Anda di halaman 1dari 23

UJIAN KASUS

ONIKOMIKOSIS

Oleh :

Rizki Ardiansyah

G992003128

Pembimbing :

dr. Triasari Oktavriana, M.Sc., Sp. KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RUMAH SAKIT UMUM DR. MOEWARDI SURAKARTA


2021
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KASUS

Kasus ujian akhir yang berjudul :

ONIKOMIKOSIS

Rizki Ardiansyah G992003128

Periode : 15 Maret – 11 April 2021

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dari Bagian Ilmu Kesehatan
Kulit Kelamin
RSDM – Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Yang bertanda tangan di bawah ini:

Surakarta, 5 April 2021

Chief Residen Staff Penguji

2
dr. Fiqna Syani dr. Triasari Oktavriana, M.Sc., Sp. KK

3
STATUS RESPONSI

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing : dr. Triasari Oktavriana, M.Sc., Sp. KK

Nama Mahasiswa : Rizki Ardiansyah


NIM : G992003128

ONIKOMIKOSIS

1. DEFINISI
Onikomikosis adalah infeksi jamur pada unit kuku yang
disebabkan oleh dermatofita, non-dermatofita dan ragi (Lipner dan Scher,
2019). Onikomikosis yang disebabkan oleh dermatofita disebut tinea
unguinum. Jamur menyebabkan onikomikosis dengan menyerang lempeng
kuku atau lipatan kuku. Dermatofita dapat menyerang keratin kuku yang
sehat. Selain itu, dermatofita juga dapat menyerang kuku distrofik, yang
umumnya terjadi pada pasien usia lanjut. Onikomikosis dapat menginfeksi
kuku jari tangan dan kaki, tetapi onikomikosis pada kuku kaki jauh lebih
umum. (Bodman dan Krishnamurthy, 2020 )

2. EPIDEMIOLOGI
Infeksi jamur kuku ini mencakup 50% dari total kelainan kuku dan
menginfeksi 10% dari populasi umum di berbagai wilayah di dunia.
Infeksi biasanya terjadi pada orang dewasa di perkotaan dengan rasio laki-
laki-perempuan 1,5: 1. Prevalensi onikomikosis meningkat seiring
bertambahnya usia, yang terbanyak pada kuku kaki (70%) (Antonella et al,
2016). Negara Barat melaporkan prevalensinya sekitar 2-18% dari
populasi dan negara tropis Asia melaporkan prevalensinya sebesar 8,1%.
Di Indonesia, prevalensinya menunjukkan angka yang lebih rendah, yaitu
3,5-4,7% diantara kasus dermatomikosis (Mamuaja et al, 2017).

4
3. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Onikomikosis disebabkan oleh dermatofita, non dermatofita, dan
ragi. Lebih dari 60% hingga 70% infeksi ini disebabkan oleh dermatofita,
dimana Trichophyton rubrum (50%) dan Trichophyton mentagrophytes
(sekitar 20%), sisanya disebabkan oleh Epidermophyton floccosum,
Microsporum spp., Trichophyton violaceum, Trichophyton verrucosum,
Trichophyton krajdenii, and Arthroderma spp. Sekitar 20% kasus
onikomikosis disebabkan oleh non dermatofita, diantaranya yaitu
Scopulariopsis brevicaulis, Aspergillus spp., Acremonium, Fusarium spp.,
Alternaria alternate, and Neoscytalidium. Selain itu, Candida albicans
juga ditemukan pada 10% hingga 20% penyebab infeksi ini (Lipner dan
Scher, 2019). Di Indonesia, onikomikosis paling banyak disebabkan oleh
Candida alblicans (Widasmara dan Sari, 2018)
Faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya onikomikosis
yaitu kelembaban yang tinggi, oklusi, trauma berulang pada kuku, dan
penurunan imunitas. Selain itu, usia tua, diabetes melitus, sindrom Down,
psoriasis, infeksi HIV, gangguan pembuluh darah perifer, neuropati,
kelainan pediatrik juga berisiko mengalami onikomikosis (Widasmara dan
Sari, 2018; Antonella et al, 2016).
Patogenesis onikomikosis tergantung pada subtipe klinis. Pada
onikomikosis subungual lateral distal, bentuk paling umum dari
onikomikosis, jamur menyebar dari kulit plantar dan menyerang dasar
kuku melalui hiponikium. Peradangan yang terjadi di area alat kuku ini
menyebabkan tanda fisik yang khas dari onikomikosis subungual lateral
distal. Sebaliknya, onikomikosis superfisial putih jarang muncul yang
disebabkan oleh invasi langsung ke permukaan lempeng kuku. Pada
onikomikosis subungual proksimal, subtipe yang paling tidak umum,
jamur menembus matriks kuku melalui lipatan kuku proksimal dan
berkoloni di bagian dalam lempeng kuku proksimal. Onikomikosis
endoniks adalah varian dari onikomikosis subungual lateral distal di mana
jamur menginfeksi kuku melalui kulit dan langsung menyerang lempeng

