sesuai teori pada eritroderma dapat terjadi albumin serum yang
rendah dan peningkatan gammaglobulins, ketidakseimbangan elektrolit, protein
fase akut meningkat, leukositosis, maupun anemia ringan.(11) Kehilangan skuama
dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih sehari sehingga
menyebabkan kehilangan protein. Hipoproteinemia dengan berkurangnya albumin
dan peningkatan relative globulin terutama globulinᵧ merupakan kelainan yang
khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh pergeseran cairan ke
ruang ekstravaskuler. Eritoderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis
rambut dan kuku berupa rontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada
eritoderma yang telah berlangsung berbulan – bulan dapat terjadi perburukan
keadaan umum yang progresif.(1)

30
Pada kasus ini di diagnosis banding dengan dermatitis atopi, psoriasis dan
dermatitis seboroik karena sesuai teori ketiga penyakit ini paling sering
menyebabkan gambaran klinis eritroderma.

Untuk penetalaksanaan pada kasus ini diberikan : IVFD RL 20 tpm,


ceftriaxone 1 gr/24 jam IV, methylprednsolon 125 mg/12 jam IV, Pantoprazole 40
mg/12 jam IV, cetrizine 10 mg 2x1 tab, dan Gentamisin salf 2x sehari. Sesuai
teori untuk pengobatan eritroderma mulailah pengobatan yang diperlukan untuk
penyakit yang melatar belakanginya. Pertama yang harus di pantau rehidrasi
cairan untuk mencegah dehidrasi, pada kasus ini diberikan IVFD RL 20 tpm,
kemudian diberikan obat ceftriaxone injeksi untuk mengobati infeksi oleh bakteri
gram positif (+) ataupun gram negative (-). Pada eritroderma golongan I (alergi
obat), obat tersangka sebagai kausanya segera dihentikan. Umumnya pengobatan
eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang disebabkan oleh alergi
obat secara sistemik, dosis prednisone 4 x 10 mg atau metilprednisolon 2 x 30 mg.
penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari sampai beberapa
minggu. Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan
kortikosteroid. Dosis mula prednisone 4 x 10 mg sampai 15 mg sehari
metilprednisolon 2 x 30-50 mg sampai 125 mg sehari. Jika setelah beberapa hari
tidak tampak perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis
diturunkan perlahan-lahan.(1,8,9,11)

Pasien juga diberikan antihistamin Cetrizine. Antihistamin sedating dapat


digunakan untuk meredakan pruritus dan mengendalikan kecemasan. Pasien juga
diberikan salep racik untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
mengurangi inflamasi.(7)

Pengobatan nonmedikamentosa yaitu dengan menjaga hygiene tubuh,


perawatan di ruang yang cukup sinar matahari, dan memberi edukasi agar pasien
tidak menggaruk luka.(1,2,9)
Prognosa dari pasien ini untuk quo ad vitam adalah ad bonam karena
eritroderma tidak mengancam jiwa pasien. Quo ad fungsionam adalah ad dubia

31
karena eritoderma bila ringan tidak mempengaruhi fungsi dari tubuh yang terkena
namun bila berat akan membuat pasien kehilangan fungsi anggota tubuhnya. Quo
ad sanationam adalah dubia karena penyakit ini dapat sembuh atau residif.

DAFTAR PUSTAKA

1. A. Djuanda. Dermatitis Eritroskuamosa Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin


[Internet]. 7th ed. Vol. 1, Ior. Fakultas Kedikteran Universitas Indonesia;
1871. 213-257 p. Available from: nhttp://www-
psych.nmsu.edu/~pfoltz/reprints/Edmedia99.html%5Cnhttp://urd.
2. L ST. A 47 Years Old Woman with Eritroderma ec . Drug Allergy. FK Univ
Lampung. 2014;3:118–27.
3. Tony Burns, Stephen Breathnach NC. Rook’s Textbook of Dermatology.
Eighth. Cambridge UK: Blackwell Publishing; 2010. 4362 p.
4. S AD. Angka Kejadian dan Faktor Penyebab Eritroderma di Poliklinik Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr . Mohammad Hoesin Palembang
Periode 2009-2011. FK Univ Lampung. 2015;2(2):79–84.
5. Earlia N, Nurharini F, Jatmiko AC, Ervianti E. Penderita Eritroderma di
Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr . Soetomo
Surabaya Tahun 2005 – 2007 ( Erythroderma Patients in Dermatovenereology
Department of Dr . Soetomo General Hospital in 2005 – 2007 ). FK UNAIR.
2007;2007(318):93–101.
6. Hill C, Carolina N, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology In General medicine.
Eighth. New York, USA: Mc Graww Hill Medical; 2012. 4032 p.
7. Sihombing. Eritroderma Et Causa Alergi Obat Pada Penderita Hipertensi
Stage Ii, Chronic Kidney Disease, Anemia, Dan Hepatitis. FK Univ Lampung.
2013;1(4):69–74.
8. Retno W, Suharti K. Erupsi Obat Alergik. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Erupsi Obat Alergikpsi Obat Alergik. 1995;3–6.
9. N A. Eritroderma Et Causa Dermatitis Kontak Iritan. FK Univ Lampung.
2013;1(5):72–8.

32
10. Rianova E. Sezary Syndrome Mimicking Generalized Psoriasis. Indones J
Trop Infect Dis. 2016;6(3):59–62.
11. Dobson JS. Erythroderma Key points. Elsevier. 2017;1–5.

33

Anda mungkin juga menyukai