5
kuku. Onikomikosis distrofik total melibatkan seluruh unit kuku
(Antonella et al, 2016)

4. GAMBARAN KLINIS
Manifestasi klinis onikomikosis dipengaruhi oleh pola invasi jamur
terhadap kuku, dan dikenal menjadi 5 klasifikasi onikomikosis sebagai
berikut (Piraccini dan Alessandrini, 2015) :
a. Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral (OSDL) Merupakan
tipe yang paling banyak ditemukan. Pada onikomikosis subungual
distal dan lateral jamur melakukan invasi melalui hiponikium di
bagian distal atau lipat kuku lateral lalu menuju ke lempeng kuku
yang menyebar ke bagian proksimal. Secara klinis, kuku tampak
kusam dan perubahan warna (diskromasi) menjadi putih
kekuningan, coklat hingga hitam di bagian distal maupun lateral,
onikolisis dan hiperkeratosis subungual. OSDL juga sering disertai
dengan dermatofitoma yaitu penebalan kuku bentuk longitudinal
atau oval berwarna kekuningan atau putih yang berisi jamur.

Gambar 1. Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral (OSDL)


b. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP) Infeksi jamur dimulai
dari lipatan kuku proksimal melalui kutikula yang meluas ke distal,

6
tampak area berwarna putih di bawah lipatan kuku proksimal,
onikolisis, hiperkeratosis, dan bercak atau garis transversal.

Gambar 2. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)


c. Onikomikosis Superfisial (OS) Varian klinis ini jarang ditemukan
dan sering terdapat pada pasien imunokompromais. OS terjadi
apabila jamur menginvasi langsung lapisan superfisial lempeng
kuku, ditandai dengan bercak atau garis transversal berwarna putih
keruh berbatas tegas dan dapat berkonfluens.

Gambar 3. Onikomikosis Superfisial


d. Onikomikosis Endoniks (OE) Pada onikomikosis endoniks, jamur
menginfeksi lapisan superfisial lempeng kuku dan berpenetrasi
hingga lapisan dalam. Secara klinis, kuku tampak berwarna putih
seperti susu dan adanya pelepasan kuku secara lamelar.

7
Gambar 4. Onikomikosis Endoniks
e. Onikomikosis Total Distrofik (OTD) Terbagi menjadi dua varian,
antara lain onikomikosis total distrofik primer yang ditemukan
pada kandidiasis mukokutan kronik atau imunokompromais dan
onikomikosis total distrofik sekunder merupakan kondisi lanjut
dari keempat bentuk onikomikosis sebelumnya. Pada OTD, kuku
tampak penebalan difus, warna kuning kecoklatan, disertai
pembengkakan falangs distal.

Gambar 5. Onikomikosis Total Distrofik

5. DIAGNOSIS
Anamnesis dan gambaran klinis saja pada umumnya sulit untuk
memastikan diagnosis, maka diperlukan pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis dan mengetahui penyebab onikomikosis.

8
Pemeriksaan penunjang tersebut yaitu pemeriksaan mikroskopik langsung
dan pemeriksaan dengan biakan atau kultur untuk identifikasi jamur
penyebab, pemeriksaan dengan dermoskopi dan histopatologi.
Pemeriksaan mikroskopik langsung diperlukan bahan dari kerokan kuku
pada sediaan KOH 20-30% dalam air atau dalam dimetilsulfoksida
(DMSO) 36-40% untuk mempermudah lisis keratin sehingga dapat
melihat adanya hifa, pseudohifa, spora, dan blastospora. Pada gambaran
mikroskopik langsung bila penyebabnya elemen jamur dermatofita maka
akan terlihat sebagai dua garis lurus sejajar yang transparan (double
contour) tersusun atas hifa bersepta maupun bercabang, kadang ditemukan
deretan spora di ujung hifa. Kandida terlihat sebagai spora atau konidia
yang bulat atau lonjong, bila bergerombol disebut blastospora atau
blastokonidia, kadang ada yang menonjol di dinding spora seperti angka 8
(budding yeast). Juga terlihat sebagai pseudohifa sebagai untaian sosis.
(Antonella et al, 2018)
Pemeriksaan biakan atau kultur menggunakan media Agar
Sabouraud, juga dikenal sebagai gold standard dalam menengakkan
diagnosis onikomikosis. Agar Sabouraud merupakan media universal
karena dapat digunakan untuk mengisolasi semua jenis jamur. Evaluasi
pada media biakan adalah morfologi keseluruhan koloni (depan) yaitu
warna, tekstur, topografi dan lamanya tumbuh, lalu bagian sebaliknya
(reverse) untuk melihat ada atau tidaknya pigmen yang khas, dan
morfologi mikroskopis yaitu ukuran, bentuk, topografi dan susunan spora
atau konidia (makrokonidia, mikrokonidia), jenis tambahan seperti hifa
(Piraccini dan Alessandrini, 2015)
Pemeriksaan dengan dermoskopi atau dikenal onikoskopi,
prosedur yang mudah dan cepat, yang dapat membedakan onikolisis pada
OSDL dengan onikolisis oleh trauma. Gambaran onikolisis ditandai
dengan pinggir kuku yang iregular atau spike dan garis-garis longitudinal
dari bagian proksimal kearah distal pada tepi onikolisis, dan perubahan
warna pada kuku. Bila secara klinis kecurigaan onikomikosis besar, tetapi

9
hasil sediaan mikroskopik langsung maupun biakan negatif, pemeriksaan
histopatologi dapat membantu. Dapat dilakukan biopsi kuku atau nail
clippings dengan pewarnaan periodic acid-shiff (PAS) untuk membantu
memastikan bahwa jamur terdapat didalam lempeng kuku dan bukan
komensal atau kontaminan diluar lempeng kuku. (Antonella et al, 2016)

6. DIAGNOSIS BANDING
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
membedakan onikomikosis dengan penyakit kuku yang lain diantaranya:
a. Onikolisis
Onikolisis adalah pemisahan piringan kuku dari alas kuku atau
kuku yang hilang sepenuhnya. Yang bisa terjadi dari trauma (seperti
pada gerak jalan atau bermain ski dalam waktu lama dengan alas kaki
yang tidak pas) ; dari terlalu semangat membersihkan kuku; dengan
penyakit seperti psoriasis dan thyrotoxicosis, atau dari bersentuhan
dengan bahan kimia atau obat-obatan tertentu8
Obat-obatan yang menyebabkan onikoliaia termasuk doxorubicin,
bleomycin, captopril, 5-fluoroyricil, dan retinoid. Obat-obatan lain,
termasuk tertracycline, psoralen, fluoroquinolone dan quinine, bisa
menyebabkan onikolisis paling sering ketika kuku bersentuhan
dengan sinar matahari (foto-onikolisis) 8
Orang dengan onikolisis berada pada resiko infeksi dengan
cendawan dan jamur. Menjaga kuku tetap kering dan menggunakan
anti jamur preparat pada unit kuku bias membantu. Onikolisis bisa
terjadi pada orang dengan infeksi jamur8
Terpisahnya kuku dari dasarnya terutama bagian distal atau lateral
Warna kuku berubah kuning karena pus, udara atau skuama. Infeksi
Pseudomonas menimbulkan warna hijau, sedangkan perdarahan
menimbulkan warna kecoklatan. 6
b. Dermatitis kronis
c. Kuku Psoriasis

10
Kuku psoriasis terjadi pada 50% pasien psoriasis kulit dan 83%
dari mereka mengalami psoriasis arthritis. Dengan terapi yang tidak
memuaskan. Adanya pits (cekungan), terowongan dan cekungan yang
transversal (Beau’s line), leukonikia dengan permukaan yang kasar
atau licin. Pada dasar kuku terdapat perdarahan dan merah. Hiponikia
hijau kekuningan pada daerah onikolisis. Keratosis subungual zat
tanduk dibawah lempeng kuku dapat menjadi medium pertumbuhan
bakteri ataupun jamur. Cekungan pada psoriasis yang terbatas pada
kuku adalah besar,dalam dan irregular. Psoriasis kuku terlihat pada
matriks kuku bagian proksimal.1,9
Gejala tambahan dari kuku psoriasis yaitu onikolisis yang
merupakan paling umum yang terjadi, salmon patches dan
hyperkeratosis subungual, pada kuku jari kaki onikolisis sering
terjadi bersamaan dengan hyperkeratosis subungual dan sangat dekat
dengan kejadian onikomikosis.1,9

7. TATALAKSANA
Pengobatan onikomikosis tergantung pada tipe klinis, jumlah kuku
yang terkena dan tingkat keparahan infeksi. Kerugian dari terapi adalah
bahwa perawatan oral seringkali dibatasi oleh interaksi obat dan potensi
hepatotoksisitas, sedangkan antijamur topikal memiliki kemanjuran
terbatas jika digunakan tanpa debridemen lempeng kuku. Kombinasi
perawatan oral dan sistemik seringkali merupakan pilihan terbaik.
(Antonella et al, 2016)

11
Gambar 5. Algoritma tatalaksana onikomikosis ( Christenson et al, 2018)
Perawatan topikal (seperti amorolfine dan ciclopirox) digunakan
untuk menangani infeksi minor pada lempeng kuku. Sementara antijamur
topikal memiliki keuntungan menyebabkan efek samping yang lebih
sedikit dan kurang serius, periode pengobatan yang lama, dan kemanjuran
terbatas karena penetrasi lempeng kuku yang buruk. Uji klinis telah
menunjukkan agen topikal yang lebih baru seperti efinaconazole 10% dan
tavaborole 5% secara signifikan lebih unggul dari plasebo. Namun, uji
komparatif lebih lanjut diperlukan untuk menentukan kemanjuran klinis
relatif dan memberikan rekomendasi yang lebih efektif untuk pasien
(Christenson et al, 2018)

12
Antijamur oral (seperti terbinafine, itraconazole dan fluconazole)
diperlukan untuk sebagian besar kasus onikomikosis karena
kemampuannya yang lebih besar untuk menembus dasar kuku dan
lempeng kuku. Efek samping yang umum dari obat-obatan ini termasuk
sakit kepala, gejala gastrointestinal, mual dan ruam. Selain itu, profesional
kesehatan harus berhati-hati terhadap interaksi obat-obat yang berbahaya
dan peningkatan risiko hepatotoksisitas. Terbinafine saat ini merupakan
pengobatan oral pilihan untuk melawan onikomikosis, dengan ulasan dan
meta-analisis terbaru menunjukkan bahwa itu lebih efektif daripada
pengobatan lain (Christenson et al, 2018).
Onikomikosis sangat sulit diobati. Mencapai kesembuhan total
dapat memakan waktu selama 18 bulan. Lebih lanjut, penyakit ini
dikaitkan dengan tingkat kekambuhan yang sangat tinggi karena adanya
spora atau hifa jamur sisa, dengan kekambuhan terjadi pada 6,5-53%
pasien. Kemanjuran pengobatan saat ini dibatasi oleh pertumbuhan kuku
kaki yang lambat, ketebalan keratin kuku yang mencegah penetrasi obat
topikal dan sistemik, dan kelangsungan hidup jamur di lingkungan sekitar
(seperti alas kaki) untuk waktu yang lama. Karena kurangnya fungsi
kekebalan intrinsik dan sifatnya yang tidak dapat ditembus, kuku
merupakan jaringan yang sangat menantang untuk disembuhkan. Penderita
onikomikosis dapat mengalami penyakit yang bertahan lama, terutama jika
tidak ada pengobatan yang efektif (Christenson et al, 2018).
Kombinasi dengan antijamur sistemik, debridemen, atau avulsi
kuku pada onikomikosis berat akan mengurangi durasi pengobatan dan
meningkatkan angka kesembuhan. Pilihan yang memungkinkan termasuk
amorolfine 5% atau ciclopirox 8% dalam lacquer yang tidak larut dalam
airdan ciclopirox dalam pernis kuku yang larut dalam air. Pernis kuku
amorolfine diaplikasikan seminggu sekali, sedangkan pernis kuku
ciclopirox diaplikasikan setiap hari. Amorolfine memiliki sifat fungistatik
dan fungisida terhadap dermatofita, jamur non-dermatofita dan ragi.

13
Ciclopirox memiliki aktivitas fungisida, anti inflamasi dan anti alergi
(Piraccini dan Alessandrini, 2015).
Terapi lini pertama
 Terbinafine sistemik 250 mg / hari (selama 6 minggu untuk
kuku jari tangan dan selama 12 minggu untuk kuku kaki)
 Kombinasikan pengobatan topikal dengan pengobatan
sistemik
Terapi lini kedua
 Itrakonazol sistemik 200–400 mg / hari selama 1 minggu
sebulan (selama 2 bulan untuk kuku jari tangan dan selama
3 bulan untuk kuku kaki)
 Flukonazol sistemik 300–450 mg setiap minggu selama 6
bulan di kuku jari tangan dan 9 bulan di kuku kaki)
 Posaconazole sistemik 100, 200-400 mg / hari selama 24
minggu atau 400 mg sekali sehari selama 12 minggu
 Kombinasikan topikal dengan pengobatan sistemik

Terapi lini ketiga


 Terapi fotodinamik
PDT telah diteliti untuk pengobatan onikomikosis
yang disebabkan mold. PDT dikombinasi dengan methyl-
aminolevulinic acid diberikan pada 3 sesi, dengan interval
15 hari di antara prosedur. Studi lain menunjukkan efek
dari 5 aminolevulinic acid (ALA) pada dermatofita
T.rubrum. ALA menyebabkan penurunan pertumbuhan
dermatofita. Konsentrasi optimal ALA adalah 1-10
mmol/L. Perbaikan terjadi setelah 6-7 sesi pengobatan
dimana dermatofita tidak dijumpai dengan pemeriksaan
KOH dan kultur. PDT sesuai untuk pengobatan
onikomikosis DLSO yang disebabkan T.rubrum.
Keuntungan penggunaan PDT adalah tidak adanya efek

14
samping sistemik dan interaksi obat dan umur tua tidak
merupakan kontra indikasi.
 Laser (Antonella et al, 2018)
Akhir-akhir ini laser diperkenalkan sebagai salah
satu terapi onikomikosis untuk menghindari efek samping
antijamur topikal dan sistemik, terapi yang cepat dan
seringkali pada keadaan persisten. Namun penelitian
mengenai efektivitas laser dalam onikomikosis masih
sangat terbatas serta memakai jumlah sampel yang kecil.
Mekanisme kerja laser untuk terapi onikomikosis belum
jelas.Sistem laser berada pada spektrum infrared (panjang
gelombang 780 nm-3000 nm) secara langsung memanaskan
jaringan target. Laser untuk penyakit kuku telah disetujui di
Amerika Serikat oleh Food and Drug Administration
(FDA). Alat hanya baru diakui kemampuannya untuk
membersihkan pertumbuhan kuku pada onikomikosis
secara sementara dan bukan kuratif definitif.

8. Edukasi
1. Menjaga kebersihan diri.
2. Mematuhi pengobatan yang diberikan untuk mencegah resistensi obat.
3. Pastikan kulit dalam keadaan kering sebelum menutup area yang rentan
terinfeksi jamur.
4. Gunakan sandal atau sepatu yang lebar dan keringkan jari kaki setelah
mandi.
(Perdoski, 2017)

9. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanactionam : bonam

15
(Perdoski, 2017)

16
DAFTAR PUSTAKA

Antonella DA, Roberto T. (2016). Tinea Unguium : Diagnosis and treatment in


practice. Mycopathologia. Springer Nature, 182, 95–100
Bodman MA, Krishnamurthy K. (2020) Onychomycosis. StatPearls
Publishing;1–7.
Christenson JK, Peterson GM, Naunton M, Bushell M, Baby KE, Thomas J.
(2018). Challenges and opportunities in the management of onychomycosis.
Journal of Fungi; 4(3): 87
Lipner SR and Scher RK. (2019). Onychomicosis: Treatment and prevention of
recurrence. American Academy of Dermatology, 80:853-67

Mamuaja EH, Susanti RI, Suling PL, dan Kapantow GM. (2017). Onikomikosis
kandida yang diterapi dengan itrakonazol dosis denyut. Jurnal Biomedik
(JBM); 9(3): 178-183

Pang SM, Yi J, Pang Y, Fook-chong S. (2018). Tinea unguium onychomycosis


caused by dermatophytes : A ten-year ( 2005 – 2014 ) retrospective study in
a tertiary hospital in Singapore. Singapore medical Journal ;59(10):524–7.

Piraccini BM, Alessandrini A. (2017). Onychomycosis : A review. Journal of


Fungi ;30–43.

Spesialis BD, Dan K, Di K.(2017). Panduan Praktik Klinis.

Widasmara D dan Sari DT. (2018). Onychomycosis finger nail by cryptococcus


laurentii, trychophyton spp. Indonesian Journal of Tropical and Infectious
Disease; 7(2): 45-49

17
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Umur : 72 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Sukoharjo
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Tanggal Periksa : 23 Maret 2021
No. RM : 019xxx
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Kuku jempol kaki kaki berubah warna menjadi kuning

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli RS UNS karena keluhan kuku ibu jari kedua
tangan berubah warna menjadi keruh kekuningan. Kuku yang
mengalami perubahan warna terdapat di jempol kaki kiri. Keluhan
dirasakan sejak 3 tahun ini. Kuku juga terlihat berkurang. Pasien tidak
mengeluhkan adanya nyeri maupun gatal pada kuku. Daerah di sekitar
kuku tidak ada perubahan warna, tidak ada luka, tidak ada kemerahan,
bengkak maupun keluhan gatal.
Pasien sebelumnya memberi salep 88 (miconazole nitrat krim 2%)
dan ketika diberi sudah mendingan namun kambuh-kambuhan dan sudah
jarang diobati lagi.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit serupa sebelumnya : Disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : Disangkal

18
Riwayat atopi : Disangkal
Riwayat DM : Tidak terkontrol
Riwayat HT : Disangkal
Riwayat penyakit lain : Gagal jantung dan pneumonia

D. Riwayat Penyakit Keluarga dan lingkungan


Riwayat sakit serupa pada anggota keluarga : Disangkal
Riwayat alergi obat / makanan : Disangkal
Riwayat atopi : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat penyakit lain : Disangkal

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien saat ini tinggal bersama anaknya. Pasien sekarang bekerja
sebagai ibu rumah tangga dan berobat menggunakan BPJS kesehatan.

F. Riwayat Gizi dan Kebiasaan


Pasien makan 2-3 kali sehari, dengan nasi, lauk-pauk, serta sayur.
Lauk pauk berupa tahu, tempe, daging ayam dan terkadang ikan dan
daging sapi. Nafsu makan pasien baik. Pasien memiliki kebiasaan mandi
2 kali sehari. Handuk dipakai sendiri tidak digunakan berganti-gantian
dengan orang lain. Pasien memiliki kebiasaan mengganti baju setiap kali
mandi. Pasien mandi menggunakan sabun dan shampoo.

19
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sehat, compos mentis GCS E4V5M6, gizi
kesan cukup.

Vital Sign : TD : 120/80 mmhg


Frekuensi nadi : 86 x/menit
Frekuensi napas : 18 x/menit
Suhu : 36,6oC
Antropometri : Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 163 cm
Kepala : normocephal
Wajah : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Mata : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas Atas : dalam batas normal
Ekstremitas Bawah : lihat status dermatologis

20
B. Status Dermatologis
Regio digiti pedis I destra terdapat subungual hiperkeratosis,
onikodistrofi, dan diskolorasi kekuningan

IV. DIAGNOSIS BANDING


1. Tinea unguium
2. Trakionikia
3. Liken planus

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan lampu wood (23 maret 2021) : ditemukan warna kuning
keemasan

21
Kerokan kuku menggunakan mikroskop dan KOH (23 maret 2021) :
Ditemukan hifa dan spora

VI. DIAGNOSIS
Tinea unguium subungual proximal

VII. TERAPI
1. Non Medikamentosa
Edukasi
- Menjelaskan mengenai penyakit dan penyebabnya
- Menjelaskan cara pencegahan
- Menjelaskan mengenai pilihan terapi dan kemungkinan efek
samping serta hasilnya
- Menjelaskan mengenai prognosis
2. Medikamentosa
- Ciclopirox topical 2x/hari
- Itrakonazol 2x200 mg PO (pulse therapy)

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam

22
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad kosmetikum : dubia ad bonam

23

Anda mungkin juga menyukai